KOMODIFIKASI MEDIA CETAK ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA

advertisement
KOMODIFIKASI MEDIA CETAK
ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA MEDIA INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Tika Yulianti
1112051000048
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2
016 M
ABSTRAK
Tika Yulianti
Komodifikasi Media Cetak: Analisis Ekonomi Politik Pada Media
Indonesia
Sejak pergantian pemerintahan, yaitu ketika rezim Orde Baru
runtuh, era Reformasi pada akhirnya membawa keterbukaan informasi
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah media massa.
Lepasnya masa orde baru menyebabkan memudarnya kontrol pemerintah
sehingga demokratisasi pers semakin terbuka lebar. Pesatnya Industri
Media massa di Indonesia menyebabkan persaingan ketat dalam hal
menguasai pasar. Tokoh konglomerat pun masuk ke bisnis media yang
memunculkan konglomerasi. Bahkan politisi sekalipunpun sengaja masuk
ke bisnis media untuk kepentingan politiknya. Pada akhirnya, Media
hanya dijadikan alat oleh pemiliknya sebagai komoditi yang bisa dijual
dan menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan menjadi alat
propaganda untuk kepentingan politiknya.
Media Indonesia sendiri merupakan surat kabar harian yang
dimiliki oleh Surya Paloh, seorang pengusaha sekaligus politisi yang telah
lama berkecimpung di dunia bisnis dan politik. Media Indonesia berada di
bawah nauangan Media Group sebagai grup konglomerasi media atau
entitas bisnis yang dimilikinya.
Sebagai sebuah media yang dimiliki oleh pengusaha sekaligus
politisi, Media Indonesia memiliki kepentingan untuk untuk mendapatkan
keuntungan baik itu dalam bidang ekonomi maupun politik. Sehingga
pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana komodifikasi yang
dilakukan oleh Media Indonesia? Bagaimana komodifikasi yang dilakukan
oleh Media Indonesia dijadikan sebagai kekuatan ekonomi dan politik
pemiliknya?
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori Ekonomi Politik
Media dari Vincent Moscow (1996), dengan mengambil salah satu entry
concept nya yaitu komodifikasi. Komodifikasi berhubungan dengan
bagaimana proses transformasi barang dan jasa beserta nilai gunanya
menjadi suatu komoditas yang mempunyai nilai tukar di pasar.
Dengan pendekatan kritis, penulis mencoba melihat relasi kuasa dibalik
proses produksi, konsumsi, dan distribusi yang dilakukan oleh Media
Indonesia melalui komodifikasi.
Komodifikasi Media Indonesia dilakukan melalui tiga jenis
komodifikasi, yaitu; komodifikasi isi, khalayak dan pekerja.
Komodifikasi ini telah dijadikan kekuatan ekonomi dan politik
pemiliknya, Surya Paloh yang dilakukan dalam bentuk integrasi unit
usaha, atau sinergi antara semua unit usaha yang dimilikinya serta
membangun citra positif bagi sosok Surya Paloh, NasDem dan
melegitimasi pihaknya (power relation).
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat Penulis selesaikan
sesuai dengan harapan. Shalawat beserta salam semoga senantiasa
tercurah kepada kekasih semesta, Nabi Muhammad SAW yang menjadi
suri tauladan seluruh umat manusia.
Dalam perjalanan penulisan skripsi ini, berbagai kendala pernah
dihadapi Penulis hingga terkadang Penulis kehilangan arah dan hampir
putus asa. Bersyukur, Penulis dikelilingi oleh orang-orang yang selalu
memberikan dukungannya hingga akhirnya skripsi ini bisa diselesaikan.
Dukungan moril maupun materil tidak hanya Penulis dapatkan pada
saat penulisan skripsi saja, tetapi jauh sebelum itu mereka turut hadir
untuk mendukung proses belajar penulis. Maka, dalam kesempatan
inilah Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orangtua, Bapak Sukandar dan Ibu Tuti Astuti, terimakasih atas
cinta kasih tiada terhingga yang selalu tercurah tanpa pamrih dan
mangalir deras dalam darah Penulis, hingga Penulis bisa sampai pada
tahap ini. Kendati demikan Penulis yakin bahwa Penulis belum dapat
membalasnya. Semoga setiap tetes keringat dari bapak serta cucuran
doa dari ibu, di balas oleh Allah dengan Surga-Nya yang kekal.
Teruntuk adik-adik kesayangan; Tia, tanti, dan Ajril, terimakasih telah
menunggu Teteh lulus.
2. Pemerintah khususnya Kementrian Agama Republik Indonesia.
Alhamdulillah melalui program Bidik Misi, peneliti bisa melanjutkan
pendidikan ke Perguruan Tinggi dan bisa merajut asa dan cita-citanya.
3. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan Prof. Komarudin Hidayat selaku mantan Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya. Kemahasiswaan UIN yang
telah mambantu Penulis dalam hal mengurus segala macam keperluan
menyangkut beasiswa.
4. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. Arief Subhan, M.Ag., Bapak Suparto, M. Ed, Ph.D selaku
Wakil Dekan 1 Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag. selaku
Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi. M.Si
selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.
5. Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bapak Masran,
M.Ag., dan Ibu Fita Fathurohkmah, M.Si., selaku Sekretaris Program
Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.
6. Drs. H. S. Hamdani MA., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membantu dan dengan sabar senantiasa memberikan motivasi
hingga peneliti dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang S1.
7. Bapak Rachmat Baihaky, MA., selaku dosen pembimbing skripsi yang
dengan sabarnya memberikan arahan serta masukan untuk penelitian
ini, sosok yang menjadi inspirasi penulis untuk bisa melanjutkan studi
S2 di luar negeri, atas ilmu yang bermanfaat.
8. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Seluruh Staff Tata Usaha dan Staff Perpustakaan Fakultas serta
Perpustakaan Utama.
10. Prof. Deddy Mulyana, P.hD., dan Prof. Andi Faisal Bakti, MA., yang
telah menginspirasi Penulis dalam setiap karya-karyanya.
11. Keluarga besar The Political Literacy, Dr. Gun Gun Haryanto, M.Si.,
yang telah mengajarkan kepada Penulis untuk senantiasa Berfikir,
bergerak dan bermanfaat. Bapak Dedi Fahrudin, M. Ikom, atas waku
yang diberikan kepada penulis untuk mendengarkan berbagai keluh
kesah yang ada serta dengan sabarnya memberikan motivasi serta
dorongan, Dr. Iding Rosyidin, Pak Deden, Pak Adi, Bu Pia, Bu Ana,
Pak Sungaidi, Pak Halil, serta anggota The Policy lainnya yang selalu
menginspirasi penulis.
12. Dr. Rulli Nasrullah, M.Si., sosok yang selalu memberikan penguatan
dan motivasi, sosok yang selalu mempercayai bahwa Penulis bisa
melalui rintangan yang ada, bahkan disaat Penulis sendiri ragu akan hal
itu, Haturnuhun Kang Arul.
13. Mr. Mahbub Hafdziel Akbar, Mr. Firdaus, Mr. Yanto, Mr. Ibad, dan
seluruh keluarga besar di Latanza English Institute yang telah
memberikan ilmu kepada Penulis, bukan hanya tentang Bahasa Inggris,
tetapi soal mindset dan karakter.
14. Teruntuk yang selalu memotivasi dan menginspirasi, Ghita Tamalia dan
Putri Khairusa‟diah, semoga kita bisa berkumpul kembali di Jerman.
15. Teman-teman KPI angkatan 2012, terutama KPI B, teman-taman KKN
Lebah 2015, keluarga besar Bidik Misi angkatan 2012, keluarga besar
KAHFI BBC Motivator School, kelurga besar Gerakan Nurani
Nusantara (GANN), keluarga besar Gerakan Anti Narkoba UIN (GAN),
terimakasih sudah melibatkan penulis dalam university of life skill.
16. Kepada
yang
terdalam,
yang
tiada
lelah
mengingatkan
dan
menggenapkan segala mimpi dan cita-cita, yang tiada pernah meminta
berhenti dikala lelah, bahkan senantiasa menyemangati untuk keluar
dari rasa susah, senantiasa menemani disetiap fase dan langkah, dari
memulai hingga menuai, terimakasih Usep Agustin, S.IIP.
17. Kepada Siapa saja yang pernah berkomunikasi dengan Penulis, untuk
mereka yang mengajarkan cara dan arti berkomunikasi
Akhir kata, tidak ada gading yang tak retak, tiada pula yang
sempurna. Maka sesungguhnya kritik dan saran sangat Peneliti
harapkan demi perbaikan di masa depan. Semoga hasil penelitian ini
dapat bermanfaat.
Jakarta, 10 Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Fokus Penelitian ..................................................................... 12
C. Rumusan Masalah .................................................................. 12
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................... 13
E. Kerangka Teori ....................................................................... 14
F. Metode Penelitian ................................................................... 16
G. Tinjauan Pustaka .................................................................... 22
H. Sistematika Penulisan ............................................................. 24
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Ekonomi Politik Media ................................................. 25
B. Konseptualisasi Surat Kabar .................................................. 39
C. Industri Media ........................................................................ 43
D. Media Dan Kepentingan Bisnis .............................................. 50
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Surya Paloh dan Media Group ................................................. 53
B. Surya Paloh dan NesDem ........................................................ 73
C. Media Indonesia ....................................................................... 78
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Komodifikasi Informasi Media Inndonesia ............................. 88
1. Komodifikasi Isi Media Indonesia ................................... 88
2. Komodifikasi Khalayak Media Indonesia ...................... 103
3. Komodifikasi Pekerja Media Indonesia ......................... 115
B. Komodifikasi Media Indonesia Dijadikan Sebagai Kekuatan
Ekonomi Dan Politik ............................................................. 124
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 146
B. Saran ..................................................................................... 151
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Konsep Ekonomi Politik Media Vincent Moscow ................ 15
Tabel 2.1 Komodifikasi Media .............................................................. 38
Tabel 3.1 Struktur Organisasi Media Group .......................................... 63
Tabel 3.2 Unit Usaha Media Group ....................................................... 63
Tabel 3.3 Rincian Unit Usaha Media Group ......................................... 65
Tabel 3.4 Struktur Organisasi Media Indonesia .................................... 84
Tabel 4.1 Distribusi Konten Media Indonesia ....................................... 92
Tabel 4.2 Pengelompokan Audiens berdasarkan kondisi SosioEkonomi dengan presentase jumlah pemabaca surat kabar...106
Tabel 4.3 Data Karyawan berdasarkan Latarbelakang Pendidikan ..... 116
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Grup Media di Indonesia...................................................... 6
Gambar 1.2 Struktur Jaringan Kepemilikan Media di Indonesia ............ 7
Gambar 2.1 Media, Ekonomi, Politik, dan Tekhnologi ......................... 46
Gambar 4.1 Pemberitaan Media Indonesia untuk Kepentingan Politik . 96
Gambar 4.2 Metro Hari Ini .................................................................... 98
Gambar 4.3 Ulasan Tayangan Kick Andy ............................................. 99
Gambar 4.4 Online Hari Ini ................................................................... 99
Gambar 4.5 Modal Otot Para Kartini Pemanggul Beras Bulog ........... 101
Gambar 4.6 Komodifikasi Kartini ....................................................... 101
Gambar 4.7 Komodifikasi Kesengsaraan ............................................ 103
Gambar 4.8 Sirkulasi dan Distrubisi .................................................... 109
Gambar 4.9 Komunitas Media Indonesia ............................................ 109
Gambar 4.10 Bedah Editorial .............................................................. 111
Gambar 4.11 Fanfage Media Indonesia (Harian Umum Media
Indonesia) .............................................................................................. 112
Gambar 4.12 Twiitter Media Indonesia (@mediaindonesia)............... 112
Gambar 4.13 Komentar Fanfage Media Indonesia (Harian Umum Media
Indonesia) ....................................................................... 114
Gambar 4.14 Timeline Twitter Media Indonesia
(@mediaindonesiandonesia) .......................................... 114
Gambar 4.15 Data Jumlah Karyawan Berdasarkan Jneis Kelamin ..... 116
Gambar 4.16 Metro TV........................................................................ 127
Gambar 4.17 Iklan Bali Interconinental............................................... 128
Gambar 4.18 Iklan Bank Mandiri ........................................................ 131
Gambar 4.19 Partai Nasdem ikut berkomentar dalam kasus Narkoba yang
menyangkut Kepala Daerah ........................................... 133
Gambar 4.20 Nasdem Pelopori Tes Urine ........................................... 134
Gambar 4.21 Putar Otak Cari Pendukung Ahok .................................. 136
Gambar 4.22 Konsultasi Politik Abang Adik ...................................... 136
Gambar 4.23 Iklan Mata Najwa On The Stage .................................... 137
Gambar 4.24 #JAKARTAMEMILIH .................................................. 138
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Industri media di Indonesia telah mengalami pasang surut, dari
menjadi alat untuk revolusi kemerdekaan di masa awal Republik ini
berdiri (1945-1955), menjadi pers partisan1 selama periode 1965-1980,
dan kemudian menjadi industri yang menjanjikan pada akhir tahun
1980an.2
Semenjak pergantian kekuasaan dari orde lama ke orde baru,
pemerintah memiliki aturan tersendiri dalam sistem pers. Presiden
Soeharto yang berkuasa pada saat itu, sangat ketat dalam mengatur sistem
pers yang berlaku, pemerintah menerapkan SIUPP (Surat Ijin usaha
Perusahaan pers) serta dibentuknya Deppen sebagai kepanjangan tangan
dari pemerintah. Pemerintah memiliki wewenang untuk membubarkan
perusahaan pers yang dianggap membuat pemberitaan yang mengganggu
stabilitas pemerintahan yang berkuasa. Hal ini dapat dilihat dari
pembredelan tiga penerbitan secara sekaligus pada tanggal 21 Juni 1994
1
Pers partisan adalah suatu kondisi di mana partai politik menjadi sponsor dari
media. Suatu kondisi yang diatur dalam Peraturan Menteri No. 29/SK/M/65 di mana
Departemen Penerangan menginstruksikan semua Koran untuk berafiliasi dengan partai
politik,, organisasi fungsional, atau organisasi massa (Hill dan Sen, 2000:52)
2
Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S. 2012. Memetakan Lansekap Industri Media
Kontemporer di Indonesia (Edisi Bahasa Indonesia). Laporan. Bermedia, Memberdayakan
Masyarakat: Memahami kebijakan dan tatakelola media di Indonesia melalui kacamata hak
warga negara. Riset kerjasama antara Centre for Innovation Policy and Governance dan
HIVOS Kantor Regional Asia Tenggara, didanai oleh Ford Foundation. Jakarta: CIPG dan
HIVOS, h. 37
yaitu Tempo, Editor, dan DeTIK. Artinya, pemerintah memiliki kontrol
yang kuat terhadap sistem pers yang berlaku.
Setelah
tergulingnya
pemerintahan
masa
Orde
baru,
dan
dibubarkannya SIUPP. Mulailah diberlakukan Undang-undang Nomor 40
tahun 1999 tentang Pers. Kemudian, pada masa pemerintahan Gus Dur,
lembaga Deppen akhirnya dibubarkan. Sistem Pers di Indonesia akhirnya
menghadapi babak baru dalam episode sejarahnya. Era Reformasi turut
serta membawa kebebasan pers yang berlaku.
Era Reformasi pada akhirnya membawa keterbukaan informasi.
Lepasnya masa orde baru menyebabkan memudarnya kontrol pemerintah
sehingga demokratisasi pers semakin terbuka lebar. Akibatnya, industri
media massa di tanah air tumbuh sangat pesat.
Banyak pengamat media meyakini, sejak reformasi bergulir di
negeri ini, era kebebasan media (baik cetak maupun elektronik) kembali
memasuki masa bulan madu.3 Namun, seiring perjalanan waktu, tampilnya
kebebasan media juga tak luput dari bawah “kendali” negara, maka di era
reformasi kita menyaksikan wajah institusi media (baik di level nasional
maupun daerah) kini sepenuhnya berada di bawah kendali pasar, dengan
para industrialis dan konglomerat media sebagai pemain, pemilik,
sekaligus penguasa barunya.4
3
Lanna & M. Azman Fajar, Melawan Monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan
Kepemilikan Media. Jurnal Sosial Demokrasi – (Jakarta: Pergerakan Indonesia dan Komite
Persiapan Yayasan Indonesia Kita) Vol.3 No.1 Juli - September 2008, h.4.
4
Lanna & M. Azman Fajar, Melawan monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan
Kepemilikan Media. Jurnal Sosial Demokrasi, h. 4
Untuk menjamin terjadinya diversity of ownership and diversity of
content, pemusatan kepemilikan seharusnya dibatasi dengan sangat ketat.
Namun sayangnya, lembaga-lembaga siaran maupun industri media massa
lainnya yang telah ada tidak demikian halnya.5 Sebaliknya, justru telah
terjadi
pemusatan
kepemilikan
dalam
lembaga
siaran
sehingga
otoritarianisme sentralistik yang dilakukan oleh negara, sekarang bergeser
ke arah otoritarianisme swasta atau korporasi.6 Bahkan para pemilik media
mengekspansi usahanya ke dalam bentuk lain,seperti radio, surat kabar,
dan bahkan di
luar
bisnis
media seperti
perhotelan. Padahal,
otoritarianisme-sentralistik siapapun pelakunya akan membahayakan
demokrasi. Ini karena otoritarianisme- sentralistik akan memunculkan
monopoli, yang pada akhirnya akan mengancam keberagaman (diversity),
baik diversity of ownership maupun diversity of content.7
Sejak era Reformasi tahun 1998 lanskap media di Indonesia
berubah secara dramatis.8 Contohnya, sebelum tahun 1998, hanya ada 279
perusahaan media cetak dan hanya ada lima stasiun televisi swasta.9
Seperti yang dikutip Nugroho, Y., Putri, DA., dan Laksmi dalam Laksmi
dan Haryanto pada tahun 2007, kurang dari satu dekade berikutnya,
jumlah televisi swasta bertambah dua kali lipat (belum termasuk sekitar 20
5
Lanna & M. Azman Fajar Melawan
Kepemilikan Media. Jurnal Sosial Demokrasi, h. 9
6
Lanna & M. Azman Fajar, Melawan
Kepemilikan Media. Jurnal Sosial Demokrasi, h. 9
7
Lanna & M. Azman Fajar Melawan
Kepemilikan Media. Jurnal Sosial, h. 9
8
Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S.,
Kontemporer di Indonesia, h.13
9
Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S.,
Kontemporer di Indonesia , h.13
monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan
monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan
monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan
Memetakan Lansekap Industri Media
Memetakan Lansekap Industri Media
stasiun televisi lokal) dan media cetak meningkat tiga kali lipat.10 Gabel da
Brunner (2013), menyatakan bahwa hal Ini menjadi bukti dari dampak
globalisasi media, tidak hanya berkaitan dengan pertumbuhan periklanan
dunia dan peningkatan tekhnologi komunikasi yang mendorong operasi
serta kontrol lintas batas tetapi juga keseragaman isi.11
Dhakidae dalam Bastian Nainggolan (2015) menyatakan bahwa
media massa yang selanjutnya menjadi
suatu industri lebih kental
terbangun semenjak era Orde Baru. Pada masa ini negara bertindak dalam
langkah dualistik, yaitu memberikan kemudahan ekonomi dan secara
politik menjadi patron. Sebagai hasil, secara ekonomi, industri pers di
Indonesia bertambah dan berjaya, namun secara politik terjadi
dekapitalisasi fungsi dan peran pers.12
Selain itu, perkembangan pers yang pesat pasca Orde Lama juga
telah melahirkan sejumlah kelompok usaha atau Grup. Spasialisasi usaha
pun dilakukan baik itu memperluas unit usaha di bidang media (vertikal),
maupun perluasan unit usaha di bidang non-media. Spasialisai dan
Ekspansi ditujukan untuk meraih profit.
Edward S. Herman dan Robert W. Mc Chesney dalam bukunya
The Global Media: A New Missionaries to Corporate Capitalism (1997)
menunjukkan bahwa sejak pertengahan tahun 1980-an industri media
global menunjukkan perkembangan dimana terjadi kapitalisasi dan
10
Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S., Memetakan Lansekap Industri Media
Kontemporer di Indonesia (Edisi Bahasa Indoneia), h.13
11
Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S. 2012. Memetakan Lansekap Industri Media
Kontemporer di Indonesia, h.13
12
Bastian Nainggolan, Konglomerasi Media Nasional: Tipologi, Konsentrasi, dan
Kompetisi Pasar, dimuat dalam buku Menegakan Kedaulatan, (Ikatan Sarjana Komunikasi
Indonesia, 2015), h. 13
industri media ini makin lama hanya dikuasai oleh beberapa pelaku
industri saja.
Pesatnya Industri Media massa di Indonesia menyebabkan
persaingan ketat dalam hal menguasai pasar. Untuk menguasai pasar, para
pemilik media berusaha untuk mengembangkan sayap industrinya ke
berbagai bidang, baik itu bidang media maupun bidang lainnya.
Akibatnya, tujuan pers yang semula dijadikan sebagai kontrol sosial dan
fungsi pendidikan, menjadi hilang independensinya dan bahkan menjadi
sebuah industri atau institusi ekonomi. Media hanya dijadikan alat oleh
pemiliknya sebagai komoditi yang bisa dijual dan menghasilkan
keuntungan sebanyak-banyaknya dengan mengesampingkan kepentingan
publik.
Untuk melihat sejauh mana model bisnis media yang berdampak
pada lanskap sektor media di Indonesia, terlebih dahulu harus dilakukan
pemetaan terhadap para pelakunya. Saat ini terdapat dua belas grup media
besar di Indonesia. Grup-grup tersebut di tabulasikan di bawah ini
menurut jaringan dan jumlah perusahaan media yang mereka miliki.13
13
Nugroho, Putri, dan Laksmi, Memetakan Lansekap Industri Media Kontemporer
di Indonesia (Edisi Bahasa Indonesia), h. 40
Gambar 1.1.
Grup Media di Indonesia
Pertumbuhan sejumlah grup media pasca Reformasi menunjukkan
perkembangan yang sangat signifikan dimana hanya beberapa grup media
saja yang praktis menguasai seluruh lansekap industri media di Indonesia.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nugroho, Y., Putri, DA.,
Laksmi, S., pada tahun 2012, setidaknya terdapat 12 grup besar yang menguasai
pasar media di Indonesia, sedangkan menurut hasil penelitian Merlyna Liem,
terdapat 13 grup.
Gambar 1.2.
