Pembelajaran Kontekstual

advertisement
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
DAN PENERAPANNYA DALAM KBK
Dr. Nur Hadi, Dkk.
BAB I
PEMBARUAN PENDIDIKAN
Sebuah Tuntutan
A. Mengapa Perlu Pembaruan
Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan, oleh
karena itu, pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan Nasional yang diharapkan dapat menaikkan harkat dan
martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai itu, pendidikan harus adaptif dan
terhadap perubahan zaman.
Memasuki abad ke- 21 ini, keadaan sumber daya manusia kita sangat
tidak kompetitif, menurut catatan Human Development Report tahun 3003
versi UNDP, peringkat HDI (Human Development Index) atau kualitas sumber
daya manusia Indonesia berada diurutan 112. Indonesia jauh berada dibawah
Filipina (85), Thailand (74), Malaysia (58), Brunai (31), Korsel (30), Singapira
(28).
Interbational
Education
Achievement
(IEA)
melaporkan
bahwa
kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada diurutan 38 dari 39 Negara
yang disurvei. Sementara itu, Third Matemathics and science study (TIM 55),
lembaga
yang
mengukur
hasil
pendidikan
didunia,
melaporkan
bahwa
kemampuan mamtematika siswa SMP kita berada diurutan ke- 34 dari 38
negara, sedangkan kemampuan LPA siswa SMP kita berada diurutan ke- 32 dari
38 negara. Jadi keadaan pendidikan kita memang memprihatinkan. Untuk itu,
pembaruan pendidikan harus terus dilakukan.
Dalam konteks pembarua pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu
disoroti, yaitu pembaruan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan
efektifitas metode pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus konfrehensif dan
renponsif terhadap dinamika sosial, relevan, tidak overload, dan mampu
mengakomodasikan keragaman keperluan dan kemajuan tegnologi. Kualitas
pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan.
Dan secara mikro, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran
yang efektif dikelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa. Ketiga hal itulah
yang sekarang menjadi fokud pembaruan pendidikan Indonesia.
B. Pembaruan Dalam Bidang Kurikulum
Berbagai usaha telah dilakuakan DEPDIKNAS untuk mempernaiki mutu
pendidikan Nasional. Salah satunya adalah berbasis kompetensi (KBK), sebagai
penyempurnaan
kurikulum
Penyempurnaan kurikulum
sebelumnya,
yang
cenderung
content-based.
memang harus dilakuakan untuk merespons
tutuntan terhadap kehidupan kehidupan berdemokrasi, globalisasi dan otonomi
daerah. Diera yang aka datang, fungsi pendidikan diperluan mencakup hak
asasi manusia
yang mendasar, modal ekonomi, sosial dan politik; alat
pemberdayaan kelompok yang kurang beruntung , landasa budaya damai dan
sebagai jalan utama menuju masyarakat belajar sepanjang hayat.
Atas dasar pemikiran diatas, kurikulum perlu dikembangkan dengan
pendekatan berbasis kompetensi, agar lulusan pendidikan nasional memiliki
keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu Nasional dan
internasional. Sistem pendidikan nasional harus dapat merespon secara proaktif
berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, tegnologi, dan seni serta
program pembelajarannya terhadap kepentingan daerah dan karakteristik
peserta didik serta tetap memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum
yang berdiversifikasi.
Dilihat
dari
tujuannya,
kurikulum
berbasis
kompetensi
ini
ingin
memusatkan diri pada pengembangan seluruh kompetensi siswa. Dengan KBK
akan dibawa memasuki kawasan pengetahuan maupun penerapan pengetahuan
yang didapatkan melalui pembelajaran. Selama ini hasil pendidikan hanya
nampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak siswa
mampu menyajikan tingkatan hafalan yang baik terhadap materi yang
diterimanya.
Tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara
mendalam subtansi materinya.
C. Megapa Pembelajaran Kontekstual
Pola pikir sentralistik, dan uniformistk mewarnai pengemasan dunia
pendidikan kita keputusan selalu dilaksanakan berdasarkan hierarky-birokrasi.
Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara
alamiah. Belajar akan lebih berma’na jika anak “mengalami” sendiri apa yang
dialaminya, bukan “mengetahui” -nya. Pembelajaran yang berorientasi target
penguasaan materi terbukti berhasil dari kompetensi “mengingat” jangka
pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam
kehidupan jangka panjang, pendekatan kontekstual (contextual teaching abd
learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari karakteristiknya
memenuhi harapan itu.
Alasan mengapa pembelajaran kontekstual dikembangka sekarang ini:
a. penerapan
kontek
budaya
dalam
pengembangan
silabus,
penyusunan buku pedoman guru, dan buku teks akan mendorong
sebagian siswa untuk tetap tertarik dan terlibat dalam kegiatan
pendidikan.
b. penerapan
penyusunan
konteks
buku
sosial
dalam
pedoman,
dan
pembangunan
buku
teks
yang
silabus,
dapat
meningkatkan
kekuatan
masyarakat
memungkinkan
banyak
anggota masyarakat untuk mendiskusikan berbagai isu yang dapat
berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat.
c. penerapan
konteks
personal
yang
dapat
meningkatkan
keterampilan komunikasi, akan membantu lebih banyak siswa
