Berkaca Pada Visi dan Misi Sekolah

advertisement
Bagian 1
Berkaca Pada Visi dan Misi Sekolah
Zaman saya (penulis) sekolah dulu (1977-1989),
sekolah belum
mengenal visi misi. Apalagi visi misi tertulis dan dipampang di dinding sekolah.
Tidak ada itu. Yang ada papan nama sekolah, dan tulisan yang berisi, “Buanglah
sampah pada tempatnya.” “Jagalah kebersihan.” Boleh dibilang visi misi hanya
berdasarkan tujuan instruksi umum (TIU) dan tujuan instruksi khusus (TIK) yang
tercantum dalam satuan pelajaran (SP) guru. Proses belajar mengajar berlangsung
informatif: “saya tahu – kamu tidak tahu – maka saya akan
memberitahumu.” “Siswa belum tahu – guru memberi tahu.”
Jika saya boleh berpendapat, visi misi ketika itu sangat sederhana yakni
bagaimana guru dapat mengajarkan (mentransfer) isi kurikulum kepada siswa dan
mengejar capaian target kurikulum. Tidak ada tujuan jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang. Menurut saya visi ketika itu adalah bagaimana
siswa dapat naik kelas dan lulus. Misinya adalah bagaimana menyampaikan isi
kurikulum “contens materi.”
Manajemen sekolah tidak rumit dan ruwet seperti sekarang. Sekolah dulu,
tinggal menuruti saja, apa instruksi kurikulum pusat, titik. Tidak ada terjemahan
lain. Manajemen dan pengaturan sekolah pada waktu itu, seragam. Sekolah hanya
sebagai perantara jasa pelayanan mengajar seperti yang dikehendaki kurikulum
pusat.
Sekarang berbeda. Memasuki abad 21. Abad teknologi informasi. Dunia
mengglobal, saling memberi pengaruh. Terjadi persaingan global. Cara pandang
orang berubah. Manajemen sekolah pun berubah dari manajemen tradisional
menjadi manajemen modern yang ditunjang oleh peradaban teknologi. Cara
orang mengelola sekolah pun juga mulai memandang kebutuhan masa depan
dunia.
Hasil pemikiran, gagasan, inovasi teknologi dan peradaban manusia
modern menjadi landasan sekolah untuk bergerak dan menatap masa depan.
Sekolah mulai memikirkan perannya sendiri terhadap kemungkinan kehidupan
dunia ke depan. Akhirnya lahirlah visi dan misi yang dirancang dan diharapkan
dapat membawa sekolah dalam menghadapi tantangan masa depan.
Tema-tema tentang kehidupan manusia mendatang menjadi bagian yang
harus dipelajari sekolah. Kepeminpinan, populasi manusia yang semakin
bertambah, masalah sumber daya yang tersedia, interaksi dengan lingkungan
sosial dan lingkungan fisik, human character, character building, character
nations, kebutuhan manusia yang semakin bertambah, cara menyikapi sumber
daya, ekonomi global, pemanasan global “global warming”, dan bagaimana
kehidupan bumi ini ke depan menjadi menjadi visi misi sebuah sekolah.
Dengan demikian keadaan sekolah diabad 21 sekarang ini sangat berbeda
dibanding dengan keadaan sekolah pada waktu saya bersekolah dulu. Visi dan
misi menjadi penekanan yang sangat penting dalam menyikapi kehidupan ke
depan. Sekolah harus tahu dan memiliki visi dan misinya ke depan. Produk
pendidikan formal menciptakan manusia yang bervisi dan bermisi masa depan.
1
Sebagai ilustrasi ketika kita hendak berpergian, hal pertama dan utama
yang harus kita pikirkan tentu bukan hanya kendaraan apa yang akan kita
gunakan, atau seberapa cepat kita melaju, tetapi ke mana kita akan menuju
(tujuan). Ketika alamat tujuan sudah jelas, selanjutnya kita tinggal menentukan
alat transfortasi yang tepat dan jalur mana yang harus dilalui. Tanpa tujuan kita
akan tersesat. Seberapa cepat pun melaju, kita tak akan sampai ketujuan.
Bagaimana? Mau sampai kalau tujuan saja tidak jelas. Tujuan juga bukan satusatunya penentu. Ada faktor perantara yakni kapan waktu kita akan sampai.