Struktur Jaringan Kepemilikan Media di Indonesia14
Meskipun terdapat perbedaan antara hasil penelitian HIVOS dan
Merlyna Liem, setidaknya gambar di atas menunjukkan struktur
konsentrasi kepemilikan media di Indonesia, yang didominasi oleh dua
belas atau tiga belas kelompok terbesar yang apabila dielaborasi, masingmasing grup konglomerasi tersebut memiliki berates media berjejaring.
Selain itu, gambar tersebut juga mencerminkan sebuah kendali
tinggi pada tindakan maupun aliran informasi dari titik pusat hingga ke
periferal. Jaringan seperti yang digambarkan di atas tidak hanya
menampilkan hubungan konsentrasi kepemilikan dalam kerja media, tetapi
14
Merlyna Liem, http://merlyna.org/2012/02/21/league-of-13-media-concen
tration-in-indonesia/, (2012), diakses pada 3 Maret 2016 pkl 10.03 WIB
juga memperlihatkan secara logis bagaimana kendali medium dan konten
terjadi.
Isu utama yang hendak dibahas di sini adalah masalah kepemilikan
media, dimana makin membesarnya perusahaan media, bukan sematamata perkembangan bagus untuk bisnis, tapi memiliki dampak yang tidak
baik bagi perkembangan masyarakat, karena industri media, berbeda
dengan industri manufaktur atau industri jasa lainnya, mengandung unsur
nilai, pendapat tertentu, informasi tertentu, dan lain sebagainya, yang bisa
membawa pembaca atau konsumen media lainnya terpengaruh atas isi
media tersebut.
Dengan kata lain, akan sangat berdampak dan mengganggu hakikat
media massa itu sendiri apabila isi media yang kita konsumsi dipenuhi
dengan pemberitaan yang tidak memberikan informasi yang sesungguhnya
kepada
masyarakat,
cenderung
mengabaikan
hak
publik
untuk
mendapatkan informasi, cenderung menyajikan hiburan-hiburan yang
tidak sehat bagi masyarakat, atau bahkan sibuk dengan mencitrakan
pemilik dan kepentingannya daripada memberikan informasi yang
mengandung pendidikan atau informasi yang berguna lainnya.
Salah satu bentuk konglomerasi yang dilakukan oleh pemilik
media adalah Media Group. Media Group merupakan kelompok
konglomerasi berlatar belakang industri jasa yang selanjutnya berinvestasi
pada bisnis media (Service conglomerates). Media Group adalah sebuah
kelompok media yang dimiliki oleh Surya Paloh selaku pengusaha
sekaligus politisi partai Nasdem (Nasional Demokrat) yang kini bahkan
menjabat sebagai ketua umum partai tersebut.
Media Group memiliki berbagai jenis usaha baik itu dalam bidang
media massa maupun dalam bidang properti. Salah satu bidang usahanya
dalam bidang media massa adalah surat kabar yang terbit secara harian,
yaitu Media Indonesia.
Media Indonesia merupakan surat kabar nasional yang terbit sejak
19 Januari 1970 yang pada awal penerbitannya termasuk kedalam jenis
surat kabar kuning. Pada 1987, pendiri Media Indonesia Teuku Yousli
Syah bekerja sama dengan Surya Paloh, mantan pemimpin surat kabar
Prioritas. Dari kerja sama itu lahirlah Media Indonesia dengan manajemen
baru di bawah PT Citra Media Nusa Purnama. Surya Paloh menjabat
direktur utama, sedangkan Teuku Yousli Syah sebagai pemimpin umum.15
Media
Indonesia
dibeli
oleh
Surya
Paloh
atas
dasar
kekecewaannya terhadap pemerintah orde baru yang berkuasa pada saat
itu yang telah membatalkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)
Surat Kabar Harian Prioritas, media cetak pertama yang dimilikinya pada
saat itu. Harian Prioritas secara diametral dinilai sangat bertentangan
dengan iklim rezim Orde Baru karena seringkali mengkritik pemerintah
melalui pemberitaannya. Pada saat itu pula Surya Paloh merupakan Kader
Golkar yang pada saat itu merupakan tulang punggung pemerintahan Orde
Baru yang berkuasa. Sebagai kader Golkar, tentu saja Surya Paloh
diharapkan dapat menopang kebijakan pemerintah melalui pemberitaan
15
http://mediaindonesia.com/about-us, diakses pada hari Rabu, 3 Februari 2016 pkl. 02.50
WIB
surat kabarnya. Namun, Surya Paloh tak ingin kedekatannya dengan
penguasa justru membunuh idealismenya untuk menumbuh kembangkan
iklim demokrasi melalui perjuangan kebebasan pers. Sikap dan idealism
itulah yang mewarnai karya-karya jurnalistik Harian Prioritas.
Pembatalan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Harian
Prioritas membuat Surya Paloh semakin terobsesi untuk membangun
„imperium pers‟. Surya Paloh mengambil alih pengelolaan Surat Kabar
Harian media Indonesa dari pemilik SIUPP-nya setelah hampir setahun
setelah mengelola kerjasama dengan majalah Vista.16
Sejak dikelola oleh Surya Paloh tahun 1989, Surya Paloh langsung
menggariskan kebijakan pemberitaan Media Indonesia salah satunya
adalah dengan memperjuangkan kebebasan pers dengan sejumlah langkah
salah satunya dengan mendesak pemerintah mencabut Peraturan Mentri
Penerangan (Permenpen) sekaligus merevisi UU Nomor 21 mtahun 1982
agar dapat menjamin kebebasan pers.
Media Indonesia tampil dengan kritikannya dan terus memanuver
pemerintah terkait kebebasan pers hingga Media Indonesia manjadi
sorotan dan muncul dalam berbagai pemberitaan, terutama Surat kabar
Kompas. Dalam catatan memperingati 25 tahun Media Indonesia, Harian
kompas menulis, surat kabar dengan nama populer MI ini telah menjadi
fenomena khusus dalam jajaran pers Indonesia. Tampil berwarna, dengan
kepala-kepala berita yang agresif, tajuk rencana yang lugas, membuat
banyak kalangan menyebut Media Indonesia sebagai surat kabar yang
16
Dikutip dari Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, yang dielaborasi
oleh peneliti.
„galak‟, bila dibandingkan dengan pers Indonesia umumnya yang gemar
menggunakan bahasa eufimisme.17
Berdasarkan latar belakang sejarah tersebut, Media Indonesia
menjadi sangat menarik untuk diteliti dan dikaji. Hal ini dikarenakan
sebagai media yang lahir dari rahim seorang politisi Golkar, Media
Indonesia dikenal sangat kritis terhadap pemerintah bahkan turut berjuang
memerdekakan kebebasan pers hingga lahir UU No. 40 Tahun 1999.
Melihat kenyataan tersebut dan realita yang ada pada saat ini,
perjalanan panjang dan karir politik Surya Paloh hingga menjabat sebagai
Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan bisnis serta
obsesinya untuk membangun sebuah imperium pers yang demokratis,
menjadikan Media Indonesia sebagai alat untuk mempertukarkan
informasi yang bernilai jual untuk mendapatkan keuntungan secara materi
maupun non materi. Materi disini tentu saja berbentuk keuntungan dari
segi ekonomi sedangkan non meteri dalam bentuk menyebarluaskan
gagasan dan ideologi pribadi dan kepentingannya. Hal ini terlihat dari
sejak awal kehadirannya, Media Indonesia dijadikan alat untuk
menyuarakan kepentingannya. Padahal Media Indonesia memiliki visi
untuk menjadi sebuah harian yang independen dengan tagline “Jujur
Bersuara”.
Melihat
kenyataan
demokratisasi
pers
yang
menyebabkan
keterbukaan informasi, dan melihat bahwa Media Indonesia merupakan
media cetak yang dimiliki oleh Pengusaha yang membentuk konglomerasi
17
Harian kompas, Media Indonesia 25 Tahun: Bergulat Melawan Kemapanan, edisi
20 Januari 1995, h. 1. Dikutip melalui Buku Editorial kehidupan Surya Paloh.
sekaligus politisi yang terlibat dalam infrastruktur politik, namun disisi
lain Media Indonesia merupakan media cetak yang memiliki visi untuk
menjadi media yang independen dengan tagline jujur bersuara, sehingga
kemudian peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul, “Komodifikasi Informasi Media Cetak Analisis Ekonomi Politik
pada Media Indonesia”
B. Fokus Penelitian
Dalam rancangan penelitian kualitatif, fokus kajian penelitian dan
atau pokok soal yang hendak diteliti, mengandung penjelasan mengenai
dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian serta yang kelak akan
dibahas secara mendalam dan tuntas.18
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka
peneliti memfokuskan penelitian agar lebih jelas, terarah, dan tidak
meluas. Adapun fokus penelitiannya adalah pada komodifikasi yang
terjadi di Media Indonesia, baik itu komodifikasi isi, khalayak, maupun
komodifikasi pekerja.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia?
18
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, cet. ke-8 (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2012), h. 41.
2. Bagaimana komodifikasi yang dilakukan oleh media Indonesia dijadikan
sebagai kekuatan ekonomi dan politik pemiliknya?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian dan perumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia.
Baik itu komodifikasi isi, khalayak, maupun pekerja.
2. Untuk mengetahui komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia
dijadikan sebagai kekuatan ekonomi dan politik pemiliknya.
b. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Akademis
a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan ilmiah ataupun sebagai
referensi dalam pengembangan ilmu komunikasi, khususnya pada tatanan
kajian ekonomi politik media.
b. Mengetahui sejauh mana teori-teori komunikasi massa yang dikemukakan
oleh beberapa ahli dapat diterapkan, sehingga penelitian dapat dijadikan
pembuktian teori komunikasi massa dalam kenyataan yang sebenarnya.
2. Manfaat Praktis
Adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
yang positif dalam perkembangan studi tentang analisis media saat ini,
khususnya bagi penulis dan bagi akademisi, maupun praktisi komunikasi
media lain, pada umumnya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan
mampu menginspirasi pembaca dan khalayak pada umumnya untuk
selektif dan lebih cerdas untuk mengkonsumsi media dan konten
pemberitaannya pada khususnya.
E. Kerangka Teori
Dalam hal ini, penulis menggunakan Tori ekonomi Politik Media
dari Vincent Moscow. Teori ekonomi politik (Political economy theory)
adalah pendekatan kritik sosial yang berfokus pada hubungan antara
struktur ekonomi dan dinamika industri media, serta konten ideologis
media. Dari sudut pandang ini, lembaga media dianggap sebagai bagian
dari sistem ekonomi yang berhubungan erat dengan sistem politik.19
Critical Political Economy banyak dipengaruhi oleh pemikiran
Karl Marx. Marx melihat keterkaitan antara kepemilikan ekonomi dan
penyebaran pesan untuk legitimasi dan nilai-nilai dari kelompok dominan
dalam masyarakat. Media dikuasai oleh kelas borjuis dalam masyarakat,
dan media dijalankan untuk memenuhi tujuan mereka. Media merupakan
alat produksi yang disesuaikan dengan tipe umum industri kapitalis
beserta faktor produksi dan hubungan produksinya.20
Terdapat tiga konsep penting yang ditawarkan oleh Moscow untuk
mengaplikasikan pendekatan ekonomi politik pada kajian komunikasi,
yaitu komodifikasi (Commodification), spasialisasi (Spatialization), dan
Strukturasi (Structuration).21
19
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail, ed. 6, buku 1,Penerjemah
Putri Iva izzati (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h.105.
20
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Penerjemah Agus Dharma, (Jakarta:
Erlangga, 1991), cet.2, h.63.
21
Vincent Moscow. The Political Economy of Communication. (London: Sage
Publications, 1996), h.139
Tabel 1. 1
Konsep Ekonomi Politik Vincent Moscow
Ekonomi Politik Media
Komodifikasi
Spasialisasi
-
Isi
-
-
Khalayak
-
Pekerja
Strukturasi
-
Integrasi
modal
Vertikal
-
Pemilik
-
Integrasi
Pemilik
media
Horizontal
-
Awak media
Sumber: Vincent Moscow, The Political Economy of Communication22
a. Komodifikasi
Komodifikasi berhubungan dengan bagaimana proses transformasi barang
dan jasa beserta nilai gunanya menjadi
mempunyai
nilai
tukar
di
suatu
komoditas
yang
pasar.23 Komodifikasi terdiri dari
komudifikasi isi, khalayak, dan pekerja.
b. Spasialisasi
“Communication processes and technologies are central to the
spatialization process throughout the wider political economy.
Spatialization is particulary significant in the communication
industries”.24
22
Dedi Fahrudin, Konglomerasi Media Studi Ekonomi Politik Terhadap Media
Group, yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI), volume 1 nomor 2, September
2014, h. 91 yang dielaborasi oleh Penulis.
23
Ismi Adila, Spasialisasi dalam Ekonomi Politik Komunikasi (Studi Kasus MRA
Media), yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.1, April 2011, h. 94
24
Vincet Moscow, The Political Economy of Communication, h. 173
Spasialisasi berhubungan dengan proses pengatasan atau paling
tepat dikatakan sebagai transformasi batasan ruang dan waktu dalam
kehidupan sosial. Dapat dikatakan juga bahwa spasialisasi merupakan
proses perpanjangan institusional media melalui bentuk korporasi dan
besarnya badan usaha media. Spasialisasi ini terdiri dari dua yaitu,
spasialisasi vertikal dan horizontal.
c. Strukturasi
“Structuration belances the tendency in political economic analysis to
feture structures, typically business and governmental institutions, by
addressing and incorporating the ideas of agency, social relations, social
process, and social practice”.25
Strukturasi berkaitan dengan relasi ide antar agen masyarakat,
proses sosial dan praktik sosial dalam analisis struktur. Strukturasi dapat
digambarkan sebagai proses dimana struktur sosial saling ditegakkan oleh
para agen sosial, dan bahkan oleh masing-masing bagian dari struktur
mampu bertindak melayani bagian yang lain.26
F. Metodelogi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Secara makro, Golding dan Murdock mengatakan bahwa persfektif
ekonomi politik bisa dibedakan menjadi dua macam, yaitu liberal dan
kritikal.27 Liberal Political Economy berfokus pada proses pertukaran di
pasar,
dimana
konsumen
mempunyai
kebebasan
untuk
memilih
komoditas-komoditas yang sedang berkompetisi berdasarkan manfaat dan
25
Vincet Moscow, The Political Economy of Communication, h. 213
Ismi Adila, Spasialisasi dalam Ekonomi Politik Komunikasi (Studi Kasus MRA
Media), h. 95
27
Ismi Adila, Spasialisasi dalam Ekonomi Politik Komunikasi (Studi Kasus MRA
Media), h. 95
26
kepuasan yang ditawarkan yang kemudian disebut dengan Ekonomi
Media. Sebaliknya, critical political economy tertarik pada interaksi
umum antara organisasi ekonomi dan kehidupan politik, serta sosial dan
budaya. Dengan mengikuti Marx, critical political economy yang berfokus
pada proses pertukaran28.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kritik sosial yang berfokus
pada hubungan antara struktur ekonomi, dinamika industri media, dan
konten ideologis media dimana akan terlihat dari hubungan antara media,
khalayak, dan pengiklan. Oleh karena itu, paradigma ekonomi politik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis.
Teori ekonomi politik dengan paradigma kritis ini berusaha
melakukan eksplanasi, namun eksplanasi dalam pengertian lain, yakni
eksplanasi tentang adanya kondisi-kondisi seperti kesadaran palsu, untuk
tujuan-tujuan pencerahan, emansipasi manusia, agar para perilaku sosial
menyadari pemaksaan tersembunyi.29
2. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian lebih berbicara mengenai bagaimana cara
peneliti untuk melihat dan mempelajari suatu gejala atau realitas sosial.30
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif.
Bogdan dan Tylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan sejumlah data deskriptif berupa
28
Graham Murdock dan Peter Golding, “Culture, Communications and Political
Economy,” dalam James Curran dan Michael Gurevitch, ed., Mass Media and Society
(London: Bloomsbury, Academic, 2005), h. 60-61.
29
Dedy N. Hidayat. diakses dalam https://ashadisiregar.files.wordpress. com/2009/03
/microsoft-word-dedynurhidayat_teori-kritis3.pdf pada 30 Maret 2016 pukul 14.03 WIB, h. 2
30
Bambang Prasetyo dan Miftahul Jannah, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 42.
kata-kata tertulis atau lisan dengan orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Dalam hal ini individu atau organisasi harus dipandang sebagai
bagian dari suatu keseluruhan. Artinya, tidak boleh diisolasikan ke dalam
variabel atau hipotesis.31 Jenis penelitian kualitatif adalah suatu proses
penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang
menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Creswell dalam
Indha Novianti mengatakan bahwa pada pendekatan ini, peneliti membuat
suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari
pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami32.
3.
Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam
jenis penelitian eksplanatif. Jenis penelitian dengan tipe eksplanatif
bertujuan untuk menjelaskan sebuah permasalahan yang telah memiliki
gambaran yang jelas dan bermaksud menggali secara mendalam.33
Dengan penelitian eksplanatif, peneliti akan menjelaskan lebih
mendalam tentang praktek komodifikasi informasi yang terjadi di Media
Indonesia sebagai media cetak yang berada di bawah naungan Media
Group yang dimiliki oleh Pengusaha sekaligus politisi, Surya Paloh.
4.
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Media Indonesia yang berada di
kompleks Delta Kedoya, Jalan Pilar Mas Raya Kav A-D, Kedoya Selatan,
31
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. ke-26 (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2009), h.4.
32
Indha Novita Putri S.I.Kom. Spasialisasi Dan Konglomerasi Media (Analisis
Deskriptif Ekonomi Politik Media pada Kelompok Kompas Gramedia). Jurusan Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. h.4
33
Ipah Farihah, Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006)
Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Adapun objek penelitiannya adalah
komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia.
5.
Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa tekhnik
untuk mendapat data-data yang diperlukan, yaitu:
a) Dokumentasi
Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumentasi
tertulis.
Dalam
hal
ini,
peneliti
berusaha
untuk
mengumpukan, membaca, dan mempelajari berbagai bentuk data yang
diperoleh, seperi dokumen sekeretaris redaksi, Marketing - New Profile
Presentation‟s Media Indonesia.
b) Wawancara Mendalam (Depth Interview)
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam
(depth interview), melalui metode tanya jawab berupa pertanyaanpertanyaan yang diajukan langsung baik dengan menggunakan atau tanpa
menggunakan pedoman wawancara (interview guide) kepada key person.
Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada para narasumber yang
berhubungan dan menguasai tema yang relevan dengan substansi utama
penelitian agar mendapatkan data yang lengkap dan mendalam. Dalam hal
ini penelit melakukanwawancara dengan Usman Kansong selaku Direktur
Pemberitaan Media Indonesia, Ade Alawi selaku Asisten Ketua Divisi
Pemberitaan, Wendy Rizanto selaku Asisten Kepala Divisi Iklan, Wawa
Karwati selaku Asisten Kepala HRD, dan Effy Zalfian Rusfian, M.Si.,
selaku Dosen FISIP Universitas Indonesia yang juga researcher Ekonomi
Politik Media.
c) Observasi tidak terstruktur (Unstructure Observation)
Observasi merupakan kegiatan mengamati secara langsung (tanpa
mediator) sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang
dilakukan objek tertentu.34 Dalam penelitian melakukan observasi tidak
terstruktur (Unstructure Observation) , yaitu observasi langsung yang
tidak berstruktur dengan mengamati secara langsung Media Indonesia.
Dalam hal ini, peneliti banyak bertindak sebagai observer (pengamat).
Dalam hal ini, peneliti melakukan magang di Media Indonesia
selama 2 bulan terhitung tanggal 10 Maret 2016-10 Mei 2016, peneliti
ditempatkan di Polkam dan pada proses itulah peneliti ditempatkan
sebagai reporter yang ditempat tugaskan di Mahkamah Konstitusi. Selain
itu, peneliti juga ditugaskan dan bertanggungjawab untuk mengumpulkan
informasi tentang Teman Ahok melalui merkas ataupun posko-posko yang
ada di di Jakarta.
6.
Sumber Data
a) Data Primer
Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data.35 Pengumpulan data primer dalam penelitian ini
melalui data yang diperoleh secara langsung dari narasumber dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan melalui wawancara.
34
Rachmat Kriyantono, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran,
cet. ke-3 (Jakarta: Kencana, 2008), h.108
35
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta,
2007), h. 137
b) Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen 36. Data
sekunder dalam penelitian ini berasal dari berbagai literatur yang
berhubungan dengan komodifikasi atau ekonomi politik media.
7. Teknik Analisis Data
Menurut Jhon W. Creswell, analisis data dalam peneltian kualitatif
terdiri dari langkah persiapan dan pengorganisasian data (data tekstual ke
transkrip, data gambar ke dalam potograf) untuk dianalisis, kemudian
mengurangi yang tidak penting, mengelompokan data ke dalam tema-tema
tertentu (koding), dan mempersingkat kode-kode dan menyajikan data ke
dalam gambaran, table atau sebuah pembahasan.
Dalam penelitian ini, peneliti menyusun secara sistematis data
yang telah diperoleh dari dokumentasi, hasil wawancara, dan catatan
lapangan dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori yang
sesuai dengan kerangka konsep komodifikasi pada Ekonomi Politik Media
menurut Vincent Mosco untuk menjawab perumusan masalah dalam
penelitian ini. Kemudian, menjabarkan ke dalam unit-unit, yang terdiri
dari komodifikasi isi, khalayak, dan pekerja, yang dilakukan oleh Media
Indonesia. Terakhir, membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri dan orang lain.
36
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, h. 137
G. Tinjauan Pustaka
Setelah menelusuri skripsi di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi (FIDKOM) dan Perpustakaan Utama (PU) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, penulis menemukan beberapa penelitian yang terkait
dengan komodifikasi atau Ekonomi Politik Media, yaitu:
1. “Konglomerasi Industri Media Penyiaran di Indonesia: Analisis Ekonomi
Politik PT. Visi Media Asia Tbk.”, oleh Ahmad Syaiful Alam, tahun 2011,
jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Skripsi ini memiliki
persamaan dengan penelitian penulis, yaitu analisisnya yang menggunakan
Teori Ekonomi Politik Media Vincent Moscow. Sedangkan perbedaannya
terletak pada subjek dan objek penelitiannya.
2. “Komodifikasi MNC Muslim Analisis Ekonomi Politik Media pada MNC
Group,” oleh Yudid Dwi Septriani, tahun 2013. jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI). Skripsi ini memiliki persamaan dengan penelitian
penulis, yaitu analisisnya yang menggunakan Teori Ekonomi Politik
Media Vincent Moscow dan fokus pada salah satu entry concept nya, yaitu
Komodifikasi. Sedangan perbedaannya terletak pada media yang di
analisisnya.