untuk secara penuh terlibat dalam kegiatan pendidikan dan
masyarakat.
d. penerapan
konteks
peningkatan
ekonomi
kesejahteraan
akan
sosial
berpengaruh
politik
dapat
terhadap
meningkatkan
kesejahteraan sosial.
e. Penerapan konteks politik dapat meningkatkan pemahaman siswa
tentang
berbagai
isu
yang
dapat
berpengaruh
terhadap
masyarakat.
D. Apakah Pemdekatan Konstektual Itu
Pendekatan konstektual merupakan suatu konsep belajar dimana guru
menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa
membuat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya
dalam
kehidupan
mereka
sebagai
anggota
keluarga
dan
masyarakat. Hasil pembekajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk
memecahkan
persoalan,
berfikir
kritis
danmelaksanakan
observasi
serta
menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks itu,
siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa
mereka dan bagaimana mencapainya.
Kontekstual hanyalah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi
pembelajaran
yang
lain,
konstektual
dikebangkan
dengan
tujuan
agar
pembelajaran berjalan lebih produktif danbermakna. Pendekatan konstektual
dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.
BAB II
HAKIKAT PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
A. Latar Belakang
Penerapan pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat bermula dari
pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916
mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan
dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual
berakar dari paham progresivisme John Dewey. Intinya siswa akan belajar
dengan baik apabila apa yangmereka pelajari berhubungan dengan apa yang
mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif
dalam proses belajar di sekolah.
Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif melatar belakangi
pula filosofi pembelajaran kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik apabila
mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan
untuk menemukan sendiri.
Melalui landasan konstruktivisme “CTL”dipromosikan menjadi alternatif
strategi belajar yang baru. Melalui strategi “CTL” siswa diharapkan belajar
melalui mengalami, dengan menghafal. Menurut filosofi konstruktivisme,
pengetahuan berdifat non-obyektif, temporer dan selalu berubah. Belajar
adalah pemaknaan pengetahuan, bukan perolehan pengetahuan dan mengajar
diartikan sebagai kegiatan atau proses menggali makna, bukan memindahkan
pengetahuan kepada orang yang belajar.
Hakikat teori konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menjadikan
informasi itu menjadi miliknya sendiri. Teori ini memandang siswa secara terus
menerus memeriksa informasi-informas baru yang berlawanan dengan aturanaturan lama danmemperbaiki aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi –
teori konstruktivis menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran mereka
sendiri. Karena itulah strategi ini disebut pengajaran yang terpusat pada siswa
(student-centered intruction).
Dalam pandangan konstruktivistik, kebebasan dipandang sebagai penentu
keberhasilan karena kontrol belajar dipegang oleh siswa itu sendiri. Tujuan
pembelajaran ini menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut
aktifitas yang kreatif dan produktif dalam konteks nyata. Dengan demikian,
paham ini menolak pandangan behavioristik.
B. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Dewasa ini pembelajaran kontekstual telah berkembang dinegara-negara
maju dengan berbagai nama. Di Negeri belanda berkembang apa yang disebut
dengan Realistic Matematics Education
(RME), yang menjelaskan bahwa
pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di
Amerika berkembang apa yang disebut Contekstual Teaching an Learning (CTL)
yang intinya membantu guru ubtuk mengaitkan materi pelajaran dengan
kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang
dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Sementara itu di Michigan juga
berkembang
Bonnected
Matematics
Project
(MP)
yang
bertujuan
mengintregasikan ide matematika kedalam konteks kehidupan nyata denga
harapan siswa dapat memahami apa yang dupelajarinya dengan baik dan
mudah.
Definisi yang mendasar tentang pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan
dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilannya
dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi
sendiri, sebagai bekal untuk memcahkan masalah dalam kehidupannya sebagai
anggota masyarakat.
C. Kunci dasar pembelajaran kontekstual
The Northwest Regional Educarion Laboratory USA mengidentifikasikan
adanya enam kunci dasar dari pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:
1. Pembelajaran berma’na; pemahaman, dan penalaran pribadi sangat terkait
dengan kepentingan siswa dalam mempelajari isi materi pelajaran.
2. Penerapan pengetahuan; adalah kemampuan siswa untuk memahami apa
yang dipelajari dan diterapkan dalam tataran kehidupan da fungsi dimasa
sekarang atau dimasa yang akan dating.
3. Berfikir tingkat tinggi; siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berfikir
kreatifnya
dalam
pengumpulan
data,
pemahaman
suatu
isu
dan
pemecahan suatu masalah.
4. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standart; isi pembelajaran
