MAKALAH MIKROBIOLOGI I

advertisement
MAKALAH
MIKROBIOLOGI I
“PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK VIRUS”
DI SUSUN OLEH :
NAMA
: LILIS SUMARNI
NPM
: 01310142
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2006
1
PEMBIAKAN DAN ASAY VIRUS
1. HEWAN
2. TELUR EMBRIO
3. SEL/KULTUR JARINGAN
a) Hewan → In Vivo
Jenis hewan, umur, seks, metode dari inokulasi → tergantung pada
tipe dari virus.
•
Virus Herpes simplex : kornea kelinci → vesikel
•
Virus Rabies :
Tikus putih (bayi/dewasa) → intracerebral 1 – 3 minggu →
encephalitis/rabies → kematian
•
Virus Dengue :
Tikus putih (bayi), 1 – 3 hari → intracerebral/subcutaneous, 3 -7
hari tremor, → paralysis → kematian
•
Virus Polio :
Monyet : intracutaneus, IM, intraneural, intraspinal → paralysis
b) Telur Embrio → In Ovo
Metode inoculasi → tergantung pada macam inoculasi telur berembrio
•
Membrane khorion alantoik
Embrio ayam berumur 10 – 12 hari
Contoh untuk isolasi : Pox virus, virus herpes simplex, →
pocks/plaque
•
Kantung amnion
Embrio umur 10 – 11
Isolasi : virus influenza, virus mumps
•
Kantung alantois
Embrio umur 10 hari
Bisa menyebarluaskan dalam kuantitas yang banyak, digunakan
untuk produksi vaksin
2
•
Yolk sac
Embrio umur 3 – 8 hari
•
Intraembrional
Embrio umur 8 – 10 hari
Isolasi virus Japanese B encephalitis
Diagram suatu telur ayam fertile yang kurang lebih berumur 10 hari1
c) Sel/biakan jaringan
•
Untuk isolasi
•
Penetralan
•
Pembuatan vaksin dan antigen serologic
Dasar Tissue culture
•
Glukosa sebagai sumber energi
•
Serum (sapi, kuda, manusia)
•
Protein supplement
•
Antibiotic + antifugal
•
Buffer pH 7,2 – 7,4
•
Larutan penyubur : asam amino + vitamin
Macam perbenihan jaringan
•
Perbenihan fragmen
•
Perbenihan sel
1
James G. Cappucino, Natalie Sherman, 1983, Microbiology: a laboratory manual,
Rockland community college, State university of New York, hal 229-246
3
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Electron Microscope
Electron microscope → morphology
Electron microscope adalah bukan standar teknik laboratorium klinik,
tetapi bisa digunakan untuk penelitian dan identifikasi suatu virus. 2
Internet : www.google/electron microscope.co.id
2. Light Microscope
Light Microscope → zat warna yang special untuk type dari virus
 Variola virus
→ Sediaan apus warnai dengan Gispen : PASCHEN BODIES
2
Murray, kabayashi, Pfaller Rusenthal : Pustaka Medical Microbiology, second
edition, IE international student edition, hal 543-554
4

Rabies virus
Specimen : otak kera, sediaan apus warnai Sellers : Inclusi bodies
dalam sel syaraf → NEGRI BODIES

Molluscum contagiosum virus
→ Nodula kulit
Sediaan apus warnai lugol : inclusi bodies dalam sitoplasma dari sel
epitel → MOLLUSCUM BODIES
3. Kultur Sel
•
Specimen : tergantung pada penyakit tersebut yaitu in vitro, in ovo, in
vivo
•
Berasal dari sel tunggal/kumpulan sel – dari fragmen organ melalui :
“celldispersing agents” : enzim proteolitic (tripsin)
“Chleating agents” : ethyl-diamine tetra-acetic acid EDTA versene
Macam perbenihan sel :
1. Perbenihan suspensi (“Suspended cell culture”) ada 2 tipe
a. Metabolisme Inhibition Test
Standar suspensi sel + suspensi virus / ( Serum +Virus ) dalam
botol bakal pembenihan ( Botol “Spinter” ) inkubasi ± 7 hari.
Bila tidak terinfeksi virus → sel akan melekat di dasar botol:
terjadi metabolisme & perkembangbiakan sel → tanda: medium
merah
( Phenolred ) menjadi kuning / glukosa medium menjadi asam
Bila ada “ Cytopathic virus” → sel mengalami degenerasi
( medium tetap merah ).