Faktor perantara kapan berkaitan dengan jenis kendaraan apa yang akan kita
gunakan (sarana). Apakah alat transfortasi darat, laut, atau udara? Dari ilustrasi
sederhana ini, ada dua hal penting: pertama tujuan, kedua alat atau sarana.
Sarana menentukan pencapaian tujuan. Ilustrasi sederhana ini ibarat sekolah
dengan visi misinya.
Visi berarti cara pandang dalam mengelola sekolah. Visi berarti harapan
sekolah ke depan. Sedangkan misi cara mencapai apa yang dinginkan sekolah.
Dengan kata lain misi adalah cara yang dilakukan sekolah dalam menyesukseskan
visinya.
Untuk menyusun visi dan misi, sekolah perlu mengetahui dan
menganalisis kekuatan (daya dukung) dan kelemahan sekolah. Menyusun visi
misi berarti mengubah dari cara biasa ke cara yang baru. Menyusun visi misi
berarti mengubah cara lama (tradisional) ke cara yang baru (modern, sesuai tuntan
zaman). Atau dari yang tidak terarah menjadi terarah. Jadi inti dari visi misi
adalah terjadinya sebuah perubahan di sekolah ke arah yang lebih baik.
Masalahnya berapa besar perubahan itu? Hal ini bergantung kepada daya dukung
sekolah.
Menurut penulis, ada dua hal penting dalam menyusun visi misi sekolah.
Pertama: sumber daya manusia. Kedua: sumber daya fisik. Sumber daya
manusia terdiri dari dua: (1) sumber daya pendidik, (2) sumber daya tenaga
kependidikan. Sedangkan sumber daya fisik: berupa sarana pendidikan yang
memadai. Bila merujuk pada instrumen penyusunan visi misi ada banyak hal
pokok lainnya dalam menyusun visi misi sekolah, tetapi yang paling utama
menurut saya adalah sumber daya manusia dan sarana pendidikan yang memadai.
Apakah sumber daya dukung lain tidak penting? Jawabnya penting. Tetapi dua hal
pokok di atas adalah prioritas utama bagi sekolah, jika ingin menyusun visi misi.
Tentu setiap sekolah mempunyai pendapat sendiri sesuai dengan situasi dan
kondisi daya dukung yang ada di sekolahnya. Semakin lengkap daya dukung
(infrastruktur) pendidikan yang tersedia disuatu sekolah, semakin tinggi dan
berbeda pula tuntutan visi misinya dibanding sekolah lain yang minim daya
dukung (infrastruktur) pendidikan.
Kira-kira dengan
kondisi kelas seperti
ini, bagaimana dengan
visi misinya?
2
Sumber daya pendidik meliputi kepala sekolah dan guru. Sumber daya
tenaga kependidikan adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam
administrasi sekolah. Sumber daya fisik berupa sarana adalah seluruh komponen
fisik yang mendukung proses pendidikan secara maksimal.
Apa gunanya sarana yang lengkap tetapi tidak didukung sumber daya
pendidik yang tidak mumpuni. Begitu pula sebaliknya apa gunanya sumber daya
pendidik yang mumpuni tetapi tidak didukung sarana yang memadai.
Visi dan misi menunjukkan apa dan bagaimana sekolah melakukan sebuah
rencana sesuai daya dukung yang ada. Apa dalam hal ini berkaitan dengan
harapan sekolah ke depan. Bagaimana, berkaitan cara menyukseskan harapan.
Bagaimana, juga berkaitan dengan cara sekolah melakukan.
Tahun 2011, saya pernah melihat sebuah SMP. Sebut saja SMP Negeri
700 yang begitu banyak menampilkan indikator visi dan misi sekolahnya. Saya
sempat berpikir, apa mampu sekolah itu melaksanakan indikator visi dan misi
tersebut? Visi – misinya sebagai berikut.
VISI... ”Berprestasi, Berkarya, Berbudaya, Berwawasan Iptek dan Imtaq”
Indikator Visi:
1.
2.
3.
4.
Unggul dalam sikap dan perilaku sehari-hari yang dilandasi Imtaq.
Unggul dalam kompetisi di bidang akademis.
Unggul dalam memperoleh nilai UAN.
Unggul dalam persaingan masuk ke Sekolah/Madrasah Menengah Atas
dan kejuruan unggulan.