Selain skripsi atau penelitian di lingkungan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
peneliti juga menemukan beberapa penelitian yang terkait dengan
Ekonomi Politik Media di tempat lain, yaitu:
1. “Studi Kritis Ekonomi Politik Komunikasi Aktivitas Bisnis Konsultan
politik Melalui Konsep Komodifikasi”, disertasi yang ditulis oleh
Nurhayati Suragih, tahun 2012, jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas
Padjajaran. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian penulis,
yaitu analisisnya yang menggunakan Teori Ekonomi Politik Media
Vincent Moscow dan fokus pada salah satu entry concept nya, yaitu
Komodifikasi. Sedangan perbedaannya terletak pada subjek penelitiannya.
2. “Komodifikasi Kemiskinan oleh Media Televisi”, jurnal yang ditulis oleh
As‟ad Musthofah, tahun 2012. Terdapat persamaan antara Jurnal tersebut
dengan penelitian penulis. Persamaannya terletak pada teori yang
digunakan. sedangkan perbedaanya terletak pada subjekpenelitiannya.
3. “Komodifikasi Budaya Lokal dalam Televisi”, tesis yang ditulis oleh
Sumantri Raharjo, tahun 2011. Penelitian ini memiliki persamaan dengan
penelitian penulis, yaitu analisisnya yang menggunakan Teori Ekonomi
Politik Media Vincent Moscow dan fokus pada salah satu entry concept
nya, yaitu Komodifikasi. Sedangan perbedaannya terletak pada subjek
penelitiannya.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis secara
sistematis membagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab.
Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I
: Pendahuluan meliputi; Latar Belakang Masalah, Fokus
Penelitian, Rumusan masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Kerangka teori, Metodelogi Penelitian, dan
Tinjauan Pustaka.
BAB II
: Landasan Teori, di dalamnya diuraikan tentang Teori
Ekonomi Politik Media, konseptualisasi surat kabar,
Industri Media, serta media dan kepentingan bisnis.
BAB II
:
Gambaran
umum
yang
mengemukakan
dan
mendeskripsikan tentang Surya Paloh dan Media Group,
Surya Paloh dan NasDem, dan Media Indonesia yang
memuat tentang sejarah, visi, misi, dan
struktur
organisasi.
BAB IV
: Tumuan dan Analisis Data, di dalamnya diuraikan
tentang hasil temuan lapangan sesuai dengan pendekatan
ekonomi politik media Vincent Moscow, yang terfokus
pada komodifikasi. Baik itu komodifikasi isi, khalayak,
maupun komodifikasi pekerja.
BAB V
: Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Ekonomi Politik Media
1. Ekonomi Politik Media Vincent Moscow
Pada perkembangannya ekonomi politik mengaitkan aspek
ekonomi (seperti kepemilikan dan pengendalian media), keterkaitan
kepemimpinan dan faktor-faktor lain yang menyatukan industri media
dengan industri lainnya, serta hubungannya dengan elit-elit politik,
ekonomi, dan sosial. Menurut Phillip Elliot, kajian ekonomi politik media
melihat bahwa isi dan maksud- maksud yang terkandung dalam pesanpesan media yang ditentukan oleh dasar-dasar ekonomi dari organisasi
media yang memproduksinya.37
Secara singkat Chris Barker mengemukakan pendapat tentang
ekonomi politik sebagai:
“A domain of knowledge concerned with power and at
distribution of economic resources. Political economy explores
the questions of who owns and controls the institutions of
economy, society, and culture.”
Sebuah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kekuatan
distribusi daripada sumber daya ekonomi. Ekonomi politik membahas
pertanyaan tentang siapa yang memiliki dan mengontrol institusi ekonomi,
sosial, dan budaya38.
37
Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran (Jakarta: LKiS, 2000), h. 65
Sagitaning Tyas, Konglomerasi Industri Media Penyaiaran di Indonesia
Analisis Ekonomi Politik Pada Group Media Nusantara, (Jakarta: Skripsi Komunikasi
38
Kajian ekonomi politik media dilandasi oleh pemikiran yang
dikemukakan oleh Golding dan Murdorck (1991) bahwa letak kekuatan
media berada pada struktur dan proses ekonomi media dalam
memproduksi pesan. Oleh karena itu, penelitian-penelitian pada aspek ini
lebih memfokuskan pada praktik peningkatan monopolisasi dalam industri
budaya melalui konsentrasi dan diversifikasi.39
Menurut Murdorck dan Golding dalam Idi Subandy Ibrahim dana
Bacharudin, Teori Ekonomi politik kritis (critical political economy)
adalah salah satu jenis analisis media modern yang banyak memperoleh
inspirasi dari gagasan Marxian.40
Teori Marxian mendorong hubungan langsung antara kepemilikan
ekonomi dan penyebaran pesan yang meneguhkan legitimasi dan nilai dari
masyarakat kelas. Pandangan ini didukung pada masa modern dengan
bukti adanya kecenderungan konsentrasi kepemilikan media massa oleh
pengusaha kapitalis.41
Menurut seorang ilmuan komunikasi massa, Dennis McQuail
(2010), teori ekonomi politik adalah sebuah pendekatan kritik sosial yang
memfokuskan pada hubungan antara struktur ekonomi dan dinamika
industri media serta konten ideologis media. Dari sudut pandang ini,
lembaga media dianggap sebagai bagian dari sistem ekonomi dalam
hubungan erat dengan sistem politik. Konsekuensinya, seperti terlihat
dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwahdan Ilmu Komunikasi UIN syarif
Hidayatullah, 2010), h. 17
39
Udi Rusadi, Kajian Media, isu ideologis dalam persektif, teori dan metode,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), h. 15
40
Idi Subandy Ibrahim dan Bachrudin Ali Achmad, Komunikasi dan
Komodifikasi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), h. 14
41
Idi Subandy Ibrahim dan Bachrudin Ali Achmad, Komunikasi dan
Komodifikasi , h. 14
dengan berkurangnya sumber media independen, konsentrasi pada
khalayak yang lebih besar, menghindari risiko, dan mengurangi
penanaman modal pada tugas media yang kurang menguntungkan.42
Teori ekonomi politik adalah teori media yang dikembangkan dari
pendekatan marxis sejauh ia memunculkan perhatian tentang bagaimana
hegemoni media berfungsi untuk melayani kepentingan yang kuat (kuasa
dan kapital). Teori ekonomi memfokuskan pada pemahaman mengenai
arti penting basis ekonomi media. Teori-teori ekonomi politik menjelaskan
bagaimana kepemilikan bentuk-bentuk media bisa memasukkan posisiposisi ideologis dan mitos-misos sosial orang-orang yang mengkreasi
pesan media.43
Pengertian ekonomi politik secara sempit menurut Vincent
Moscow, dapat diartikan sebagai kajian tentang hubungan sosial,
khususnya yang berhubungan dengan kekuasaaan dalam bidang produksi,
distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi.44
Kajian ekonomi politik sebenarnya juga menjadi fokus kajian pada
perspektif klasik, yaitu untuk kajian yang memandang bahwa proses
ekonomi pada media tersebut murni merupakan proses ekonomi yang
terosiolasi dari faktor politik dan kekuasaan. Perspektif kajian ini disebut
ekonomi politik liberalis yang kemudian disebut dengan ekonomi media.
Media hanya dipandang sebagai saluran dalam proses pertukaran
42
Idi subandy Ibrahim dan Bachrudin Ali Achmad, Komunikasi dan
Komodifikasi, h. 14
43
Hanno Hardt. Crittical Communication Studies, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007),
h. xvi
44
Vincent Moscow. The Political Economy of Communication. (London: Sage
Publications, 1996), h. 25
komoditas dipasar bebas guna berkompetisi dan memberikan manfaat dan
kepuasan terhadap khalayaknya.
Berbeda dengan ekonomi politik liberalis, perspektif kajian
ekonomi kritikal, memberikan perhatian pada interplay antara organisasi
ekonomi dengan dimensi politik, sosial dan kehidupan kultural. Dengan
kata lain, seperti yang diungkapkan Wasko Janet dalam Arianto, teori ini
mengemukakan ketergantungan ideologi pada kekuatan ekonomi dan
mengarahkan perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur
pemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media komunikasi
massa.45
Dalam hal ini Mosco merumuskan empat karakteristik penting
mengenai ekonomi-politik46. Pertama, ekonomi-politik merupakan bagian
dari studi mengenai perubahan sosial dan transformasi sejarah. Dimana
ekonomi-politik kritis ini berusaha menjelaskan secara memadai
bagaimana perubahan-perubahan dan dialektika
yang
berkaitan
dengan posisi dan peranan media komunikasi dalam sistem kapitalisme
global47.
Kedua,
ekonomi-politik mempunyai
minat
dalam menguji
keseluruhan sosial atau totalitas dari hubungan sosial yang meliputi bidang
ekonomi, politik, sosial dan budaya dalam suatu masyarakat, serta
menghindari dari kecenderungan mengabstraksikan realitas-realitas sosial
ke dalam bidang teori ekonomi maupun teori politik.
45
Arianto, Ekonomi Politik Lembaga Media Komunikasi, (Jurnal Ilmu
Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011), h. 194
46
Graham Murdock dan Peter Golding, Political Economy of Mass
Communication, In Curan, James and Gurevitch, Michael (eds.) Mass Media and Society,
Edward Arnold: A Devision of Holder & Stoughten, 1992. h. 16-18.
47
Sagitaning Tyas, Konglomerasi Industri Media Penyaiaran di Indonesia
Analisis Ekonomi Politik Pada Group Media Nusantara, h. 19-20
Ketiga, berhubungan dengan filsafat moral, artinya hal ini
mengacu
kepada nilai-nilai sosial (wants about wants) dan konsepsi
mengenai praktek sosial. Prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan public
good merupakan referensi utama dari pertanyaan moral mendasar
ekonomi-politik. Perhatian ini tidak hanya ditujukan pada “what is” (apa
itu), tetapi “what ought be” (apa yang seharusnya). Misalnya saja studi
ekonomi pilitik kritis yang concern terhadap peranan media dalam
membangun konsesus dalam masyarakat kapitalis yang ternyata penuh
distorsi. Dalam masyarakat yang tidak sepenuhnya egaliter, kelompokkelompok marginal tidak mempunyai banyak pilihan selain menerima
dan bahkan mendukung sistem yang memelihara subordinasi mereka
terhadap kelompok dominan48.
Keempat, karakteristiknya praxis, yakni suatu ide mengacu kepada
aktivitas manusia dan secara khusus mengacu pada aktivitas kreatif dan
bebas dimana orang dapat menghasikan dan mengubah dunia dan diri
mereka49.
Jadi bisa dikatakan bahwa titik perhatian ekonom politik adalah
terhadap alokasi sumber daya didalam masyarakat yang kapitalis,
misalnya menganalisis mengenai kepemilikan dan kontrol berarti
menganalisa mengenai hubungan kekuasaan, sistem kelas, dan bentuk
ketidakadilan struktur.50
McQuail dalam buku Idi Subandy Ibrahim dan Bacharudin,
menyatakan bahwa dalam satu dekade terakhir, relevansi teori ekonomi
48
Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, (Yogyakarta: LkiS, 2004),
Cet-1, h. 8-9
49
Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 27-37.
50
Arianto, Ekonomi Politik Lembaga Media Komunikasi, h. 193
politik makin meningkat dengan adanya beberapa kecenderungan dalam
bisnis dan tekhnologi media disamping barangkali juga didorong oleh
runtuhnya analisis Marx sendiri. Hal ini, misalnya, bisa dilihat dari hal-hal
berikut51:
Pertama, adanya pertumbuhan konsentrasi media di seluruh dunia
dengan lebih banyak kekuatan kepemilikan yang terpusat pada segelintir
pemegang dan kecenderungan penggabungan antara industri perangkat
keras dan lunak.
Kedua, adanya pertumbuhan ekonomi informasi secara global yang
melibatkan konvergensi yang makin meningkat antara telekomunikasi dan
penyiaran.
Ketiga, adanya penurunan sektor publik media massa dan kontrol
telekomunikasi kepada publik secara langsung terutama di Eropa Barat, di
bawah tajuk “deregulasi”. “privatisasi”, atau “liberalisasi”.
Keempat,
adanya
perkembangan
masalah
mengenai.
ketidaksetaraan informasi.
Golding dan Murdorck (1991) dalam buku Udi Rusadi,
memandang bahwa kajian ekonomi politik memiliki tiga varian, yaitu
instrumentalis, strukturalis, dan konstruktivis.52
Ekonomi politik instrumentalis, memandang bahwa media
merupakan instrumen dari kelas yang berkuasa yaitu pemilik media agar
isi media sesuai dengan kepentingannya. Varian ini dikemukakan oleh
51
Idi Subandy Ibrahim dan Bacharudin Ali Akhmad, Komunikasi dan
komodifikasi, h. 15
52
Udi Rusadi, Kajian Media, isu ideologis dalm persektif, teori dan metode, h.
15
Edward S. Herman dan Noam Chomsky, dalam karyanya Manufacturing
Consent: The Political Economy of The Mass Media, tahun 1988.
Ekonomi politik strukturalis menganggap kekuatan strukturlah
yang menguasai media dan struktur yang dimaksud, sebagaimana
dikemukakan Gidden, ialah aturan dan sumber daya yang melekat dan
dimiliki media. Dalam pendekatan ini kekuatan struktur sangat besar
dalam mengendalikan media.
Ekonomi politik konstruktivis, memandang bahwa para pemilik
media ada dalam struktur yang memberikan fasilitas dan berbagai batasanbatasan. Namun demikian, struktur itu sendiri bukanlah sebuah bangunan
yang kokoh, kaku dan tidak dapat berubah.Varian konstruktivis melihat
media dikendalikan tidak saja oleh kekuatan strukturnya, tetapi juga oleh
para agen serta faktor-faktor sosial dan budaya yang ada di
lingkungannya.
2. Entry Concept Ekonomi Politik
Untuk melaksanakan kajian ekonomi politik komunikasi, Vincent
Moscow mengemukakan kerangka kerja (frame work) teoritik, yaitu
komodifikasi, spasialisasi dan srukturasi. Ketiganya saling berkaitan dan
kajian komodifikasi menjadi titik masuk (entry point) dalam kajian
ekonomi politik53.
a.
Commodification (Komodifikasi)
53
18
Udi Rusadi, Kajian Media, isu ideologis dalm persektif, teori dan metode, h.
Menurut Moscow, komodifikasi yaitu proses mengubah makna
dari sistem fakta atau data yang merupakan pemanfaatan isi media dilihat
dari kegunaannya sebagai komoditi yang dapat dipasarkan.54
Menurut Vincet Moscow, terdapat tiga bentuk komodifikasi dalam
media55:
1. Komodifikasi Isi, yakni proses mengubah pesan dan sekumpulan data
ke dalam system makna sedemikian rupa sehingga menjadi produk
yang dapat dipasarkan.
2. Komodifiasi Khalayak, yakni proses media menghasilkan khalayak
untuk kemudian „menyerahkanya‟ kepada pengiklan.
3. Komodifikasi Tenaga Kerja, yakni proses pemanfaatan pekerja sebagai
penggerak kegiatan produksi, sekaligus distribusi dalam rangka
menghasilkan komoditas barang dan jasa.
b.
Spacialization (Spasialisasi)
Spasialisasi, yakni proses untuk mengatasi hambatan ruang dan
waktu dalam kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam benyak
perluasan usaha guna meningkatkan keuntungan perusahaan atau industri
media56. Dapat dikatakan juga bahwa spasialisasi merupakan proses
perpanjangan
institusional
media melalui
bentuk
korporasi
dan
besarnya badan usaha media.
Dalam ekonomi politik media, spasialisasi sebagai suatu cara
untuk memahami hubungan power-geometris bagi proses menetapkan
54
Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 156
Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 133-141
56
Udi Rusadi, Kajian Media, isu ideologis dalm persektif, teori dan metode, h.
55
18
ruang, khususnya ruang yang dilalui arus komunikasi.57 Lebih lanjut,
Moscow membahas spasialisasi dengan integrasi secara vertikal dan
horizontal.
Integrasi vertikal adalah konsentrasi perusahaan dalam satu jalur
usaha atau garis bisnis yang memperluas kendali sebuah perusahaan atas
produksi. Pada prakteknya, integrasi vertikal adalah cross-ownership
(kepemilikan silang) beberapa jenis media seperti surat kabar, stasiun
radio, majalah, dan tabloid oleh suatu grup perusahaan media massa.
Integrasi horizontal adalah ketika sebuah perusahaan yang berada
di jalur media yang sama membeli sebagain besar saham pada media lan,
yang tidak ada hubungannya langsung dengan bisnis aslinya atau ketika
perusahaan mengambil alih sebagain besar saham atau perusahaan yang
sama sekali tidak bergerak dalam bidang media58. Misalnya Media Group
yang memiliki usaha di bidang perhotelan dan katering.
c.
Structuration (Strukturasi)
Strukturasi, yakni proses penggabungan agensi manusia (human
agency) dengan proses perubahan sosial ke dalam jenis struktur-struktur.
Dengan kata lain, strukturasi merupakan keterkaitan antar struktur dan
human agency sebagai dualitas yang bisa menjamin keberlangsungan
suatu sitem (media). Dengan memberikan posisi-posisi jabatan struktur
yang adala dalam kelompok tersebut, diharapkan dapat memainkan
peranan penting dalam setiap bidang yang telah diembannya.
57
Dedi Fahrudin, Konglomerasi Media, Studi Ekonomi Politik Terhadap Media
Group, (Jakarta: Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI), volume 1 nomor 2, September,
2014), h. 97
58
Gun Gun Heryanto, Komuniasi Politik di era Industri Citra (Jakarta: PT.
Lasswell Visitama, 2010), h. 282
Strukturasi ini menyeimbangkan kecenderungan dalam analisis
ekonommi politik untuk menggambarkan struktur seperti lembaga bisnis
dan pemerintahan dengan menunjukan dan menggambarkan ide-ide
agensi, hubungan sosial dan proses serta praktek sosial.59
3. Bentuk-bentuk Komodifikasi
Komodifikasi adalah proses perubahan barang dan jasa yang
semula dinilai semata-mata karena nilai kegunaannya menjadi komoditas
yang dinilai karena ia laku di pasar sehingga menguntungkan. Dalam
ekonomi politik, komodifikasi didefinisikan secara sederhana oleh Vincent
Moscow, sebagai proses perubahan nilai guna menjadi nilai tukar.60
Komodifikasi menjadi titik masuk untuk memahami praktikpraktik dan institusi-institusi komunikasi yang khusus. Seperti adanya
ekspansi komodifikasi yang umum dan mengglobal pada era1980-an,
sebagai tanggapan atas kemerosotan pertumbuhan ekonomi global, yang
berakibat pada peningkatan komersialisasi program media, privatisasi
institusi telekomunikasi dan media publik, serta liberalisasi pasar
komunikasi, termasuk tempat-tempat yang semula dipandang sebagai
wilayah dengan rezim tertutup, seperti di Timur Tengah dan Cina, dimana
komodifikasi dibatasi.61
Dengan beroperasinya praktik ideologi kapitalisme dalam berbagai
ranah kehidupan dan budaya sehari-hari, kita bisa melihat berbagai wajah
59
Dedi Fahrudin, Konglomerasi Media, Studi Ekonomi Politik Terhadap Media
Group), h. 99
60
Dalam kata-kata Moscow, “Commudification is the process of transforming use
values into exchange values.” Lihat Moscow, h. 129
61
Syaiful Halim. Poskomodifikasi Media, (dalam kata pengantar dari Idi
Subandy Ibrahim),(Jakarta: Jalalasutra,2013), h. viii
komodifiasi yang berlangsung, termasuk dalam bidang media dan
komunikasi.
Vincent Moscow memformulasikam komodifikasi yang terjadi di
media menjadi tiga bentuk komodifikasi, yakni62:
a. Content Commodification (Komodifikasi Isi)
Komodifikasi isi, yakni proses mengubah pesan dan sekumpulan
data ke dalam sistem makna menjadi produk-produk yang dapat
dipasarkan.63 Sebagai contoh, beberapa media massa sengaja menyajikan
informasi-informsi bertema sensasional, mistik maupun informasi yang
mengandung sensualitas untuk mendapatkan keuntungan sebanyakbanyaknya.
Komodifikasi isi menjadi pusat perhatian kajian ekonomi politik
media dan komunikasi. Ketika pesan atau isi komunikasi diperlakukan
sebagai komoditas, ekonomi politik cenderung memusatkan kajian pada
konten media. Tekanan pada struktur dan konten media ini bisa dipahami
terutama bila dilihat dari kepentingan perusahaan media global dan
pertumbuhan dalam nilai konten media.64
Menurut pandangan Marxisme klasik, isi media merupakan
komoditas untuk dijual di pasaran, dan informasi yang disebatkan diatur
oleh apa yang akan diambil oleh pasar.65
62
Vincent Moscow, The Political Economy of Communication, h. 168-170
Gun-Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, h. 281
64
Idi Subandy Ibrahim dan Bachruddin Ali Akhmad, Komunikasi dan
Komodifikasi , h. 20
65
Stephen W. Litteljohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi, edisi 9 (Jakarta:
Salemba Humanika, 2011). h. 433
63
b.
Audience Commodification (Komodifikasi Khalayak)
Selain pada isi, komodifikasi juga diterapkan pada khalayak.
Ekonomi politik menaruh beberapa perhatian pada khalayak, khususnya
dalam upaya untuk memahami praktik umum dengan cara pengiklan
membayar untuk ukuran dan kualitas (kecenderungan untuk konsumsi)
khalayak yang dapat diraih surat kabar, majalah, website, radio, atau
program televisi.66
Media Massa merupakan konsep sebuah proses yang sebenarnya
memproduksi penonton dan mengantarkannya kepada pihak pengiklan.67
Dengan memakai wacana yang di populerkan oleh Smythe (1977)
dalam the audience commodity, komodifikasi khalyak ini menjelaskan
bagaimana sebenarnya khalayak tidak secara bebas hanya sebagai
penikmat dan konsumen dari budaya yang didistribusikan melalui media.
