vis vitalis - Biologi Unas

advertisement
ISSN 1978-9513
V I S V I TA L I S
V I S V I TA L I S
Jurnal Ilmiah Biologi
Jurnal Ilmiah Biologi
Volume 01, Nomor 2, September 2008
VIS VITALIS
Volume 01 Nomor 2, September 2008
DAFTAR ISI
Judul Tulisan
Halaman
Industri berbasis keanekaragaman hayati, masa depan Indonesia
1 - 12
Endang Sukara dan Imran SL Tobing
Mikroba, dari habitat ke industri
13 - 18
Yulneriwarni
Aktivitas beberapa peptida kadherin sintetik dalam menghambat
reagregasi sel
19 - 28
Ernawati Sinaga, Usman SF Tambunan,
dan Teruna J Siahaan
Keanekaragaman morfologi dan anatomi Pandanus (Pandanaceae)
di Jawa Barat
29 - 44
Sri Endarti Rahayu dan Sri Handayani
Fermentasi kefir dari susu kacang kacangan
45 - 54
Fratiwi, Yulneriwarni dan Noverita
Pemanfaatan jerami padi dan alang-alang dalam fermentasi etanol
menggunakan kapang Trichoderma viride dan
khamir Saccharomycess cerevisiae
55 - 62
Iris Mustika Sari, Noverita dan Yulneriwarni
Manajemen kawasan dalam upaya konservasi sumberdaya alam hayati
63 - 70
Imran SL Tobing
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
ISSN
9
771978
1978-9513
951328
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008
MANAJEMEN KAWASAN DALAM UPAYA KONSERVASI
SUMBERDAYA ALAM HAYATI
Imran SL Tobing
Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta
ABSTRAK
Penerapan prinsip-prinsip biomanajemen dalam pemanfaatan dan aspek konservasi
lainnya sudah menjadi keharusan untuk dilaksanakan. Tanpa penerapan prinsip-prinsip
kesinambungan dalam pengelolaan, maka upaya mempertahankan nilai-nilai hidupan
dan kawasan agar tetap sinambung tidak akan dapat terwujud. Pengelolaan suatu
kawasan (sumberdaya alam) harus berlandaskan pada konsep-konsep ekologis dan
sosiologis; bila tidak, pengelolaan dengan segala aktivitas yang dilakukan akan dapat
saling berbenturan (kepentingan) sehingga dinamisasi sistem dalam kawasan tidak
akan berlangsung dengan baik. Dalam perencanaan maupun tindakan pengelolaan;
jangan hanya ditetapkan berdasarkan pendapat para ahli dan/atau para pengambil
keputusan; tetapi harus berdasarkan pengetahuan empiris yang dikembangkan dan
disesuaikan dengan kondisi lokal
Kata kunci : manajemen, konservasi, sumberdaya alam
PENDAHULUAN
Kawasan hutan di Indonesia telah
banyak mengalami degradasi; beberapa
bahkan telah rusak sama sekali; banyak
spesies yang ter-ancam kepunahan, atau
bahkan telah punah. Hal ini terjadi karena
pemanfaatan (eksploitasi) yang dilakukan
hanya berorientasi untuk kepentingan kini
dan pribadi; belum berorientasi untuk
kepentingan kini dan masa datang serta
ummat manusia; sesuai prinsip konservasi.
Kerusakan dan penurunan kualitas
kawasan (lingkungan) serta reduksi sumber
daya alam hayati yang terus terjadi harus
segera ditangani secara serius. Oleh karena
itu,
penerapan
prinsip-prinsip
biomanajemen yang baik dalam pemanfaatan
dan aspek konservasi lainnya sudah
menjadi keharusan untuk dilaksanakan.
Tanpa penerapan prinsip-prinsip kesinambungan dalam pengelolaan, maka upaya
mempertahankan nilai-nilai hidupan dan
Tobing, ISL
kawasan (keanekaragaman hayati) agar
tetap sinambung tidak akan dapat terwujud.
Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini
akan mengemukakan beberapa hal yang
dianggap dapat dijadikan sebagai dasar
pertim-bangan dalam upaya manajemen
kawasan dan sumber daya alam, agar nilainilainya dapat terus berkesinambungan.
PRINSIP-PRINSIP UMUM
A. Konsep dasar
Pengelolaan
suatu
kawasan
(sumberdaya alam) harus berlandaskan
pada
konsep-konsep
ekologis
dan
sosiologis; bila tidak, pengelolaan dengan
segala aktivitas yang dilakukan akan dapat
saling berbenturan (kepentingan) sehingga
dinamisasi sistem dalam kawasan tidak
akan berlangsung dengan baik.
63
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008
Dalam konsep ekologi; semua
komponen yang ada dalam lingkungan
adalah saling ter-gantung / pengaruh
mempengaruhi; tidak ada satu komponenpun yang dapat berdiri sendiri tanpa
terpengaruh dan mempengaruhi komponen
lain; baik itu komponen biotik (hidupan)
maupun komponen abiotik (fisik). Namun
demikian, hubungan antar komponen mempunyai keeratan yang bervariasi. Jadi, bila
mengelola suatu spesies hidupanliar;
pertimbangan pemilih-an metoda tidak
hanya tergantung pada kebaikan spesies itu
semata, tetapi juga harus memperhitungkan
dampaknya terhadap spesies lain. Karena
bila tidak, dampak yang terkena pada
spesies lain akan juga mempengaruhi
spesies yang sedang dikelola nantinya.
Apalagi bila yang dikelola adalah kawasan
(multi spesies) maka semua faktor harus
dipertimbangankan dalam perenca-naan dan
tindakan pengelolaan.
Secara sosiologis, semua aktivitas
dalam pengelolaan serta hasil akhir yang
akan dicapai, yang tertuang dalam tujuan,
sedapat mungkin tidak akan merugikan
masyarakat (upayakan agar menguntungkan
masyarakat), terutama masyarakat di sekitar
kawasan yang akan dikelola. Masyarakat
harus dilibatkan dalam pengelolaan, upayakan dalam posisi yang sejajar, bukan
sebagai hubungan antara atasan dan
bawahan.
Semua aktivitas pengelolaan harus
difahami oleh masyarakat; sehingga tugas
pengelola tidak hanya merencanakan dan
memani-pulasi atau proteksi kawasan (dan
sumberdaya alam) tetapi juga menginformasikan ke masyarakat. Bila masyarakat
tidak memahami aspek-aspek pengelolaan
yang akan dilakukan, maka mereka tidak
akan mendukung upaya pengelolaan.
Dukungan dari instansi-instansi
terkait, pemerintan (daerah), dan LSM juga
sangat diperlukan, sehingga aspek-aspek
pengelolaan sedapat mungkin sejalan
dengan pembangunan dan peningkatan
Tobing, ISL
potensi daerah. Dalam pengelolaan-pun
seharusnya semua instansi-instansi tersebut
dilibatkan; sehing-ga dalam perencanaan
sangat diperlukan mengidentifikasi instansi
dan/atau kelompok masyarakat mana saja
yang berkepentingan dalam pengelolaan
kawasan.
Dalam
perencanaan
maupun
tindakan pengelolaan; jangan hanya
ditetapkan berdasarkan pendapat para ahli
dan/atau para pengambil keputusan; tetapi
harus berdasarkan pengetahuan empiris
yang dikem-bangkan dan disesuaikan
dengan kondisi lokal. Jadi; sebelum pelaksanaan, kita sudah yakin akan pengaruh
manipulasi (berdasarkan fakta/informasi
yang ada) yang akan dilakukan; karena
kalau keliru memanipulasi atau keliru memprakirakan dampak, maka yang terjadi
bukan perbaikan kawasan tetapi akan dapat
bertambah rusak.