5. Unggul dalam kelembagaan dan manajemen sekolah.
6. Unggul dalam pengembangan penilaian pembelajaran.
7. Unggul dalam keterampilan TIK.
8. Unggul dalam bidang olah raga.
9. Unggul dalam prestasi seni dan budaya.
10. Unggul dalam penataan lingkungan, fisik dan sosial.
11. Unggul dalam pelayanan perpustakaan.
12. Unggul dalam penggalangan pembiayaan pendidikan.
13. Unggul dalam SDM tenaga pendidikan.
14. Unggul dalam sarana prasarana dan media pembelajaran.
Misi:
1. Melaksanakan kegiatan keagamaan secara rutin dan terjadwal.
2. Memotivasi dan melaksanakan pembinaan kompetisi bidang akademis.
3. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara tejadwal, efektif dan
efisien.
4. Mengarahkan siswa untuk dapat melanjutkan ke sekolah unggulan sesuai
dengan potensi dirinya.
5. Melaksanakan pengembangan kelembagaan dan manajemen sekolah.
6. Melaksanakan pengembangan evaluasi penilaian pendidikan.
3
7. Memotivasi dan membekali siswa untuk kreatif, inovatif, dan menguasai
keterampilan TIK.
8. Memotivasi dan melaksanakan pembinaan dalam bidang olah raga secara
rutin dan terjadwal.
9. Memotivasi dan melaksanakan pembinaan dalam bidang Seni Budaya
secara rutin dan terjadwal.
10. Menata lingkungan sekolah, fisik dan sosial yang aman dan nyaman.
11. Melaksanakan pengembangan perpustakaan yang representatif
12. Melaksanakan penggalangan pembiayaan pendidikan.
13. Melaksanakan pengembangan SDM tenaga Pendidikan.
14. Melaksanakan pengembangan sarana prasarana dan media pembelajaran.
(Contoh visi misi di atas sebelum K13 diberlakukan. Sekarang mungkin
saja VISI MISI ini sudah berubah. Misal: visi misi ke- 7, dengan
diberlakukannya K13, mata pelajaran TIKOM tidak lagi diajarkan.
Pembelajaran TIKOM bergeser dari mengajarkan ke menerapkan).
Saya tidak meremehkan kompetensi sekolah tersebut. Tetapi melihat begitu
banyak visi dan misi, saya jadi bertanya-tanya, apa iya, sekolah tersebut mampu
melaksanakannya. Bagi Anda yang membacanya, apa yang ada di benak Anda
dengan visi dan misi di atas? Mungkin juga Anda bertanya-tanya seperti saya.
Bagi orang lain yang membacanya mungkin akan menimbulkan berbagai harapan,
sebagai berikut.




Sekolah ini bagus, lihat visi dan misinya banyak.
Saya mau menyekolahkan anak saya di sekolah ini.
Kelihatannya sekolah ini mempunyai sarana belajar yang lengkap.
Kreatif, inovatif, dan menguasai keterampilan TIK.
Wajar jika setiap orang yang membaca visi misi di atas akan beranggapan
bahwa sekolah tersebut telah memiliki ruang perpustakaan, laboratorium IPA,
bahasa, ruang multimedia, dan lapangan olah raga yang memadai. Karena tertulis
jelas pada visi misi.
Ukuran visi misi bukan kuantitas tetapi kualitas. Ukuran visi misi
adalah keberhasilan mencapai visi misi itu sendiri. Untuk berhasil dibutuhkan
kualitas sumber daya guru dan sarana. Apakah kuantitas, dalam arti banyak, tidak
boleh? Menurut saya boleh-boleh saja, asal sumber daya memang mendukung.
Visi dan misi bukan hanya sekedar pajangan, agar kelihatan sekolah
mempunyai tujuan yang bagus dan dilihat orang. Visi dan misi bukan sekedar
sederatan tulisan yang dipampang besar dan anggun di depan sekolah. Visi dan
misi bukan sekedar konsep wawasan kemudian dilupakan. Visi dan misi bukan
pajangan agar nampak keren di mata orang yang membacanya. Visi misi
membawa sekolah pada tujuan.
Visi dan misi yang dibangun sekolah tersebut, menurut saya mempunyai
tujuan yang mulia. Sekolah tersebut ingin mengakomodir semua tuntutan
pendidikan dan pengajaran. Namun yang paling penting apakah warga sekolah
yang bersangkutan mampu melaksanakan visi misi tersebut.