Khalayak pada dasarnya merupakan entitas komoditi itu sendiri yang bisa
dijual.68
c. Labour Commodification (Komodifikasi Pekerja)
Selanjutnya untuk mengkaji proses komodifikasi isi dan khalayak
media, penting untuk mempertimbangkan komodifikasi tenaga kerja
media. Tenaga kerja komunikasi yang juga dikomodifikasi sebagai buruh
upahan telah tumbuh secara signifikan dalam pasar tenanga kerja media.69
Tenaga kerja merupakan sebuah kekuatan untuk membayangkan,
menggambarkan,
66
mendesain
suatu
pekerjaan,
dan
kemudian
Idi Subandy Ibrahim dan Bachruddin Ali Akhmad, Komunikasi dan
Komodifikasi, h. 20
67
Vincent Moscow, The Political Economy of Communication, h. 136-137
68
Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, (Jakarta:
Kencana, 2012), h. 169
69
Idi Subandy Ibrahim dan Bachruddin Ali Akhmad, Komunikasi dan
Komodifikasi, h. 21
mewujudkannya dalam kenyataan70. Bahwa perusahaan media massa pada
kenyataannya tak berbeda dengan pabrik-pabrik. Para pekerja tidak hanya
memproduksi konten dan mendapatkan penghargaan terhadap upaya
menyenangkan khalayak melalui konten tersebut, melainkan juga
menciptakan
khalayak
sebagai
pekerja
yang
terlibat
mendistribusikan konten sebagai suatu komoditas71.
70
71
Vincent Moscow, The Political Economy of Communication, h. 139
Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, h. 170
dalam
Bila digambarkan dalam sebuah bagan/tabel, maka model
komodifikasinya akan seperti di bawah ini:
Tabel 2.1.
Komodifikasi Media72
Proses transformasi menggunakan nilainilai hidup yang digunakan manusia yang
menjadi nilai yang bisa ditukarkan, seperti
nilai tukar mata uang Dolar
Komodifikasi
Isi
Khalayak
Pekerja
72
Pesan sebagai komoditas yang
menyenangkan khalayak,
mengundang para pemasang
iklan, dan memeperpanjang
bisnis media yang ditandai
dengan penyajian informasiinsformasi bertema sensasional
meliputi kehidupan seputar
artis dan selebritas, mistik atau
takhayul, serba-serbi seks,
juga remeh-temeh yang
dilakukan politisi atau pejabat,
serta dikemas secara
spektakuler.
Khalayak sebagai komoditas yang
ditawarkan kepada pengiklan, dengan
menempatkannya dalam segmentasi,
target, dan positioning sebuah kegiatan
pemasaran, sekaligus aset pasar yang
dapat menyerap produk-produk yang
diiklankan.
Pekerja sebagai pendukung kegiatan
produksi yang tidak diperhitungkan
kemampuan konseptual dan
kreativitasnya, karena peran itu diambil
alih oleh kelas manajerial.
Syaiful Halim, Postkomodifikasi Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2013), h. 48
Dalam konteks penelitian ini, peneliti menggunakan teori ekonomi
politik media dari Vincent Moscow dengan memfokuskan salah satu entry
concept nya yaitu komodifikasi untuk meneliti komodifikasi yang terjadi
pada Media Indonesia, baik itu komodifikasi isi, khalayak, maupun
pekerja. Selain itu, dalam konteks ini pula komodifikasi ekonomi politik
media dijadikan pisau analisis untuk melihat bagaimana komodifikasi
yang dilakukan oleh Media Indonesia dijadikan sebagai kekuatan
Ekonomi dan Politik dari pemiliknya yang merupakan politisi sekaligus
pengusaha, Surya Paloh.
B. Konseptualisasi Surat kabar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, surat kabar diartikan
sebagai lembaran kertas yang bertuliskan kabar atau berita dan
sebagainya, terbagi dalam kolom-kolom (8-9 kolom), yang terbit setiap
hari atau periodik.73
Onong Uchyana Effendy berpendapat bahwa surat kabar adalah
lembaran yang dicetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat,
dengan ciri-ciri terbit secara periodik, bersifat umum, isinya teraktual,
mengenai apa saja dan dari mana saja dari seluruh dunia, yang
mengandung nilai untuk diketahui khalyaak pembaca.74
Dalam membahas sejarah media massa biasanya semua macam
media cetak dijadikan satu, karena surat kabar, majalah, dan tabloid
73
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2003), h. 28
74
Onong Uchyana Effendy, Leksikan Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju,
1989), h. 241.
terutama hanya dibedakan dari segi formatnya, sedang perangkatnya sama,
yaitu kertas yang dicetak.75
Surat kabar bisa dikatakan merupakan media massa tertua di dunia,
setelah buku. Pada zaman Romawi kuno sudah ada surat kabar, yang
disebut Acta Diurna. Acta Diurna tentu saja merupakan media untuk
menyampaikan informasi politik. Pada awalnya surat kabar merupakan
media untuk menyampaikan informasi politik, sosial, dan kultural. Di
Amerika Serikat, pada masa-masa awal, surat kabar merupakan media
penyampaian informasi politik. Saat itu belum muncul kecenderungan
media menjadi suatu institusi ekonomi yang mencari keuntungan. Surat
kabar Boston News-Letter yang berdiri pada 1704, misalnya, bisa bertahan
hidup karena hanya disubsidi pemerintah.76
Akan tetapi, perkembangan berikutnya memeperlihatkan bahwa
surat kabar telah menjadi institusi bisnis yang menjual informasi. Di
Amerika, menjelang abad ke-19, surat kabar The New York Sun sudah
menjadi institusi ekonomi. Banyak perusahaan penerbit surat kabar yang
kemudian menjelma menjadi korporasi besar.77
Di Indonesia, di masa-masa kemerdekaan, banyak surat kabar yang
didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Surat kabar menjadi alat
propaganda pemerintah kolonoial kala itu, di samping surat kabar-surat
kabar kaum nasionalis yang menjadi media politik yang memberikan
kritik atau perlaewanan terhadap pemerintah colonial.78
75
Sudirman Tebba dan Cecep Castrawijaya, Bisnis Media Massa di Indonesia,
(Jakarta: Pustaka irVan, 2015), h. 44
76
Usman, Ks, Ekonomi Media, h. 51
77
Usman, Ks, Ekonomi Media, h. 51
78
Usman, Ks, Ekonomi Media, h. 51
Di masa demokrasi liberal, surat kabar di Indonesia banyak yang
bersifat partisan, mereka berafiliasi pada partai politik tertentu; Harian
Rakjat berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), Pedoman
berafiliasi dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI), Abadi berafiliasi dengan
partai Masyumi, serta Kompas berafiliasi dengan Partai Katolik, dan lain
sebagainya. Sejak masa-masa awal kemerdekaan hingga awal orde baru,
pers Indonesia pun belum menjadi suatu industri yang menjanjikan
keuntungan. Belum masuknya surat kabar ke dalam dunia industri
tampaknya terkait dengan kondisi ekonomi, yang ketika itu sangat
buruk.79
Titik awal pers Indonesia memasuki era industri adalah ketika
diterbitkannya Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri pada
Juli 1968. Undang-Undang ini memasukkan pers sebagai industri yang
berhak mendapat pinjaman pemerintah, insentif pajak, dan insentif barang
impor (kertas surat kabar).80
Surat kabar adalah medium massa utama bagi orang untuk
memperoleh berita. Di sebagian besar kota, tak ada sumber yang bisa
menyamai keluasan dan kedalaman liputan berita surat kabar. Ini
memperkuat popularitas dan pengaruh surat kabar81. Hal ini pulalah yang
menyebabkan surat kabar masih mampu bertahan di era komunikasi
virtual.
Surat kabar mengandung isi yang amat beragam. Berita, saran,
komik, opini, teka-teki silang, dan data. Semuanya ada untuk dibaca
79
Usman, Ks, Ekonomi Media, h. 51
Usman, Ks, Ekonomi Media, h. 51
81
John Vivian, Teori Komunikasi massa, ( Jakarta: Prenada Media Group.
2008), h.71
80
sekehendak hati. Beberapa orang langsung membaca tabel pasar saham,
yang lainnya langsung membuka berita olahraga atau tulisan kolumnis
favorit. Berbeda dengan radio dan televisi, Anda tidak harus menunggu
untuk melihat berita yang Anda inginkan.82
Awalnya surat kabar adalah lawan, baik nyata maupun potensial
dari pemerintah berkuasa, terutama yang berkaitan dengan persepsi diri.
Gambaran yang kuat dalam sejarah pers merujuk pada kekerasan yang
dilakukan terhadap para pencetak, penyunting, dan wartawan. Pergulatan
demi kebebasan berpendapat seringkali merupakan bagian dari pergerakan
hak-hak kebebasan, demokrasi, dan warga negara yang lebih besar yang
ditekankan dalam mitologi jurnalisme itu sendiri. Peranan yang dilakukan
oleh oleh pers bawah tanah di bawah kependudukan asing atau diktator
juga dirayakan. Penguasa yang sah juga sering membenarkan persepsi diri
pers ini dengan menanggap mereka sebagai pihak yang menyulitkan dan
menyebalkan (walaupun sering kali menjadi lembek dan dalam
perlindungan terakhir, sangat rentan terhadap kekerasan). Schroeder dalam
Mc Quail mengatakan bahwa bagaimanapun, surat kabar pada awalnya
tidak secara umum bekerja melawan pemerintah, dan terkadang malah
bekerja untuk pemerintah. Pada saat itu, seperti saat ini, surat kabar sering
kali diidentifikasikan berdasarkan pembaca yang dituju.83
Penemuan penyiaran pada awal abad ke-20 mengubah akses
ekslusif surat kabar ke berita karena penyiaran memberikan akses ke
informasi yang lebih cepat, Namun, walaupun persaiangan untuk
82
John Vivian, Teori Komunikasi massa, h. 72
Denis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa , (Jakarta: Salemba Humanika,
2011), h. 244
83
mendapatkan khalayak kian meningkat, surat kabar kian terus menjadi
sumber informasi dan berita yang signifikan.84
Industri surat kabar berdasarkan sejarah juga memainkan peran
penting dalam mendefinisikan konsep budaya dari pers independen,
didasarkan keyakinan bahwa pers harus tetap independen dari kontrol
pemerintah demi memenuhi tanggung jawabnya dalam menginformasikan
kepada masyarakat.85
C. Industri Media
Wilbur Schram, seorang ilmuan komunikasi menyebutkan bahwa
media massa sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol
sosial. Akan tetapi, kecenderungan dewasa ini memperlihatkan media
telah menjadi industri atau institusi ekonomi. Perkembangan global
dewasa ini tak ayal telah menjadikan media massa bukan hanya sebagai
media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial, melainkan juga
sebagai industri atau institusi ekonomi.86
Banyak pengusaha besar yang menanamkan modalnya dalam
bisnis media massa. Para pengusaha yang terjun ke industri media tertentu
berharap modal yang mereka sudah tanamkan bisa kembali, bahkan
menghasilkan keuntungan. Terjunnya pengusaha besar dalam industri
media memunculkan fenomena konglomerasi media.87
Hal tersebut sangat erat dengan bentuk komunikasi massa sebagai
bentuk pelayanan (the service mode) yang merupakan bentuk paling
84
Shierly Biagi. Media/Impact Pengantar Media Massa, (Jakarta: Salemba
Humanika 2010), h. 65
85
Shierly Biagi. Media/Impact Pengantar Media Massa, h. 65
86
Usman Ks, Ekonomi Media, h.5
87
Usman Ks, Ekonomi Media, h. 5
umum dan paling sering berlaku dalam hubungan pengirim dan penerima.
Kedua belah pihak diikat oleh kepentingan bersama dalam situasi pasar
atau semacamnya (penawaran dan permintaan jasa simbolik). Maka tak
heran logika yang dipakainya pun merupakan logika MCM (MoneyCommodity-More Money).
Herman dan Chomsky, menyebutkan media massa sebagai mesin
atau pabrik penghasil berita (news manufacture) yang sangat efektif dan
mendatangkan keuntungan besar dari sisi ekonomi. Menurut mereka, saat
ini media massa telah menjadi industri88.
Jurgen Habermas, dalam buku The Theory of Communicative
Action, menyebut media sebagai industri sosial-politik sekaligus sebagai
industri ekonomi. Sebagai institusi sosial-politik, media berupaya
menjembatani publik dalam menyampaikan aspirasi sosial-politik mereka
terhadap penguasa dan kekuasaan. Sebagai institusi ekonomi, media
bekerja berdasarkan rasionalitas ekonomi atau bisnis, yakni mencari
keuntungan.89
Media massa berada dalam kehidupan masyarakat dan karena itu ia
memiliki keterkaitan dengan sistem dan praktik kehidupan masyarakat itu
sendiri.
Sebagai
lembaga
komunikasi
yang
memproduksi
dan
medistribusikan informasi, ia memiliki dua posisi kelembagaan yaitu
sebagai lembaga kemasyarakatan atau social institution90 dan sebagai
lembaga bisnis.
88
Usman Ks, Ekonomi Media, h. 6
Usman Ks, Ekonomi Media, h. 7
90
Social Institution diterjemahkan sebagai lembaga kemasyarakatan
dikemukakan oleh Sukanto (1982), dan istilah lain yang biasa dipakai ialah pranata sosial.
Keduanya, merujuk kepada adanya unsur-unsur yangmengatur perikelakuan para anggota
masyarakat.. Istilah tersebut menunjukan bahwa lembaga kemasyarakatsebagai sebuah
89
Sebagai lembaga kemasyarakatan media massa memiliki posisi
dan fungsi yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
masyarakat yang diharapkan akan memperkuat kehidupan masyarakat itu
sendiri. Sebagai lembaga bisnis media tumbuh dan berkembang dalam
arena pasar media untuk bisa membiayai kehidupan dirinya dan bisa
mengakumulasi keuntungan.
Media cetak lahir diawali dengan penemuan mesin cetak di Inggris
sebagai bagaian dari babak sejarah industrialisasi, jadi sejatinya media
massa lahir sebagai sebuah bisnis, sebuah upaya pengembangan teknologi
dalam rangka menggulirkan proses industrialisasi.
Sebagai institusi bisnis media massa melakukan proses ekonomi
yaitu melakukan transaksi di pasar media, Tarik menarik antar volume dan
kualitas supply dan dimand menjadi inti bisnis industri media sebagaimana
juga transaksi komoditas lain. Artinya disinilah letak kesamaan antara
industri media dengan industri lainnya yang bukan media. Aspek supply
media ialah produk media yaitu mediadan isi medianya. Untuk media
cetak, medianya itu sendiri merupakan komoditas yang diperjualbelikan
walaupun sebenarnya orang membeli isi media yang dibawa oleh
lembaran kertas yang diisi tinta cetak berupa tulisan atau gambar.91
Supplay-demand juga bisa mencakup aspek SDM, karena produsen
media melakukan kalkulasi aktivitas kebutuhan SDM untuk menajalankan
media, dan supply-nya dari pasar kerja, yaitu masyarakat sebagai
bentuk, tetapi juga mengandung pengertian-pengertian yang abstrak mengenai normanorma dan peraturan-peraturan dari lembaga tersebut. Dikutip dalam Udi Rusadi. Kajian
Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode , (Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2015), h. 29
91
Udi Rusadi. Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode
h. 29
konsumen, dan produsen media berada pada lembaga yang membutuhkan
SDMada dalam posisi demand. Dengan demikian, konsumen menjalankan
fungsi demand dalam konteks produk isi media dan supplier untuk sumber
daya manusia atau pekerja media. Sebaliknya produsen menjalankan
fungsi supplier untuk produk dan demand untuk SDM.92
Produk media sebagai sebuah industri memiliki keunikan
dibandingkan dengan produk pada industri menufaktur lainnya, karena
media memproduksi dan mereproduksi gambaran kehidupan sosial (social
life) dan kesadaran (consciousness) kemudian mendistribusikan kepada
khalayak. Kehidupan sosial yang diproduksi media bisa berupa praktik
sebagai liputan atau representasi suatu realitas, atau merupakan suatu fiksi
dalam sajian-sajian hiburan. Kesadaran yang diproduksi media merupakan
nilai-nilai ideologis, yang dicerminkan dalam setiap program media baik
berupa realitas maupun fiksi.93
Kunci bagi karakter institusi media yang tidak biasa dalah bahwa
aktivitasnya tidak terpisahkan secara ekonomi maupun politik, sekaligus
sangat tergantung dari tekhnologi yang terus-menerus berubah. Aktivitas
ini melibatkan produksi barang dan layanan yang sering kali bersifat
pribadi (konsumsi bagi kepuasan pribadi individu) dan publik (dipandang
perlu bagi bekerjanya masyarakat sebagai keseluruhan dan juga pada
ranah publik). Karakter publik media diturunkan terutama dari fungsi
politik media dalam demokrasi, tetapi juga dari fakta bahwa informasi,
budaya, dan gagasan dianggap sebagai kepemilikan kolektif. Seperti
92
Udi Rusadi. Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode ,
93
Udi Rusadi. Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode ,
h. 29
h. 43
benda-benda publik lain, misalnya udara dan sinar matahari, kegunaan
media tidak mengurangi ketersediaannya untuk yang lain.94
Oleh sebab itu, media memiliki tanggung jawab untuk memenuhi
kepentingan publik yang termasuk dalam aspek politik dari media. Namun
demikian, media sebagai sebuah industri mengembangkan dirinya dalam
kerangka kerja bidang ekonomi, serta ada tuntutan untuk selalu mengikuti
perkembangan tekhnologi.
Gambar 2.1
Media, Ekonomi, Politik, dan Tekhnologi95
Politik
Ekonomi
MEDIA
Teknologi
Ketiga lembaga, yaitu: Ekonomi, politik dan teknologi saling
bertumpu dan memperngaruhi. pengaruh ekonomi baik makro maupun
mikro yang terkait pada media ikut memperngaruhi dinamika media.
ekonomi moneter, kebijakan perdagangan dan industri sebagai elemen
ekonomi makro akan mempengaruhi kebijakan pengelola media. ekonomi
mikro yaitu berintraksi antara struktur pasar, prilaku pasar akan
94
Denis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa , (Jakarta: Salemba Humanika ,
2011), h. 244
95
Denis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa , h. 245
memengaruhi kinerja media. Aspek politik, berkaitan dengan pengaruh
situasi politik meliputi kebijakan politik dan pertarungan kekuatan politik
akan memberikan tekanan pada media baik melalui interVensi politik
maupun melalui regulasi media.
Perkembangan teknologi khususnya teknologi dan informasi,
memberikan dorongan pada media untuk mengubah strategi bisnisnya.
dengan perkembangan teknologi konvergensi, media dituntun untuk
menyesuaikan diri dengan mendistribusikan konten melalui banyak
platform dalam waktu yang bersamaan.
Menurut Gordon sebagaimana dikutip oleh Rahayu, ada tiga hal
penting yang dapat digunakan sebagai patokan untuk mengidentifikasi
karakteristik suatu industry. Ketiga hal tersebut berkaitan dengan
Costumer
Requirements,
Competitive
Environment,
dan
Social
Expectation96.
1.
Customer requirments : merujuk pada harapan konsumen
tentang produk media yang mencakup aspek kualitas, diversitas dan
ketersediaan
2.
Competitive environment : yakni lingkungan pesaing yang
dihadapi perusahaan, jika dilihat melalui televisi, hal ini dapat terlihat dari
media berlomba-lomba dalam menyajikan program yang sedang ramai
digandrungi oleh khalayaknya.
3.
Social expectations : berhubungan dengan tingkat harapan
masyarakat terhadap keberadaan industri media. Semakin tersedia
96
Rahayu, Analisis Dampak Pergeseran Karakteristik Industri Pers pada
Strategi Perusahaan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia. (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2000), h. 26
program yang bagus, maka akan semakin beragam format acaranya dan
semakin bagus kualitasnya
Sementara itu, Dennis McQuail memberikan sepuluh prinsip yang
menunjukan media sebagai institusi ekonomi:
1. Media masih dibedakan menurut kepemilikan struktur biaya tetap (fixed)
atau variable (variable cost).
2. Pasar media mempunyai karakter ganda, yaitu dibiayai oleh konsumen
dana tau oleh para pengiklan.
3. Media berbasis pendapatan iklan lebih rentan terhadap pengaruh
eksternalyang tidak diinginkan atas konten.
4. Media berbasis pendapatan konsumen rentan terhadap menipisnya dana.
5. Perbedaan utama dalam penghasilan media akan menuntut perbedaan
ukuran kinerja media.
6. Kinerja media dalam satu pasar akan berpengaruh pada kinerja di tempat
lain (pasar lain).
7. Ketergantungan pada iklan dalam media massa berpengaruh pada masalah
homogenitas program media.97
8. Iklan dalam media khusus dapat mempromosikan keragaman suplai.
9. Jenis iklan tertentu akan mendapatkan manfaat dan konsentrasi pasar
khalayak.
10. Persaingan demi sumber pendapatan yang sama berujung pada
keseragaman.
97
Denis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa , h. 253
D. Media dan Kepentingan Bisnis
Dalam pengertian bisnis modern industri adalah suatu konsep
Barat sebagai usaha untuk mengejar keuntungan, prestasi dan pendapatan
yang besar akhirnya membawa pertumbuhan ekonomi dan kenaikan
produk nasional bruto (Gross National Product/ GNP) suatu negara.
Produk nasional bruto itu merupakan alat statistik yang dipakai untuk
mengukur pertumbuhan ekonomi yang didefinisikan sebagai nilai total
dari seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam satu tahun di
sebuah negara tertentu.98
Tujuan suatu sistem bisnis yang tergantung pada media massa
sebagai sumber informasi antara lain mencakup:
1. Menanamkan dan menegakkan nilai-nilai kebebasan berusaha (free
enterprise)
2. Menegakkan dan memelihara pertautan antara produsen atau penjual
dengan konsumen dengan maksud menginformasikan kepada konsumen
tentang produk yang tersedia dan merangsang konsumen untuk membeli
produk itu.
3. Mengendalikan dan memenangkan konflik internal antara pihak
manajemen perusahaan dengan serikat pekerja atau terhadap konflik
eksternal .
Kemapanan institusi bisnis ekonomi akan terancam apabila media
massa menyerang nilai-nilai dasar dan melandasi sistem free enterprise.
Sistem bisnis tidak dapat beroperasi secara besar-besaran jika media
98
Sudirman Tebba dan Cecep Sastrawijaya, Bisnis Media Massa di Indonesia,
(Tangerang: Pustaka IrVan, 2015), h. 96
massa tidak menyediakan periklanan dalam skala besar antara produsen,
distributor dengan konsumen.99
Dalam perkembangannya, industry surat kabar sebagai media
komunikasi dan iklan memiliki karakteristik yang relatif berbeda dengan
industri atau bisnis pada umumnya, yaitu: Bila ada dua atau lebih surat
kabar di suatu daerah, maka surat kabar kedua atau pendatang berikutnya
suklit untuk berkembang (disadvantages) melebihi yang pertama karena
disproporsional, walaupun tirasnya tidak banyak berbeda., Ini disebut
dengan istilah Circulation Elasticity of Demand. Hal ini akan melahirkan
Circulation Spiral. Circulation Spiral adalah suratkabar yang tiras atau
sirkulasinya besar cenderung lebih kuat dan seterusnya.100
Model bisnis surat kabar adalah didaarkan pada penjualan dua
produk atau dual market, yaitu penjualan surat kabar itu sendiri dan iklan.