harus dikaitkan dengan standar local, provinsi, nasional, perkembangan
Iptek serta dunia kerja.
5. Responsif terhadap budaya; guru harus memahami dan menghargai nilai,
kepercayaan, ddan kebiasaan siswa, teman, pendidik dan masyarakat
tempat ia mendidik
6. Penilaian autentik; penggunaan berbagai strategi penalarannya yang akan
merefleksikan hasilbelajar sesungguhnya.
BAB III
TREN PAMIKIRAN TENTANG BELAJAR DAN PERAN PEMBELAJARAN
KONSTEKTUAL
A. Fokus Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual
menempatkan
siswa
didalam
konteks
bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang
sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan factor kebutuhan individual
siswa dan peranan guru. Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran
kontekstual harus menekankan pada hal-hal berikut:
1. Belajar
berbasis
masalah
(problem
-
based
learning),
yaitu
suatu
pendekatan pengajaran yangn menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tenrang berfikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensi dari materi pelajaran
2. Pengajaran autentik (authentic intruction) yaitu pendekatan pengajaran
yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna
3. Belajar berbasis inquiri (inquiry-based learning) yang membutuhkan
strategi pengajaran yang mengikuti metidologi sains dan menyediakan
kesempatan untuk pembelajaran bermakna
4. Belajar berbasis proyek/tugas (project-based learning) yang membutuhkan
suatu pendekatan pengajaran komprehebsif dimana lingkungan belajar
siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah
autentik termasuk pendalama materi dari suatu topik mata pelajaran, dan
melaksanakan tugas bermakna lainnya.
5. Belajar berbasis kerja (work-based learning) yang memerlukan suatu
pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa mrnggunakan konteks
tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbsis sekolah dan
bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali ditempat kerja.
6. Belajar
berbasis
jasa-layanan
(service
learning)
yang
memerlukan
penggunaan metodelogi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan
masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan
jasa-layanan tersebut.
7. Belajar kooperatif (cooperative learning) yang memerlukan pendekatan
pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa intuk bekerja sama
dalam mencapai tujuan belajar.
B. Lima Strategi Umum Pembelajaran Kontekstual
Center
menyampaikan
Of
Occupational
lima
strategi
Reseach
bagi
And
pendidik
Development
dalam
rangka
(CORD)
penerapan
pembelajaran kontekstual, yang disingkat react, yaitu:
1. Relating
nyata.
: Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan
2. Experiencing
:
Belajar
ditekankan
kepada
penggalian
(eksplorasi),
penemuan (discovery), dan penciptaan (invention).
3. Applying
: Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam
konteks pemanfaatannya.
4. Cooperating
:
Belajar
melalui
konteks
komunikasi
interpersonal,
pemakaian bersama dan sebagainya.
5. Transferring
: Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi
atau konteks baru.
BAB IV
STRATEGI PENGAJARAN YANG BERASOSIASI DENGAN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
A. Pengajaran Berbasis Masalah.
1. ciri-cirinya
 pengajian pertanyaan atau masalah
 berfokus pada keterkaitan antar disiplin
 penyelidikan autentik
 menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya
2. Tujuan pembelajaran dan hasil belajar.
Pengajaran
memberikan
berbasis
informasi
masalah
sebanyak-
dirancang
banyaknya
untuk
kepada
membantu
siswa.
Pengajaran
berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa
mengembangkan
kemampuan
berfikir,
memecahkan
guru
masalah,
untuk
dan
keterampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui
perlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi
pembelajaran yang otonom dan mandiri.
3. Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen.
Lingkungan belajar dan sistem manajemen dalam pengajaran berbasis
masalah dicirikan oleh sifatnya yang terbuka, ada proses demokrasi, dan
peranan siswa yang aktif. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan
pembelajaran yang terstruktur dan dapat diprediksi dalam pengajaran berbasis
masalah, norma disekitar pelajaran adalah nama inkulri ternika dan bebas
mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan peranan sentral
siswa, bukan guru yang ditekankan.
B. Pengajaran Kooperatif
1. Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif
 Saling ketergantungan positif
 Interaksi tatap muka
 Akuntabilitas individual
 Keterampilan untuk menjalin hubungan antara pribadi atau keterampilan
sosial yang secara sengaja diajarkan
2.
Perbedaannya dalam pembelajaran tradisional
 Kelompok belajar kooperatif
 Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk
memberikan pengalamam memimpin para anggota kelompok
 Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan
interpersonal
 Kelompok belajar heterogen, baik dari kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik, dan lain sebagainya sehingga
dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan
 Kelompok belajar tradisional
 Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok
dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
 Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
 Kelompok belajar biasanya homogen
3. Bagaimana cara melaksanakan pembelajaran kooperatif
a. Metode STAD (Student Teams Achrevement Divisions)
Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin Dkk dari Universitas John
Hopkins dengan metode ini para giri mengajarkan informasi akademik
baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun
tertulis.
b. Metode Jiq Saw
Metode ini dikembangkan oleh Eilio Aronson dkk, dari Universitas Texas
dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dkk dengan metode ini kelas dibagi
beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan
karakteristik yang heterogen, bahan akademik disajikan kepada siswa
dalam bentuk teks, ditiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari
suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
c. Metode GI (Group Investigation)
Dikembangkan oleh Herbert Thelen, diperluas dan diperbaiki oleh shavan
dkk dari Universitas Tel. AVIV. Metode ini sering dipandang sebagai
metode yang paling kompleks dan paling sulit dilaksanakan dalam
pembelajaran kooperatif GI melibatkan siswa sejak perencanan, baik
dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investidasi
d. Metode struktural
Dikembangkan oleh Spencer Kagen dkk, metode ini menekankan pada
struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola
interaksi siswa. Untuk meningkatkan penguasaan isi akademik ada
struktur yang memiliki tujuan umum dan ada pola struktur yang
tujuannya
Numbered
mengajarkan
Head
meningkatkan
keterampilan
adalah
penguasaan
striktur
sosial.
yang
akademik,
Think-pair-share
dapat
sedangkan
dan
digunakan
untuk
struktur
Active
Listening dan Time Tokens adalah struktur yang dapat digunakan untuk
mengajarkan keterampilan sosial.
 Think- Pair- Share
Dikembangkan oleh Frank lyman dkkdari Universitas Maryland
yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi
perlu
diselenggarakan
dalam
setting
kelompok
kelas
secara
keseluruhan. Metode ini memberikan pada para siswa waktu untuk
berfikir dan merespon serta saling Bantu satu sama lain
 Numbered Head Together
Dikembangkan oleh Spancer Kagan (1993) dengan melobatkan
para siswa dalam mereviw bahan yang tercakup dalam suatu
pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka
mengenai isi pelajaran tersebut.
C. Pengajaran berbasis Inkulri
Dalam pembelajaran dengan penemuan/inkulri, siswa didorong untuk
belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorongnya siapa untuk
memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka
menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Siklus Inkulri adalah (1) observasi; (2) bertanya (Question); (3)
mengajukan dugaan (hipotesis); (4) pengumpulan data (data gathering); dan
(5) penyimpulan (conclusion). Inkulri atau suatu proses yang bergerak dari
langkah observasi sampai langkah pemahaman.
BAB V
MEMAHAMI KERANGKA DASAR KURIKULUM 2004
A. Mengapa kurikulum berbasis kompetensi menjadi pilihan
Pokok pikiran yang melandasi KBK adalah:
1. Menyadari bahwa peningkatan mutu pendidikan selama ini belum mencapai
pada taraf yang memadagi (critical mass) yang mampu meningkatkan taraf
kegidupan masyarakat pada umumnya
2. Referensi mengenai mutu pendidikan perlu didudukkan secara utuh yang
mencakup dimensi manusia Indonesia seutuhnya
3. Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu
pendidikan yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif.
B. Kerangka dasar kurikulum 2004
1. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum 2004
-
Peningkatan keimanan, budi pekerti luhur, dan penghayatan nilai-nilai
budaya
-
Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika
-
Penguatan integritas Nasional
-
Perkembangan pengetahuan dan tegnologi informasi
-
Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlanjut sepanjang hayat
2. Prinsip-prinsip pelaksanaan
-
Kesamaan memperoleh kesempatan
-
Pendekatan menyeluruh dan kemitraan
-
Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan
-
Standar kompetensi disusun pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing daerah atau sekolah
dimadrasah.
BAB VI
IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM KBK
A. Apakah KBK itu?
KBK adalah perangkat rencana dan pengaturan tentang
 Kompetensi dan hasil belajar siswa yang ingin dicapai
 Strategi belajar – mengajar yang digunakan
 Sistem penilaian yang diacu
 Pemberdayaaan sumber daya pendidikan
B. Bagaimana karakteristik utamanya
 Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi
 Kurikulum dapat diperluas, diperdalam dan disesuaikan – potensi siswa
(normal, sedang, dan tinggi)
 Berpusat pada siswa
 Orientasi pada proses dan hasil
 Pendekatan pada metode yang digunakan beragam, bersifat kontekstual
 Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetaguan
 Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar
 Belajar sepanjang hayat
 Belajar mengetahui (learning how to know)
 Belajar melakukan (learning how to do)
 Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be)
 Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to leave together)
C. Bagaimana sistem penilaiannya