B. Tujuan umum
Secara umum manajemen suatu
kawasan dilaksanakan dengan tujuan,
1. Memperbaiki kawasan yang rusak
(terdegradasi)
untuk
memulihkan
kondisi sumber daya alam hayati
2. Mengontrol (menurunkan) popu-lasi
suatu spesies yang terlalu melimpah dan
keluar dari kawasan konservasi tertentu,
agar tidak mengganggu ling-kungan
lain (manusia)
3. Menjaga (proteksi) suatu ka-wasan agar
proses ekologi dapat berlangsung secara
alami, se-hingga sumberdaya alam
hayati tetap terpelihara
4. Mengeksploitasi
suatu
kawasan
(sumberdaya alam hayati) untuk
dimanfaatkan dalam berbagai bidang
berdasarkan prinsip kesinambungan
hasil
Tujuan-tujuan tersebut dapat lebih
difokuskan pada jenis kawasan yang akan
64
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008
dikelola dan hasil akhir yang diharapkan,
sehingga menjadi spesifik dan dijadikan
sebagai arah dalam pengelolaan. Manajemen yang baik adalah yang berorientasi
pada tujuan; dan tujuan yang telah
ditetapkan (untuk memecahkan masalah)
harus dapat dicapai. Oleh karena itu,
sebelum melaksanakan pengelolaan, tujuan
dan kehendak (keinginan) yang
telah
ditetapkan dikaji (review) kembali untuk
meyakinkan apakah tujuan tersebut merupakan sesuatu yang memung-kinkan
untuk dicapai (feasibel).
Pengkajian tentang fisibilitas tujuan
atau kehendak dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi jawab-an atas pertanyaan
berikut,
1. Apa hasil yang diharapkan. Hasil-hasil
(output) apa (saja) yang diinginkan
untuk dicapai dalam proyek yang akan
dilaksanakan ?
2. Bagaimana caranya (yang terbaik).
Cara / metode apa saja yang dapat
diterapkan untuk memperoleh hasilhasil yang diinginkan tersebut. Pilih
(tetapkan) cara terbaik (yang paling
memungkinkan) untuk diterapkan.
3. Berapa lama akan tercapai. Tetapkan
target waktu yang diperlukan untuk
memperoleh hasil yang diinginkan.
4. Apa saja kendala. Kendala-kendala apa
saja yang kemungkinan akan menghambat (mem-perlambat) tercapainya hasil.
Identifikasi berbagai cara untuk menghilangkan kendala-kendala tersebut.
5. Apakah keuntungan melebihi kerugian.
Perhitungkan keun-tungan-keuntungan
dan kerugian kerugian yang akan timbul
dengan pelaksanaan proyek.
Suatu
proyek dapat dilaksanakan bila keuntungan lebih besar dari kerugian.
Keuntungan dan keru-gian tidak hanya
ditinjau dari aspek ekonomi saja tetapi
juga dari aspek ekologi.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah saling tergantung satu sama lain; bila
Tobing, ISL
ada satu jawaban yang tidak memungkinkan maka tujuan (target) pengelolaan tidaklah feasibel, sehingga pengelolaan sebaiknya tidak usah dilaksanakan.
Berdasarkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut; rumuskan kembali
tujuan dan aktivitas-aktivitas yang akan
dilaksanakan dalam pengelolaan. Rumusan
tujuan harus nyata dan merupakan fakta
secara ekologis serta dapat tercapai pada
selang waktu yang sudah tertentu
Berhasil atau tidaknya pengelolaan
dapat dinilai dengan membandingkan
outcome (hasil yang diperoleh) dengan
tujuan. Kriteria keberhasilan / kegagalan
harus telah ditentukan dalam perencanaan
dengan menetapkan target-target yang akan
dicapai secara nyata (kuantitatif). Bila
tidak ada kriteria untuk penilaian, maka
pengelolaan yang dilakukan seolah-olah
selalu berhasil; dan bila tidak berhasil
(gagal) pun selalu dicari alasan yang
menjadi penyebab (umumnya penduduk)
tidak tercapainya tujuan.
