- Komisi Informasi

advertisement
kilasan
Sengketa Informasi yang Menarik Perhatian Publik
Dari 818 sengketa informasi terdapat beberapa cluster informasi strategis yang diselesaikan
oleh KIP, antara lain:
Laporan Keuangan Partai Politik Informasi program dan laporan keuangan partai politik
diputuskan oleh Komisi Informasi Pusat (KIP) serbagai informasi terbuka bagi publik.
Pemohon informasi ini adalah ICW yang meminta kepada 9 parpol di parlemen. Melalui
penyelesaian sengketa informasi dengan mediasi di KIP 3 Parpol langsung memberika
informasi saat dimediasi, 3 lainnya sepakat untuk memberikan setelah laporan keuangan
parpol selesai diaudit. Tiga parpol terakhir melalui mediasi diputuskan berdasarkan UU KIP
dan UU Parpol (No. 2/ 2008 dan No. 2/ 2011) informasi program dan laporan keuangan
parpol adalah terbuka dan wajib diberikan kepada pemohon informasi.
Sidang Ajudikasi ICW – DPP Partai Amanat Nasional
Peraturan Kepala BNN tentang Pemberantasan Narkoba LBH Masyarakat yang punya
banyak klien korban penjebakan narkoba, dengan untuk tujuan pengawasan kinerja aparat
pemberantasan narkoba meminta Informasi tiga Peraturan Kepala (Perka) BNN tentang
penjebakan tersangka narkoba. Melalui sidang ajudikasi KIP memutus informasi 3 Perka
BNN yang terkait administrasi pemberantasan narkoba merupakan informasi terbuka,
sedangkan yang memuat teknik dan strategi penjebakan, penangkapan tersangka narkoba
adalah informasi yang dikecualikan/ rahasia. BNN menerima putusan KIP.
1
Sidang Ajudikasi LBH Masyarakat - BNN
Informasi Pertanahan Sengketa tanah yang banyak terjadi di masyarakat, seperti surat
tanah yang tumpang tindih, penyerobotan tanah, sampai sengketa tanah ulayat/ adat
memunculkan berbagai sengketa informasi antara warga dengan Badan Pertanahan Nasional
(BPN). Berdasarkan permintaan warga akan informasi warkah(surat-surat dan riwayat status
tanah) kepada BPN yang ditolak, dan kemudian dilaporkan dan dilesaikan melalui sengketa
informasi KIP memutuskan informasi tentang warkah merupakan informasi yang terbuka
hanya bagi pihak yang memiliki kepentingan terhadap tanah berdasarkan berdasarkan UU
Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang mengatur pertanahan. Namun tidak
terbuka bagi publik secara umum berdasarkan UU KIP yang mengecualikan informasi aset
seseorang yang termasuk dalam kategori rahasia pribadi. Putusan KIP ini menjadi
yurisprudensi BPN untuk dapat memberikan informasi status tanah kepada pemohon
sepanjang yang bersangkutan terkait kepentingan yang diatur UU Pokok Agraria. Putusan ini
diharapkan akan menjadi bagian dari solusi bagi sengketa tanah yang banyak terjadi.
Nilai Ujian Seorang calon mahasiswa yang tidak lolos SNMPTN meminta informasi rincian
nilainya hasil ujian seleksi masuk UGM kepada Kemendikbud untuk mengetahui kemampuan
akademiknya, mengapa dia tidak lulus. Semula Kemendikbud dan Panitia SNMPTN tidak
memberikan informasi tersebut dengan alasan termasuk informasi dikecualikan berdasarkan
pasal 17h UU KIP. Namun setelah melalui mediasi di KIP, Kemendikbud bersedia
memberikan nilai tersebut hanya kepada yang bersangkutan, berikut ranking calon
mahasiswa yang lolos pada jurusan yang dilamar pemohon dengan menutup informasi nama
dan nomor ujian peserta SNMPTN yang lolos. Hal ini berdasarkan pasal 18 UU KIP, yakni
informasi rahasia pribadi dapat diungkap apabila yang bersangkutan memberikan izin tertulis.
Setelah diberika informasinya diketahui bahwa yang bersangkutan memang tidak lolos
dengan selisih nilai yang tipis.
2
Kinerja Komisi Informasi Pusat 2012
 Jumlah permohonan informasi dari
tahun 2010 sampai dengan tahun 2012,
terdapat 818 permohonan penyelesaian
sengketa informasi yang diajukan
kepada Komisi Informasi Pusat.
 Jumlah permohonan sengketa
informasi pada tahun 2012 mengalami
penurunan sebesar 11 % dibandingkan
dengan tahun 2011, yakni dari 419
sengketa menjadi 323 sengketa.

Upaya keberatan hingga tahun 2012
hanya 2% (10 sengketa informasi), dari
total 523 permohonan penyelesaian
sengketa informasi yang telah selesai
di Komisi Informasi Pusat.

Sebanyak 513 putusan sengketa
informasi telah berkekuatan hukum
tetap (inkracht).

Target
penyelesaian
sengketa informasi Tahun
2012 adalah 60% perkara
selesai.

Dari jumlah sengketa
tersebut,
64%
(523
sengketa informasi) telah
selesai
baik
melalui
proses mediasi dan/atau
ajudikasi,
permohonan
ditolak
dan
dicabut.
Sedangkan 36% sengketa
informasi atau 295 kasus
masih dalam proses.
3
pengantar
Keterbukaan informasi publik di Indonesia, mulai mendapatkan pengakuan oleh masyarakat
internasional. Sejak September 2012, Indonesia dalam hal ini Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono bersama Perdana Menteri Inggris David Cameron menjadi ketua bersama (cochair) Gerakan Open Government Pertnership (OGP) periode 2012-2014. OGP adalah
gerakan para pemerintahan yang menyatakan dirinya terbuka yang beranggotakan 58 negara,
yang dideklarasikan 28 September 2011 di New York.
Dalam data yang lain Freedom of Information Network (FOINetwork) lembaga international
yang berpusat di Kanada menempatkan Indonesia dalam ranking 24 dunia (di atas Amerika
dan Inggris) sebagai negara yang memiliki regulasi transparansi yang mengatur hak atas
informasi (right to know) secara komprehenship dan efektif menerapkan undang-undang
kebebasan informasi (Freedom of Information Act).
Open Budget Index (OBI) indeks keterbukaan informasi anggaran yang diumumkan 2 tahun
sekali pada 2012, Indonesia meraih skor 62 (naik dari skor tahun 2010 yakni 51). Berbagai
kemajuan di bidang keterbukaan informasi ini tentu karena Indonesia memiliki Undangundang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang
berupakan inisiatif DPR yang disahkan pada 30 April 2008 dan diberlakukan sejak 30 April
2010.
UU KIP merupakan regulasi yang strategis guna mewujudkan proses demokratisasi dalam
kerangka menuju kesejahteraan rakyat. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu
ciri dari kehidupan negara demokratis. Keterbukaan informasi memiliki makna yang luas
bagi kehidupan bernegara dan berbangsa karena semua pengelolaan badan-badan publik dari
proses penyelenggaraan negara dan pemerintahan wajib dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat.
Badan publik tersebut antara lain lembaga legislatif, lembaga eksekutif, lembaga yudikatif,
dan badan-badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan
negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan APBD; atau
organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN
dan/atau APBD, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri.
Semua badan publik menurut UU KIP berkewajiban menyampaikan informasi publik secara
terbuka kepada masyarakat. Namun demikian dalam UU ini diatur pula informasi yang
dikecualikan di mana informasi tersebut tidak dapat diberikan/diakses oleh publik (pemohon)
sebagaimana diatur dalam pasal 17 UU ini, kecuali atas putusan Komisi Informasi.
UU juga mengamanatkan pendirian Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri yang
berfungsi menjalankan UU dan peraturan pelaksanaannya; menetapkan petunjuk teknis
4
standar layanan informasi publik; dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui
mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
Komisi Informasi Pusat untuk periode pertama (2009-2013) yang beranggotakan 7 (tujuh)
komisioner dibentuk berdasarkan Keppres No. 48/P Tahun 2009 setelah dilakukan yang uji
kapatutan dan kelayakan oleh Komisi 1 DPR RI. Sementara hingga akhir 2012 Komisi
Informasi Provinsi sudah terbentuk di 20 provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kepulauan Riau, Gorontalo, Banten, Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Sumatera
Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, DKI
Jakarta, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Bali, Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah,
Riau.
Di tahun 2012 atau tahun ketiga pemberlakuan UU KIP Komisi Informasi Pusat telah
melakukan program kerja yang mengacu kepada Rencana Strategis 2010-2014, yaitu tahap
Pemantapan. Kinerja Komisi Informasi Pusat 2012 pada tahap pemantapan kelembagaan
inilah yang dituangkan dalam Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat Tahun Anggaran
2012 ini.