5
Efek sitopatik yang khas dari sitomegalovirus pada sel-sel MRC-5. sel-sel reflaktil
yang besar diinfeksi oleh virus
Enterovirus cytopathic effect in African Green Monkey Kidney Cells 3
b. “ Agitated culture “
•
Sel-sel di dalam nutrien medium di aduk terus → sel tidak
melekat pada dinding botol → sel berkembang biak tak
terbatas
•
•
Digunakan untuk pembuatan antigen
Jumlah sel-sel yang terinfeksi besar → titer suspensi virus
tinggi
2. “ Monolayer Culture “
a. Pembenihan Sel Primer ( “ Primary Cell Culture “ )
•
Menggunakan organ segar ( jaringan embrio, organ hewan /
manusia, tumor )
b. “ Continous Cell Lines “
•
Berasal dari tipe sel mamalia yang ganas pertumbuhan
sangat cepat
•
•
•
3
Dapat dilakukan sub kultur dengan waktu tak terbatas
Contoh sel Hela ( dari jar. Ca-cervix uteri )
Tidak untuk pertumbuhan virus dalam pembuatan vaksin
www.google/kultur sel.co.id
6
( Karena akan memindahkan factor karsinogenik pada
resipien
vaksin ).
Tanda-tanda adanya pertumbuhan virus dalam BJ :
Cytopathogenik efek ( c.p.e ) :
a. Degenerasi sel → kematian
b. Perubahan morfologis kumparan & tersusun rapi → sel-sel bundar,
berkelompok, sebagian terlepas dari dinding botol, inti membesar,
struktur inti membesar, intikasar, & tampak lebih gelap ( piknotis )
Contoh : 1. Biakan virus Polio pada ginjal kera (4-5 hari, 37°C)
→ c.p.e
2. Biakan virus Rubella pada ginjal kelinci
3. Biakan pada virus Coxsakie B pada jaringan ginjal kera
4. Biakan Coxsakie A pada sel hela
c.
Adanya
perubahan
metabolisme
sel
dan
kegagalan
pembentukan asam dari b.j
d. Tejadi pembentukan antigen: tergantung jenis virus ( ag netralisasi,,
ag ik. Komplemen, & ag hemaglutinasi )
e. Hemadsorpsi
:
peningkatan
eritrosit
hewan
tertentu
dalam
konsentrasi tertentu oleh sel b.j
→ Eritrosit seperti untaian kalung mutiara disekitar sel yang ada virus
Contoh : Biakan virus JBE pada ginjal kera macaca → tidak ada c.p.e
Apabila medium dibuang & ditambahkan eritrosit angsa tersusun
mengelilingi virus. Jadi virus hidup & tumbuh dalam b.j tanpa c.p.e
f. Interferensi
Virus dalam suatu B.J menghasilkan interferon terhadap virus lainnya
Contoh : biakan virus Coxsakie A tipe 7 pada sel hela (7 hari, 37°C)
→ tidak ada c.p.e → ditambah virus polio (yang dapat menghasilkan
c.p.e) → tidak ada c.p.e pada b.j. Jadi virus pertama (Coxsakie A)
membentuk interferon yang menghalangi virus kedua (polio)
7
g. Perubahan Morfologis karena virus Onkogenik
•
Terjadi mikrotumor/sel-sel b.j bertumpuk ( tidak monolayer )
•
Banyak sel data dengan banyak inti.
Contoh : Adennovirus, virus SV 40
4
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan virus dalam B.J :
1.
Suhu : suhu optimum 36-37.5 °C, pada suhu 40°C dapat mati
2.
pH : pH optimum 7-7.5; untuk menghindari kesamaan pada
medium jangan diberi glukosa & dan ditambah Na HCO ( Na
bikarbonat ).
3.
Keadaan B.J : virus tumbuh baik pada keadaan rotasi ( dengan
roller drum )
4.
Jenis virus, B.J., Konsentrasi Sumber Protein & Komposisi
Medium
contoh :
•
virus Polio ~ c.p.e yang cepat pada b.j ginjal kera + Eagle’s
medium, + serum kuda 10 % ( c.p.e tampak 3-4 hari, 37°C )
•
virus Dengue : b.j LLCMK2 + Eagle’s + serum anak sapi 5-10
% ~ c.p.e 5
4.