MANAJEMEN KEANEKARAGAMAN HAYATI
A. Tujuan
Manajemen keanekaragaman hayati
secara umum bertujuan untuk memelihara
dan mempertahankan sumberdaya alam
hayati agar dapat s dimanfaatkan secara
terus menerus.
B. Tindakan
1. Perlindungan kawasan
Penetapan kawasan-kawasan perlindungan (seperti Cagar Alam, Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, dll.) dimaksudkan tidak hanya untuk melindungi
sumberdaya alam tetapi juga melindungi
ekosistem secara keseluruhan.
Status
65
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008
kawasan perlindungan yang berbeda,
mempunyai sistem manajemen bervariasi
sesuai dengan tujuan utama penetapan
kawasan perlindungan.
Penetapan suatu kawasan perlindungan sangat ditentukan oleh potensi dasar
kawasan; selanjutnya, kesinambungan nilainilai dalam kawasan akan dipengaruhi oleh
proses awal dalam mendesain kawasan
perlindungan. Secara umum; kawasan yang
luas akan lebih baik dari yang sempit;
banyak lebih baik dari sedikit; berhubungan
lebih baik dari yang terisolasi; dan
berkelompok lebih baik dari linier.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut; keberadaan koridor antar kawasan
(terutama kawasan kecil) perlu dipertimbangkan. Keberadaan koridor tidak hanya
mempunyai keuntungan potensial tetapi
juga dapat merugikan, sehingga pem-buatan
koridor harus diperhitungkan dengan baik.
Keuntungan potensial koridor antara lain
adalah : meningkatkan kekayaan spesies,
ukuran populasi, dan memperkecil kemungkinan inbreeding, serta memperluas daerah
jelajah.
Sebaliknya kerugian adanya koridor
antara lain adalah sebagai jembatan
masuknya spesies yang tidak diinginkan ke
dalam kawasan, jembatan kebakaran, serta
memerlukan biaya tinggi dan berpotensi
menimbulkan konflik dengan strategi
penggunaan lahan secara konvensional.
2. Perlindungan spesies
Perlindungan kawasan tidak selalu
sama dengan perlindungan spesies, karena
akan lebih terfokus pada spesies target yang
umumnya merupakan spesies endangered.
Perlindungan spesies difokuskan untuk
meningkatkan daya dukung dan menurunkan faktor-faktor pembatas bagi perkembangan suatu spesies. Manipulasi dapat
dilakukan dengan meningkatkan sumber
pakan, sarana berkembang biak, menurunkan predator dan kompetitor, dll.; sehingga
Tobing, ISL
spesies yang dikelola lebih berkemungkinan berkembang.
Antar spesies yang berbeda, model
manajemen juga dapat berbeda. Spesies
yang secara alami hidup di hutan primer,
seperti owa (Hylobates spp.) akan sangat
terancam bila terjadi degradasi hutan
sebagai habitat, sehingga bila tindakannya
adalah pengelolaan habitat, maka arah
pengelolaan adalah agar suksesi hutan
menjadi klimaks (hutan primer). Lain
halnya bila yang dikelola adalah banteng
(Bos spp.), suksesi habitat justru harus
diarahkan agar tetap dalam tahap awal
(padang rumput) sehingga penebangan
pohon/semak justru harus dilakukan agar
kawasan tidak berubah menjadi primer.
Perlindungan spesies tidak hanya
dilakukan di dalam kawasan konservasi,
tetapi juga di luar kawasan konservasi.
Spesies-spesies yang dilindungi secara
hukum, walaupun berada di luar kawasan
konservasi, tetap tidak boleh dieksploitasi.