Komisi Informasi Pusat menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada
semua pihak yang telah terlibat dan membantu terlaksananya program kerja ini. Semoga
Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat Tahun Anggaran 2012 ini dapat bermanfaat bagi
semuanya.
Ketua Komisi Informasi Pusat
Abdul Rahman Ma’mun
5
PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)
mengamanatkan pembentukan Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri yang berfungsi
menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya,
menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa
informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
Komisi Informasi Pusat untuk pertama kali dibentuk tahun 2009 untuk masa kerja 4 tahun.
Komisi Informasi Pusat periode 2009-2013 kemudian menyusun Rencana Strategis Komisi
Informasi Pusat 2010-2013 yang dirancang tahapan perkembangan dan komposisi program
kerja sebagai berikut:
Tahapan Pengembangan Komisi Informasi Pusat 2010-2013
Sumber: Rencana Strategis Komisi Informasi Pusat 2010-2013
Sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Komisi Informasi Pusat untuk 2010 –
2013, secara gradual program kerja KI Pusat dilaksanakan memenuhi 4 tahapan
perkembangan dalam membangun kelembagaan KI Pusat, yakni: Tahap Pengembangan di
tahun pertama, Tahap Penguatan di tahun kedua, Tahap Pemantapan di tahun ketiga, dan
Tahap Pelayanan di tahun keempat.
Di setiap tahapannya program kerja KI dikemas dalam 5 domain, yang mana di setiap
domain diberikan bobot proporsi yang berbeda-beda menyesuaikan dengan kebutuhan
pemenuhan target di setiap tahap pengembangannya. Kelima domain itu meliputi: pelayanan
(service), monitoring dan evaluasi (monitoring and evaluation), jaringan kerja (network),
regulasi (regulation), dan organisasi (organization).
Di tahun pertama (2010)tahap pengembangan organisasi, program kerja KI
diberikan bobot proporsi: organisasi sebesar 50%, regulasi sebesar 30%, jaringan kerja
6
sebesar 10%, dan pelayanan sebesar 10%. Di tahun pertama ini, program monitoring dan
evaluasi belum dilaksanakan mengingat masih di tahap set-up organisasi di tahun pertama.
Di tahun kedua (2011)tahap penguatan kelembagaan, proprosi program digeser ke
fokus penguatan sehingga komposisi program bergeser seperti berikut: Untuk program
organisasi dari yang semula proporsinya 50% diturunkan menjadi 10%, program regulasi
dinaikkan dari yang semula 30% menjadi 35%, program pelayanan dinaikkan dari yang
semula 10% menjadi 20%, dan program monitoring dan evalusasi sudah mulai dilaksanakan
di tahun kedua ini dengan proporsi sebesar 5%. Khusus untuk program jaringan proporsinya
tetap, 10%, mengingat jaringan kerja sama-sama penting untuk pengembangan maupun
penguatan organisasi.
Di tahun ketiga (2012)tahap pemantapan, beda lagi, proporsi programnya bergeser
pula mengikuti arah dan orientasi pengembangan lembaga. Fokus program di tahun ini adalah
pemantapan sehingga program-program pun diarahkan untuk kepentingan itu. Karenanya
proporsi program kembali digeser: program pengembangan organisasi turun 15% dari yang
sebelumnya 30%, program regulasi diturunkan 20% dari yang semula 35%, program jaringan
kerja tetap 10%, program pelayanan dinaikkan 35% dari yang sebelumnya 20%, dan progam
monitoring dan evaluasi dinaikkan dari yang sebelumnya hanya 5%.
Di tahun keempat (2013)tahap pelayanan, tahun di mana KI Pusat di periode pertama
berakhir. Fokus program kembali diarahkan untuk benar-benar fokus pada penguatan fungsi
pelayanan. Karenanya sejumlah program yang diturunkan di tahun ini pun proporsinya
digeser menyesuaikan dengan kebutuhan penguatan fungsi pelayanan. Komposisi program
ditetapkan, antara lain: pengembangan organsiasi sebesar 10%, regulasi sebesar 10%,
jaringan kerja sebesar 10%, dan pelayanan sebesar 50%, serta monitoring dan evaluasi
sebesar 20%.
Tahun 2012 adalah tahun ketiga Komisi Informasi Pusat periode pertama. Laporan
Tahunan 2012 merupakan laporan tahunan terakhir Komisi Informasi Pusat periode 20092013 kepada Presiden dan DPR sebelum masa kerjanya pada bulan Juni 2013. Pada fokus
bergeser pada pelayanan (penyelesaian sengketa dan konsultasi bagi badan publik) dan
penyusunan regulasi-reglasi pendukung untuk memperkuat fungsi pelayanan Komisi
informasi Pusat berdasarkan perkembangan kebutuhan. Untuk menjalankan berbagai rencana
kerja tersebut, Komisi Informasi Pusat mendistribusikannya ke dalam tiga bidang kerja,
yakni: (i) Bidang Penyelesaian Sengketa; (ii) Bidang Kelembagaan, (iii) Bidang Advokasi,
Sosialisasi dan Edukasi
Untuk mendukung kerja ketiga Bidang tersebut telah dibentuk sekretariat yang merupakan
satuan kerja di kementerian Kominfo. Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris dan
membawahi tiga bagian: (i) Bagian Administrasi Penyelesaian Sengketa, (ii) Bagian
Perencanaan dan Program, (iii) Bagian Umum.
Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat Tahun 2012 ini memuat kinerja Komisi
Informasi Pusat tahun anggaran 2012, perkembangan pelaksanaan kegiatan selama periode
7
2011 berdasarkan masing-masing Bidang Kerja, Realisasi Anggaran 2011, dan Rencana
Kerja dan Anggaran Kegiatan tahun 2012.
Indikator Kinerja Kegiatan 001
Persentase penyelesaian sengketa informasi publik
Sejak pemberlakuan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP) pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, terdapat 818 permohonan
penyelesaian sengketa informasi publik yang
diajukan kepada Komisi Informasi Pusat.
Jumlah permohonan sengketa informasi pada
tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 11 %
dibandingkan dengan tahun 2011, yakni dari
419 sengketa menjadi 323 sengketa.
Sumber: Data PSI per 26 Desember 2012
ari jumlah sengketa tersebut, 64% (523 sengketa informasi)
telah selesai baik melalui proses mediasi dan/atau ajudikasi,
permohonan ditolak dan dicabut. Sedangkan 36% sengketa
informasi
atau
295
Status Sengketa Informasi Hingga
kasus
Tahun 2012
masih
3.7%
dalam
proses
Dalam Proses
32.5%
23.8%
Ditolak
Sedangkan persentase penyelesaian sengketa
informasi di tahun 2012 meningkat
Mediasi Selesai
34.4%
jumlahnya sekitar 12% dibandingkan tahun
5.6%
Ajudikasi Selesai
2011, yakni dari 54% menjadi 67 %.
Sengketa
informasi
paling
banyak
diselesaikan melalui proses mediasi yakni
23,8% sedangkan selesai melalui proses ajudikasi sebanyak 3,7%. Dalam hal sengketa
dinyatakan selesai karena ditolak menempati presentase 34,4%, dan terhadap sengketa yang
dicabut oleh Pemohon berjumlah 5,6% di tahun 2012.
Dicabut
8
Selama tahun 2012 permohonan sengketa informasi berjumlah 323 kasus, yang terbesar
adalah di bulan Maret 2012 yakni sebanyak 81 permohonan penyelesaian sengketa. Namun
jumlahnya
kemudian
semakin menurun, karena
Jumlah Permohonan Penyelesaian
cukup banyaknya kasus
Sengketa Informasi Hingga Tahun 2012
permohonan penyelesaian
81
sengketa
dengan
Termohon Badan Publik
tingkat provinsi yang
dilimpahkan
ke
KI
42
38
Provinsi DKI Jakarta
29
29
23
23
yang telah dilantik pada
19
13
12
11
Maret 2012.
3
Dari
total
323
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Jul Agus Sept Okto Nov Des
permohonan penyelesaian
sengketa informasi pada tahun 2012, jenis informasi yang paling banyak disengketakan
adalah informasi mengenai laporan keuangan.
Dalam hal pengklasifikasian pemohon
informasi yang mengajukan permohonan
penyelesaian sengketa ke Komisi Informasi
Pusat pada tahun 2012, 78% pemohon
merupakan pemohon yang berasal dari
Lembaga Swadaya Masyarakat, sedangkan
Pemohon individu hanya 22%.