Saat ini pendapatan iklan menempati hampir 60-70%pendapatan surat
kabar, sementara pendapatan surat kaba ritu sendiri hanya mendapatkan
pendapatan antara 30-40% pendapatan karena dalam praktik sehari-hari
banyak surat kabar yang dijual di bawah biaya produksi, untuk mendorong
tiras penjualan. Dalam bisnis surat kabar berlaku hukum meningkatkan
tiras, mengundang makin banyak pemasang iklan, dan sebaliknya.
Selanjutnya makin banyak tiras, makin kecil biaya per-unit, sehingga
pendapatan iklan semakin besar.101
99
Sudirman Tebba dan Cecep Sastrawijaya, Bisnis Media Massa di Indonesia,
h. 97
100
Henry Faizal Noor, Ekonomi Media, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010),
101
Henry Faizal Noor, Ekonomi Media, 321
h. 320
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Surya Paloh dan Media Group
Surya Dharma Paloh atau yang lebih dikenal dengan Surya
Paloh, lahir di Kutaraja, Banda Aceh, pada tanggal 16 Juli 1951. Ia
lahir dari pasangan suami-istri, Muhammad Daud Paloh dan Hj.
Nursiah. Surya Paloh merupakan anak ke empat dari delapan
bersaudara. Kakaknya bernama Rohana Paloh, Usman Paloh, dan Rusli
Paloh serta adiknya yaitu Darmawati Paloh, Kemalawati Paloh, Mutiah
Paloh, dan Indrawati Paloh. Nama Paloh sendiri merupakan nama
keluarga yang diambil dari nama belakang ayahnya.
Pada tahun 1957, Muhammad Daud Paloh merupakan
Komandan Distrik Kepolisian Labuan Ruku, yang terletak di
Kecamatan Talawi, Kabupaten Asahan, Sumatra Utara, yang kemudian
pada awal orde baru ia menjabat sebagai Komandan Resort Kepolisian
Resort Tapanuli Utara102. Karir ayahnya ini turut serta membentuk
karakter dan kepribadian Surya Paloh sebagi seorang pengusaha dan
politisi.
Tahun 1967, Surya Paloh hijrah ke Medan. Sambil menuntut
ilmu di Sekolah Menangah Atas, Surya Paloh menjadi Manajer Travel
biro Seulawah Air Service. lima tahun berselang, sambal menuntut
102
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, (Jakarta:
Dharmapena, 2007), h. 20
ilmu di perguruan tinggi, bersama kakak iparnya, Jusuf Gading, ia
mengembangkan usaha distributor Mobil Ford dan Volkswagen,
dengan bendera PT. Ika Diesel Bros, Medan. Surya Paloh dipercaya
untuk menjabat sebagai direktur utama.103
Setahun sebelumnya, Surya Paloh juga dipercayai oleh pemilik
Wisma Pariwisata Medan, Baharuddin Datuk Bagindo, untuk
mengelola hotel tersebut. Bahkan tahun 1975 ia ditunjuk menjadi
kuasa direksi Hotel ika Daroy, Banda Aceh, merangkap sebagai
Direktur Link Up Coy, Singapore, yang bergerak dalam bidang
perdagangan umum. Dari sinilah Surya mulai mengenal liku-liku
bisnis perhotelan.104
Pekerjaan itu terpaksa ditinggalkannya, ketika ia harus
berhijrah ke Jakarta tahun 1977. Tetapi, 20 tahun kemudian, ia mulai
merambah bisnis perhotelan dengan membangun Media Sheraton
Hotel di Jakarta. Beberapa tahun kemudian, ia mengambangkan sayap.
Surya Paloh mengambil alih kepemilikan saham Bali Intercontinental
hotel, di Jembaran Bali yang awalnya dimiliki oleh Bambang
Trihatmodjo, serta Papandayan Hotel di Bandung.
Dengan track record dan pengalaman seperti itulah, Surya
Paloh membangun bisnis persnya. Pada awalnya Surya Paloh memiliki
surat kabar yang disebut dengan Harian Prioritas. Prioritas dibentuk
pada tanggal 2 Mei 1986. Namun, Priorirtas akhirnya mendapatkan
pembatalan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) pada tanggal 29
Juni 1987.
103
104
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 42
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 43
Pembatalan SIUPP Prioritas tersebut dalam pandangan Surya
jauh lebih kejam dari sebuah pembredelan. Pada zaman kolonial,
pembredelan surat kabar dapat berlangsung hanya beberapa saat,
dalam waktu tertentu bisa hidup kembali. Sedangkan pembatalan
SIUPP mengakibatkan penerbitan pers tersebut terkulai, mati
seterusnya.105
Dibatalkannya SIUPP Prioritas membuat pengusaha yang
sekaligus politisi, Surya Paloh ini membuat ia berfikir bahwa
„Arogansi kekuasaan hasus dilawan, demokrasi harus ditegakan dan
Pers nasional harus bebas dari belenggu kematian‟106. Ia juga berpikir
bahwa ia harus dapat mendobrak ketidakberdayaan pers nasional dari
kepentingan penguasa.107
Dalam perspektif seperti itulah, Surya menghadapi sebuah
dilema. Pada satu sisi, tekad, semangat, dan idealismenya sebagai
insan pers mendesak dirinya untuk membebaskan pers nasional dari
belanggu penguasa. Pada sisi lain, ia sulit memungkiri bahwa sebagai
politikus, dirinya masih berada dalam lingkaran kekuasaan. Setidaknya
ia tercatat sebagai politikus muda yang lahir dari lingkungan Golkar
(Golongan Karya) yang waktu itu sebagai tulang punggung
pemerintahan Orde Baru yang berkuasa.108
Terhitung sejak 1984, ia menjabat sebagai Ketua Dewan
Pimpinan Pusat AMPI (Angkatan Muda Pembaruan Indonesia), ormas
pemuda yang merupakan salah satu pilar Golkar. Pada saat yang
105
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh,
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh,
107
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh,
108
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh,
106
h. 15
h. 15
h. 16
h. 19
bersamaan, ia pun menduduki jabatan Ketua Dewan Pertimbangan
Pimpinan Pusat FKPPI (Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan
dan Putra-Putri ABRI). Organisasi ini dikenal pula sebagai salah satu
tiang penyangga jalur ABRI dalam sistem kekuasaan Orde Baru yang
ditopang oleh tiga jalur, yakni jalur A-B-G (ABRI, Birokrasi dan
Golkar). Malahan pada tahun 1977, dalam usia relatif muda, 25 tahun,
ia
terpilih
sebagai
anggota
MPR
dari
FKP
(Fraksi
Karya
Pembangunan), melalui pencalonan di daerah pemilihan Provinsi
Lampung.109
Menjelang dibatalkannya SIUPP Prioritas dicabut, tirasnya
sudah mencapai 116.000 eksemplar per hari. Pada saat dibredel itulah
Prioritas memiliki piutang sekitar Rp. 900 juta, terbesar dari iklan dan
sirkulasi. Padahal Surya hanya memanfaatkan kucuran kredit
perbankan sebesar Rp. 275 juta untuk menambah biaya operasional
Prioritas.110
Setelah SIUPP Prioritas dicabut, Surya Paloh tak ingin para
karyawannya hengkang begitu saja. Ia tetap berupaya membangun
kebersamaan. Para karyawan yang masih setia bergabung di
perusahaannya, tetap digaji penuh, dan diberi kesempatan mengikuti
serangkaian pendidikan manajemen di LPPM (Lembaga Pembinaan
dan Pengembangan Manajemen).
Menjelang
penghujung
tahun
1987,
Surya
menjajaki
kemungkinan pengelolaan majalah Vista. Pada saat itu, secara
109
110
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 19
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 30
kebetulan pemimpin redaksi dan pemilik SIUPP Vista, Achmad Taufik
Toha, kekurangan modal untuk mengembangkan majalahnya.
Bagi Surya Paloh, Vista merupakan media untuk menjaga
semangat kebersamaan dan keterampilan jurnalistik para wartawannya.
Ia khawatir, tanpa memiliki media untuk aktualisasi diri, eks wartawan
Prioritas satu-per satu hijrah ke media lain. Sejak saat itu, ia pun
memiliki obsesi untuk membangun „imperium pers‟.111
Model
kerjasama
ala
Vista,
dalam
waktu
singkat
dikembangkannya. Apalagi model kerjasama ini dapat dibenarkan oleh
undang-undang. Inilah jurus baru yang diterapkan Surya Paloh. Karena
Departemen Penerangan sulit mencegah kerjasama kepemilikan modal.
Hampir setahun setelah mengelola Vista, Surya Paloh
mengambil alih pengelolaan Surat Kabar Harian Media Indonesia dari
pemilik SIUPP-nya Tengku Yousli Syah. Sejak tahun 1989 ia mulai
merambah bisnis pers secara spektakuler. Untuk mewujudkan
obsesinya, ia mendirikan PT. Surya Persindo. Surya Paloh melakukan
terobosan baru, muncul dengan gagasan „hadir langsung di daerah
melalui surat kabar daerah‟. Sejumlah 10 penerbitan dikelolanya
melalui kerjasama kepemilikan saham, ditambah satu tabloid berita
mingguan Detik yang terbit di Jakarta.112
Sepuluh penerbitan harian dan satu mingguan itu adalah Harian
Atjeh Post dan Mingguan Peristiwa di banda Aceh, Harian Mimbar
Umum di Medan, Harian Sumatra Ekspres di Palembang, Harian
Lampung Pos di Bandar Lampung, Harian Gala di Bandung, Harian
111
112
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 37
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 38
Yogya Pos di Yogyakarta. Harian Nusa Tenggara dan Bali News di
Denpasar, Harian Dinamika Berita di Banjarmasin, serta Harian
Cahaya Siang di Manado. Pada awal dekade 1999-an, dalam waktu
singkat Surya Paloh mampu mewujudkan ekpansi bisnis persnya.
Penerbitan tersebut langsung berada di bawah PT. Surya Persindo,
sebagai holding company.113
Dengan meguasai pengelolaan sejumlah penerbitan pers secara
nasional melalui PT. Surya Persindo pada tahap-tahap awal langsung
melejitkan namanya. Masyarakat langsung mengenal sosok Surya
Paloh sebagai pengusaha di bidang pers. Padahal, bagi kalangan yang
mengenal dekat, mereka lebih mengakui bahwa Surya Paloh adalah
seorang pengusaha katering yang mencatat sukses. Dengan jumlah
pegawai 4.000 orang, PT. Indocater memiliki jaringan katering secara
nasional
dengan
melayani
perusahaan
multinasional
maupun
nasional114.
Bahkan
Indocater mampu menjadi salah satu perusahaan
katering terbesar dan terbaik di Indonesia. Sebagai bukti keberhasilan
Indocater dalam menjaga dan meningkatkan mutu, pada tahun 1995
perusahaan ini memperoleh sertifikat ISO 2002. Ini pertanda kualitas
pelayanan
dan
mutu
makanan
sudah
memenuhi
standar
internasional.115
Dari aspek bisnis, usaha yang dibangun Surya Paloh sejak 1975
dengan bendera PT. Ika Mataram Coy dan empat tahun kemudian
Surya Paloh membeli penuh saham PT. Indocater, menjadi mesin
113
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 38
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 39
115
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 39
114
pencetak uang yang sangat menguntungkan. Keuntungan bisnis
katering inilah yang digunakan Surya Paloh untuk melakukan ekpansi
usahanya, termasuk menjajal bisnis pers dengan mendirikan Prioritas
serta PT. Surya Persindo. Bahkan ketika Media Indonesia ditimpa
krisis keungan pada tahun 1992 dan kemudian tahun 1997, PT.
Indocater yang menjadi kasir sebagai juru selamat.116
Ketika pertama kali akan terjun ke bisis pers, Surya Paloh
mendapatkan tantangan dari para direksinya. Adalah Lily Harahap,
Direktur Operasi PT. Indocater saat itu, yang semula cukup keras
menentangnya. Lily tak setuju bila ekpansi bisnis yang dikembangkan
merambah ke bisnis pers. Selain penuh risiko, bisnis pers tak terkait
sedikitpun dengan bisnis katering. Tetapi sebagai owner sekaligus
Direktur utama PT. Indocater, Surya Paloh memiliki pandangan
sendiri.
Untuk memenuhi impian Surya Paloh berkecimpung dalam
bisnis pers, PT Indocater memang mengalami kerugian yang cukup
besar. Kerugian itu terutama terjadi pada PT. Surya Persindo yang
mengembangkan 13 penerbitan media cetak, dan sebagian besar
menggunkaan fresh money dari PT. Indocater.117
Keuntungan dari bisnis katering ini pula yang membuat Surya
Paloh sebagai pengusaha lebih leluasa melakukan ekspansi usaha ke
bidang lainnya, tak terkecuali ke bisnis pers. Tahun 1981, ia
mengambil alih sepenuhnya kepemilikan saham PT. Astri Line, yang
bergerak dalam bidang pelayaran. Badan usaha ini memiliki lima kapal
116
117
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 39
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 41
angkut barang yang beroperasi pada jalur pelayaran nasional. Namun,
bisnis
pelayaran
ternyata
tidak
memberikan
keberuntungan.
Perusahaan ini terempas, akibat regulasi yang dikeluarkan Pemerintah
tahun 1983, sehingga seluruh kapalnya terpaksa dibersituakan.118
Nasib PT. Surya Persindo ternyata tidak secemerlang pemikiran
Surya Paloh. Dalam tempo dua-tiga tahun, 10 dari 14 penerbitan pers
yang dikelolanya terpuruk satu per satu. Sekalipun dari segi tiras dan
oplah
penjualan
jauh
mengalami
peningkatan,
tetapi
dalam
perjalannanya masalah demi masalah muncul, baik aspek manajemen,
sumber daya manusia maupun keuangan. Bahkan belakangan terjadi
perbedaan visi antara Surya selaku pemegang saham mayoritas dan
beberapa pemilik SIUPP.
Pada saat bersamaan, media televisi swasta diizinkan bersiaran,
dan secara drastis mampu menyerap porsi iklan media massa cetak.
Belum lagi situasi dan kondisi ekonomi nasional yang berkembang
kurang menguntungkan Pemerintah tiba-tiba mengayunkan paket
kebijakan
uang
ketat
atau
tight
money
policy.
Semua
itu
mangakibatkan surat kabar-surat kabar di daerah babak belur.
Pasalnya, harga kertas melambung tinggi, dan perusahaan besar
memperketat belanja iklannya.119
Dalam tempo tiga-empat tahun, Surya paloh melepaskan satu
per satu kepemilikan sahamnya di sebagian besar surat kabar daerah,
kecuali Mimbar Umum maupun Dinamika Berita menyusul nasib surat
kabar-surat kabar daerah lainnya. Kedua surat kabar itupun terseok118
119
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 41
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 44
seok, sehingga dilepas tahun 1996 dan 1999. Surya paloh hanya
mempertahankan dua penerbitan pers, yakni Lampung Pos dan Media
Indonesia.120
Perjalanan Surya Paloh dalam dunia bisnis, memang tak selalu
mencatat keberhasilan. Ia menorehkan pula sejumlah kegagalan.
Dengan investasi miliaran rupiah, ia mempertaruhkan bisnisnya di
bidang katering untuk mendukung obsesinya menjadi publisher.121
Berbagai pengalamannya di bidang bisnis, semakin membuat ia
terobsesi untuk mengembangkan bisnisnya. Untuk mensinergikan
semua unit usahanya, Surya Paloh membentuk Media Group. Media
Group bukan badan hukum. Ini adalah kelompok manajemen yang
mengontrol, mengawasi, mengkoordinasikan, dan memelihara integrasi
dan sinergi dari semua unit bisnis dan perusahaan yang dimiliki oleh
Surya Paloh.122
Seperti
dikemukakan
di
atas,
sejarah
dimulai
dengan
pembentukan Indocater. Sejak itu bisnis telah berkembang secara
signifikan dan terus berkembang ke industri lain termasuk perhotelan,
media cetak dan televisi, sumber daya alam industri berbasis, seperti
minyak / gas dan energi, pertambangan batubara dan tembaga
eksplorasi, bisnis agro dan lain-lain. Unit bisnis Media Group adalah
bisnis yang tersebar di lebih dari 30 provinsi, pulau-pulau dan daerah
terpencil di seluruh Indonesia.
120
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 44
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 43
122
http://www.mediagroup.co.id/about-us/overview/, diakses pada 14 Mei 2016, pkl.
11.03 WIB
121
Selain itu Media Group juga memberikan kesempatan kepada
guru, siswa dalam program pendidikan dan sekolah, memberikan
jutaan buku dan menjangkau banyak "pahlawan tanpa tanda jasa",
bekerja bergandengan tangan membangun kembali fasilitas sekolah
setelah bencana alam.
Media Group sebagai bagian dari warga perusahaan yang baik
dengan antusias dan percaya berupaya bahwa kebijakan bisnis untuk
menggabungkan sepuluh prinsip Global Compact.
Visi
“Making This Company And Its‟ Resources Into Nation‟s
Assets”
Misi
“Becoming A Leader In Each Of Its Work Field Corporate
Values”
Tabel 3.1
Struktur Organisasi Media Group123
123
http://www.mediagroup.co.id/about-us/organization-structure/, diakses
pada 14 Mei 2016, pkl. 11.06 WIB
Berikut ini unit usaha yang dimiliki oleh Surya Paloh atau yang
dikenal dengan entitas bisnis „Media Group‟:
Tabel 3.2.
Unit Usaha Media Group124
BISNIS MEDIA
BISNIS KATERING
MEDIA GROUP
HOSPITALITY
SUMBER
DAYA &
ENERGI
FOUNDATION
124
-
MEDIA GROUP FOUNDATION
- SUKMA FOUNDATION
- KICK ANDY FOUNDATION
http://www.mediagroup.co.id/our-business/, diakses pada 14 Mei 2016,
pkl 11.13 WIB
Atau, jika lebih dirincikan, maka:
Tabel 3.3
Rincian Unit Usaha Media Group
Foundation:
PT. Citra Media Nusa Purnama
-
Media
Group
Sukma
Kick
Andy
Media Indonesia,
mediaindonesia.com
Media Indonesia
Publishing
Citra Activation
MEDIA GROUP
PT. Media Televis Indonesia
Metro Tv,
metrotvnews.com
PT. Indoenergi
Platinum
PT. Masa Kini Mandiri: Lampung Pos,
lampungpos.co
PT. Pustaka
Marmer Indah
raya
(Pumarin),
PT. Indocater
Pangansari Utama
Media Store
Hotel
Borneo News
1. PT. Citra Jimbaran Indah hotel:
Bali Interconental hotel
2. The Papandayan
3. The Sheraton Media Hotel
1. PT. Citra Media Nusa Purnama
PT. Citra Media Nusa Purnama merupakan sebuah perseroan
terbatas yang menaungi harian Media Indonesia, mediaindonesia.com,
Media Indonesia Publishing dan Citra Activation.
Media Indonesia merupakan surat kabar atau surat kabar
nasional yang terbit setiap hari (harian) Surat kabar nasional dengan
tagline „Jujur Bersuara‟ yang menjadi referensi pembaca dalam bentuk
cetak dan digital interaktif (e-paper). Sedangkan Mediaindonesia.com
merupakan portal online terintegrasi yang masih merupakan bagian
dari Harian Media Indonesia.
Media Indonesia Publishing adalah percetakan atau One stop
publishing services yang menghasilkan produk majalah, buku dan
digital publication.
Citra Activation adalah event organizer (EO) Yang merupakan
Penyelenggara aktivasi terpadu yang didukung oleh surat kabar,
televisi nasional, serta social media broadcast. Hal ini merupakan
program
sinergi
anatar
EO
dengan
Media
Indonesia,
mediaindonesia.com dan Metro Tv.
2. PT. Media Televisi Indonesia
PT. Media Televisi Indonesia merupakan sebuah perseroan
terbatas yang menaungi Metro Tv atau stasiun televisi berita yang
bersifat free to air dan metrotvnews.com.
PT. Media Televisi Indonesia memperoleh lisensi penyiaran
untuk Metro TV pada 25 Oktober 1999. Pada 25 November 2000.
Metro TV mengudara untuk pertama kalinya dalam serangkaian uji
coba siaran ke tujuh kota. Pada awalnya ditayangkan hanya dua belas
jam sehari sampai 1 April 2001, ketika 24 jam siaran dimulai125.
Sedangkan metrotvnews.com merupakan portal berita yang terintegrasi
dengan Metro Tv dan merupakan Video portal pertama di Indonesia.
3.
PT. Masa Kini Mandiri
Lampost.co adalah situs berita yang diterbitkan oleh PT Masa
Kini Mandiri, perusahaan yang juga menerbitkan Harian Umum
Lampung Post.
Harian Umum Lampung Post hampir seusia Provinsi Lampung.
Lampung resmi menjadi provinsi setelah memekarkan diri dari
Provinsi
Sumatera
Selatan
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor: 3 Tahun 1964 tanggal 18 Maret
1964 (Titian Pers Lampung, Etos Perjuangan di Tanah Tapis, 1996: 3).
Lampung Post berdiri berkat imbauan Menteri Penerangan Republik
Indonesia.
Pada waktu itu, tiga surat kabar yang terbit di Lampung,
Pusiban, Indevenden, dan Post Ekonomi, belum memiliki percetakan
sendiri dan belum mempunyai manajemen yang profesional dalam
mengelola persuratkabaran. Untuk menidaklanjuti imbauan Menteri,
para pemimpin redaksi dari ketiga surat kabar tersebut sepakat
menyatukan visi dan misi mereka ke dalam satu wadah yang bernama
Lampung Post.
Lampung Post terbit pertama kali pada tanggal 10 Agustus
1974, berdasarkan surat keputusan MENPEN RI No: 0148 SK
125
http://www.metrotvnews.com/aboutus, diakses pada 13 mei 2016 pkl 21.02 WIB
DIRJEN P 6 SIT 1974. Lampung Post diterbitkan oleh PT Masa Kini
Mandiri dengan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP) nomor
150/SK/Men Pen/SIUP/a 7/1986. Alamat redaksi Lampung Post di
Jalan Soekarno Hatta nomor 108, Rajabasa, Bandarlampung.
