KELAHIRAN KEMBAR MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI

advertisement
KELAHIRAN KEMBAR MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI
Sebagaimana diketahui bahwa TUHAN telah menciptakan berbagai spesies
hewan dengan spesifikasi dan karakteristik yang tidak sama. Pada sapi
mempunyai uterus yang dikenal dengan tipe bikornua. Pada kornua uterus inilah
terjadinya proses kebuntingan. Karena sapi lebih sering dikenal dengan sebutan
beranak tunggal, maka hanya satu kornua uterus saja yang selama ini melayani
kebuntingan. Pada kebuntingan kembar alami umumnya juga terjadi didalam
salah satu kornua uterus. Sehingga kornua uterus yang sebelah menganggur
selama masa kebuntingan. Kornua uterus inilah perlu diberdayakan juga untuk
menampung kebuntingan, sehingga diperoleh kebuntingan kembar, bahkan
kembar lebih dari dua ekor
Salah satu tujuan pemberdayaan dan penerapan bioteknologi reproduksi
antara lain adalah memperoleh efisiensi dan efektifitas siklus reproduksi yaitu
menghasilkan keturunan. Sebagai indikator keberhasilan budidaya peternakan
adalah perkembang biakan yang identik dengan produktivitas, terutama pada
budidaya ternak yang memang bertujuan untuk breeding. Lebih rinci lagi tepatnya
adalah terpenuhinya calving interval yang ideal atau rata-rata setiap tahun dapat
menghasilkan anak keturunan
Calving internal sapi perah 365-390 hari dan sapi potong 420-450 hari.
Selama ini secara alami sebagian besar sapi melahirkan hanya satu ekor pedet.
Kejadian kelahiran kembar alami masih sangat rendah. Hal inilah yang perlu
mendapat perhatian oleh para peneliti dan praktisi.
Melalui pemberdayaan biteknologi reproduksi, seekor sapi betina dapat
diatur agar mampu bunting dan melahirkan pedet kembar untuk mempercepat
peningkatan populasi. Menurut Echterkamp (1992) kapasitas uterus dapat
ditingkatkan mengandung tiga fetus per kornua uterus, bahkan lebih. Sedang
menurut Seike, dkk (1989) dapat menghasilkan 143,3% kelahiran pedet,
dibanding jumlah induk yang mengandung pada induksi kebuntingan kembar.
Kebuntingan kembar selama ini adalah kembar dua yang diposisikan di masingmasing kornua uterus kanan dan kiri
Dalam kebuntingan kembar dua secara alami atau tidak diprogram
umumnya terjadi dalam salah satu kornua uteri yang ipsilateral dengan
keberadaan corpus luteum (CL). Namun dalam membuat kebuntingan kembar dua
(terprogram
dengan
transfer
embrio)
sebaiknya
dilakukan
dengan
cara
penempatan bikornua atau masing-masing kontra lateral dan ipsilateral terhadap
CL. Selain menghindari kemungkinan terjadinya kembar free martin, program
kembar dua cara ini lebih efektif keberhasilannya (Hart Elock, et al.1990).
Secara teoritis kebuntingan ipsilateral maupun kontra lateral terhadap CL
tidak berpengaruh secara nyata, asal fungsional CL gravidarum prima dalam
menghasilkan hormon progesteron untuk memelihara kebuntingan. Kebuntingan
kembar membutuhkan CL gravidarum fungsional sekurang-kurangnya sejumlah
fetus kembar itu untuk menjaga stabilitas uterus dalam memelihara kehidupan
intra uterin (Knickerbocker, 1986 dan Hafez, 1993). Karena itu dalam setiap
program kebuntingan kembar hendaknya dipersiapkan dengan pembentukan CL
lebih dari satu melalui cara superovulasi dosis ringan dengan hormon
gonadotropin.
Dua fetus per kornua uterus memang suatu angka yang fantastis, apalagi
tiga fetus. Berarti seekor sapi betina dapat diprogran bunting kembar antara 2-6
fetus selama masa kebuntingan. Kapasitas dan kemampuan salah satu kornua
uterus dalam menampung kebuntingan kembar tentu sangat terbatas. Disadari
atau tidak bahwa selama ini belum ada hipotesa apalagi penelitian (?) yang
mengurai fungsi lain cavum uterus yang nota bene lebih luas daripada lumen
kornua uterus.
Fungsi cavum uterus atau tepatnya bagian endometrium yang dikenal
selama ini adalah menghasilkan hormon prostaglandin (PGF2α) sebagai faktor
luteolitik terhadap fungsional CL periodicum dalam rangkaian siklus birahi. Fungsi
lain cavum uterus hanya sebagai jalan melintasnya sel spermatozoa dari vagina
(proses kawin alam) atau dari servik uterus (proses IB) menuju ke tuba falopii
untuk bertemu dengan sel telur dalam proses fertilisasi. Selain itu juga cavum
uterus hanya sebagai jalan lintasan keluarnya fetus pada proses kelahiran
Karena tidak memungkinkan seberapapun elastisitas kornua uterus dalam
menampung perkembangan kebuntingan kembar, apalagi sampai tiga fetus per
kornua uterus. Maka cavum uterus yang relatif lebih luas daripada lumen kornua
uterus patut dapat diduga atau merupakan suatu hipotesa sebagai penampung
perkembangan fetus dan perluasan selaput fetus (plasenta) dalam kebuntingan
kembar. Mengingat luasnya cavum uterus dan daya elastisnya, bukan tidak
mungkin pada suatu ketika nanti seekor sapi induk betina dapat diprogram untuk
bunting kembar 4-6 atau 2-3 fetus per kornua uteri.
Berbagai cara dapat ditempuh untuk menciptakan kebuntingan kembar,
antara lain melalui cara IB. Dalam hal ini harus ada lebih dari satu sel telur setiap
ovulasi, sehingga perlu ditempuh dengan induksi superovulasi dosis ringan agar
tidak terlau banyak sel telur yang terbuang selain efisiensi nilai ekonomis harga
hormon gonadotropin. Cara lain untuk membentuk kebuntingan kembar adalah
dengan transfer embrio (TE), yaitu dengan menempatkan embrio dalam masingmasing kornua uterus. Atau kombinasi antara IB dan TE, yaitu pada waktu birahi
dilakukan IB sebagaimana prosedur selama ini dikenal dan seminggu (6-8) hari
kemudian dilakukan TE dengan posisi kontra lateral dengan keberadaan CL. Posisi
ipsilateral
dengan
CL
sudah
ditempati
oleh
fetus
hasil
dari
IB.
Variasi dalam program kelahiran pedet kembar juga memungkinkan untuk
penerapan kombinasi antara kelahiran sapi perah dan atau sapi potong sesuai
dengan kebutuhan. Di lain fihak juga memungkinkan penerapan jenis preservasi
embrio, misalnya embrio beku dan embrio segar. Juga asal muasal pembuatan
embrio antara embrio invivo dan atau embrio invitro.
TUGAS :
Buat kritik paper ini sebanyak 1 lembar kuarto, kirim ke [email protected],
paling lambat 1 minggu setelah jadual kuliah
Download