Dalam klasifikasi Termohon atau Badan
Publik
yang
paling
banyak
disengketakan di Komisi Informasi
Pusat adalah Kementerian dan Lembaga
(53%), Sekolah/Perguruan Tinggi (17%)
dan pemerintah provinsi (13%)
9
Sebagaimana
aturan
dalam
penyelesaian sengketa informasi
publik, para pihak yang tidak
puas dengan putusan Komisi
Informasi dapat mengajukan
keberatan melalui Pengadilan
Negeri untuk Badan Publik Non
Negara dan Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) untuk
Badan Publik Negara. Upaya
keberatan hingga tahun 2012
hanya 2% dari total 519
permohonan penyelesaian sengketa informasi yang telah selesai di Komisi Informasi Pusat.
Sedangkan di Tahun 2012 dari total 214 sengketa informasi yang selesai, sebanyak 97%
sudah selesai, dan hanya 3% atas putusan KI Pusat yang diajukan keberatan.
KI Pusat berupaya meningkatkan persentase penyelesaian sengketa informasi publik dari
tahun ke tahun dengan memperbaiki proses penyelesaian sengketa informasi, serta
memaksimalkan pelayanan teknis administrasi penyelesaian sengketa informasi melalui
berbagai program dan kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah pelatihan mediator
bersertifikat , pelatihan case management dan kepaniteraan, bimbingan teknis (Bimtek)
ajudikasi, penyusunan Modul Mediasi dan Ajudikasi, Training of Trainers (ToT) Mediasi
dan Ajudikasi, Pilot training mediasi dan ajudikasi, penyusunan Standar Operasional
Prosedur (SOP) Bagian Administrasi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa (APPS) , legal
review dan Uji Publik Perki tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik dan
diskusi Ahli tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
Indikator Kinerja Kegiatan 002
Persentase Badan Publik yang melaksanakan ketentuan keterbukaan
informasi publik
2.1. Monitoring dan Evaluasi Badan Publik
Sejak tahun 2011 KI Pusat melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) tiap
tahun untuk melakukan pemantauan Badan Publik yang melaksanakan ketentuan
keterbukaan informasi publik. Monev yang dilakukan tahun 2012 mengelompokkan
badan publik ke dalam dua kategori/ kelompok, yaitu Pemerintah Provinsi dan
Kementerian/Lembaga Negara.
10
Pemeringkatan Badan Publik terbaik dalam implementasi UU KIP
Jika pada tahun 2011 monev yang dilaksanakan hanya menggunakan satu parameter
yaitu ketersediaan informasi berkala di website Badan Publik, maka tahun 2012 Komisi
Informasi Pusat menggunakan dua parameter penilaian yaitu ketersediaan informasi
berkala dan informasi yang wajib tersedia setiap saat.
Secara umum, gambaran tentang Badan Publik yang melaksanakan ketentuan
keterbukaan informasi publik sampai September 2012
masih belum begitu
menggembirakan. Diukur dari ketersediaan informasi secara berkala, rata-rata
masih berada di bawah capaian yang diharapkan. Untuk badan publik tingkat
Kementerian atau Lembaga Negara, capaian rata-rata masih pada angka 40,13.
Sementara untuk Pemerintah Provinsi capaian rata-ratanya masih pada angka
32,24 ( capaian angka ideal adalah 100).
Di antara rentang angka di atas, nilai tertinggi dicapai Kementerian Perindustrian dengan
capaian 95,31 serta Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan capaian 72,25. Walau belum
begitu menggembirakan, dibanding tahun sebelumnya, perkembangan yang terjadi
sampai September 2012 menunjukkan terjadinya apresiasi yang jauh meningkat. Hasil
Monev tahun 2011 yang hanya mengukur keterbukaan berdasar Pasal 9 UU KIP
(informasi yang diumumkan secara berkala) dengan memantau 82 Kementerian/
Lembaga Negara dan 33 Pemerintah Provinsi, menunjukkan capaian tertinggi hanya 65,
6 untuk provinsi dan 68,9 untuk Kementerian/ Lembaga Negara.
11
Untuk informasi yang tersedia setiap saat, Kementerian Sekretariat Negara menjadi
badan publik pusat yang memperoleh capaian tertinggi, yaitu pada angka 92,5.
Sementara untuk badan publik provinsi, capaian tertinggi diraih Pemerintah Provinsi
Jawa Timur dengan capaian 73,5.
Hasil penilaian monev tahun 2012 diumumkan dalam Peringatan Right to KnowDay atau
Hari Hak untuk Tahu Sedunia pada tanggal 28 September 2012 yang berlangsung di
Istana Wakil Presiden. Penghargaan disampaikan oleh Wakil Presiden RI, Boediono.
Aksi Simpatik dan Diskusi Publik Peringatan Hari Hak untuk Tahu Sedunia, 28 September 2012
2.2
Pembentukan PPID di Badan Publik
Data yang dihimpun Komisi Informasi Pusat per tanggal 2 Januari 2013 menyebutkan
bahwa seluruh Kementerian di Indonesia yang berjumlah 34 kementerian telah
memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi. Kementerian Agama
melengkapi daftar kementerian yang telah menunjuk PPID pada tanggal 18 Desember
2012. Sementara itu, untuk Lembaga Negara non Kementerian dari 129, tercatat 35
lembaga yang telah menunjuk PPID. PPID Pemerintah Provinsi telah tercatat 18 dari
33, Pemerintah Kabupaten 83 dari 399 dan Pemerintah Kota, 29 dari 98.
Berikut jumlah PPID di Kementerian, Lembaga Negara, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kota.
No
1
2
3
4
5
Lembaga
Kementerian
Lembaga Negara
Provinsi
Kabupaten
Kota
TOTAL
Jumlah
Telah Menunjuk PPID
34
129
34
399
98
693
34
35
18
83
29
199
Persentase
(%)
100,00%
27,13%
52,94%
20,80%
29,59%
28,72%
Sumber: diperbaharui dari data Dit.Komunikasi Publik, Ditjen IKP tanggal 2 Januari 2013
12
Mengingat saat ini telah terbentuk 20 Komisi Informasi Provinsi, monitoring dan
evaluasi jumlah PPID di Badan Publik tingkat provinsi dilakukan oleh Komisi
Informasi Provinsi masing-masing. Untuk itu, data yang disajikan berikutnya adalah
perbandingan peningkatan jumlah PPID Badan Publik tingkat Pusat (kementerian dan
non kementerian) dari tahun 2010, 2011, dan 2012. Jika perhitungannya digabungkan
antara Badan Publik Kementerian dan Non Kementerian maka sebetulnya per
Desember 2012 tidak sampai 50% Badan Publik Pusat yang telah memiliki PPID.
Bahwa jumlah Badan Publik di tingkat Pusat yang telah menunjuk PPID terus
bertambah setiap tahun. Meskipun demikian, ada beberapa evaluasi terhadap
peningkatan jumlah tersebut;
1) Bahwa Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
UU KIP menetapkan bahwa PPID paling lambat dibentuk 1 (satu) tahun sejak PP
Nomor 61 Tahun 2010 diundangkan. Artinya, paling lambat tanggal 20 Agustus
2011 seluruh Badan Publik seharusnya sudah membentuk PPID. Fakta yang ada
menunjukkan PPID di tingkat Kementerian resmi lengkap terbentuk pada tanggal
18 Desember 2012 (Kementerian Agama). Sementara itu, masih banyak lembaga
negara yang belum memiliki PPID.
2) Dari hasil monitoring Komisi Informasi Pusat yang diumumkan pada tanggal 18
September 2012 sekaligus peringatan Right to Know Day (Hari Hak untuk Tahu),
dilihat dari nilai rata-rata informasi berkala yang wajib disediakan oleh Badan
Publik baik tingkat pusat maupun provinsi, keberadaan PPID yang telah dibentuk
belum sepenuhnya menjamin tersedianya informasi berkala dan informasi setiap
saat, yang seharusnya berada di bawah tanggung jawab PPID.
13
2.2.
NO
1
2
3
4
5
6
7
Capaian Badan Publik dalam Layanan Informasi Publik
KEMENTERIAN/
LEMBAGA
Kementerian
Perindustrian
Kementerian
Pekerjaan Umum
Kementerian
Kesehatan
Kementerian
Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
Kementerian
Komunikasi dan
Informatika
Batan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN)
Komisi
Pemberantasan
Korupsi (KPK)
Total
2.3.
JUMLAH
PERMINTAAN
INFORMASI
DIPENUHI
DITOLAK
DLM
PROSES
82
137
133
4
0
182
505
501
1
3
13
47
40
0
6
111
511
496
9
19
1200
1170
14
28
JUMLAH
PEMOHON
INFORMASI
STATUS
5451
226
1299
7364
Sosialisasi kepada Badan Publik dan Masyarakat
Advokasi, sosialisasi, dan edukasi telah
dilakukan untuk mendukung pencapaian di
atas yakni sosialisasi ke Badan Publik dan
kemasyarakat. Sosialisasi dan edukasi ke
Badan Publik meliputi kegiatan Bimbingan
Teknis, Penyuluhan Penyebaran Standar
Layanan Informasi kepada Badan Publik,
pembuatan CD Audio Visual.
