bio.unsoed.ac.id

advertisement
I. PENDAHULUAN
Masyarakat dunia mengalami perubahan lingkungan yang sangat ekstrim
dikarenakan peningkatan suhu rata-rata di bumi yang pada akhirnya merubah pola
iklim di bumi. Salah satu isu global yang saat ini sedang terjadi adalah meningkatnya
jumlah Gas rumah kaca yang berada di atmosfer bumi terutama karbon dioksida
(CO2),
methane
(CH4),
dinitro-oksida
(N2O),
perfluorocarbon
(PFC),
hydrofluorocarbon (HFC) dan sulphur hexafluoride (SF6) (Brown et al., 1989).
Berdasarakan jumlah emisinya Sterm (2007), menyatakan bahwa sumber terbesar
emisi berasal dari sektor energi yaitu pembangkit listrik 24%, industri 14%,
trasnpotasi 14%, konstruksi 8%, dan sumber energi lain 5%. Emisi dari sektor non
energi yaitu perubahan lahan termasuk kehutanan 18%, pertanian 14%, dan limbah
3%. Peningkatan jumlah
gas rumah kaca ini bila tidak ditanggulangi diprakirakan
dapat meningkatkan suhu udara sebesar 1,4 - 5,8oC relatif terhadap suhu udara pada
tahun 1990 (Soemarwoto, 1994).
Menurut Freedman et al., (1992) bahwa perubahan kadar gas CO2 di atmosfer
diyakini sebagai akibat aktivitas manusia dalam hal emisi gas CO2 melalui: (i)
pembakaran material yang mengandung karbon (C), dan (ii) konversi ekosisitem
alamiah yang mengandung material karbon tinggi. Emisi gas rumah kaca yang
disinyalir sebagai gas rumah kaca yang paling banyak memberikan kontribusi
terhadap terjadinya pemanasan global adalah gas CO2. Penyebab kenaikan CO2 di
atmosfer adalah tidak berfungsinya hutan dengan baik, Meningkatnya jumlah
penduduk terutama di daerah perkotaan juga berimplikasi terhadap meningkatnya
jumlah konsumsi energi. Salah satu cara untuk mereduksi CO2 di perkotaan adalah
dengan membangun ruang terbuka hijau (RTH) yang meliputi hutan kota, taman
kota, jalur hijau, lapangan olahraga, kebun rumah, ,makam, daerah tangkapan air,
dan taman lingkungan.
bio.unsoed.ac.id
Ruang terbuka hijau sangat penting fungsinya, kecenderungan meminimalkan
adanya ruang terbuka hijau maka akan berdampak terganggunya kestabilan
ekosistem perkotaan juga akan berdampak pada penurunan air tanah, intrusi alir laut,
banjir/genangan, penurunan permukaan tanah, abrasi pantai, pencemaran air seperti
air minum berbau dan mengandung logam berat, pencemaran udara seperti
meningkatnya kadar CO, menipisnya lapisan ozon, pencemaran karbondioksida dan
belerang serta pemandangan suasana yang gersang. Disamping itu terjadi polusi
11
suara atau bunyi berupa tingginya tingkat kebisingan (Rochim dan Syahbana, 2013).
Jalur hijau merupakan daerah hijau sekitar jalur hijau lingkungan permukiman
atau sekitar kota, bertujuan untuk mengurangi pencemaran udara terutama di pada
jalan-jalan perkotaan. Peran penting jalur hijau antara lain sebagai penyerap karbon
yang berdampak positif terhadap upaya penurunan emisi gas rumah kaca. (Carpenter
et al., 1975). Unsur utama jalur hijau berupa vegetasi yang
berfungsi sebagai
pembersih polutan gas pada atmosfir dengan menyerapnya melalui daun. Vegetasi ini
berfungsi sebagai filter hidup yang menurunkan tingkat polusi dengan mengabsorbsi,
detoksifikasi, akumulasi dan atau mengatur metabolisme di udara sehingga kualitas
udara dapat meningkat dengan pelepasan oksigen di udara (Indah 2014).
Komposisi vegetasi merupakan kelompok tumbuh-tumbuhan penyusun suatu
ekosistem yang dapat berupa semak, herba dan pohon yang mempunyai karakteristik
tertentu yang seringkali mengalami perubahan sejalan dengan waktu (Irwan, 2003).
Suatu komposisi vegetasi merupakan asosiasi nyata dari semua spesies tumbuhan
yang menempati suatu habitat. (Indriyanto, 2005). Struktur dan komposisi vegetasi
tumbuhan merupakan faktor penting yang mempengaruhi perpindahan aliran materi,
energi dan keanekaragaman hayati. Vegetasi adalah kumpulan dari beberapa jenis
tumbuh-tumbuhan yang tumbuh bersamaan pada satu tempat di mana antara individu
penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun
dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. (Ruslan,
1986).
Tumbuhan memerlukan cahaya sebagai sumber energi untuk melakukan
fotosintesis. Pohon atau tanaman menjadi satu-satunya makhluk hidup dan bahkan
alat yang dapat menyerap gas karbondioksida untuk diubah menjadi oksigen. Seperti
diketahui, karbondioksida adalah salah satu gas rumah kaca yang persentasenya
terbesar di atmosfer bumi. Tumbuhan melakukan fotosistesis untuk membentuk zat
bio.unsoed.ac.id
makanan atau energi yang dibutuhkan tanaman tersebut. Dalam fotosintesis tersebut
tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dan air yang kemudian di ubah menjadi
glukosa dan oksigen dengan bantuan sinar matahari. Semua proses ini berlangsung di
klorofil (Adiatsari, 2013). Kemampuan tanaman menyerap karbondioksida akan
berbeda-beda, banyak faktor yang mempengaruhi daya serap karbondioksida
diantaranya ditentukan oleh mutu klorofil, luas keseluruhan daun, umur daun, dan
fase pertumbuhan tanaman. Selain itu, pohon-pohon yang berbunga dan berbuah
2
memiliki kemampuan fotosintesis yang lebih tinggi sehingga mampu sebagai
penyerap karbondioksida yang lebih baik. Faktor lainnya yang ikut menentukan daya
serap karbondioksida adalah suhu, sinar matahari, dan ketersediaan air (Simpson dan
McPherson, 1999).
Atas dasar hal tersebut di atas, perlu mengetahui komposisi pohon pelindung dan
daya serap karbon dioksida jalur kota di Purwokerto. Adapun permasalahannya
adalah sebagai berikut: Apa saja komposisi pohon pelindung jalur hijau kota di
Purwokerto, bagaimana daya serap karbondioksida pohon pada jalur hijau kota di
Purwokerto. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui komposisi pohon pelindung
jalur hijau kota di Purwokerto, dan mengetahui daya serap pohon pada jalur hijau
kota di Purwokerto terhadap karbon dioksida
bio.unsoed.ac.id
3
Download