Berorientasi kompetensi hasil belajar dan indikatornya

Penilaian berbasis kelas menilai apa yang seharusnya dinilai, bukan apa
yang diketahui siswa

Menekankan proses dan hasil belajar

Berkelanjutan dan komprehensif

Alat penilaian

Tes kinerja
: disiplin, kerjasama, kepemimpinan, dan inisiatif dikelas

Hasil karya
: laporan, gambar, bangun, tulisan, benda, karya seni.

Tes tertulis
: hasil ulangan

Proyek
: bekerja dalam tip

Portofolio
:
kumpulan
belajar
siswa
dalam,
satu
pembelajaran,
yaitu
semester/pertahun
D. Hierarky tujuan pendidikan Nasional apa yang dicapai
Tujuan pendidikan nasional dijabarkan menjadi:
1. kompetensi nilai kurikulum
2. kompetensi tamatan
3. kompetensi rumpun mata pelajaran
4. kompetensi dasar mata pelajaran
 kompetensi kompetensi dasar
 hasil belajar
 indicator hasil belajar
E. Bagaimana kedudukan pendekatan kontekstual dalam KBK?
Kontekstual
merupakan
sebuah
pendekatan
pendekatan pembelajaran yang berpijak pada keinginan untuk menghidupkan
kelas, kelas yang hidup adalah kelas yang memberdayakan siswa dengan
segala aktifitas belajarnya untuk mencapai kompetensi yang diinginkan.
Sementara secara umum berisi daftar kompetensi minimal yang harus dicapai
oleh siswa untuk semua jenjang pendidikan
Dlam hubungan semacam itu, pendekatan kontekstual berperan sebagai
strategi untuk mencapai, sedangkan KBK sebagai acuan kompetensi minimal.
Jadi, kontekstial
adalah
sebuah strategi pembelajaran. KBK merupakan
pedonam yang berisi gambaran tujuan pendidikan Nasional, pengaturan
jejnang sekolah, dan skripsi bidang studi, daftar kompetensi perbidang studi
yang ingin dicapai, sistem penilaian, dan pengelolaa sekolah.
F. Lalu, kapan pendekatan kontekstual telah diterapkan dalam KBK?
 Ketika
guru mengajarkan apa yang harus diajarkan! Bukan hanya sekedar
pengetahuan tentang “X”.
 Ketika
guru ingin mencapai kompetensi dasar yang ditargetkannya, bukan
“menyelesaikan materi”.
 Ketika
pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan dekat dengan kehidupan
siswa sehari-hari
 Ketika
siswa
mencari,
menemukan,
dan
menkontruksikan
sendiri
pengetahuan dan keterampilanya.
 Ketika
kelas “hidup” (siswa bekerja dan berlatih), bukan guru acting
dipanggung murid menonton.
 Ketika
setiap pelajaran akan dimulai, siswa berteriak “Hore, pelajaran IPA!”
“Hore, pelajaran matematika!” “ asyik, pelajaran Al- Qur’an!” “Asyik,
pelajaran bahasa inggris”
 Ketika
guru menilai apa ysng seharusnya dinilai, bukan melulu menilai
pengetahian siswa.
 Ketika
guru mengumpulkan nilai dari proses, produk, kinerja dan tes.
BAB VII
MERANCANG PELATIHAN (TOT)