Sedangkan advokasi, sosialisasi dan edukasi ke
masyarakat meliputi kegiatan: Pelaksanaan Aktivitas
Edukasi dan Advokasi Pemanfaatan Informasi Publik ke
Masyarakat, dialog Interaktif Televisi dan Radio,
pemasangan advertorial, iklan layanan masyarakat,
pengelolaan website www.komisiinformasi.go.id dan
penerbitan newsletter “OpenHouse”.
14
2.4.
Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Badan Publik
Sesuai amanat pasal 26 angka 2 huruf C Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), pasal 37 dan pasal 38 Peraturan Komisi
Informasi Pusat No. 1 tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (Perki
SLIP) pada tahun 2012 Komisi Informasi Pusat melakukan keiatan Monitoring
Evaluasi (Monev) Implementasi UU KIP di Badan Publik sebagaimana yang juga
pernah dilakukan pada tahun sebelumnya.
Monev dilakukan terhadap : 1) ketersediaan informasi yang wajib disediakan dan
diumumkan secara berkala (informasi berkala) di 134 situs resmi badan publik
setingkat kementerian, dan lembaga negara serta 33 situs resmi Pemerintah Provinsi
di seluruh Indonesia; 2) ketersediaan informasi yang wajib disediakan setiap saat
(informasi tersedia setiap saat) melalui meja informasi di 10 Pemerintah Provinsi dan
20 Badan publik tingkat kementerian dan lembaga negara.
Instrumen penilaian yang dipakai untuk melakukkan monitoring ketersediaan
informasi berkala terdiri dari 4 konten informasi sebagai berikut : 1) Informasi terkait
badan publik; 2) Ringkasan Informasi tentang Program dan/atau kegiatan yang sedang
dijalankan dalam lingkup badan publik; 3) Informasi Mengenai Laporan Keuangan;
dan 4) Informasi Lain Yang Diatur Dalam Peraturan Perundang-Undangan. Ke-4
(empat) konten dinilai bersama dengan keberadaan SK PPID dan khusus untuk Badan
Publik Pemerintah Provinsi ditambahkan dengan keberadaan Komisi Informasi
Provinsi, dengan pembobotan sebagai berikut : 1) Badan Publik Pusat : 75 % untuk
substansi (konten 1 s/d 4), 25 % untuk keberadaan PPID; 2) Badan Publik
Pemerintah Provinsi : 60 % untuk substansi (konten 1 s/d 4), 20 % untuk keberadaan
PPID, dan 20 % untuk keberadaan Komisi Informasi Provinsi.
Hasil Monev tahun 2012 menunjukkan angka ketersediaan informasi berkala di situs
resmi kementerian dan lembaga negara mencapai rata-rata 40.13 dari total angka 100
dengan nilai tertinggi 95.31 diperoleh Kementerian Perindustrian. Pemerintah
Provinsi Jawa Barat dengan Nilai 72,25 menjadi yang tertinggi di kelompok
Pemerintah Provinsi dengan angka rata-rata nilai 32.24. Jika dibandingkan dengan
tahun 2011 terjadi peningkatan signifikan, hasil Monev menunjukkan pada tahun
2011 hanya 9 Kementerian dan Lembaga yang mencapai angka 50 dan meningkat
menjadi 46 pada tahun 2012, hal serupa juga terjadi pada Pemerintah Provinsi yang
awalnya hanya 7 menjadi 16 Provinsi yang memperoleh angka capaian 50.
Monitoring informasi tersedia setiap saat dilakukan dengan melakukan kunjungan
langsung (visitasi) 20 kementerian dan lembaga negara (terbaik hasil sementara
penilaian informasi berkala) dan 10 Pemerintah Provinsi (terbaik hasil sementara
penilaian informasi berkala) untuk melihat keberadaan meja layanan informasi dan
ketersediaan dokumen yang termasuk dalam: 1) Daftar Seluruh Informasi Publik yang
15
Berada di Bawah Penguasaannya, tidak termasuk Informasi yang dikecualikan; 2)
Seluruh Kebijakan yang Ada Beserta Dokumen Pendukungnya; 3) Perjanjian Badan
Publik dengan Pihak Ketiga, 4) Laporan Mengenai Pelayanan Akses Informasi
Publik; 5) Seluruh Informasi Lengkap yang Wajib Disediakan dan Diumumkan
Secara Berkala.
Untuk ketersediaan informasi yang wajib tersedia setiap saat menjadi catatan dari
hasil pelaksanaan monev banyak badan publik yang belum memiliki meja informasi
baik di tingkat kementerian dan lembaga maupun Pemerintah Provinsi. Kementerian
Sekretariat Negara menjadi badan publik pusat yang memperoleh nilai tertinggi
sebesar 92,5 disertai dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan nilai 73,5
sebagai nilai tertinggi untuk kelompok Pemerintah Provinsi.
Kegiatan Monev tahun 2012 diumumkan melalui kegiatan penaganugerahan
penghargaan kepada Badan Publik terbaik hasil Monev yang diserahkan oleh Wakil
Presiden (Wapres) Republik Indonesia bertempat di Istana Wapres bertepatan dengan
Hari Hak Untuk Tahu Internasional (International Right To Know Day) tanggal 28
September 2012.
Rata-Rata dan Nilai Tertinggi Capaian Informasi Berkala di Situs Resmi Pemerintah Provinsi
seluruh Indonesia
30
25
20
15
10
5
0
nilai Rata-rata
Nilai Tertinggi
16
Rata-Rata dan Nilai Tertinggi Capaian Informasi Berkala di Situs Resmi Kementerian dan
Lembaga
30
25
20
15
10
5
nilai Rata-rata
0
Nilai Tertinggi
Perbandingan Hasil Monev Ketersediaan Informasi Berkala di Situs Badan Publik
Tahun 2011 dan 2012
17
2.5.
Memorandum of Understanding (MoU)
Di tahun 2012, KI-Pusat masih menargetkan menyelenggarakan MoU dengan
sejumlah lembaga untuk memperkuat KI mapun lembaga mitra yang memerlukan
dukungan KI. MoU telah berhasil dilaksanakan dengan sejumlah lembaga, yang
memiliki keterkaitan langsung dengan penanganan keterbukaan informasi, maupun
yang tidak memiliki keterkaitan langsung, tetapi mereka membutuhkan keberadaan
KI. MoU ini sangatlah penting dalam satu tujuan menguatkan dan mempercepat
pelaksanaan keterbukaan informasi bagi badan publik.
Ada sejumlah MoU yang berhasil dilaksanakan dengan insitiatif dari berbagai sisi
untuk mendukung indikator persentase badan publik yang melaksanakan keterbukaan
informasi publik, antara lain MoU dengan: (1) Arsip Nasional Indonesia (ANRI) dan
Ditjen IKP Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia tentang
Percepatan Implementasi Keterbukaan Informasi Publik Melalui Peningkatan Kualitas
Pengelolaan Arsip Pada Badan Publik Negara; (2) KPI Pusat tentang Percepatan
Pelaksanaan Keterbukaan Informasi dalam Penyelenggaran Pemerintahan melalui
Peran UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran; dan (3) Badan Pengawas Pemilihan
Umum Tentang Pengawasan Tahapan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan
DPRD, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Serta Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
1. MoU KIP dengan ANRI – Ditjen IKP Kemenkominfo
MoU KIP dengan ANRI dan Kementerian Kominfo diperlukan untuk
menyelaraskan pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang dari masing-masing
institusi. KIP memliki kewenangan membuat standar layanan informasi publik
bagi seluruh Badan Publik, dan menyelesaikan sengketa informasi melalui
mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Sementara, ANRI yang bekerja
berdasarkan atas UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dan peraturan
pelaksanaannya, dan di dalam UU Kearsipan tersebut diatur mengenai jenis arsip
(termasuk arsip informasi publik) statis, dinamis, aktif, inaktif, dan arsip vital
yang tentu saja perlu diseleraskan dengan pengaturan tentang informasi publik
sebagaimana diatur dalam UU KIP. Sementara itu, Ditjend Kementerian Kominfo
sebagai Direktorat yang menangani pembentukan dan standarisasi kompetensi
PPID memerlukan kedalaman materi tentang tata kelola arsip itu. Maka dari itu,
MoU tentang “Percepatan Implementasi Keterbukaan Informasi Publik Melalui
Peningkatan Kualitas Pengelolaan Arsip pada Badan Publik Negara” itu
dilaksanakan dalam kerangka itu. Hal-hal yang disepakati dalam MoU antara lain
tertera dalam tabel sebagai berikut.