MANAJEMEN
KAWASAN LINDUNG
A. Tujuan
Manajemen kawasan lindung secara
umum bertujuan untuk,
1. Mempertahankan proses-proses ekologis dalam kawasan lindung berlangsung
secara alami
2. Melindungi hidupan dengan memanipulasi habitat untuk meningkatkan daya
dukung
3. Memanfaatkan sumberdaya alam yang
ada dalam kawasan dengan prinsip
kelestarian
B. Tindakan
1. Perlindungan : dilakukan dengan
proteksi faktor-faktor eksternal (faktor-
66
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008
faktor yang berasal dari luar kawasan)
agar tidak berpengaruh ke dalam
kawasan; seperti pada kawasan Cagar
Alam dan zona inti taman nasional
2. Memanipulasi (memperbaiki) kondisi
lingkungan untuk meningkatkan daya
dukung kawasan sebagai habitat
hidupan
3. Memodifikasi dan/atau menggolongkan
kawasan untuk berbagai peruntukan
yang saling menunjang satu sama lain
dalam suatu keserasian
4. Pengendalian populasi yang keluar
(berlimpah) dari kawasan lindung.
Secara alami populasi berlimpah tidak
akan terjadi karena perkembangan
populasi akan berinteraksi dengan daya
dukung (kondisi habitat) dalam proses
yang dinamis. Kondisi seperti ini hanya
terjadi karena campur tangan manusia
(menurunkan kuantitas dan kualitas
habitat) yang menyebabkan terganggunya daya dukung kawasan (habitat),
sehingga satwaliar keluar dari kawasan
karena kebutuhan hidupnya sudah tidak
terpenuhi di dalam kawasan. Kasus
seperti ini, misalnya, terjadi pada gajah
(Elephas maximus) yang dianggap telah
over populasi di berbagai kawasan di
pulau Sumatera, sehingga keluar dari
kawasan; padahal, ini terjadi karena
tingginya konversi hutan sebagai habitat
gajah.
Spesies yang keluar dari
kawasan harus dikendalikan karena
tidak saja akan berakibat buruk terhadap
spesies tersebut tetapi juga akan
mempengaruhi spesies lain. Tindakan
pengelolaan dapat dilakukan dengan :
translokasi (ditangkap dan dipindahkan
ke kawasan lain), pengendalian hayati
(seperti meningkatkan kelimpahan
pakan dan kebutuhan lainnya), atau
seleksi
(melakukan
pengurangan
terhadap individu-individu yang lemah
dan kurang potensial), atau dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan
Tobing, ISL
MANAJEMEN
KAWASAN PRODUKSI
A. Tujuan
Agar hasil dapat terus berkesinambungan, dan fungsi lingkungan tetap terjaga
B. Tindakan
1. Pengelolaan dampak; memaksimalkan
dampak positif dan meminimalkan
dampak negatif
2. Eksploitasi berdasarkan kesinambungan
hasil (sustainable yield) yang dapat
ditentukan berdasarkan,
Tingkat pertumbuhan maximum
(bila populasi telah relatif stabil,
baru boleh dipanen).
Pertambahan populasi (jumlah yang
dipanen disesuaikan dengan pertambahan populasi); yang dipanen
hanya riapnya saja.
Hubungan antara hasil dan usaha
penangkapan (bila dalam usaha
yang sama hasil penangkapan menurun, maka stop eksploitasi). Ini
hanya dapat dilakukan pada spesies
yang perkembangan populasinya
relatif cepat; seperti ikan, beberapa
spesies burung, dan mamalia kecil.
3. Sistem penebangan
Penebangan selektif : hutan/ tegakan
yang tersisa adalah yang nonekonomis; yang justru dapat
menghambat perkembangan spesies
/ tegakan yang bernilai ekonomis.
Sebaiknya (mungkin ?) penebangan
juga dilakukan terhadap spesies
yang non-ekonomis, sehingga perkembangan setiap spesies dapat
berlangsung bersama-sama. Seleksi
berdasarkan
ukuran
(diameter
pohon) akan memberi kesempatan
pada tegakan kecil untuk berkembang.
67
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008
Rotasi penebangan dilakukan untuk
memberi kesempatan perkembangan
secara bertahap, dan mempertahankan fungsi ekologi kawasan
Penyulaman dilakukan terhadap
spesies yang ditebang dan lokasilokasi yang rusak
Mempertahankan zona riparian
untuk kepentingan ekologi
Menyisakan sebagian kawasan
sebagai hutan lindung sebagai
tempat perkembangan utama satwaliar, dan untuk tata air.