4
Hemat penulis sebaiknya pencapaian visi misi atau indikator tersebut
dibuat secara bertahap dari tahun ke tahun, dengan menyesuaikan pada daya
dukung. Tujuan dan program dibuat secara bertahap. Sehingga mudah
mengevaluasinya. Mana yang sudah dapat berjalan, dan mana yang belum dapat
berjalan maksimal. Sekolah tidak perlu membohongi diri sendiri, jika sumber
daya kurang mendukung, sebaiknya sekolah tidak berharap muluk-muluk. Lebih
baik apa adanya, namun sesuai dengan kemampuan dan daya dukung sekolah.
Menurut pendapat saya hal inilah yang kadang menjadi salah satu penyebab
mengapa visi misi sekolah gagal, karena tidak menyesuaikan dengan daya dukung
yang ada di sekolah. Ibarat jika seseorang tidak mampu mengangkat beban 100
kg, sebaiknya tidak memaksakan diri. Lebih bijak jika beban tersebut dibagi
sehingga mudah untuk mengangkatnya. Dengan kata lain menyesuaikan dengan
daya dukung yang ada.
Mengapa Visi dan Misi Gagal?
Gagal? Karena kekurangtahuan sekolah tentang apa visi misi. Sekolah
hanya mengikuti kebiasaan lama tentang pengelolaan sekolah. Kegagalan terletak
pada lemahnya visi dan misi yang dibawa sekolah. Sekolah belum mampu secara
sadar merumuskan tujuan pendidikan dan menuangkannya ke dalam tahapantahapan rencana kerja atau program. Sekolah hanya mencontoh visi misi sekolah
lain, mengadopsi dan mengadaptasi. Sayang dalam mengadopsi – mengadaptasi
terbawa bias dengan begitu banyak keinginan, tapi kurang memperhitungkan
sumber daya dukung yang ada. Berharap sesuatu boleh-boleh saja, namun juga
harus memperhitungkan daya dukung yang ada/dimiliki.
Kegagalan mungkin juga karena malu jika nanti dibilang visi misi
sekolahnya sedikit, sehingga mencari-cari dan menambah improvisasi sendiri
tanpa memprediksi bagaimana sekolah ke depan. Tanpa memperhitungkan
kekuatan daya dukung (sarana) yang ada.
Tidak adanya perumusan tujuan yang disesuaikan dengan daya dukung
menyebabkan adanya kecenderungan visi dan tujuan sekolah diserahkan pada
proses improvisasi kepala sekolah dan guru secara intuitif, berdasarkan perasaan
saja. Bahwa mereka mau sekolahnya seperti ini atau seperti itu, tanpa
memperhitungkan daya dukung yang ada.
Kembali pada sub judul di atas, mengapa visi misi gagal? Menurut
penulis, dari pengalaman, melihat, dan merasakan, serta membaca buku dan
sumber di internet, penyebab visi misi gagal sebagai berikut.
1. Kekurangtahuan apa visi misi
2. Visi misi yang kurang jelas, tidak realistis.
3. Visi misi yang terlalu berat/tidak menyesuaikan dengan daya dukung
sekolah.
4. Kurang keterlibatan warga sekolah (guru).
5. Tugas masing-masing yang kurang jelas.
6. Kurang komitmen terhadap tujuan visi misi sekolah.
7. Manajemen keuangan sekolah yang abu-abu. [ ]
5
Sekolah seperti sebuah alat yang bekerja secara mekanis, memiliki
hubungan rangkaian yang saling mempengaruhi. Masing-masing komponen
bekerja pada fungsinya, saling mempengaruhi dan menopang sehingga
membentuk satu kesatuan kerja yang optimal. Optimalitas visi misi bisa dicapai
kalau sumber daya disekolah memang mendukung. Visi misi yang mengada-ada,
berdasarkan intuitif – tidak sesuai dengan sumber daya yang ada, menyebabkan
sekolah bekerja tidak maksimal/optimal dalam mencapai visimisinya sendiri.
Visi misi yang disusun akan mempengaruhi seluruh sistem kerja yang
dibangun sekolah. Dan sistem kerja ini didukung sumber daya yang ada. Mulai
dari manajemen sekolah, manajemen keuangan sekolah, manajeman pendidik dan
tenaga kependidikan, manajemen sarana prasarana, manajemen kurikulum,
manajemen proses belajar mengajar, manajemen penilaian, dan seterusnya.