18
HAL-HAL YANG DISEPAKATI DALAM MOU KIP DENGAN
ANRI DAN KEMENKOMINFO
Poin Pokok
MoU antara Komisi Informasi Pusat dengan
ANRI dan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Tentang
Percepatan Implementasi Keterbukaan Informasi Publik Melalui
Peningkatan
Kualitas Pengelolaan Arsip Pada Badan Publik Negara
Ruang lingkup kesepahaman bersama meliputi:
a. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria layanan informasi
publik;
b. Peningkatan kualitas pengelolaan arsip dinamis dalam rangka penyediaan
akses informasi publik pada badan publik negara;
c. Penyelenggaraan capacity building dalam rangka layanan informasi
publik.
2. MoU KIP dengan KPI Pusat
MoU KIP dengan KPI Pusat bermula dari keinginan KPI Pusat ikut membantu
mengintensifkan pengenalan keterbukaan informasi kepada badan publik dan
masyarakat melalui peran media penyiaran. KPI dalam pandangannya memiliki
peran untuk kepentingan itu. Di sisi lain, KPI Pusat juga berkepentingan
memperkuat institusinya dalam menjalankan fungsi pelayanannya sebagai
regulator penyiaran. Terutama dalam hal memberikan layanan perizinan,
pengawasan isi siaran, dan penjatuhan sanksi bagi lembaga penyiaran yang
melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran
(P3SPS). Terhadap layanan publik tersebut, KPI Pusat berkeinginan cara-cara
pelayanannya tetap berpegang pada prinsip keterbukaan informasi publik
sebagaimana diatur dalam UU KIP dan peraturan pelaksanaannya. Begitupun
terhadap lembaga penyiaran publik yang merupakan bagian dari badan publik;
KPI Pusat berkeinginan lembaga penyiaran tersebut dapat menjalankan pelayanan
siarannya dengan berpedoman pada prinsip keterbukaan informasi publik.
Lain dari itu, dalam konteks Pemilu, KPI Pusat juga terlibat dalam kegiatan
pemantauan dan pengawasan sebagian dari kegiatan pemilu, yakni pemantauan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye yang dilakukan parpol dan
kandidat melalui media TV dan Radio. Dalam konteks itu, KPI Pusat punya
kewenangan menjatuhkan sanksi bagi media TV/Radio yang melanggar aturan
kampaye melalui media TV/Radio; sementara kewenangan untuk menjatuhkan
sanksi atas pelanggaran yang dilakukan parpol dan kandidat adalah dimiliki
19
KPU. Dalam melakukan kampanye, sudah barang tentu, parpol dan kandidat
melakukan blocking-time dengan cara membayar ruang dan waktu. Untuk
menciptakan akuntabilitas dalam pelaksanaan kampanye, dan prinsip-prinsip
keadilan dalam berkampanye, transparansi tentang biaya kampanye melalui media
TV/radio menjadi sangat penting.
Sementara itu, KIP pun berpandangan bahwa transparansi anggaran dalam
pelaksanaan kampanye melalui TV/Radio, dan juga transparansi dalam pelayanan
publik bagi KPI dan bagi badan publik pada umumnya sangatlah penting.
Karenanya KIP berkepentingan agar wacana tentang keterbukaan informasi makin
berkembang menjadi kognisi dalam dunia penyiaran. Jika media telah memiliki
pengetahuan dan kesadaran tentang keterbukaan informasi, maka harapannya
media dapat membantu mempercepat pelaksanaan keterbukaan informasi bagi
badan publik, dan sebaliknya hak-hak masyarakat untuk memperjuangkan akses
informasi makin meningkat sampai di pelosok tanah air.
Maka dari itu, MoU antara KPI Pusat tentang Percepatan Pelaksanaan
Keterbukaan Informasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan melalui dukungan
Pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dilaksanakan, dengan halhal yang disepakati antara lain tertera dalam tabel sebagai berikut.
HAL-HAL YANG DISEPAKATI DALAM MOU KIP DENGAN KPI-PUSAT
Poin Pokok
MoU antara Komisi Informasi Pusat dengan
Komisi Penyiaran Indonesia Pusat
Tentang
Percepatan Pelaksanaan Keterbukaan Informasi dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan melalui Dukungan Pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran
Maksud Nota Kesepahaman:
Nota Kesepahaman ini dimaksudkan untuk menegakkan prinsip-prinsip
keterbukaan informasi publik dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui
dukungan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
Nota kesepahaman ini bertujuan untuk:
(1) Memastikan prinsip-prinsip keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan
penyiaran dapat disadari, dikenali, dan dilaksanakan Badan Publik melalui
dukungan pelaksanaan Undang-Undang Penyiaran;
(2) Memastikan pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan, dan
pengawasan isi siaran didasarkan pada prinsip-prinsip keterbukaan informasi
menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik;
Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi kegiatan;
20
1. Edukasi, Advokasi, dan Sosialisasi;
2. Koordinasi, Komunikasi, dan Konsultasi.
Edukasi, Advokasi, dan Sosialisasi:
(1) Edukasi, Advokasi, Sosialisasi [ESA] tentang prinsip-prinsip pelaksanaan
keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui
pemanfaatan Ikatan Layanan Masyarakat di media TV/radio yang dilakukan
secara bersama-sama atau masing-masing pihak.
(2) Edukasi, Advokasi, Sosialisasi [ESA] tentang pelaksanaan penyelenggaraan
pelayanan perizinan, dan pengawasan isi siaran berdasarkan prinsip-prinsip
keterbukaan informasi menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik; dilakukan secara bersama-sama atau masing-masing pihak;
Koordinasi, Komunikasi, dan Konsultasi
(1) Para pihak sepakat akan saling melakukan koordinasi, komunikasi, dan
konsultasi untuk menegakkan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik
melalui dukungan pelaksanaan Undang-Undang Penyiaran dalam bentuk surat
edaran bersama, dan rekomendasi dan/atau bentuk lain yang disepakati para
pihak;
(2) Koordinasi dan komunikasi dalam pemantauan pelaksanaan kampanye pemilu
melalui TV/Radio dari sisi transparansi anggaran kampanye.
3. MoU KIP dengan Bawaslu
MoU KIP dengan Bawaslu bermula dari keinginan Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengawasi
penyelenggaraan tahapan Pemilu. Bawaslu merasa memerlukan kerjasama dengan
lembaga-lembaga lain, yang memiliki relevansi dan dapat dikaitkan dengan
pelaksanaan pengawasan pemilu. Banyak lembaga yang diajak bekerjasama
seperti KPI untuk pengawasan kampanye melalui media TV/Radio, Komnas
HAM terkait dengan pengawasan untuk penjamin hak politik warga dalam
pelaksanaan pemilu; LPSK yang terkait dengan penjaminan perlindungan saksi
bila ada pelanggaran pemilu, dan lain-lain. KIP dipersepsi oleh Bawaslu sebagai
institusi yang memiliki relevansi dengan pengawasan pemilu, ketika ditemukan
ada pelanggaran yang memerlukan dukungan akses informasi ke peserta pemilu,
penyelenggara pemilu, dan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan
penyelenggaraan pemilu.
KIP sebagai lembaga mandiri yang memiliki kepedulian dan komitmen terhadap
penegakkan prinsip-prinsip transparansi, dalam konteks apapun, termasuk dalam
penyelenggaraan pemilui, maka KIP dapat menerima keinginan kerjasama itu
terkait dengan konsultasi dan koordinasi tentang status dan akses informasi dalam
kegiatan pengawasan pemilu, serta sosialisasi keterbukaan informasi kepada
stakeholder pemilu.
21
Karena MoU ini sifatnya memberikan dukungan atas kerja bawaslu nantinya agar
efektif, maka hal-hal yang disepakati dalam MoU itu juga sebagain sama seperti
sebagaimana yang disepakakati Bawaslu dengan lembaga lain. Poin-poin pokok
yang dituangkan dalam MoU antara lain tertuang dalam tabel berikut:
HAL-HAL YANG DISEPAKATI DALAM MOU KIP DENGAN BAWASLU
Poin Pokok
Nota Kesepahaman Bersama antara Komisi Informasi Pusat
dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum
Tentang Pengawasan Tahapan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan
DPRD, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Serta Pemilihan
Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
a. Dalam pelaksanaan Nota Kesepahaman Bersama ini dibentuk Forum
Koordinasi Pengawasan Pemilu yang dikoordinir oleh Bawaslu;
b. Bentuk kerjasama dalam Nota Kesepahaman ini adalah:
c. Para pihak melakukan pemantauan bersama dalam pengawasan tahapan
pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah;
d. Merumuskan langkah-langkah tindak lanjut atas hasil pemantauan
bersama yang telah dilakukan para pihak untuk kemudian
direkomendasikan;
e. Sosialisasi bersama;
f. Tukar menukar informasi antara pihak pertama dan pihak kedua dalam
bentuk pemberian data dan informasi terkait pengawasan tahapan
pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah.