Dengan
mottonya,
"Teruji
Tepercaya",
Lampung
Post
berkeinginan untuk menjadi surat kabar terdepan yang jujur, jernih,
bermutu, dan paling berpengaruh di Provinsi Lampung.126
4.
PT. Indocater
PT Indocater merupakan perusahaan katering yang didirikan
pada tahun 1978 yang melayani Catering Commissary, Camp services
and Maintence
127
. Bahkan
Indocater mampu menjadi salah satu
perusahaan catering terbesar dan terbaik di Indonesia. Sebagai bukti
keberhasilan Indocater dalam menjaga dan meningkatkan mutu, pada
tahun 1995 perusahaan ini memperoleh sertifikat ISO 2002. Ini
pertanda kualitas pelayanan dan mutu makanan sudah memenuhi
standar internasional.128
Keuntungan bisnis katering inilah yang digunakan Surya Paloh
untuk melakukan ekpansi usahanya, termasuk menjajal bisnis pers
dengan mendirikan Prioritas serta PT. Surya Persindo. Bahkan ketika
Media Indonesia ditimpa krisis keungan pada tahun 1992 dan
kemudian tahun 1997, PT. Indocater yang menjadi kasir sebagai juru
selamat.129
126
http://www.lampost.co/page/tentangkami, diakses pada 13 mei 2016, pkl
21.13 WIB
127
http://www.indocater.co.id/ , diakses pada 13 mei 201, pkl 21.31
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 14
129
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 13
128
5.
Pangansari Utama
PT. Pangansari Utama merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang industrial catering dengan klien terbesarnya adalah PT.Freeport
Indonesia.130 Pertama kali PT.Pangansari Utama didirikan tahun 1976
di Kalimantan Timur tepatnya di Bontang, yang bertujuan untuk
memenuhi keperluan pada PT.Pertamina Bontang khususnya dalam
pelayanan cateringdan food distribution. Perusahaan ini juga melayani
kateringp ada proyek – proyek oil company lainnya yang berada di
wilayah Kalimantan Timur.131
Pada tahun 1996, pimpinan PT.Pangansari Utama melakukan
perluasan yang pertama kali di Surabaya, lalu membuka cabang lagi di
Lombok, Balik Papan, Jambi, Pekan Baru, Irian Jaya dan Medan.
6.
PT. Pusaka Marmer Indah Raya (Pumarin)
PT. Pustaka Marmer Indah Raya (Pumarin), didirikan pada
tahun 1990,
yang sebelumnya bernama PD. Gunung Murud sejak
tahun 1980, sebagai salah satu perusahaan manufaktur marmer
terbesar.
PT Pumarin. memiliki dua tambang marmer di Desa Citatah ,
Padalarang Jawa Barat, yaitu: Meyud dan Sanghyang tambang. Selain
130
http://eprints.binus.ac.id/23262/1/2011-2-00535-AK%20Abstrak001.pdf
, diakses pada 13 mei 2016, pkl 21.40 WIB
131
Siska Malisa Nasution.. Pengaruh kesejahteraan karyawan terhadap
semangat kerja karyawan pada PT. Pangansari Utama Medan , (Medan: Fakultas
Ekonomi, Universitas sumatera utara, 2009), h. 24 yang diakses melalui
http://repository.usu.ac.id /bitstream /123456789/11248/1/10e00317.pdf , pada 13
mei 2015 pkl 21.51 WIB
itu, Perusahaan ini juga memiliki tiga tambang yang terletak di desa
Sulawesi Selatan: di Pangkep, di Balochi dan di Desa Bantimala.132
7.
PT. Indoenergi Platinum dan PT. Surya Energi Raya
PT Indoenergi platinum dan PT Surya Energi Raya, perusahaan
minyak milik Surya Paloh. Tahun 2009, Surya Energi mendapat
pinjaman modal dari China Sonangol International Holding Ltd. Anak
usaha Sonangol EP tersebut menyuntikkan dana US$ 200 juta ke Surya
Energi untuk menggarap Blok Cepu.
Surya Energi adalah pemilik 75% saham PT Asri Darma
Sejahtera. Sementara 25% saham perusahaan ini
dikuasai oleh
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Asri Darma inilah
yang mendekap 4,5% saham blok minyak jumbo di Cepu.133
8.
BorneoNews
Berneo News adalah surat kabar yang diterbitkan di
Kalimantan yang memiliki borneonews.co.id
9.
Hospitality
Bermodalkan kredit dari BNI serta uang pribadinya, tahun 1994
Surya Paloh mulai membangun hotel.134 Perjalanan membangun
Sheraton Media Hotel and Towers memang menguras tenaga dan
pikiran. Namun Surya Paloh menjadi lega ketika Rabu, 15 Januari
1997, hotel tersebut resmi beroperasi.135
133
Agustinus Beo Da Costa, Surya Paloh dibalik Impor Minyak Angola,
(Jumat, 07 November 2014 / 07:11 WIB), diakses melalui
http://industri.kontan.co.id/news/surya-paloh-di-balik-impor-minyak-angola, diakses
pada 13 mei 2016 pkl 20.29 WIB
134
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 252
135
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 260
Surya Paloh memilih Sheraton karena memiliki pengalaman
mengelola 420 hotel di hampir seluruh dunia. Sebagai operator,
Sheraton tak hanya menjual lisensi, tetapi juga pengelola. Jadi,
karyawan yang bekerja diHotel Sheraton Media merupakan karyawan
Sheraton.136 Setelah membangun Sheraton Media, Surya Paloh
kemudian mengambil alih Hotel Panpandayan di Bandung.137
Sedangkan Bali Intercontinental telah sah menjadi milik Surya Paloh
sejak 23 Januari 1999.138 Hotel yang terletak di kawasan Jimbaran, bali
ini semula milik Bambang Trihatmodjo. Pengelola hotel ini adalah PT.
Citra Jimbaran Indah Hotel.139
10.
Foundation
a.
Yayasan Media Group
Dompet Kemanusiaan Media Group melalui Yayasan Media
Group adalah bentuk kepedulian sosial kelompok usaha Media Group
kepada masyarakat Indonesia. Bencana tsunami yang mengguncang
Indonesia pada tahun 2004 menjadi cikal bakal lahirnya Dompet
Kemanusiaan Media Group. Selain penanganan tanggap bencana,
Yayasan Media Group saat ini memfokuskan kegiatannya pada
masalah penuntasan buta katarak dan bibir sumbing.140
b.
Yayasan Sukma
Yayasan Sukma adalah yayasan yang bergerak dalam bidang
kemanusiaan yang dilatarbelakangi oleh bencana yang melanda Aceh
136
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 262
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 276
138
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 282
139
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 275
140
http://www.mediagroup.co.id/foundation/media-group-foundation/ diakses
pada 13 Mei 2016, pkl 23.01 WIB
137
dan Nias pada 24 Desember 2005. Yayasan ini terbentuk karena
programnya dalam „Indonesia Menangis‟ di Metro Tv yang mendapat
rspon baik di masyarakat melalaui partisipasi aktif seperti memberikan
bantuan dana. Sebagai tindak lanjut, pengelolaan seluruh dana yang
dihimpun dari masyarakat melalui "Dompet Kemanusiaan Indonesia
Menangis". Dengan demikian, Ketua Kelompok Media memutuskan
untuk mendirikan sebuah yayasan untuk mengurus pengelolaan dana di
bawah SUKMA Foundation. Yayasan ini didirikan di Jakarta
berdasarkan Akta nomor Notaris 15 tanggal 25 Februari 2005 yang
dibuat oleh Notaris, P.S.A. Tampubolon. Visi Sukma yayasan adalah
melakukan investasi sumber daya manusia dengan menyimpan satu
Aceh generasi intelektual melalui pendidikan.141
c.
Kick Andy Foundation
Melalui tagline “menonton dengan hati”, Kick Andy tidak
hanya menjadi sebuah tayangan televisi, tetapi juga merasa dan
memaknai apa yang disaksikan. Semangat dan inspirasi dari para
narasumber yang hadir telah menggerakkan para penontonnya untuk
turut berbagi. Hal inilah yang melahirkan Kick Andy Foundation
sebagai jembatan untuk berbagi dan memberi kesempatan yang sama
untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Kick Andy Foudation
memfokuskan kegiatannya pada pendidikan dan anak. Pendidikan
menjadi fokus kegiatan dengan kesadaran bahwa untuk menciptakan
kehidupan yang lebih baik tentunya diperlukan pendidikan yang baik
pula untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Melalui
141
http://www.mediagroup.co.id/foundation/sukma-foundation/, diakses pada 13 Mei
2016, pkl. 23.10 WIB
kemitraan dengan berbagai pihak, baik korporasi, pemerintah dan juga
masyarakat
dalam
menjalankan
kegiatan-kegiatannya
berbagai
program terus bergulir. Berbagai program yang dijalankan diantaranya
adalah Program Kaki Palsu Gratis, Program Buku dan Perpustakaan,
Program Books For The Blinds, Program Sepatu Untuk Anak
Indonesia, dan Program Sejuta Bola Untuk Anak Indonesia142.
11.
Media Store
Media Store adalah toko atau store yang menjual merchandise
dari Media Group tertutama dari unit bisnis media seperti Metro Tv,
Media Indonesia atau produk dari unit bisnis Media Group seperti Kick
Andy, Mata Najwa, dan lain sebagainya. Media Store menjual tas,
kaos, ataupun buku yang diterbitkan oleh Media Indonesia Publising.
Media Store dapat ditemui di komplek perkantoran Metro Tv atau
Media Indonesia yang beralamat di Jl. Pilar Mas Raya Kav. A-D,
Kedoya - Kebon Jeruk, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau bisa pula
diakses melalui laman http://store.mediagroup.co.id/.
B.
Surya Paloh dan NasDem
Selain dikenal sebagai seorang pengusaha, sejak usianya masih
remaja Surya Paloh juga sudah dikenal dengan seorang aktivis yang
juga aktif sebagai politisi. Keikutsertaannya dalam berbagai organisasi
seperti HIPMI, FKPPI, GPP, AMPI dan Golongan Karya/Golkar), ia
juga sudah terpilih sebagai anggota MPR RI termuda pada tahun 1977
142
http://www.mediagroup.co.id/foundation/kick-andy-foundation/, diakses
pada 13 Mei 2016 pkl. 23.12 WIB
hingga 1982, membawa pengaruh karakter dan keikutsertaannya dalam
bidang politik sehingga ia menjadi Ketua partai NasDem.
Nasional Demokrat atau NasDem sendiri pada awalnya
merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan yang ada di
Indonesia. Di latar belakangi oleh ketidakpuasan terhadap reformasi
yang telah bergulir sejak tahun 1998 silam. Masalah yang muncul
bagaimana strategi komunikasinya yang akan diterapkan untuk
mempersuasi khalayak, membangun citra positif ormas nasdem,
menciptakan image yang baik supaya dapat meraih simpati publik
sehingga kepercayaan masyarakat dapat diraih kembali setelah
berkembangnya isu kejenuhan atas ketidakpuasan masyarakat terhadap
kinerja yang dicapai pemerintah sehingga efeknya masyarakat merasa
kecewa sehingga dapat menimbulkan pencitraan yang buruk terhadap
partai politik bagi masyarakat.143
Pada pra pendirian, Ormas Nasional Demokrat sebagai lembaga
yang melahirkan para pendiri Partai NasDem harus mengalami
masamasa sulit yakni ditinggalkan oleh insiatornya Sri Sultan
Hamengkubuwono X, serta non aktifnya beberapa deklaratornya
seperti Khofifah Indarparawansa, Anies Baswedan, Ahmad Syafii
Maarif, Didik J. Rachbini, dan Budiman Sudjatmiko serta penguruspengurus daerah lainnya. Sebabnya adalah
dalam perjalanan
membangun dan memperkuat Ormas Nasional Demokrat kemudian
143
Maya Manoarfa. Memahami Strategi Komunikasi Ormas Nasional
Demokrat Sebagai Embrio Partai Politik di Indonesia . (Semarang: Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, 2011), h.
24. Diakses dalam https://core.ac.uk/download/files/379/11727698.pdf , pada 12
Mei 2016, pkl. 21.15 WIB
lahir partai NasDem yang mempunyai tujuan, ide dan gagasan yang
sama dengan Ormas NasDem serta sekretariat di alamat yang sama
pula.144
Di tengah praktek politik transaksi, politik citra, politik mahar,
politik dinasti, yang menjadi dekorasi buruk dalam panggung
kehidupan demokrasi; di tengah krisis kepercayaan rakyat terhadap
partai lama, Partai NasDem hadir untuk menggelorakan semangat dan
harapan bahwa perubahan harus terjadi. Harapan untuk memutus
lingkaran setan tersebut terletak di tangan kaum muda pergerakan.
Maka mau tak mau harus ada partai politik baru yang bisa
menyegarkan kembali kompetisi sekaligus memberikan alternatif
kepada rakyat. Oleh karena itu Partai NasDem didirikan sebagai jalan
baru untuk Indonesia baru.145
Partai NasDem diinisiasi oleh kaum muda pergerakan untuk
membumikan Restorasi Indonesia. Diantara mereka ada tiga serangkai,
yakni Patrice Rio Capella seorang politisi, Sugeng Suparwoto seorang
jurnalis, dan Ahmad Rofiq seorang aktifis gerakan, yang menjadi
motornya. Selain mereka ada eksponen aktivis ‟98, kaum muda
profesional, advokat, LSM, Serikat Buruh, Organisasi Tani, dan lain
sebagainya.146
Terdapat alasan-alasan pendukung yang bisa diperdebatkan
ketika berbicara perjalanan Partai NasDem. Dalam perspektif
144
Yudistira, Pelembagaan Partai NasDem, (Malang: Jurnal Ilmu Politik
program studi Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya), h.3,diakses melalui:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=276511&val=6497&title=PELE
MBAGAAN%20PARTAI%2NASDEM
145
NasDem, AD-ART Partai NasDem, (Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat
Partai NasDem, 2011), h. 18
146
NasDem, AD-ART Partai NasDem, h. 19
pragmatis, Partai NasDem merupakan bentuk fragmentasi dari Partai
Golkar dimana Surya Paloh bernaung lebih dari 43 tahun. Pasca
konvensi Calon Presiden Partai Golkar, justru Prabowo dan Wiranto
memilih untuk membentuk partai politik. Hal ini pula yang dilakukan
oleh Surya Paloh dengan membentuk partai NasDem setelah rentetan
politik yang ia alami pasca Munas ke 7 di Bali dan Munas ke 8 di Riau.
Sedangkan dalam perspektif idealis, Partai NasDem lahir dari
perjalanan politik Surya Paloh dan gagasan politiknya mengenai
Restorasi Indonesia. Belakangan, gagasan politik itu menjadi sebuah
guide line bagi dua organisasi besar yaitu Ormas Nasional Demokrat
dan Partai NasDem. Restorasi Indonesia dinilai sebagai sebuah
gerakan sosial yang menandakan kembalinya politik gagasan ditengahtengah fragmatisnya partai politik saat ini. Sehingga, dalam
perjalannnya Partai NasDem mendapatkan atensi yang cukup baik dari
masyarakat.147 Hal ini terbukti dengan terpilihnya NasDem sebagai
satu-satunya partai baru yang lolos sebagai partai politik peserta
Pemilu 2014. Hal ini tidak mudah bagi partai baru karena ketatnya
syarat dan ketentuan teknis yang tertuang di dalam UU No. 2 tahun
2011 tentang partai politik dan UU no 8 tahun 2012 tentang Pemilu
DPR RI, DPRD, dan DPD. Uniknya, Partai NasDem mampu melewati
tahapan demi tahapan hingga akhirnya pada tanggal 6 Maret 2013
ditetapkan oleh KPU menjadi partai politik peserta Pemilu oleh KPU
dan Kemenkumham melalui surat resminya Nomor : M.HH-
147
Yudistira, Pelembagaan Partai NasDem, h.11
03.AH.11.01 TAHUN 2013. Di dalam surat tersebut juga meresmikan
Partai NasDem dengan nomor urut 1.148
Cerita kesuksesan dari Partai NasDem tersebut memang tidak
bisa
dipungkiri
berkat
ditunjangnya
oleh
para
tokoh
yang
berpengalaman dalam mengurus partai politik. Selain Surya Paloh ada
beberapa nama yang memang memiliki latar belakang politisi yang
sudah malang melintang di kancah politik. Adalah Patrice Rio Capella,
Ahmad Roffiq, dan Sugeng Suparwoto yang langsung memimpin
secara teknis dari awal hingga lolos verifikasi KPU. Patrice Rio
Capella sebelumnya adalah kader Partai Amanat Nasional (PAN) yang
menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Lampung.
Sedangkan Ahmad Roffiq merupakan mantan Ketua Umum PP
Mahasiswa Muhammadiyah, pernah juga sebagai kader Partai Amanat
Nasional hingga akhirnya mendirikan partai baru Partai Matahari
Bangsa (PMB). Dan Sugeng Suparwoto adalah jurnalis senior Surat
kabar Prioritas dan Metro TV.149
148
Yudistira, Pelembagaan Partai NasDem, h. 12
149
Yudistira, Pelembagaan Partai NasDem, h. 12
C.
Media Indonesia
Media Indonesia merupakan surat kabar nasional yang terbit
sejak 19 Januari 1970. Awalnya Media Indonesia hanya terdiri dari
empat halaman dengan tiras yang masih terbatas dan dikenal dengan
koran kuning. Kantor pertamanya saat itu beralamat di Jalan Letnan
Jenderal MT Haryono, Jakarta, dengan lembaga yang menerbitkan
ialah Yayasan Warta Indonesia.
Pada awalnya Media Indonesia memiliki periode terbit 7 x
seminggu dengan sistem cetak Letter Press. Oplah pertamanya sebesar
5.000 ekslempar. Pada tahun-tahun pertama penerbitan, Harian umum
Media Indonesia bukanlah suatu harian politik atau bisnis, akan tetapi
suatu harian yang isi pemberitaannya lebih banyak ke bidang hiburan,
seperti cerita artis dan lain sebagainya. Tak heran pada saat itu Harian
Umum Media Indonesia dikatakan sebagai surat kabar kuning yang
penuh dengan cerita gosip.150
Dalam rangka memajukan penerbitan Harian Umum Media
Indonesia, ketua Yayasan Badan Penerbit telah melakukan konsolidasi
dan usaha pembenahan di segala bidang untuk meningkatkan mutu
penerbitan Harian Umum Media Indonesia telah dapat meningkatkan
mutu penerbitaan Harian Umum Media Indonesia
telah dapat
meningkatkan jumlah halamannya yaitu dari empat halaman menjadi
150
Dokumen Sekretaris Redaksi Media Indonesia
delapan halaman setiap hari151 yaitu pada 1976. Pada tahun yang sama,
Media Indonesia juga sudah memiliki surat izin usaha penerbitan pers
(SIUPP).
Perjalanan hidup Harian Umum Media Indonesia seperti
kehidupan pers nasional pada umumnya waktu itu tak lepas dari
berbagai kendala dan kesulitan baik dibidang Sumber Daya Manusia
(SDM) maupun financial. Untuk mempertahankan hidup dari berbagai
kesulitan, Harian Umum Media Indonesia pernah mengambil alternatif
terbit secara tidak teratur.152
Selanjutnya, karena jaman yang semakin kritis dan kehidupan
yang semakin sulit. Maka Harian Umum Media Indonesia terpaksa
harus menghentikan penerbitannya setiap hari dan diganti dengan terbit
1 x seminggu sehingga nama yang digunakan tidak lagi surat kabar
harian namun menjadi surat kabar mingguan.153
Sebagai konsekuensi akibat terbit tidak teratur pada tahun 1981
Departemen Penerangan mengeluarkan sangsi dengan menerbitkan
Surat Pembatalan Semantara terhadap Surat Izin Terbit (SIT) Harian
Media Indonesia melalui Surat Keputusan Mentri penerangan RI No.
36/SK/Ditjen/-PPG/1981, tertanggal 01 Desember 1981.154
Ketua Badan Penerbit berusaha mengajukan permohonan
kepada Departemen Penerangan, untuk meninjau kembali pembatalan
151
Dokumen
Dokumen
153
Dokumen
154
Dokumen
152
Sekretaris Redaksi Media Indonesia
Sekretaris Redaksi Media Indonesia
Sekretaris Redaksi Media Indonesia
Sekretaris Redaksi Media Indonesia
sementara Surat Izin Terbit harian Umum Media Indonesia melalui
surat Keputusan Menteri Penerangan RI No. 986/Ditjen-PPG/1982.155
Berdasarkan keputusan Sidang Pleno XXXI Dewan Pers tahun
1988 di Pulau Batam, Riau, dalam membantu penerbit pers yang masih
dalam keadaan lemah dengan memberikan kesempatan kepada
penerbit pers nasional untuk melakukan kerjasama baik di bidang
teknik, manajemen, maupun permodalan dengan pihak lain.
Pada 1987, pendiri Media Indonesia Teuku Yousli Syah
bekerja sama dengan Surya Paloh, mantan pemimpin surat kabar
Prioritas. Dari kerja sama itu lahirlah Media Indonesia dengan
manajemen baru di bawah PT Citra Media Nusa Purnama. Surya Paloh
menjabat direktur utama, sedangkan Teuku Yousli Syah sebagai
pemimpin umum. Lokasi kantor juga pindah ke Jalan Gondangdia
Lama No 46, Jakarta.
Tindak lanjut kerjasama manajemen baru Harian Umum Media
Indonesia telah ditingkatkan status badan hukum penerbit dari
„Yayasan Warta Indonesia‟ menjadi PT. Citra Media Nusa Purnama
dengan susuanan dewan redaksi dan komisaris sebagai berikut:
155
Komisaris Utama
: Harry Kuntoro
Komisaris
: Teuku Yously Syah
Direktur Utama
: Surya Paloh
Dokumen Sekretaris Redaksi Media Indonesia
Direktur
: Lestari Luhur
Tantangan berat yang dihadapi Surya Paloh tak cuma
pengembangan surat kabar di daerah. Melainkan juga surat kabar yang
sangat diandalkannya, Media Indonesia. Tahun 1992 penerbit surat
kabar Media Indonesia mengalami puncak krisis manajemen, bahkan
sangat parah. Cash Flow perusahaan mengalami defisit, daftar gaji
karyawan yang berbeda-beda beredar luas sehingga menimbulkan
gejolak perusahaan.156
Gejolak ini merambat menjadi konflik terselubung di bidang
redaksi, terutama antara karyawan Media Indonesia manajemen lama,
karyawan eks Prioritas, dan karyawan baru yang pernah ditempatkan di
surat kabar-surat kabar daerah. Akibatnya suasana kerja menjadi tak
nyaman. Ibarat manusia, Media Indonesia mengidap penyakit kronis,
baik di bidang usaha maupun di bidang redaksi.157
Saat itulah Surya Paloh melakukan operasi besar. Ia mengambil
langkah yang sangat berani. Sejumlah 12 manajer di bidang usaha
dicopot, termasuk pemimpin perusahaannya, dan mengganti dengan
wajah-wajah baru. Lestary Luhur, yang semula menjabat pemimpin
perusahaan, kemudian diangkat menjadi Corporate Secretary PT.