Serologi
• Meningkatkan titer antibody
• Menemukan antigen dari specimen tersebut
• Identifikasi tipe yang disebabkan kuman virus
4
Murray, kabayashi, Pfaller Rusenthal : Pustaka Medical Microbiology, second
edition, IE international student edition, hal 543-554
5
J. Nicklin, K. Graeme – Cook, and R. Killington : Cell Culture and Virus Growth,
Pustaka Instant Notes, microbiology, second edition, hal 276-279
8
Keuntungan Tes Serologi
1. Tidak mahal (karena In-Vitro)
2. Dapat di baca cepat (hanya menunggu S II)
3. Meskipun isolasi negatif, tetapi bila terjadi kenaikan titer ≥ 4 kali →
positif
Tes-tes Serologik Penyakit Virus
1. Untuk melihat terbentuk/tidaknya, ada/tidaknya kenaikan titer zat anti.
2. Untuk mencari virus/antigen dalam BP penderita.
3. Untuk mengidentifikasi tipe virus hasil isolasi.
4. Dapat dilakukan secara in vitro maupun in vivo
Tes Aglutinasi
a. Tes Paul Bennel :
•
Mendiagnosis mononucleosis infeksiosa → kenaikan titer
agglutinin heterofil
•
S I & S II + eritrosit domba/sapi → inkubasi 37°C = → aglutinasi
Pengencera
1/2
1/4
1/8
1/16
1/32
1/64
1/28
n
SI
S II
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Titer Paul Bennel : pengenceran serum tertinggi yang masih
menunjukan
aglutinasi
total
dengan
suspensi
eritrosit
domba/sapi. Jadi titer S I =1/16 ; S II = 1/64 → ada kenaikan
titer 4 kali = → + mononucleosis infeksiosa.
9
b. Tes Weil Felix
•
Diagnosis Ricketsiosis: mereaksikan serum penderita dengan
suspensi Proteus vulgaris/P. mirabilis (isolasi urin)
•
Aglutinasi: Ag O dan Proteus → persamaan ag Ricketsia (ag
overlapping)
Partikel Lateks yang diselimuti oleh antisera virus spesifik dikumpulkan
bersama oleh antigen mereka
Tes Precipitasi
•
Ag + Ab didifusikan dalam gel (konsentrasi agar 1-2%) = “immuno
gel diffuse method” → hasil terlihat presipitat putih
•
Digunakan untuk :(1) mencari Ag/virus dalam BP dan
(2) mencari kenaikan titer zat anti presipitasi
dalam
serum penderita
10
•
Digunakan untuk penyakit influenza, polio, variola dan hepatitis
Complement Fixation Test
•
Uji CF digunakan untuk diagnosis pada banyak infeksi virus.
•
Sebagian besar antigen dewasa ini berasal dari biakan sel virus
(cairan atau sel yang pecah), telur bermudigah (cairan atau
jaringan), atau jaringan terekstraksi dari hewan yang terinfeksi
(contohnya, otak tikus yang diekstraksi dengan aseton untuk
diagnosis dari infeksi arbovirus).
•
Interpretasi dari hasil CF bergantung pada antigen yang digunakan
dalam uji dan peningkatan titer antibody yang diamati.
Uji fiksasi komplemensi kombinasi antibodi IgG dan IgM.
Uji Netralisasi
•
Harus dilakukan secara in vivo (dalam telur berembrio, b.j., hewan
percobaan).
11
•
Antibodi penetralisir virus di ukur dengan menambahkan serum
yang mengandung antibody ini pada suatu suspensi virus dan
kemudian menginokulasikan campuran ini ke dalam biakan sel
rentan.
•
Adanya antibody penetralisasi terlihat jika biakan sel gagal untuk
menimbulkan efek sitopatik (CPE) sementara biakan sel control,
yang diberi virus ditambah antibody bebas serum, menimbulkan
efek sitopatik.
•
Pada
beberapa
kasus,
campuran
antiserum-virus
dapat
diinokulasikan ke dalam hewan percobaan yang rentan (seperti
koksakivirus tipe A) atau telur bermudigah (seperti virus gondong).
•
Untuk diagnosis adanya peningkatan titer antibody bermaknadiharapkan 4x lipat/lebih besar-selama perjalanan infeksi.
•
Pada
infeksi kambuhan, contoh herpes simpleks, titer antibody
tinggi dideteksi dalam serangkaian contoh serum; peningkatan
diagnostic antara sera akut dan konvalensen tidak dicatat.
•
Uji positif dalam contoh tunggal serum tidak mempunyai nilai
diagnostic pada infeksi akut kecuali antibody yang termasuk dalam
kelas IgM.
Uji Penghambatan Hemaglutinasi (Hi)
•
Banyak virus mengaglutinasi eritrosit dan reaksi ini secara spesifik
dihambat oleh sera imun atau konvalesen.