Indikator Kinerja Kegiatan 003
Jumlah Kegiatan Pelaksanaan Program Pengembangan Peran
dan Penguatan Kelembagaan Komisi Informasi Pusat
Realisasi anggaran tahun 2012 mencapai 90,41%, naik 6,61 % dibandingkan tahun
sebelumnya. Jumlah anggaran memang tidak mungkin terserap seluruhnya karena
menyangkut sisa anggaran yang tidak mungkin direvisi. Beberapa anggaran tersebut adalah
belanja pegawai, belanja perjalanan ke luar negeri, belanja modal, dan bimbingan teknis
ajudikasi.
22
Belanja pegawai tidak bisa terserap penuh karena sebagian masih dibayarkan oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika dan baru mulai penuh dibayar oleh Sekretariat
Komisi Informasi Pusat pada triwulan kedua. Perjalanan ke luar negeri tidak dilaksanakan
karena padatnya sengketa yang harus diselesaikan. Ada sisa anggaran belanja modal setelah
realisasi total. Bimbingan teknis ajudikasi tersisa karena kegiatan dapat dilaksanakan dengan
kerjasama dengan lembaga mitra strategis yakni Management Systems International (MSI)
sebagai tindak lanjut MoU, sehingga dana yang ada tidak digunakan sepenuhnya. Secara
keseluruhan kegiatan terlaksana sepenuhnya, kecuali benchmarking ke luar negeri.
Pembayaran Gaji dan Tunjangan, Lembur, Honorarium dan Vakasi
PSI melalui Mediasi /Ajudikasi Nonlitigasi di Luar Jakarta
PSI melalui Mediasi/Ajudikasi Nonlitigasi di Jakarta
Pelatihan Mediator Bersertifikat (oleh Pihak Ketiga)
Forum Diskusi Reguler Ahli dalam Rangka Proses PSI
Bimbingan Teknis Ajudikasi
Bimbingan Teknis Regulasi Komisi Informasi Pusat
Pelatihan Case Manajemen dan Panitera
Penyuluhan dan Penyebaran Informasi tentang SLIP ke Badan Publik
Iklan Layanan Masyarakat dan Publikasi Penyelesaian Sengketa
Pembuatan CD Audio Visual tentang Komisi Informasi
Pelaksanaan Aktivitas Edukasi & Advokasi Pemanfaatan Informasi Publik
Fasilitasi Pembentukan Jarkum untuk Pendampingan masyarakat
Pengembangan Website KIP dan Manajemen Pelayanan Online
Penerbitan News Letter tentang KIP
Dialog Interaktif/Talkshow di TV dan Radio secara berkala
Audiensi dan FGD Pembentukan KI Provinsi (jambi, Palu, Manado)
Monev dan Pemeringkatan Badan Publik
Penyusunan Regulasi dan SOP Kelembagaan KI (1 regulasi dan 3 SOP)
Legal review PUU KIP dan Kajian tentang Issue Penyelesaian Sengketa
Kerjasama Kelembagaan dgn Lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah
Benchmaking Keluar Negeri Untuk Pengembangan kapasitas KI
Rapat Koordinasi Nasional Komisi Indonesia se-Indonesia
Rapat Kerja Teknis Bidang PSI, ESA, dan Kelembagaan KI se-Indonesia
Penyusunan Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat 2011
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
3.1. Penyusunan Regulasi dan Standar Operasional Prosedur (SOP)
Seluruh SOP yang direncanakan sudah diselesaikan pada akhir tahun. Sebagai
sebuah lembaga yang menangani sengketa informasi publik, Komisi Informasi Pusat
harus melengkapi proses kegiatan yang dilakukan dengan beberapa perangkat seperti
standar operasional prosedur di semua bagian Sekretariat Komisi Informasi Pusat, tata
tertib komisioner, serta atribut dan tata naskah kelembagaan. Proses penyusunan semua
perangkat tersebut telah selesai dilakukan pada tahun 2012 dimana dalam proses
23
100
tersebut telah melibatkan berbagai unsur yang terkait dengan kinerja Komisi Informasi
Pusat.
Penyusunan regulasi untuk menetapkan standar prosedur operasional, tata naskah
kelembagaan dan tata tertib komisioner tersebut saat ini berada dalam tahap akhir
dimana diperlukan diskusi intensif untuk penetapan pokok-pokok yang diatur dalam
regulasinya. Kelengkapan panduan kegiatan tugas komisioner dan Sekretariat Komisi
Infomasi Pusat ini mengatur prosedur yang harus dipenuhi oleh komisioner dan para
staf dalam menjalankan tugasnya untuk mendukung penerapan UU Keterbukaan
Informasi Publik. Ke depan semua prosedur dan tata naskah ini akan menjadi acuan
bagi Komisi Informasi di provinsi untuk menjalankan tugasnya dalam mengelola
lembaganya di daerah.
Selain itu berbagai prosedur yang akan ditetapkan dalam peraturan ini memperkuat
posisi Komisi Informasi Pusat sebagai badan publik yang harus transparan, yang harus
menjadi contoh bagi lembaga lain dalam melaksanakan keterbukaan informasi publik.
Regulasi-regulasi lain yakni SOP yang dibuat yakni, SOP Bagian Umum, SOP Bagian
Perencanaan, Revisi Tata Tertib.
3.2. Rapat Kerja Teknis Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI); Advokasi,
Sosialisasi, Edukasi (ASE), dan Kelembagaan Komisi Informasi Se-Indonesia
Kegiatan ini bermaksud untuk membentuk persiapan menuju Rapat Koordinasi
Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia, dan pasca Rapat Koordinasi Nasional Komisi
Informasi Se-Indonesia. Adapun tujuannya adalah untuk: (i) terbentuknya tim persiapan
Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia; (ii) terbentuknya tim rapat
kerja teknis pasca Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia; (iii)
tersusunnya kebutuhan-kebutuhan menuju Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi
Se-Indonesia; (iv) Review hasil pasca Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi SeIndonesia.
Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah tim persiapan Rapat Koordinasi
Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia beserta daftar permasalahan yang nantinya
akan dibahas pada Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia.
Sebagai peserta dalam kegiatan ini adalah komisioner Komisi Informasi Provinsi,
adapun kegiatan ini menghasilkan tim persiapan dan rangkaian acara yang akan
diadakan dalam rangka Rakornas, termasuk rencana penyusunan MoU dengan
stakeholder terkait serta rencana penyusunan Komitmen Percepatan Keterbukaan
Informasi Publik untuk ditandatangani Gubernur.
24
3.3. Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia (Rakornas)
Dihasilkan keputusan Rakornas yang menyangkut: Struktur Sekretariat Komisi
Informasi Provinsi dan Penyempurnaan Hukum Acara Komisi Informasi. Komisi
Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Provinsi.
Dikarenakan hal tersebut maka diadakan Rakornas yang mana merupakan ajang
pertemuan dan konsolidasi tahunan antar Komisi Informasi Se-Indonesia. Oleh karena
hubungan antara KI Pusat dan KI Daerah tidak bersifat vertikal maka diperlukan suatu
instrumen koordinasi formal agar: (i) regulasi yang disusun mencerminkan kebutuhan
bersama; (ii) menjaga kesatuan hukum dalam proses penyelesaian sengketa agar tidak
terjadi perbedaan perlakuan dalam putusan KI Pusat maupun KI Provinsi; (iii)
mempercepat perkembangan kapasitas Komisi Informasi yg baru tebentuk melalui
forum konsultasi untuk berbagi pengalaman.
Rakornas bermaksud untuk mengembangkan koordinasi untuk menjalankan tugas dan
fungsi Komisi Informasi dan mensosialisasikan keberadaan Komisi Informasi dan isu
strategis tentang keterbukaan informasi kepada publik luas. Adapun tujuan dari kegiatan
ini adalah untuk: (i) identifikasi masalah-masalah bersama yang dihadapi oleh seluruh
Komisi Informasi di Indonesia; (ii) identifikasi langkah-langkah penyelesaian masalah
dan isu strategis bersama; (iii) tersusunnya keputusan bersama.
Rangkaian acara diawali dengan pembukaan di Gedung Sate, Kantor Gubernur Provinsi
Jawa Barat kemudian dilanjutkan dengan diskusi, dan diakhiri dengan press conference
dengan mengundang media lokal di Jawa Barat. Pada hari selanjutnya, dilakukan
pelaporan kinerja dari masing-masing Komisi Informasi Provinsi dan sidang per komisi
(Advokasi, Sosialisasi, Edukasi; Penyelesaian Sengketa Informasi; Kelembagaan dan
Sekretariat) membahas mengenai permasalahan yang terjadi dalam internal masingmasing Komisi Informasi dan saran pemecahannya, untuk selanjutnya diturunkan dalam
bentuk poin-poin rekomendasi hasil Rakornas.