Visi dan misi yang tidak jelas atau terlalu berat (tidak memiliki sumber
daya dukung/infrastruktur pendidikan) akan membuat usaha warga sekolah
menjadi lepas dari sasaran tujuan visi misi sekolah itu sendiri. Ibaratkan visi
itu seperti sasaran panah. Sedangkan misi adalah anak panahnya. Untuk
memanah tepat sasaran maka si pemanah (guru) harus benar-benar membidikkan
sasaran anak panahnya kepada sasaran samsak panah (tujuan) dengan tepat. Visi
yang terlalu abstarak (tidak mampu dijangkau) dan misi yang terlalu berat tidak
mampu dilaksanakan (kurang menyesuaikan dengan sumber daya dukung yang
ada), akan membuat anak panah yang dilepaskan guru menjadi berhamburan
kemana-mana, tidak tepat sasaran. Stephen R. Covey menggambarkan dalam
bukunya “The Leader In Me” (2013:89), sebagai berikut.
TUJUAN
Misi
Visi
Strategi
Visi misi yang kurang jelas dapat menyebabkan
bidikan panah berhamburan, tidak mengenai
sasaran.
Saya mengutip apa yang ditulis Stephen R. Covey dalam bukunya “The Leader In
Me. (2013:88).” Ia menuliskan bagaimana usaha kepala sekolah membangun
sekolah sukses.
“Muriel Summers (kepala sekolah AB. Combs Elementary. Raleigh
– North Carolina. Amerika Serikat) menggambarkan situasi sekolah
seperti ini mirip serangkaian anak panah yang tersebar secara acak,
6
menunjuk ke berbagai arah. Sebagai sebuah sekolah, mereka tentu
mempunyai banyak program akademis, tapi program itu tidak terikat
pada visi atau tujuan umum sekolah. Masing-masing guru
mempunyai “proyek kesayangan” sendiri, dengan tingkat kesuksesan
berbeda, tapi tidak ada hubungannya dengan target atau strategi
sekolah. Setiap orang hanya melakukan tugasnya sendiri.
Mengapa penulis merasa perlu mengutip tulisan Stephen R. Covey
tersebut? Karena mungkin ada sekolah mengalami hal yang sama dengan yang
beliau tuliskan dalam bukunya. Sekolah hanya tempat belajar, bukan tempat
membentuk kepribadian dan masa depan. Sekolah seperti ini, guru dan siswa
sama-sama datang ke sekolah melakukan kegiatan belajar, “guru mengajar – siswa
belajar,” setelah itu pulang. Sekolah tidak punya mimpi masa depan. Sekolah
tidak punya tujuan. Atau sekolah sudah punya tujuan (visi) tetapi tidak
menyesuaikan dengan daya dukung/infrastruktur yang ada. Arah anak panah yang
tersebar secara acak, tidak mengarah pada sasaran, menunjukkan guru hanya
disibukkan dengan program unggulannya masing-masing. Program-program yang
dibuat guru tidak terikat pada visi misi yang dibangun sekolah. Atau guru malah
tidak punya program sama sekali, sehingga ia tidak dapat mengarahkan anak
panahnya pada sasaran.
Gambar arah panah yang tersebar secara acak tersebut adalah gambaran yang
menunjukkkan kepada kita tentang tiga pertanyaan hal pokok.
1. Apa Visi Sekolah Saya?
Visi adalah tujuan. Salah satu cara melihat visi adalah dari segi “hasil”
tertentu yang ingin dicapai sekolah dalam jangka waktu tertentu. Apakah
cara pandang sekolah dalam memandang cita-cita dan harapannya ke
depan sudah benar? Apakah guru mempunyai cara pandang yang sama
dengan cara pandang sekolah? Untuk menjawab pertanyaan ini sekolah
dan guru perlu mempunyai cara dan fokus pandang yang sama tentang
cita-cita dan harapannya ke depan.
2. Apa Misi Sekolah Saya?
Misi bukanlah tujuan, tetapi misi adalah alasan untuk melakukan
perjalanan. Praktis misi sekolah adalah misi guru dan semua warga
sekolah. Sebaliknya misi guru adalah cerminan dari misi sekolah. Akan
menjadi sangat aneh bila misi sekolah tidak sejalan dengan misi guru.