MANAJEMEN SUNGAI
A. Tujuan
Pengelolaan
sungai
terutama
dilakukan untuk menjaga sumber air agar
tetap
konstan
dan
terhindar
dari
pencemaran
B. Tindakan
1. Penetapan hutan lindung (umumnya di
hulu sungai) dan perlindungan daerah
riparian untuk konservasi air, terutama
pada lokasi-lokasi rawan erosi, sungai
rawan banjir, ketersediaan air secara
musiman, dan sungai yang mempunyai
kepen-tingan sosioekonomi bagi masyarakat.
2. Manipulasi daerah aliran sungai yang
rusak dengan revegetasi untuk menstabilkan tanah (mencegah erosi) dan
menahan air (hujan). Harus sesegera
mungkin dilaksanakan; terutama di
daerah-daerah dengan kondisi tanah
tidak stabil dan daerah lereng-lereng.
3. Kontrol
pencemaran;
melaku-kan
tindakan-tindakan
yang
berfungi
mencegah masuknya bahan pencemar
(sampah rumah tangga dan industri)
serta yang bersifat anthropogenik.
Tobing, ISL
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Sumberdaya alam hayati merupakan
modal dasar dalam pembangunan yang
harus dimanfaatkan dengan prinsipprinsip manajemen yang berkesinambungan untuk mendukung kehidupan
dan kesejahteraan manusia
2. Landasan utama manajemen kawasan
dan sumberdaya alam hayati adalah
konsep ekologis dan sosiologis; serta
segala aktivitas ditentukan berdasarkan
pengetahuan empiris
3. Manajemen yang baik adalah yang
berorientasi pada tujuan; dan rumusan
tujuan harus nyata dan merupakan fakta
secara ekologis dan dapat dicapai dalam
waktu tertentu
4. Perlindungan (proteksi) kawasan dan
sumberdaya alam hayati merupakan
langkah awal yang dilakukan untuk
memelihara stok sumberdaya alam
hayati agar nilai-nilai kawasan dan
sumberdaya
alam
hayati
dapat
terpelihara
5. Manipulasi habitat (kawasan) dilakukan
untuk meningkatkan daya dukung agar
sumberdaya alam hayati berada dalam
keseimbangan yang dinamis
6. Eksploitasi sumberdaya alam hayati
harus didasarkan pada dinamika populasi, sehingga ekosistem tidak kehilangan
kemampuan memperbaiki diri
7. Dampak eksploitasi harus dikelola
dengan memaksimalkan dampak positif
dan meminimalkan dampak negatif;
dampak negatif yang bersifat irreversibel harus dihindari
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. Pengelolaan Satwaliar. Jilid I.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.
Institut Pertanian Bogor. 1990.
68
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008
Alikodra HS. Pengembangan kawasan Cagar
Alam Gunung Halimun Jawa Barat. h. 1219 In : B. Ryadisoetrisno (Ed). Konservasi
dan Masyarakat. Diskusi dan rumusan
workshop Keanekara-gaman hayati TNGH,
Jabar. BScC, CUSO. 1992.
Grumbine RE. Ghost Bears : Exploring the
biodiversity crisiss.
Washing-ton DC,
Island Press. 1992.
Bailey JA. Principles of Wildlife Management.
John Wiley & Sons. New York. 1994.
Grumbine RE. What is ecosystem management
? Conservation Biology 8 (1): 27–38.
1994.
Harmon D.
Coordinating Research and
Management to Enhance Protected Areas.
Published by IUCN – The World
Conservation Union in Collaboration with
The George Wright Society Science and
Management
of
Protected
Areas
Association Commission of the European
Union. 1994.
Brockelman WY and DJ Chivers.
Gibbon
conservation : Looking to the future. h. 312. In: H. Preuschoft, D. J. Chivers, W. Y.