Rekomendasi hasil Rakornas tertuang pada poin-poin sebagai berikut:
Berita Acara
Rekomendasi Komisi I
(Bidang Kelembagaan)
Rapat Koordinasi Nasional
Komisi Informasi 2012
1. Memperjuangkan struktur
Sekretariat KI Provinsi
yang mandiri dengan
meminta
Kementerian
Dalam Negeri membuat
payung hukum berupa
Permendagri;
2. Model
struktur
Organisasi Sekretariat KI
Berita Acara
Rekomendasi Komisi II
(Bidang Penyelesaian
Sengketa Informasi)
Rapat Koordinasi Nasional
Komisi Informasi 2012
1. Perlu ada rumusan
pasal
tersendiri
tentang
surat
kuasa/tugas/penunjuk
an yang bisa diterima
secara setara untuk
beracara yang di
dalamnya disebutkan
Berita Acara
Rekomendasi Komisi III
(Bidang Advokasi,
Sosialisasi, dan Edukasi)
Rapat Koordinasi
Nasional Komisi
Informasi 2012
1.
Right to Know
Day : Menetapkan
Bulan
September
sebagai
Bulan
Keterbukaan Informasi
Publik.
Tema Right to Know
25
3.
4.
5.
6.
Provinsi yang diharapkan
(terlampir)
dengan
Kepala
Sekretariat
diusulkan eselon III A
dan dibantu 3 (tiga)
Kasubag
(Umum,
Perencanaan
dan
Program, Kepaniteraan);
Memperjuangkan
standardisasi
kelembagaan
Komisi
Informasi Provinsi yang
disetarakan
dengan
eselon II;
Penjelasan:
Agar
Kemendagri
merevisi
Permendagri
No.13
Tahun 2006 tentang
Pengelolaan
Keuangan
Daerah
untuk
mencantumkan
dalam
MAK:
a. Nomenklatur
honorarium anggota
Komisi
Informasi
Provinsi;
b. Besaran honorarium
bagi anggota Komisi
Informasi
Provinsi
minimal 50 % dari
honorarium anggota
Komisi
Informasi
Pusat;
c. Pemberian tunjangan
kinerja dan fasilitas
lainnya bagi anggota
Komisi
Informasi
Provinsi
yang
disetarakan setingkat
eselon II/a.
Kode
Etik
Komisi
Informasi
diusulkan
ditetapkan sebagai Kode
Etik yang berlaku secara
nasional;
Status
Panitera
KI
Provinsi
ditetapkan
dengan SK Ketua Komisi
Informasi Provinsi;
Menetapkan standardisasi
Tata Naskah Dinas dan
Atribut Komisi Informasi
secara nasional;
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
adanya
pemberian
mandat penuh atau
kewenangan
penuh
untuk
mengambil
putusan,
ditandatangani atasan
PPID, dan sebagainya.
Perlu pedoman uji
konsekuensi
bagi
lingkungan
Komisi
Informasi.
Komisi
Informasi
dapat mengeluarkan
surat
keterangan
bahwa
putusan
ajudikasi
bersangkutan sudah in
kracht, jika Pemohon
meminta.
Komisioner
adalah
mediator
otoritatif
sehingga tidak ada
tuntutan
harus
bersertifikat,
tetapi
tetap
diperlukan
pelatihan mediasi bagi
komisioner.
Pada
prinsipnya
mediasi tertutup dan
melalui tatap muka
kecuali dikehendaki
lain oleh kedua belah
pihak,
misalnya
pelaksanaan mediasi
jarak
jauh
dapat
dilakukan
atas
kesepakatan
para
pihak dan ditentukan
oleh mediator.
Diperlukannya adanya
pengaturan
tentang
produk hukum Komisi
Informasi
yaitu
putusan
atau
penetapan.
Hak ingkar diatur
dalam
dibagian
tersendiri dalam bab
yang sama.
Dalam
mediasi
permohonan
dinyatakan gugur jika
pemohon tidak hadir
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Day
2012
“Keterbukaan
Informasi mendorong
partisipasi masyarakat
menuju
Indonesia
bersih”.
Puncak
Peringatan Right to
Know Day dipusatkan
di satu tempat dengan
menghadirkan Presiden
RI, Gubernur, Komisi
Informasi, Perwakilan
PPID
Pemerintah
Provinsi. Pelaksanaan
di Provinsi diserahkan
sesuai
kreatifitas
masing-masing (dalam
bentuk
Seminar,
BIMTEK,
Dialog
Interaktif,
Aksi
Simpatik, dll.);
Komisi Informasi
Pusat menyusun dan
mendesiminasikan
Standart
Materi
Sosialisasi.
Komisi Informasi
mendorong
terbentuknya SimpulSimpul
Masyarakat
Sadar
Keterbukaan
Informasi Publik.
Komisi Informasi
merancang
modelmodel Advokasi dalam
bentuk
konsultasi
kepada Masyarakat dan
Badan Publik dalam
rangka
pelaksanaan
Keterbukaan Informasi
Publik.
Komisi Informasi
Pusat
meningkatkan
program
Sosialisasi
Peraturan
Komisi
Informasi (PERKI) di
Provinsi.
Komisi Informasi
dapat menunjuk Juru
Bicara.
Komisi Informasi
Pusat
berkoordinasi
dengan
Kementerian
26
7. Menetapkan Tata Tertib
Komisi Informasi Pusat
dapat digunakan sebagai
acuan Tata Tertib Komisi
Informasi Provinsi dan
dapat disesuaikan dengan
kondisi lokal masingmasing;
8. Menetapkan
Format
minimal PPID Komisi
Informasi beserta SPO –
nya;
9. KI melaksanakan amanat
Pasal 36 Perki No. 1
Tahun
2010
untuk
meminta
Laporan
Tahunan Badan Publik
mulai tahun 2012;
10. KI melaksanakan amanat
Pasal 37 Perki No.1
Tahun
2010
untuk
melakukan
evaluasi
terhadap
pelaksanaan
Keterbukaan
informasi
publik di Badan Publik
dan
mengumumkan
hasilnya
kepada
masyarakat mulai tahun
2012;
11. Menetapkan isu strategis
untuk Right To Know
day 2012 : Transparansi
Anggaran Badan Publik
Untuk
Mencegah
Korupsi.
12. Mendorong terlaksananya
Nota
Kesepahaman
Komisi Informasi dengan
Lembaga-lembaga
lain
dalam
upaya
meningkatkan
peran,
fungsi dan wewenang
Komisi Informasi.
13. Membentuk
Forum
Bersama
Komisi
Informasi
Provinsi
dengan
formatur
9
(sembilan)
orang
Komisioner (terlampir)
seperti yang disebut
dalam Pasal 48 untuk
mediasi.
9. Perlunya pengaturan
tentang
persyaratan
atau
kriteria
kepaniteraan
dan
penambahan
terminologi
kepaniteraan
dalam
ketentuan umum.
10. Vexatious
request
akan
diatur
mekanisme
penyelesaian
sengketanya
dalam
Perki 2, yaitu muncul
dalam putusan.
11. Alat bukti diatur
dalam
Perki
dan
beban pembuktian ada
pada kedua belah
pihak.
Kominfo
untuk
menentukan
IKON
Kampanye
Keterbukaan Informasi
Publik.
27
3.4. Audiensi dan FGD Pembentukan Komisi Informasi Provinsi
Hingga tahun 2012 telah terbentuk 20 Komisi Informasi Provinsi. Inisiasi
Pembentukan komisi Informasi Provinsi pada tahun 2012 dilakukan di enam provinsi:
satu provinsi telah membentuk, dua provinsi sedang tahap persiapan, satu provinsi
mengalami kendala administratif, dan dua provinsi belum melakukan persiapan.
Kegiatan ini diadakan dengan maksud mendorong pembentukan Komisi Informasi
Provinsi. Pada praktiknya, pembentukan ini sangat ditentukan oleh kemauan politik dari
pimpinan di daerah. Untuk hal tersebut Komisi informasi melakukan kunjungan ke
daerah dan melakukan pembahasan bersama stakeholder setempat baik dari eksekutif,
legislatif, maupun masyarakat.