Surya Persindo, kembali dipercayakan pada jabatan semula, pemimpin
perusahaan. Di bidang redaksi, Surya Paloh juga melakukan
156
157
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 46
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 46
penyegaran. terutama di jajaran redaktur eksekutif, redaktur, asisten
redaktur, serta merekrut sejumlah wartawan baru.158
Setelah mengalami masa sulit selama dua-tiga tahun, penerbit
Media Indonesia, PT. Citra Media Nusa Purnama mulai sehat. Apalagi
ia melakukan ekspansi,
mengembangkan investasi di
bidang
percetakan. Tahun 1994, ia membeli mesin cetak tercanggih yang
dimiliki penerbitan pers di Indonesia.159
Awal 1995, Media Indonesia mulai berkantor di kompleks
Delta Kedoya, Jalan Pilar Mas Raya Kav A-D, Kedoya Selatan, Kebon
Jeruk, Jakarta Barat, dan bertahan hingga saat ini. Pergantian
kepemimpinan, baik di bagian redaksi maupun usaha, terjadi seiring
berjalannya waktu.
Dari sinilah tiras dan peredaran Media Indonesia dapat
ditingkatkan. Sejak awal tahun 2001, Media Indonesia mampu
menerobos papan atas kompetisi surat kabar nasional. Baik tiras
maupun porsi iklannya, Media Indonesia berada pada urutan kedua
setelah Kompas.160
Dengan tagline 'Jujur Bersuara', Media Indonesia terus
berupaya menampilkan berita-berita aktual untuk memenuhi kebutuhan
informasi para pembacanya. Visi untuk membangun sebuah harian
independen serta menatap hari esok yang lebih baik tetap tidak
berubah.
158
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 56
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 46
160
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 47
159
Visi:
“Menjadi Surat kabar yang independen, inovatif, lugas,
terpercaya, dan paling berpengaruh”
Uraian Visi:

Independen,
yaitu
menjaga
sikap
non-partisipan;
dimana karyawan tidak menjadi pengurus partai politik, menolak
semua bentuk pemberian yang dapat mempengaruhi objektivitas, dan
mempunyai keberanian untuk bersikap beda.

Inovatif, yaitu terus-menerus menyempurnakan dan
mengembangkan kemampuan tekhnologi dan Sumber Daya Manusia;
serta secara terus-menerus mengembangkan rubrik, halaman dan
penyempurnaan perwajahan.

Lugas, yaitu menggunakan bahasa yang terang-terangan
dan langsung.

Terpercaya, yaitu selalu melakukan check and recheck;
meliputi berita dari dua pihak dan seimbang, serta selalu melakukan
investigasi dan pendalaman.

Paling berpengaruh, yaitu dibaca oleh pengambil
keputusan, memiliki kualitas editorial yang dapat mempengaruhi
pengambil keputusan, mampu membangun kemampuan antisipatif,
mampu
membangun
network
pemasaran/distribusi yang handal
.
narasumber;
dan
memiliki
Misi:
1.
Menyajikan informasi terpercaya secara nasional dan
regional serta berpengaruh bagi pengambil keputusan.
2.
Mempertajam isi yang relevan untuk pengembangan
3.
Membangun Sumber Daya Manusia dan manajemen
pasar.
yang profesional dan unggul, mampu mengembangkan perusahaan
penerbitan yang sehat dan menguntungkan.
Tabel 3.4.
Struktur Organisasi Media Indonesia161
161
Dokumen sekretaris redaksi Media Indonesia terbaru, Rabu, 13 Januari 2016
Pendiri
: Drs. H. Teuku Yousli Syah MSi (Alm)
Direktur Utama
: Lestari Moerdijat
Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab
: Usman Kansong
Deputi Direktur Pemberitaan
: Gaudensius Suhardi
Direktur Pengembangan Bisnis
: Shanty Nurpatria
Dewan Redaksi Media Group
: Bambang Eka Wijaya, Djadjat
Sudradjat, Elman Saragih, Gaudensius Suhardi, Laurens Tato, Lestari
Moerdijat, Najwa Shihab, Putra Nababan, Rahni Lowhur Schad, Saur
Hutabarat, Suryopratomo, Usman Kansong
Redaktur Senior
: Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens
Tato
Kepala Divisi Pemberitaan : Teguh Nirwahyudi
Kepala Divisi Content Enrichment : Abdul Kohar
Kepala Divisi Artistik & Foto
: Hariyanto
Asisten Kepala Divisi Pemberitaan : Ade Alawi, Haryo Prasetyo,
Jaka Budisantosa, Ono Sarwono, Rosmery C. Sihombing, Tjahyo
Utomo
Kepala Sekretariat Redaksi
: Sadyo Kristiarto
Redaktur
: Agus Mulyawan, Agus Triwibowo, Ahmad
Punto, Anton Kustedja, Aries Wijaksena, Basuki Eka P, Bintang Krisanti, Cri Qanon Ria Dewi, Denny Parsaulian Sinaga, Eko
Rahmawanto, Eko Suprihatno, Hapsoro Poetro, Henri Salomo, Ida
Farida, Iis Zatnika, Irana Shalindra, M. Soleh, Mathias S. Brahmana,
Mirza Andreas, Patna Budi Utami, Soelistijono, Sitria Hamid,
Widhoroso, Windy Dyah Indriantari
Staf Redaksi
: Abdillah M. Marzuqi, Adam Dwi Putra, Agung
Wibowo, Ahmad Maulana, Akhmad Mustain, Anata Syah Fitri, Anshar
Dwi Wibowo, Arief Hulwan Muzayyin, Asni Harismi, Astri Novaria,
Budi Ernanto, Cornelius Eko, Christian Dior Simbolon, Deri Dahuri,
Dwi Tupani Gunarwati, Dzulfikri, Emir Chairullah, Eni Kartinah,
Fario Untung, Fathia Nurul Haq, Gana Buana, Ghani Nurcahyadi,
Golda Eksa, Haufan H. Salengke, Hera Khaerani, Heryadi, Hillarius U.
Gani, Iqbal Musyaffa, Irene Harty, Irvan Sihombing, Iwan Kurniawan,
Jajang Sumantri, Jonggi Pangihutan M, Maggie Nuansa Mahardika,
Mohamad Irfan, Muhamad Fauzi, Nurtjahyadi, Nurulia Juwita, Panca
Syurkani, Permana Pandega Jaya, Raja Suhud V.H.M, Ramdani, Retno
Hemawati, Richaldo Yoelianus Hariandja, Rommy Pujianto, Rudy
Polycarpus, Sabam Sinaga, Selamat Saragih, Sidik Pramono,
Siswantini Suryandari, Siti Retno Wulandari, Sugeng Sumariyadi,
Sulaiman Basri, Sumaryanto, Susanto, Syarief Oebaidillah, Tesa
Oktiana Surbakti, Thalatie Yani, Thomas Harming Suwarta, Usman
Iskandar, Wibowo, Wisnu AS, Zubaedah Hanum
Mediaindonesia.com
Asisten Kepala Divisi
Staf Redaksi
: Victor Nababan
:Budi Haryanto, Dedy Priyanto, Fazri Al Fauza,
Heru Handoko, Muhammad Syaifullah, Panji Arimurti, R.M Zen,
Ricky Julian, Vicky Gustiawan
BAB IV
ANLISIS HASIL TEMUAN
A. Komodifikasi Informasi Media Indonesia
Komodifikasi berkaitan dengan proses transformasi barang
dan jasa dari nilai gunanya menjadi komoditas yang berorientasi pada
nilai tukarnya di pasar atau dapat dipasarkan.162 Berdasarkan hal
tersebut, karena nilai tukarnya berkaitan dengan pasar atau konsumen,
maka proses
komodifikasi
pada dasarnya
adalah
mengubah
barang/jasa agar sesuai dengan keinginan atau kebutuhan khalayak.
Dengan kata lain, media hanya akan memproduksi konten yang
disukai oleh khalayak atau menjadi kebutuhan khalayak.
Terkait dengan komodifikasi yang terjadi di media, Moscow
memformulasikan tiga bentuk komodifikasi, yakni komodifikasi isi,
komodifikasi khalayak, dan komodifikasi pekerja.
1. Komodifikasi Isi Media Indonesia
Proses komodifikasi pada komunikasi selalu melibatkan
transformasi pesan, mulai dari mengubah data ke sistem pemikiran
yang berarti, yang kemudian akan menjadi sebuah produk yang dapat
dipasarkan.163 Komodifikasi isi ini menjelaskan bagaimana konten
162
Vincent Moscow, The Political Economy of Comminication,
(London: SAGE Publications, 1996), h. 140.
163
Vincent Moscow, The Political Economy of Comminication,
(London: SAGE Publications, 2009), h. 133.
1st
ed.
2nd
ed.
atau isi media yang diproduksi merupakan komoditas yang
ditawarkan.164
Transformasi pesan menjadi produk yang bisa diterima pasar
menjadi konsep kunci Moscow. Dalam bahasa yang lebih sederhana,
konsep kunci bisa diartikan sebagai perlakuan atas pesan media
sebagai komoditas yang bisa diterima pasar.165
Media Indonesia merupakan media cetak yang dimiliki oleh
Media Group. Sebuah Grup Media yang besar yang dimiliki oleh
pengusaha
sekaligus
politisi
dari
partai
NasDem
(Nasional
Demokrat), yaitu Surya Paloh. Dalam hal ini, Media Indonesia
sebagai media cetak, tentulah di dalamnya akan mentransformasikan
pesan-pesan atau nilai-nilai yang menjadi sebuah produk yang dapat
dipasarkan.
Media Indonesia memfokuskan pada konten berita Politik dan
Ekonomi dengan porsi jumlah halaman yang lebih banyak
dibandingkan konten lainnya. Seperti yang telah diketahui bahwa era
Reformasi turut membawa demokratisasi pemerintahan sehingga
kehidupan perpolitikan turut demokratis dan semakin menarik untuk
diikuti, tak terkecuali para figur politik di dalamnya sehingga selalu
menarik untuk menjadi sorotan karena tak luput dari nilai berita (news
value) di dalamnya. Menariknya dunia perpolitikan dan perekonomian
yang selalu dinamis karena menyangkut hajat hidup orang banyak
membuat khalayak merasa selalu membutuhkan informasi tersebut
164
165
h.48
Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, h.168
Syaiful Halim, Postkomodifikasi Media, (Yogyakarta: Jalalasutra, 2013),
sehingga dengan potensi konsumsi pembaca, khalayak akan sangat
tertarik untuk memasang iklan.
Meskipun begitu, hal ini tidak turut dikesampingkannya
konten berita lain seperti selekta, hukum, megapolitan, nusantara,
internasional, humaniora, olahraga, hiburan, maupun selebritas.
Pemilihan konten tersebut merupakan atas pertimbangan kesenangan
atau ketidaksenangan khalayak akan suatu topik berita (favorability).
Dengan kata lain, khalayak memiliki kesenangan sendiri terhadap
suatu topik berita yang belum tentu disenangi oleh yang lainnya
sehingga meskipun Media Indonesia memfokuskan berita pada Politik
maupun Ekonomi, konten yang berhubungan dengan topik lainnya
tetap di sajikan.
Selain itu, meskipun Media Indonesia berfokus pada isu
politik dan ekonomi, Media Indonesia juga tetap memasukan kolom
Selebritas di dalamnya. Hal ini dilakukan karena jajaran redaksi
menganggap bahwa Media Indonesia terlalu maskulin, sementara itu
ada hasil survey yang mengatakan bahwa penentu belanja merupakan
kaum perempuan, sehingga melalui kesepakatan bersama, Media
Indonesia tanpa bermaksud untuk menghilangkan karakternya Media
Indonesia menambahkan kolom Selebritas yang bisa dibaca di
halaman terakhir setiap harinya, seperti hasil wawancara Penulis
dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong, sebagai berikut:
“Karena asumsi itu kita berfikir waktu itu bahwa Media
Indonesia itu terlalu lelaki, jadi maskulin. Sementara waktu itu
ada survey yang mengatakan bahwa penentu belanja itu
perempuan, tapi kita juga tidak mau berubah jadi perempuan,
makanya kita sisipi yang ringan-ringan yang kira-kira
perempuan mau baca, makanya kita masukan kolom selebritas,
tadinya tidak ada, lelaki banget lah”.166
Hal ini sangat bertolak belakang atau kontradiktif dengan
pernyataan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan yaitu Ade Alawi saat
Peneliti wawancarai, seperti pernyataan di bawah ini:
“Itu termasuk pada strategi bisnis karena pada prinsipnya
ketika surat kabar dilempar ke ruang publik atau ke massa,
orang ada bosennya juga, kali-kali ya baca Krisdayanti, kalikali baca Syahrini, tetapi tidak semua selebritas masuk kesitu,
cuma dia yang menjadi pejabat publik, aktif di kegiatan sosial
atau dia yang punya prestasi lah, bukan gosipin kehidupan
rumah tangganya”.167
Dengan demikian, Peneliti melihat bahwasanya pada
dasarnya kolom selebritas dihadirkan oleh Media Indonesia di
halaman akhir atau belakang adalah untuk menarik konsumen atau
pembaca perempuan untuk kepentingan bisnis, baik itu menaikan
pendapatan/ oplah ataupun menarik pengiklan.
Format berita yang disajikan Media Indonesia juga berbeda
setiap harinya. Hal ini dilakukan atas dasar kepentingan dan analisis
psikologis dari khalayak sehingga keinginan dan kebutuhan khalayak
menjadi fokus perhatian utama.
Konsistensi dalam penyajian format berita juga dilakukan oleh
Media Indonesia dengan pertimbangan pelayanan dan upaya untuk
mempertahankan pembaca, seperti yang disampaikan oleh Bapak
Usman Kansong, Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab Media
Indonesia sebagai berikut:
166
Wawancara Pribadi dengan Direktur Pemberitaan/ Penanggung Jawab
harian Media Indonesia, Usman Kansong, Jakarta, 1 April 2016
167
Wawancara Pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade
Alawi. Jakarta, 18 April 2016.
“Jadi begini, waktu saya baru gabung dari Metro TV ke Media
Indonesia pada tahun 2009, saya melihat ada ketidak
konsisiten-an, kadang-kadang halaman opini adannya di
belakang, kadang-kadang halamannya berpindah-pindah, saya
tanya „kenapa begitu?‟ karena memang tergantung iklan.
kenapa tidak kita fix-kan? karena saya berfikir begini, kita kita
membangun sebuah surat kabar,membuat berita sebetulnya
kita berjanji dengan pembaca „janjian yuk, ketemu baca opini
di halaman 6‟ jadi janjian tempat sama hal nya janjian nonton
Kick Andy dihari Jumat jam 20, kita gak boleh pindah-pindah,
kalau kita pindah-pindah pononton akan lari gak tau”.168
Sebagai media cetak yang senantiasa mempertimbangkan
rutinitas dan psikologi khalayak, Media Indonesia menerapkan
strategi dengan membagi format kontennya yang berbeda setiap
harinya, seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1.
Distribusi Konten Media Indonesia169
No.
Konten
Waktu
1.
Fokus Polkam
Setiap hari Senin
2.
Fokus Internasional
Setiap hari Selasa
3.
Fokus Nusantara
Setiap hari Rabu
4.
Fokus Otomotif
Setiap hari Kamis
5.
Fokus Megapolitan
Setiap hari Jumat
6.
Fokus Olahraga
Setiap hari Sabtu
7.
Muda dan Anak
Setiap hari Minggu
8.
Travelista
Setiap hari Kamis,
minggu ke 4 dalam
setiap bulan
168
Wawancara Pribadi dengan Direktur Pemberitaan/ penanggung Jawab
harian Media Indonesia, Usman Kansong, Jakarta, 1 April 2016
169
Wawancara Pribadi dengan Direktur Pemberitaan/ penanggung Jawab
harian Media Indonesia, Usman Kansong, Jakarta, 1 April 2016 dan hasil observasi
yang dielaborasi oleh Peneliti.
Sebagai contoh, fokus polkam ditempatkan di hari Senin
dengan pertimbangan bahwa hari Senin merupakan hari untuk memulai
aktifitas dalam bekerja maupun sekolah/kuliah sehingga paa hari
Senin, khalayak dianggap membutuhkan referensi. Fokus Otomotif di
tempatkan di hari Kamis, karena dianggap bahwa khalayak akan
membeli otomotif di hari Jumat, Sabtu, atau Minggu, sehingga
khalayak dianggap membutuhkan referensi untuk membeli otomotif di
hari Kamis. Fokus Olahraga yang di tempatkan di hari Sabtu, karena
dianggap pada hari Sabtu khalayak yang bekerja ataupun bersekolah
sedang menikmati waktu libur bersama keluarga dan akan berolahraga
bersama. Muda dan Anak di hari minggu karena pada hari minggu
khalayak membutuhkan informasi yang ringan dan surat kabar bisa di
baca oleh anak muda dan anak-anak. Travelista di hari Kamis, minggu
ke-4 atau minggu terakhir dalam setiap bulan di tempatkan dengan
pertimbangan kebiasaan khalayak yang akan berlibur di akhir atau di
awal bulan sehingga dianggap membutuhkan referensi tempat hiburan.
Selain pertimbangan akan kebutuhan khalayak, fokus atau positioning
konten seperti ini, akan memudahkan pengiklan untuk menempatkan
atau memasang produknya sesuai dengan psikologis khalayak di harihari tersebut.
Dengan tagline „Jujur Bersuara‟, Media Indonesia berupaya
untuk selalu memberikan informasi atau berita dengan apa adanya, dan
ini dianggap sebagai kelebihan dari Media Indonesia oleh jajaran
redakturnya. Tagline „Jujur Bersuara‟ ini dimaknai sebagai hakikat
keberadaan media oleh para pegawainya yang diwakili oleh pernyataan
Asisten Kepala Divisi Pemberitaan yaitu Ade Alawi, seperti di bawah
ini:
“Sebenarnya yang ingin di tawarkan itu ya kembali ke hakikat
media. Hakikat media itu kan sebagai penyampai informasi,
sebagai aspirasi publik, sebagai jembatan. jadi media itu
jempatan aspirasi publik, jadi kita kembali ke hakikat itu
akhirnya dengan memasang tagline „Jujur Bersuara‟, artinya
apa yang ada di ruang publik atau dikalangan rakyat ya itulah
sejatinya yang harus diangkat untuk dijadikan sebuah
pemberitaan, jadi agenda-agenda kerakyatan atau agendaagenda kepublikan lah yang kita usung menjadi sebuah konten
pemberitaan”170.
Pernyataan tersebut menjadi menarik bagi Peneliti setelah
melihat atau mengobservasi kenyataan di lapangan bahwa tidak semua
konten pemberitaan merupakan agenda kerakyatan atau tidak semua
konten pemberitaan merupakan jembatan aspirasi publik. Hal ini bisa
dilihat dari surat kabar Media Indonesia yang terbit pada tanggal 2
April 2016 yang sekaligus diperingati sebagai hari membawa bekal
nasional yang menerbitkan produk „Tupperware‟ yang di pasang di
halaman muka atau halaman depan secara penuh satu halaman dan
colorfull. Selain dipasang di halaman muka/depan, „Tupperware‟ ini
juga diulas dalam halaman berikutnya sehingga jumlah halaman yang
dipakai untuk produk „Tupperware‟ ini menjadi 2 halaman penuh.
Bila dihitung, satu halaman yang terdiri atas 3780mm
kolom diisi oleh satu halaman penuh dan berwarna dikalikan dengan
tarif iklan display halaman 1 yang ditarif sebesar Rp. 325.000,00/mmk
maka akan mencapai sebesar Rp. 1.228.500.000,00. Nilai ini belum
dijumlahkan dengan halaman berikutnya atau halaman dua yang
170
Wawancara Pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade
Alawi. Jakarta, 18 April 2016.
memuat berita atau atau informasi tentang produk „Tupperware‟
lengkap dengan informasi manfaat membawa bekal.
Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, seorang pengamat media
dan merupakan Researcher Ekonomi Politik Media dari Universitas
Indonesia menilai bahwa kejadian tersebut merupakan sesuatu yang
tidak lazim dan dilakukan demi kepentingan bisnis.
“Kalau surat kabar atau majalah lain biasanya menempelikan
di halaman depan surat kabar tetapi tidak mencantumkan
nama medianya, tetapi kalau mencantumkan nama medianya
itu berarti menjadi headline, agak aneh sih. Karena kan
headline itu mencerminkan berita atau si surat kabar tapi
kalau iklan dijadikan headline berarti kan ada unsur bisnis,
agak aneh sih. Atau kalau dia mau pasang iklan harusnya di
tengah saja, kalau setengah halaman sajakan kalau tidak salah
300 jutaan apalagi yang berwarna.”.171
Tentu saja kejadian ini bukanlah temuan pertama peneliti,
„Tupperware‟,
selain
Media
Indonesia
juga
seringkali
mengkomodifikasi informasi melalaui iklan advertorial melalui kolom
korporasi atau kolom khusus yang sudah disediakan. Biasanya
pengiklan akan mengiklankan produkya lengkap dengan informasi
yang bernuansa edukatif, misalnya perusahaan yang bergerak dalam
bidang farmasi akan menginformasikan tentang kesehatan dengan
anjuran
membeli
produk
mereka,
atau
iklan
detergen
akan
menginformasikan bahwa zat-zat kimia yang terkandung dalam
detergen dan diikuti anjuran untuk memilih produk yang aman dan
ramah lingkungan seperti produk mereka. Kesemua iklan ini bersifat
pesanan yang sengaja dipesan oleh pengiklan untuk menarik
171
April 2016.
Wawancara Pribadi dengan Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, Depok, 21
konsumennya .Dengan demikian, Media Indonesia telah melakukan
komodifikasi informasi melalui iklan.