Brockelman and N. Creel, (Eds.) The
Lesser Apes. Evolutionary and Behavioural
Biology. Edinburgh University Press. 1984.
Heywood VH and SN Stuart.
Species
extinction in tropical forests. h. 91 - 117.
In: Whitmore TC and JA Sayer (Eds.).
Tropical Deforesta-tion and Species
Extinction. Chapman and Hall, London.
1992.
Caughley G and ARE Sinclair.
Ecology and Management.
Science. Cambridge. 1994.
Johns AD. Species conservation in managed
tropical forests, h. 16-53. In: Whitmore TC
and JA Sayer (Eds.).
Tropical
Deforestation and Species Extinction.
Chapman and Hall. London. 1992.
Alikodra HS. Pengelolaan Satwaliar. Jilid II.
Diperbanyak oleh Pusat Antar Universitas
Institut Pertanian Bogor, bekerja sama
dengan Lembaga Sumberdaya Informasi.
Institut Pertanian Bogor. 1993.
Wildlife
Blackwell
Chivers DJ. Feeding and ranging in Gibbons :
A Summary. h. 267-281. In: H Preuschoft,
DJ Chivers, WY Brockelman and N Creel
(Eds,). The Lesser Apes. Evolutionary and
Behavioural Biology. Edinburgh University
Press. 1984.
Johns AD and JP Skorupa. Responses of rainforest primates to habitat disturbance: A
Review. Internat. Journal of Primatology,
8 (2) : 157-187. 1987.
Clark
AB.
Individual
variation
in
responsiveness to environmental change.
h.92-110. In : HO Box (Ed.) Primate
Responses to Environmental Change.
Chapman and Hall, London. 1991.
Lee PC. Adaptations to environmental change :
an evolutionary perspec-tive. h. 39-56. In :
Box HO (Ed.). Primate Responses to
Environmental Change. Chapman and Hall,
London. 1991.
Cunningham
WP
and
BW
Saigo.
Environmental Science. A Global Concern.
Wm.C. Brown Publishers.
Bogota.
Boston. 1995.
MacKinnon JR, K MacKinnon, G Child and J
Thorsell.
Pengelolaan Kawasan yang
Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah
Mada University Press. 1993.
Dawkins MS. Unravelling Animal Behaviour.
Second Edition. Longman Scientific &
Technical.
Produced by Longman
Singapore Publishers (Pte) Ltd. Printed in
Singapore. 1995.
Norton B. A new paradigm for environ-mental
management. h. 23 – 41. In : Costanza . et
al (Eds.). Ecosystem Health. Washington
DC, Island Press. 1992.
Tobing, ISL
69
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008
Noss RF and A Cooperrider. Saving Natures
Legacy : Protecting and restoring
biodiversity. Washington DC. Defanders
of Wildlife and Island Press. 1994.
Pianka ER.
Evolutionary Ecology. Third
Edition. Harper & Row, Publishers New
York. 1983.
Primack RB, J Supriatna, M Indrawan dan P
Kramadibrata.
Biologi Konservasi.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 1998.
Ramono WS and H Suprahmah. Elephant
conservation and management in South
Sumatra. h.
211-215.
In :
The
Conservation
and
Management
of
Endangered Plants and Animals. SeameoBiotroph. 1987.
Tobing, ISL
Soemarwoto O. Analisis Dampak Ling-kungan.
Gadjah Mada University Press. 1992.
Sutherland WJ. The Conservation Handbook.
Research, management and policy.
Balckwell Science. 2000.
Whitmore TC and JA Sayer. Deforestation and
species extinction in tropical moist forest.
h. 1-14. In: Whitmore TC and JA Sayer
(Eds.). Tropical Deforesta-tion and Species
Extinction. Chapman and Hall. London.
1992.
WRI, IUCN, UNEP.
Strategi Keanekaragaman Hayati Global. Panduan bagi
tindakan untuk menyelamatkan, mempelajari, dan memanfaatkan kekayaan biotik
bumi secara berkelanjutan dan seimbang.
1995.
70
Download