Pembelajaran kontekstual
A. Hakikat Pelatihan Kontekstual
DEPDIKNAS saat ini sedang mensosialisasikan kurikulum KBK dan
mengembangkan pembelajaran berbasis konteks. Kedua pendekatan itu jelas
memiliki benang merah sengan semangat otonomi saat ini. Harapan utamanya
adalah agar hasil pendidikan lebih berma’na bagi kehidupan siswa. Saat ini,
KBK dan perangkat pendukungnya menjadi harapan para ahli dalam upaya
‘memberdayakan’ siswa secara maksimal. Kelas yang “diharapkan dapat
mengimbangi perubahan yang terjadi diluar sekolah yang demikian cepat.
Kurikulum tersebut menyempurnakan dari kurikulum 1994. dengan pernyataan
sederhana, perubahan kurikulum 1994 menjadi KBK, dalam rangka menrubah
pandangan dari ‘anak tahu apa’ kepandangan “anak bisa apa”.
Uuntuk mencapai itu, perlu dikembangkan setrategi belajar yang relevan.
Ada banyak pilihan konsep pembelajaran yang efektif. Dan, semuanya dari
salah
satunya
adalah
pendekatan
kontekstual,
yang
sekarang
sedang
dikembangkan.
Sebagai pendekatan baru, pendekatan kontekstual perlu dikenal para
guru. Untuk itu TOT, pelatihan, lokakarya, seminar, perlu dilakukan diberbagai
daerah sesuai dengan karakteristik pembelajarannya yang mengutamakan
aktifitas siswa, pelatihan kontekstual dirancang penuh dengan aktifitas,
bekerja, demonstrasi, pemodelan, bernyanyi, dan menghasilkan karya.
B. Prinsip Pelatihan Pembelajaran Kontekstual
Pada hakikatnya, pelatihan kontekstual adalah memperkenalkan strategi
pembelajaran yang dikenal senagi pendekatan kontekstial. Itu artinya tutor
memperkenalkan bagaimana kelas pembelajaran kontelstial itu dirancang,
permodelan pembelajran menjadi strategi kunci. Dalam pemodelan itu, para
guru mengnal ketujuh komponen pembelajaran kontekstual sertta landasan
filosofisnya
yaitu
contructivism,
inquiry,
question,
learning,
community,
modeling, reflection, dan authentic assesmant. Sebuah pembelajaran dikatakan
berbasis kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen itu.
Prinsip yang mendasari pelatihan pembelajaran kontekstual, antara lain:
1. Inti dari pembelajaran kontekstual adalah incuiry (menemukan). Jadi,
pembelajaran harus selalu dikemas dalam format “siswa menemukan
sendiri”. Demikian pula pelatihannya, pelatihan pembelajaran kontekstial
harus didesain agar para peserta bekerja dan menemukan sendiri.
2. Ciri
dari
pelatihan
pendekatan
kontekstual
kontekstial,
peserta
adalah
harus
bekerja
diajak
sesuai
dengan
meemukan
ciri
sendiri
bagaimana pembelajaran kontekstual dilaksanakan dikelas. Untuk itu,
metode pelatihanya menekankan ada contoh aplikasinya atau pemodelan
(modeling).
Download