Atau misi guru tidak sejalan dengan misi sekolah. Apakah semua guru
sudah dan mampu melaksanakan misi tersebut? Kalau belum mampu
dilaksanakan, apa kendalanya? Apa penyebabnya sehingga guru tidak
mampu melaksanakan misi tersebut.?
3. Apa Strategi Sekolah Saya?
Strategi adalah bagaimana sebuah misi dijalankan untuk mencapai visi
sekolah. Strategi boleh beragam yang penting terfokus untuk mencapai
satu tujuan. Guru boleh mempunyai strategi yang berbeda dengan strategi
7
guru lain dalam sekolah yang sama, tetapi fokus tujuannya adalah satu
yaitu visi misi sekolah. Sebagai contoh visi nomor 3: Unggul dalam
memperoleh nilai UAN. Maka strategi belajar yang diterapkan guru
kemungkinan besar akan berbeda antara guru satu dengan guru lain dalam
sekolah yang bersangkutan. Mengapa? Karena karateristik mata pelajaran,
jenis materi yang akan diajarkan pasti berbeda antara mata pelajaran satu
dengan mata pelajaran lain. Masalahnya apakah kita sebagai guru sudah
memahami karakteristik dan filosofi mata pelajaran yang kita ampu?
Apakah kita sebagai guru pernah menganalisis empat jenis materi yakni;
materi berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur? Karena keempat jenis
materi ini memerlukan strategi dan metode yang berlainan. Atau misalkan,
indikator misi nomor 3: Memotivasi dan membekali siswa untuk kreatif,
inovatif, dan menguasai keterampilan TIK. Maka untuk mencapai misi ini
sekolah perlu memiliki laboratorium komputer atau sekurang-kurangnya
siswa memiliki laptop untuk digunakan dalam proses belajar mengajar di
dalam kelas.
Saya merasa yakin tiga pertanyaan pokok di atas, terpendam dalam lubuk hati dan
pikiran guru. Apa mau kita sebenarnya dengan sekolah? Apa program sekolah?
Bagaimana cara kita mencapainya.?
Bagaimana Mencapai Visi dan Misi?
Saya tidak mengajukan sebuah teori tentang bagaimana mencapai visi misi? Saya
juga tidak mengajukan langkah-langkah bagaimana visi misi dilaksanakan. Tetapi
dari refleksi saya selama empat belas tahun menjadi guru, dan ditambah dengan
membaca beberapa buku referensi, saya menyimpulkan cara bagaimana mencapai
visi dan misi sebagai berikut.
1. Sekolah harus tahu dan paham apa yang dimaksud dengan visi misi.
Saya meminjam istilah taksonomi Bloom dalam mengukur hasil belajar.
Bloom mengatakan tingkatan pertama adalah pengetahuan, dalam hal ini
sekolah harus tahu dulu apa visi misi? Setelah itu paham atau
memahami. Dalam hal ini sekolah harus benar-benar memahami
sekolahnya dalam konteks visi misi. Sekolah memahami visi misi sesuai
konteks persekolahan. Setelah itu barulah sampai pada tingkatan yang
ketiga, yakni penerapan atau menerapkan. Menerapkan visi misi sesuai
dengan konteks sekolah.
2. Perjelas tujuan.
Tujuan yang kurang jelas umumnya terjadi karena sekolah meniru visi
sekolah lain tanpa menyesuaikan dengan daya dukung dan konteks
sekolahnya. Atau bisa pula terjadi karena sekolah tidak mampu melihat
visi sekolahnya ke depan.
3. Selaraskan sistem.
Umumnya beberapa sekolah terbiasa dengan pola tradisonal. Menjalankan
kebiasaan apa yang sudah pernah dilakukan pendahulunya dan yang
pernah mereka alami sebelumnya. Sekolah tidak menyelaraskan dengan
sistem yang dibangun. Sekolah hanya berfungsi sebagai tempat belajar.
8
“Sekolah bukan tempat merancang masa depan.” Pernyataan ini harus di
ubah bahwa sekolah adalah “tempat merancang masa depan.” Kepala
sekolah dan guru perlu menyelaraskan sistem untuk mencapai visi misi.