•
Penyakit dimana respon antibody dapat diperlihatkan melalui uji HI :
♣ Influenza
♣ Rubela
♣ Gondongan
♣ Campak
♣ Penyakit Newcastle
♣ Variola
♣ Vaksinia
12
♣ Ensefalitis virus California
♣ Ensefalitis kuda barat
♣ Ensefalitis B jepang
♣ Demam Nil Barat
♣ Dengue
♣ Infeksi Adenovirus
♣ Infeksi Reovirus
♣ Beberapa infeksi enterovirus.
Suatu uji inhibisisdi hemaglutinasi. Satu kancing sel dalam sumur menunjukkan
bahwa eritrosit belum diaglutinasi oleh virus influenza karena terdapat antibody
spesifik. Penderita A memperlihatkan suatu liter HAI sebesar 1:4 selama
permulaan penyakitnya tetapi tiga minggu kemudian titer telah meningkat 1:128
•
Spesies yang khas dari eritrosit mungkin diperlukan untuk
mengaglutinasi virus tertentu.Contoh, tipe adenovirus hanya
mengaglutinasi eritrosit tikus.
•
Agar bermanfaat bagi tujuan diagnostic, suspensi eritrosit harus
distandarisasi, sedangkan antigen virus distandarisasi dan dititrasi.
FAT (Floresensi Antibodi Test)
•
Prinsip: mereaksikan virus antigen dengan antibody yang telah
“dilabel”
(dikonyugasi)
dengan
zat
fluoresein
(Co.
fluoresein
isothiosianat/FIT). Antibodi + FIT disebut konyugat. Antibodi +
13
konyugat → dengan mikroskop fluoresensi (sinar UV) → fluoresensi
hijau.
•
Untuk mencari antigen/virus dalam jaringan/BP dalam jumlah sangat
minim.
•
Hasil diperoleh cepat (30-90 menit), namun belum rutin kecuali untuk:
Rabies, Cacar, Influenza, Morbili, Trakhoma.
•
Yang sulit adalah pembuatan konyugat (titer harus tinggi). Yang
dilabel adalah gamma globulin dalam serum, tapi protein lain dapat
juga menghasilkan fluoresensi → perlu pemisahan dulu gamma
globulin sebelum dilabel.
Pemesihan gamma globulin :
1)
Presipitasi dengan (NH4)@SO4 atau
2)
Fraksionisasi dengan dietil amino etil selulosa
(DEAE)
ELISA (enzyme linked immunosorbentassay)
•
Untuk mencari antigen virus dalam BP & antigen
•
Prinsip: penambahan enzim tertentu akan menyebabkan hidrolisis
→ derajat hidrolisis sebanding dengan ada/tidak, banyak-sedikit
antigen/antibody yang dicari
•
Harus dilakukan pada suatu wadah yang padat/solid (tabung,plastic
tray=polystryrens/polivinil) → mempunyai daya absorbsi tinggi.
GAMBAR !
14
ELISA untuk deteksi antibody antivirus. Pola penangkapan antibody memberikan suatu
uji yang lebih sensitive untuk lgG, lgM atau lgA dalam saliva.
Suatu cawan ELISA menunjukkan sumur-sumur yang positif (kuning/cokelat)
dan negative. Pada kasus ini enzim yang digunakan adalah fostafase alkali dan
antibody terhadap virus hevatitis C sedang dideteksi
RIA (Radio Immuno Assay)
•
Prinsip: ikatan antigen-antibodi yang dilabel dengan radioisotope → perlu
alat khusus → mahal 6
6
Brooks, GF, Butel, J.S.Morse, SA, Jawets Melnick, Adelberg: Medical Microbiology,
International edotion 2002, edisi 20, hal 348-355 & 615-622
15
DAFTAR KEPUSTAKAAN
•
Brooks, GF, Butel, J.S.Morse, SA, Jawets Melnick, Adelberg: Medical
Microbiology, International edotion 2002, edisi 20.
•
James G. Cappucino, Natalie Sherman, 1983, Microbiology: a laboratory
manual, Rockland community college, State university of New York.
•
J. Nicklin, K. Graeme – Cook, and R. Killington : Cell Culture and Virus
Growth, Pustaka Instant Notes, microbiology, second edition.
•
Murray, kabayashi, Pfaller Rusenthal : Pustaka Medical Microbiology,
second edition, IE international student edition.
•
www.google/kultur sel.co.id
•
www.google/electron microscope.co.id
16
Download