Seleksi Komisi Informasi di provinsi secara umum terbagi menjadi tahapan-tahapan
berikut : (i) Pembentukan tim seleksi oleh pemerintah daerah; (ii) Proses rekruitmen
oleh tim seleksi, dihasilkan 10-15 nama; (iii) uji kepatutan dan kelayakan di DPRD; (iv)
pelantikan oleh Gubernur. Dalam perkembangan terakhir, status pembentukan Komisi
Informasi di daerah adalah sebagai berikut :
Tahapan
Telah terbentuk Komisi Informasi Provinsi
Telah terpilih di tim seleksi
Dalam persiapan pembentukan tim seleksi
Belum melakukan upaya
Total
Jumlah provinsi
20
1
2
11
34
Per Desember 2012 telah terbentuk 20 Komisi Informasi Provinsi. Yakni di DKI
Jakarta, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
Banten, Lampung, Gorontalo, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, NTB,
Bali, Aceh. Yang menunggu pelantikan adalah Riau. Provinsi yang telah selesai
melakukan seleksi di tim seleksi adalah Kalimantan Barat. Provinsi yang dalam tahap
pembentukan tim seleksi adalah Papua dan Jambi, sedangkan provinsi yang belum
melakukan upaya sama sekali sebanyak 10 provinsi. Sedangkan untuk tingkat Komisi
Informasi Kabupaten/Kota telah terbentuk di Kabupaten Bangkalan dan Kota
Cirebon.
Kegiatan ini dilakukan sebanyak 6 (enam) kali di kota yang berbeda yaitu,
Banjarmasin (28-30 Mei 2012), Jambi (20-22 Juni 2012), Pekanbaru (18-20 Oktober
2012), Pontianak (27-29 Desember 2012), Bengkulu (27-29 Desember 2012), dan
Bangka Belitung (27-29 Desember 2012), dengan tema masing-masing Inisiasi
Pembentukan Komisi Informasi. Peserta yang diundang di dalam acara ini sebanyak
30 (tiga puluh) orang dari unsur Lembaga Swadaya Masyarakat, unsur media, unsur
perguruan tinggi, tokoh masyarakat, legislatif, dan SKPD Pemerintah Provinsi.
Narasumber berasal dari Komisi Informasi Pusat. Hasil kegiatan ini adalah
28
terbentuknya tim persiapan pembentukan KI dan konsep rencana kerja tim seleksi
anggota Komisi Informasi Provinsi berupa matrik jadwal kegiatan yang akan
dilakukan oleh Panitia seleksi mulai dari tahapan pengumuman pendaftaran, seleksi
administrasi hingga pengumuman hasil calon anggota yang lolos. Selain itu, Panitia
seleksi juga merumuskan mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi calon
anggota Komisi Informasi Provinsi.
3.5.
Benchmark Penguatan Kelembagaan Komisi Informasi
Kegiatan ini bertujuan melakukan kunjungan studi untuk mempelajari : (i) model
penyelesaian sengketa di Komisi Informasi; (ii) mempelajari pola kerjasama antara
Komisi Informasi dan civil society untuk mendorong implementasi keterbukaan
informasi. Namun kegiatan ini tidak dapat dilaksanakan pada tahun 2012 dikarenakan
padatnya sengketa yang harus diselesaikan.
3.6.
Struktur Organisasi dan Personil Sekretariat
Secara keseluruhan struktur sudah terisi, namun masih kekurangan SDM PNS,
terutama untuk level staf mengingat setiap bagian masih membutuhkan tambahan 2
orang PNS. Dari sisi kompetensi, diperlukan tambahan 4 orang PNS yang bisa
difungsikan sebagai panitera.
Fungsi utama Komisi Informasi dalam melakukan penyelesaian sengketa
membutuhkan dukungan tenaga kepaniteraan yang tidak tersedia di Kementerian
Kominfo. Untuk mengatasi hal tersebut akan dilakukan 2 hal. Pertama, memberikan
pelatihan kepaniteraan kepada personil yang tersedia. Kedua, mengajukan formasi
baru untuk jabatan fungsional panitera ke Biro Kepegawaian dan Organisasi
Kementerian Kominfo.
(tambahkan gambar)
3.7.
Laporan Keuangan
a. Neraca
1.0.0
1.1.0
1.2.0
1.3.0
2.0.0
2.1.0
2.2.0
3.0.0
3.1.0
3.2.0
A S E T
ASET LANCAR
Belanja Dibayar Dimuka
Bagian Lancar Tubtutan Ganti Rugi
Persediaan
ASET TETAP
Peralatan dan Mesin
Aset Tetap Lainnya
ASET LAINNYA
Aset Tak Berwujud
Aset Lain-lain
TOTAL
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
92.383.156
441.146
700.000
91.242.010
4.695.024.350
4.579.722.150
115.302.200
268.890.400
11.610.000
257.280.400
5.056.297.906
1.0.0
1.1.0
1.2.0
1.3.0
2.0.0
2.1.0
2.2.0
EKUITAS DANA
EKUITAS DANA LANCAR
Cadangan Piutang
Cadangan Persediaan
Belanja/Jasa Yang Harus Diterima
EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan Dalam Aset Tetap
Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya
TOTAL
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
92.383.156
700.000
91.242.010
441.146
4.963.914.750
4.695.024.350
268.890.400
5.056.297.906
29
b. Realisasi berdasarkan Mata Anggaran Kegiatan
Realisasi per belanja
NO
KODE
JENIS
BELANJA
3020
URAIAN
PAGU
Dukungan Manajemen Dukungan Teknis
Lainnya Komisi Informasi Pusat
REALISASI
%
SISA
%
12.228.375.000
11.055.682.078
90,41
1.172.692.922
9,59
1
51
Belanja Pegawai
2.840.630.000
2.455.405.487
86,44
385.224.513
13,56
2
52
Belanja Barang
9.003.095.000
8.229.378.591
91,41
773.716.409
8,59
3
53
Belanja Modal
384.650.000
370.898.000
96,42
13.752.000
3,58
Realisasi per output
NO
KODE
OUTPUT
URAIAN
PAGU
3020
Dukungan Manajemen Dukungan Teknis
Lainnya Komisi Informasi Pusat
1
001
2
3
REALISASI
%
SISA
%
12.228.375.000
11.055.682.078
90,41
1.172.692.922
9,59
Layanan Dukungan Teknis Administrasi dan
Tata Kelola KIP
7.026.920.000
6.470.581.528
92,08
556.338.472
7,92
002
Penanganan Sengketa Informasi
sesuai UU Nomor 14 tahun 2008
1.851.060.000
1.524.620.950
82,36
326.439.050
17,64
003
Penguatan Kelembagaan Komisi Informasi
dan Badan Publik
3.350.395.000
3.060.479.600
91,35
289.915.400
8,65
Publik
c. Catatan atas laporan keuangan
1) Jumlah kenaikan aset yang hanya 7,18% yang didominasi oleh pengadaan alat
pengolah data.
2) Adanya penghematan anggaran sebesar 10% dari pagu DIPA Tahun Anggaran
2012
3) Anggaran benchmarking tidak dapat terserap karena kegiatannya tidak
dilaksanakan
4) Belanja pegawai tidak terserap seluruhnya karena sebagian gaji PNS masih di
unit yang lama. Belanja honorarium juga tidak terserap seluruhnya karena
adanya pegawai non PNS yang resign dan terlambatnya mengisi formasi yang
ada.
3.8.
Rencana Kerja Komisi Informasi Pusat 2013
a. Perubahan Indikator Kinerja
Indikator Kinerja Komisi Informasi Tahun 2012 adalah :
- Persentase (%) penyelesaian sengketa informasi publik
- Persentase (%) badan publik yang melaksanakan
keterbukaan informasi publik
ketentuan
30
-
Jumlah kegiatan pelaksanaan program pengembangan peran dan
penguatan kelembagaan KI Pusat
Terjadi perubahan untuk Indikator Kinerja Komisi Informasi Tahun 2013
sebagai berikut :
-
Persentase (%) penyelesaian sengketa informasi publik
Persentase (%) PPID yang melaksanakan ketentuan keterbukaan
informasi publik
Perubahan dilakukan karena :
- Adanya Rencana Strategis Komisi Informasi Pusat tahun keempat
(2013) yang menekankan pada tahapan pelayanan.
- Komitmen Komisi Informasi Pusat untuk mempercepat proses
penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau
ajudikasi.
- Adanya kesepakatan dengan Kementerian Kominfo yang intinya :
pembentukan PPID dilakukan oleh Kementerian Kominfo, sedangkan
Komisi Informasi Pusat melakukan capacity building PPID.
b. Tambahan anggaran untuk seleksi calon anggota Komisi Informasi
Pusat periode 2013-2017.
DIPA Sekretariat Komisi Informasi Pusat Tahun Anggaran 2013, terdapat
kenaikan anggaran sebesar Rp.2.138.325.000,- (17,48%) dari jumlah
sebelumnya pada tahun 2012 sebesar Rp.12.228.375.000,- menjadi
Rp.14.366.700.000,-. Anggaran ini disediakan untuk pelaksanaan seleksi
calon anggota Komisi Informasi Pusat periode 2013-2017, dilakukan oleh
Panitia Seleksi yang ditetapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
Kemudian disampaikan ke Presiden untuk diserahkan kepada DPR RI
guna Uji Kelayakan dan Kepatutan.
31
Download