4. Libatkan warga sekolah, terutama guru.
Hambatan sekolah untuk maju dan berkembang justru datang dari internal
sekolah itu sendiri. Paling intens dan sering terjadi adalah hambatan yang
datang dari guru. Setidak-tidaknya inilah yang saya rasakan di lingkungan
sekolah tempat saya mengajar. Banyak guru yang merasa bahwa visi dan
misi itu merupakan tambahan beban kerja yang memberatkan dan menyita
waktu mereka. Pola tradisonal begitu melekat pada diri guru. Sehingga
sulit menerima paradigma baru, sulit menerima perubahan, dan sulit
beradaptasi dengan visi misi sekolah
5. Tetapkan siapa melakukan apa dan siapa bertanggungjawab apa.
Sering terjadi “saya melakukan apa,” “saya harus bagaimana,” “itu bukan
tanggung jawab saya.” Inilah pertanyaan dan pernyataan yang sering
terlontar dari guru. Hal ini terjadi karena kekaburan misi dan manajemen
sekolah “sekolah mau apa.” Manajemen sekolah harus mampu mengatur
siapa melakukan apa dan siapa bertanggungjawab apa. Job description
harus jelas.
6. Bangun komitmen yang kuat antarwarga sekolah.
Untuk membangun sistem sekolah yang baik diperlukan komitmen yang
kuat dari warga sekolah. Yang sering terjadi, secara perlahan sekolah
meninggalkan sistem yang telah dibangun. Artinya sekolah tidak komit
dengan rencana awal dari visi dan misi yang ditetapkan. Mereka tidak
membangun sekolah dengan sistem. Mereka membangun sekolah dengan
budaya yang mereka ciptakan sendiri, di luar sistem yang dibangun.
Contoh:
“Ahh… sudahlah yang penting asal ada”
Suatu kali saya ditanya kepala sekolah. “Kuisioner yang
diminta pengawas sudah selesai, Pak?”
“Belum Pak!” Jawab saya singkat.
“Hhaaa??!.... Mengapa?...”
“Menunggu teman, masih ada yang belum selesai,” Pak.
“Sudahlah...yang penting asal ada, saya aja foto kopi,”
jawab kepala sekolah.”
Penulis tidak ingin mengatakan, apa yang dikatakan kepala sekolah
pada contoh di atas adalah salah. Mungkin kepala sekolah mempunyai
alasan lain, yang tidak ingin dikemukakannya. Sebab, kepala sekolah
sebagai seorang pribadi tentulah tidak lebih dari pada kapasitas-kapasitas
fisik maupun mentalnya. Ia memiliki kemampuan-kemampuan yang
terbatas. Umpamanya dari segi pengetahuan kepala sekolah mengetahui
beberapa hal, tetapi bisa dipastikan lebih banyak lagi hal lain yang belum
diketahuinya. Keterbatasan akan pengetahuan tentu akan tercermin dalam
keterbatasan kemampuan mengadakan responsi pada perkembangan dan
9
tuntutan keadaan. Hal ini mungkin juga terjadi pada banyak sekolah lain.
Cuma sayang ungkapan di atas, kerap terjadi dan berulang pada situasi dan
kondisi lain. Ungkapan “sudahlah...yang penting asal ada, saya aja foto
kopi,” seolah jadi “gayung bersambut “ disalahartikan oleh guru. Guru
mengambil kesempatan. “Yes, merdeka.” Gak perlu repot-repot, cukup
foto kopi – copy vaste.
Kurangnya kemampuan sekolah dalam merespon dan mengimbangi
perkembangan dan tuntutan jaman, ditambah dengan faktor lain seperti di
atas (Budaya foto kopi, copy vaste, dan gak mau repot) menimbulkan
budaya buruk pada sekolah. Akhirnya guru jalan sendiri-sendiri, tanpa
sistem yang jelas.
Mempertahankan idealisme dalam kondisi dan situasi seperti ini memang
agak sulit, karena guru dikelilingi oleh budaya buruk sekolah. Keluar dari
sistem budaya yang buruk juga bukan hal yang mudah. Suara-suara
sumbang akan menerpa kita. “Ahh, lu cari muka aja, tuh lihat, kepala
sekolah aja foto kopi/copy vaste.” Karena itu bangun komitmen yang kuat
untuk mencapai visi misi sekolah.
TUJUAN/VISI MISI SEKOLAH


Siapa melakukan apa
Siapa bertanggungjawab
apa
Arah panah di atas menggambarkan usaha yang dilakukan warga sekolah
lebih terarah kepada tujuan – visi – misi sekolah.
7. Sepakati manajemen keuangan sekolah berdasarkan aturan,
kebutuhan, dan kebijakan.
Manajemen keuangan sekolah memang tidak mempunyai hubungan yang
langsung dalam pencapaian visi misi. Tetapi imbas yang ditimbulkan dari
pengelolaan keuangan yang buruk dapat mengganggu kinerja guru.
Menurut pengalaman saya, masalah pengelolaan keuangan sekolah sangat
peka dan sensitif. Dan hal ini sering membuat sistem yang dibangun
sekolah menjadi kacau. Karena ada rasa ketidakpuasan guru, yang
berakibat pada mental kinerjanya. Manajemen keuangan yang tertutup,
tidak transfaran/samar-samar dapat merusak hubungan intrapersonal guru
dan sekolah.
Sebuah anekdot yang menggambarkan apa yang saya maksud
mengganggu hubungan intrapersonal guru dan sekolah: ada sebagian
kepala sekolah yang tiba-tiba mempunyai tupoksi ganda ketika berkaitan
dengan keuangan sekolah, salah satunya menjadi tukang cuci cetak foto.
Cuci cetak foto hanya bisa dilakukan di ruang tertutup dan gelap, dan
10
biasanya hanya ia yang tahu. 3 x 4 = 10.000 ribu atau 4 x 6 = 15.000 ribu.
Kok bisa??...
Hukum perkalian: 3 x 4 sudah pasti dan disepakati semua orang adalah 12,
begitu pula 4 x 6 hasilnya adalah 24.
“Ahh...itukan hanya cerita lucu, sebuah anekdot. Gak bisa dong dijadikan
generalisasi?”
Memang cerita ini hanyalah sebuah anekdot! Iya, saya juga setuju. Cerita
ini hanyalah sebuah anekdot, tetapi buat saya ini adalah gambaran, serta
sindiran bagaimana pengelolaan keuangan sekolah yang tertutup dan tidak
transfaran.
Saya yakin dan kita tidak bisa menutup mata. Pada sebagian kecil sekolah,
masalah ini terjadi. Syukur kalau sekolah Anda tidak demikian. Seorang
teman (guru SMP) bercerita kepada saya bagaimana pengelolaan
keuangan sekolah tertutup dan tidak transfaran. Hal ini yang membuat
seorang guru lainnya (maaf, sedikit kurang ajar) tidak bisa menahan
emosinya. Guru tersebut mengangkat kursi ingin memukul kepala sekolah.
Untung tidak terjadi, tetapi menimbulkan dampak psikis.
Apa yang terjadi selanjutnya? Bisa ditebak. Hubungan interpersonal yang
dingin, kikuk, dan serba salah antara guru dan kepala sekolah. Anda bisa
membayangkan jika Anda yang mengalami hal tersebut. Dan sayangnya
kepala sekolah selalu menang posisi, karena kegiatan administratif
memerlukan persetujuan tanda tangan kepala sekolah. Sebagai contoh
ketika guru mengusulkan kenaikan pangkat atau DP3, tentu guru
membutuhkan tanda tangan persetujuan kepala sekolah, bukan.? Betapa
kikuknya setelah berseteru, ujung-ujungnya si guru memerlukan
persetujuan atau tanda tangan mengetahui dari kepala sekolah.
Tetapi sebetulnya jika kita benar-benar ingin membangun sekolah,
masalahnya bukan pada posisi. Kepala sekolah tidak perlu merasa
menang (posisional), dan guru tidak perlu merasa selalu kalah
(inposisional). Atau sebaliknya. Kalah – menang bukan orientasi visi misi
sekolah. Semuanya harus kembali kepada visi – misi – tujuan – siapa
melakukan apa? – siapa bertangungjawab apa?
8. Wujudkan sinergi
Setiap guru pasti mempunyai cita-cita dan harapan, tidak memandang
apapun status sekolah mereka. Sekolah besar atau kecil. Sekolah
berstandar nasional atau tidak. Sekolah bermutu atau tidak. Sekecil apapun
guru pasti mempunyai kreativitas, hasrat, kepedulian, atau keinginan
membuat sekolah yang hebat. Namun masalahnya adalah bagaimana
sistem itu berproses. Jika semua warga sekolah sudah berfokus pada siapa
melakukan apa dan siapa bertanggungjawab apa. Jika sudah jelas siapa
melakukan apa dan siapa bertanggung jawab apa, bukan suatu yang
mustahil akan terwujud sinergi dalam mencapai tujuan yang dibangun
sekolah. [ ]
11
Download