Selain „Tupperware‟, Peneliti juga menemukan beberapa
konten pemberitaan yang bukan merupakan jembatan atau apirasi
pembacanya, melainkan hanya untuk kepentingan ekonomi bahkan
kepentingan politik. Seperti pemberitaan di bawah ini yang pernah
dijadikan headline dan tertulis di bawah gambar dengan jelas bahwa
“BERIKAN KULIAH UMUM: Ketua Umum Partai NasDem Surya
Paloh memberikan kuliah umum di depan sivitas akademika Universiti
Kebangsaan Malaysia (UKM) di Selangor, Malaysia, kemarin. Kuliah
umum tersebut bertajuk Restorasi Indonesia –Malaysia: Sejahtera
serumpun”.
Gambar 4.1.
Pemberitaan Media Indonesia untuk Kepentingan Politik172
172
2016
Pemberitaan Media Indonesia yang dijadikan headline pada 31 Maret
Peneliti sendiri memandang bahwa tidak semua konten
pemberitaan yang disajikan oleh Media Indonesia berangkat dari
jembatan atau aspirasi pembacanya, hal ini bisa dilihat dari contohcontoh yang sudah Peneliti paparkan. Konten yang diberitakan oleh
Media Indonesia juga syarat akan kepentingan politik dan bisnis.
Perkembangan informasi dan tekhnologi komunikasi yang
mengutamakan kecepatan memindahkan pesan dengan ditandai
maraknya media online (model transmisi), membuat Media Indonesia
memiliki strategi tersendiri. Selain menyajikan e-paper dan media
online, Media Indonesia berupaya mengabarkan berita tentang „hari
ini‟ dan „besok‟ dengan asumsi bahwa jika Media Indonesia
memberitakan informasi atau berita seputar „kemarin‟, maka khalayak
cenderung telah mendapatkan berita tersebut di media online atau
televisi. Selain itu, kedalaman atau penggalian isu (Ekslusif dan
Investigatif) juga lebih dikedepankan dengan mengedepankan aspek
„Why‟ dan „How‟, hal ini bisa dilihat dari cara pengemasan konten
berita yang memiliki fokus setiap harinya, misalnya fokus polkam di
hari Senin.
Sebagai surat kabar yang berada di bawah naungan sebuah
grup, Media Indonesia memiliki kerjasama yang erat dengan sesama
unit usaha di bawah nanungan Media Group yang mereka namai
sebagai „Program Integrasi‟. Kerjasama dalam hal integrasi ini juga
berlaku dalam konten pemberitaan, Media Indonesia diperbolehkan
mengambil pemberitaan yang diliput pleh wartawan Metro TV untuk
dicetak dan di terbitkan di Media Indonesia, begitupun sebaliknya. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab
Harian Media Indonesia, Usman Kansong sebagai berikut:
“Hubungannya itu tadi, dalam konteks integrasi, jadi
mediaindonesia.com dan metrotvnews.com boleh ambil berita
kita. Kaya kamu misalnya ngeliput di MK, kan kita punya
sistem tekhnologi yang sama namanya GPRS, nanti boleh
diambil
oleh
mereka,
sebaliknya
juga
begitu.
MetroTVnews.com bikin berita terus kita ambil ya bisa, jadi
hubungannya terintegrasi semua untuk satu dan satu untuk
semua, hubungannya kaya trimasketir, itu konteksnya”173.
Integrasi hal ini tidak hanya berupa pemberitaan yang
muncul dalam GPRS, Media Indonesia juga terbiasa memberitakan
program acara di Metro TV atau video berita di metrotvnews.com.
Media Indonesia memiliki kolom khusus yang diisi dengan ulasan
tayangan Metro TV yang sudah atau bahkan akan ditayangkan, seperti
program acara Kick Andy yang biasanya menyita satu halaman penuh,
program Mata Najwa, Metro Merajut Desa, dan lain sebagainya.
Gambar 4.2
Metro Hari Ini174
173
Wawancara Pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong,
Jakarta, 1 April 2016, pkl. 14.20 WIB
174
Media Indonesia edisi 24 Maret 2016
Seperti yang telah peneliti paparkan, tak hanya agenda yang
akan ditayangkan oleh Metro TV, bahkan Media Indonesia juga turut
mengulas program-program yang sudah ditayangkan oleh Metro TV
seperti Kick Andy dan Mata Najwa, program-program atau ulasan
program tersebut bahkan secara rutin diulas oleh Media Indonesia
demi mendapatkan keuntungan dan efisiensi.
Gambar 4.3
Ulasan Tayangan Kick Andy
Gambar 4.4.
Online Hari Ini175
Terkait media online yang dimiliki oleh media Indonesia
atau yang disebut dengan mediaindonesia.com, konten yang disajikan
merupakan berita hasil pencarian wartawan baik itu dari wartawan
mediaindonesia.com, wartawan Media Indonesia, ataupun berita yang
masuk ke GPRS. GPRS sendiri merupakan sistem informasi yang
terintegrasi yang bisa digunakan oleh semua unit usaha media di
bawah nanugan Media Group, GPRS ini merupakan bank data hasil
pencarian wartawan di lapangan yang sudah dilaporkan. Dengan
demikian, diversity of content tak dapat dihindarkan. Efisisensi dalam
hal konten berita ini akan sangat berbahaya karena media massa akan
menyebarkan informasi dalam frame nya tersebar melalui multi kanal
sehingga secara tidak langsung akan menghegemoni khalayak dalam
frame yang sama.
Kembali menarik untuk disimak bila melihat konten
pemberitaan yang dilakukan oleh Media Indonesia dalam rangka
memperingati Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April. Media
Indonesia menaikkan konten-konten yang khas dan berbau „perempuan
175
Media Indonesia edisi 30 Mei 2016
atau ke-Kartinian‟. Selain ulasan mengenai sosok Kartini masa kini,
mengangkat ulasan tayangan Kick Andy di Metro TV, hunamiora,
hingga kolom hiburan pun diisi dengan edisi kartini. Konten keKartinian ini rupanya mampu menarik banyak pengiklan sehingga tak
tanggung-tanggung di naik cetakkan berturut-turut hingga tanggal 24
April 2016, bahkan hingga tanggal 19 Mei 2016, pemberitaan dengan
tema Kartini masih dijadikan komoditas, seperti berita yang berjudul
“Modal Otot Kartini Pemanggul Beras”. Hal ini jelas bahwa Media
Indonesia telah mengkomodifikasikan Kartini dan sosok perempuan.
Gambar 4.5
Modal Otot Para Kartini Pemanggul Beras Bulog
Gambar 4.6
Komodifikasi ’Kartini’176
176
Media Indonesia edisi 22 April 2016
Menurut Asisten Kepala Divisi Iklan Media Indonesia, Wendy
Rizanto, pada peringatan hari besar atau peringatan nasional pengiklan
yang masuk akan cenderung lebih banyak dibandingkan hari biasanya,
seperti pernyataannya berikut ini:
“Ya emang kalau dalam rangka atau peringatan hari besar
tertentu, pengiklan akan cenderung lebih banyak masuk
karenakan potensi pembaca juga lebih besar”.177
Selain komodifikasi „Kartini‟ dan peringatan hari besar
lainnya, Media Indonesia juga sering kali melakukan komodifikasi
kemiskinan, kesengsaraan dan bencana. Hal ini terutama terlihat dalam
Fokus Internasional yang naik cetak setiap hari Selasa. Kasus
Rohingya, gempa bumi yang melanda di beberapa daerah di Jepang,
Aleppo,
dan
lain
sebagainya,
Media
Indonesia
seringkali
memperlihatkan gambar kemiskinan, kesengsaraan, gambar korban
177
Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Iklan Media Indonesia,
Wendy Rizanto. Rabu, 4 Mei 2016
reruntuhan gempa, korban peledakan bomlengkap dengan ceceran
daran atau pecahan kacadengan ukuran yang relatif besar hingga
menembus 2 halaman.
Gambar 4.7
Komodifikasi Kesengsaraan178
2. Komodifikasi Khalayak Media Indonesia
178
Media Indonesia edisi 26 April 2016
Seperti yang dikutip dalam buku Rulli Nasrullah (2015), dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, khalayak diartikan sebagai kelompok
tertentu di masyarakat yang menajdi sasaran komunikasi. Dalam kajian
media, khalayak seringkali digunakan untuk menandakan masyarakat,
baik dalam grup maupun secara individu. Pemakaiannya juga merujuk
pada khalayak atau massa yang mengakses berita di televisi atau
pembaca surat kabar. Individu-individu dalam massa ini pada dasarnya
tidak memiliki ikatan satu sama lain selain dari tujuan mereka dalam
mengakses media.179
Smythe dalam buku Vincent Moscow menyatakan bahwa
khalayak merupakan komoditas utama media massa. Media massa
yang kita kenal dimunculkan melalui suatu proses dimana perusahaanperusahaan media menghasilkan khalayak dan menghantarkan mereka
pada pengiklan.180
Smythe dalam buku Vincent Moscow yang juga dikutip oleh
Rulli Nasrullah (2015), melihat bahwa pemanfaatan khalayak melalui
perspektif media juga bisa dilihat dari prinsip dasar media massa
komersial sebagai bentuk dari sistem kapitalis yang secara esensi
memiliki agenda untuk menciptakan produksi kesadaran.181 Ada dua
konsep, yakni:
1. Khalayak digunakan sebagai kekuatan sekaligus sasaran untuk
memasarkan secara luas barang-barang produksi atau jasa yang
dijalankan melalui monopoli kapitalisme.
179
Rulli Nasrullah, Media Sosial Perspektif komunikasi, budaya, dan
sosioteknologi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), h. 85
180
Moscow, the Political Evonomy of communication, h. 25
181
Rulli Nasrullah, Media Sosial Perspektif komunikasi, budaya, dan
sosioteknologi, h. 99
2. Pasar pada dasarnya bisa merupakan legitimasi atas kekuatan negara
dan seabgai strategi kebijakan serta aksi.
Dua prinsip tersebut beroperasi dengan berpusat pada kekuatan
khalyak (audience power) sehingga diperlukan media massa komersial
untuk mendapatkan kekuatan itu. Khalayak dalam relasi ini merupakan
komoditas karena khalayak pada dasarnya diproduksi, dijual, dibeli,
dan dikonsumsi, serta ada harga yang harus dikeluarkan untuk
mendapatkan khalayak
Cumpon, Hagen, Wasko, Ross, dan Nightingale dalam buku Idi
Subandy dan Bacharudin Ali Akhmad menyatakan bahwa Ekonomi
politik menaruh beberapa perhatian pada khalayak, khususnya dalam
upaya untuk memahami praktik umum dengan cara pengiklan
membayar untuk ukuran dan kualitas (kecenderungan untuk konsumsi)
khalayak yang dapat diraih surat kabar, majalah, website, radio, atau
program televisi.182
Sedangkan Graeme Burton dalam buku Syaiful Halim
mengartikan interaksi media dan khalayak sebagai hubungan pedagang
dan pembeli. Media adalah pedagang yang juga memproduksi dan
mendistribusikan
produk
bernama
pesan,
sedangkan
khalayak
merupakan pembeli dan penikmat produk itu.183
Pada kenyataannya, khalayak menjadi suatu produk yang
dipasarkan kepada para pemasang iklan dalam media massa. Para
pemasang iklan tidak hanya menginginkan sekedar kuantitas khalayak
182
Idi Subandy Ibrahim dan Bacharudin Ali Akhmad, Komunikasi dan
Komodifikasi, (Jakarta, Yayasan Postaka Obor Indonesia, 2014), h. 20
183
Saiful Halim, Postkomodifikasi Media, h. 49
atau pembaca, mereka juga ingin mengetahui tipe khalayak apa yang
akan membaca. Ruang iklan hanya dapat dijual jika orang-orang yang
membacanya percaya mereka sampai ke target audience. Khalayak
atau audiens ini dapat dideskripsikan dalam suatu rincian. Para agen
pemasaran media dapat mendeskripsikan berbagai kebiasaan membeli,
kebiasaan sosial, dan yang lebih penting pendapatan bersih rata-rata
dari anggota-anggota tipikal target audience mereka ke pemasang
iklan potensial. Mereka mendeskripsikan hal-hal tersebut menurut
klasifikasi yang memeringkatkan audiens berdasarkan tipe-tipe
pekerjaan.184
Tabel 4.2.
Pengelompokan Audiens berdasarkan kondisi SosioEkonomi dengan presentase jumlah pemabaca surat kabar185
Kelompok
Deskripsi
A
Menengah Atas
B
Pertengahan
C
Menengah
Bawah
Tenaga Terampil
C
D
Semi
Terampil/Tidak
Terampil
Minimal untuk
Kebutuhan
Hidup
E
%
Bisnis/profesional
Manajemen atas
Manajemen bawah
3
Wirausahawan
22
Kerah biru, pekerja
manual, terampil
Pekerja Manual
33
Para Pensiunan dan
lain-lain
9
13
20
Dalam hal target pembaca, Media Indonesia memiliki target
pembaca dengan golongan B plus dan A plus, yaitu mereka yang
184
Graeme Burton, Yang Tersembunyi di Balik Media (terj), (Jakarta:
Jalasutra2006), h. 218
185
Graeme Burton, Yang Tersembunyi di Balik Media (terj), h. 218
memiliki pengeluaran minimal Rp. 3.000.000,00 dalam sebulan, yaitu
mereka yang tergolong kalangan pengusaha, eksekutif, kalangan
manager, atau akademisi.186 Hal ini di maksudkan agar fungsi Media
Indonesia sebagai media yang informatif, edukatif dan kritik sosial
dapat efektif sampai kepada pembacanya.
“Sasarannyaya kelas atas, dari mulai B plus ,nanti tanya ke
sekret ya kualifikasinya, yang jelas kita menengah ke atas.
Oleh karena itu karena menengah keatas makanya judul-judul
berita kita juga udah beda dengan surat kabar lain yang
sasarannya memang menengah ke bawah. kita orang-orang
terdidik lah, orang-orang pengambil keputusan (decicion
maker), penyelenggara negara,
politisi. Itu yang kita
187
sasar” .
Selain itu dari segi latar belakang
pendidikan, readership
target dari Media Indonesia adalah pembaca yang mayoritas berlatar
belakang sarjana atau lulusan S1 dengan presentase 50%, diploma,
dan pelajar SMA. Hal inilah yang selalu menjadi pertimbangan besar
bagi Media Indonesia untuk terus memproduksi berita atau kontenkonten pemberitaan yang bersifat mendalam dalam pembahasan suatu
topik tertentu.
“Jadi, pertimbangannya ya memang fungsi edukasi, informasi dan
kritik sosial yang tinggi dibandingkan yang lain yang fungsi
hiburan, kalau surat kabar-surat kabar kuning itu kan lebih
hiburan jadi mereka menyasar yang bawah, akalu surat kabarsurat kabar yang atas kan yang disasar memang informasinya,
edukasinay dan kritik sosial itu”188.
Bila dicermati, readership profile Media Indonesia yang
menargetkan kalangan menengah ke atas dengan tujuan agar informasi,
edukasi, dan kritik sosial sampai kepada pembacanya adalah semata186
Dokumen Sekretaris Redaksi
Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade
Alawi pada 18 April 2016
188
Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada
1April 2016
187
mata agar Media Indonesia dapat dengan mudah menjual pembacanya
kepada pengiklan dengan mengedepankan readership profile nya
sehingga pengiklanpun tertarik untuk mengiklankan produknya di
Media Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari jenis iklan yang masuk ke
Media Indonesia, iklan-iklan yang rutin dan seringkali mengiklan di
Media Indonesia adalah seperti iklan Mobil, Hotel, Wedding
Organizer, dan lain-lain.
Berdasarkan dokumen New Profile Presentation Media
Indonesia pada tahun 2015, Media Indonesia memiliki sirkulasi dan
distribusi dengan komposisi sebagai berikut:
Gambar 4.8
Sirkulasi dan Distribusi189
Komunitas,
5%
Kolektif,
15%
Eceran,
30%
Pelanggan,
50%
Dari hasil sirkulasi dan distribusi yang didapatkan oleh Media
Indonesia, pelanggan memiliki peran yang sangat dominan mencapai
50% dari hasil sirkulasi dan distribusi. Tentu saja Peneliti melihat
bahwa Pelanggan yang „dilabeli‟ memiliki peran sebesar 50% dalam
hal ini tidak murni atas kehendak khalayak yang sengaja berlangganan
untuk kebutuhan informasi mereka. Khalayak dalam hal ini secara
189
Media indonesia‟s New Presentation 2015
tidak langsung dipaksa untuk berlanggan dan mengkonsumsi Media
Indonesia melalui sejumlah program yang dibuat, misalnya saja
melalui program Komunitas Media Indonesia yang sering melakukan
pelatihan (training) dengan tarif yang tinggi disertai „bonus‟
berlangganan selama berbulan-bulan.
Gambar. 4.9
Komunitas Media Indonesia
Dengan bekerjasama dengan sejumlah perusahaan atau instansi
untuk mengadakan training dengan membayar sejumlah uang, Media
Indonesia telah menjadikan khalayak sebagai komoditi yang dapat
dipasarkan kepada pengiklan, hal ini diperkuat dengan narasi yang
terdapat dalam New Presentation Media Indonesia pada tahun 2015,
sebagai berikut:
“Kami memiliki konsentrasi distribusi terbesar pembaca
media indonesia melalui eceran, langganan, kolektif, dan
komunitas yang setia membaca media indonesia. Bagi anda
pengiklan, dengan distirbusi yang tertuju, informasi dan
promosi produk anda akan tersampaikan dengan tepat.”
Khalayak juga dikenal sebagai faktor berkaitan dengan
penjualan produk kepadanya, serta berkaitan dengan cara produk
tersebut dibentuk. Sebagai contoh, Media Indonesia menyesuaikan
konten pemeberitaan atau fokus pemberitaannya dengan psikologi
khalayak atau pembaca, sehingga pembaca bisa dikenali dan dijual
lewat metode pembuatan program atau konten dan pembuatan jadwal.
Hal ini berarti bahwa tipe-tipe program tertentu diproduksi pada
waktu-waktu tertentu untuk pembaca tertentu sehingga pengiklan
mampu membaca kondisi atau karakteristik pembaca atau khalayak,
konten yang dibuat diharapkan akan menarik pembaca yang tepat dan
pada waktu yang tepat.190
Dengan masuknya kolom selebritas di Media Indonesia dengan
dalih agar Media Indonesia tidak terlalu terlihat maskulian adalah
sebenarnya Media Indonesia membuat suatu usaha untuk menarik
pembaca kalangan tertentu dalam hal ini kaum perempuan. Usaha ini
dibuat untuk menggunakan pemasaran serta produk baru untuk
menemukan dan mendefinisikan tipe pembaca tertentu yang belum ada
sebelumnya, implikasinya adalah tentu saja untuk menjaul pembaca
pada pengiklan.
Media Indonesia juga melakukan komodifikasi khalayak dalam
bentuk lain, yaitu memanfaatkan konten-konten yang bisa menarik
190
dikutip dari Graeme Burton, Yang Tersembunyi di Balik Media (terj), h. 219, yang
dielaborasi oleh Peneliti
khlayak untuk berpartisipasi dengan mengirimkan komentar-komentar
yang akan dimunculkan atau naik cetak. Komentar-komentar tersebut
akan muncul di kolom bedah editorial, sesuai dengan tema yang telah
di tentukan, komentar-komentar tersebut bisa disampaikan melalui
Facebook, melalui fanfage di „Harian Umum Media Indonesia‟.
melalui online di „metrotvnews.com‟, atau melalui SMS di nomor
08111140772. Selain itu, Media Indonesia juga membuka kolom opini
publik dan kolom pakar yag dapat digunakan khalayak untuk turut
berpartisipasi dalam memproduksi pesan yang dapat dikirimkan
melalui email „[email protected]‟.
Gambar 4.10
Bedah Editorial191
191
Media Indonesia edisi 28 Mei 2016
Terkait strategi persuasi khalayak termasuk mempertahankan
pembaca melalui media sosial, Media Indonesia juga memiliki fanfage
yang biasa digunakan untuk memposting-berita-berita yang sudah
dicetak di surat kabar Media Indonesia yang sudah diikuti sebanyak
155.513 orang, dan twitter nya di @mediaindonesia yang diikuti oleh
1,16 juta followers.
Gambar 4.11.
Fanfage Media Indonesia (Harian Umum Media Indonesia)
Gambar 4.12
Twiitter Media Indonesia (@mediaindonesia)
Seperti hasil wawancara Peneliti dengan Dirktur Pemberitaan,
Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Marketing dan HRD Media
Indonesia, ada beberapa strategi yang dilakukan untuk menarik
pembaca maupun mempertahankan pembaca, yaitu sebagai berikut:
1. Fokus pada pengemasan konten dan pendalaman isu
2. Memberikan Benefit seperti souvenir jika berlangganan
3. Mengoptimalkan media sosial dan online
4. Menggelar kerjasama dengan lembaga bisnis atau sponsor
5. Sinergi dengan unit usaha di bawah nanungan Media Group
Strategi pemanfaatan media sosial dan online dianggap paling
efektif oleh Marketing Media Indonesia mengingat jumlahpengguna
jejarang sosial saat ini pun sangatlah besar. Berdasarkan data dari
Kementrian Komunikasi dan Informatika yang dirilis pada 7
Nopember 2013, situs jejaring sosial yang paling sering diakses adalah
Facebook dan Twitter. Indonesia sendiri menempati posisi ke 4
pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India.
Sedangkan pengguna twitter, Indonesia menempati posisi ke 5 setelah
USA, Brazil, Jepang, dan Inggris192. Berdasarkan Jumlah pengguna
kedua media sosial tersebut terhitung hingga Juni tahun 2014,
Facebook sudah mencapai 65 juta anggota atau pengguna sedangkan
Twitter sudah digunakan 50 pengguna193.
Hal inlah yang kemudian dipilih Media Indonesia seabagi salah
satu strategi untuk memperkenalkan dan menginformasikan konten
berita Media Indonesia. Selain sebagai media untuk promosi yang bisa
di share oleh pembacanya, akun media sosial Media Indonesia juga
digunakan untuk melibatkan pembacanya dalam memproduksi pesan
dalam bentuk komentar atau mention
192
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A+Pen
gguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker, diakespada 30 mei
pkl 22.15 WIB
193
Susetyo Dwi Prihadi, http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150327
061134-185-42245/berapa-jumlah-pengguna-facebook-dan-twitter-di-indonesia/,
(CNN Indonesia, 2015),d diakses pada 30 Mei 2016 pkl 22.21 WIB
Gambar 4.13
Komentar Fanfage Media Indonesia (Harian Umum Media Indonesia)
Gambar 4.14
Timeline Twitter Media Indonesia (@mediaindonesiandonesia)
Jika melihat praktik komodifikasi di internet, khususnya di
media siber, maka informasi merupakan komoditas yang dipertukarkan
melalui media baru194. Dengan demikian, seperti yang dikutip oleh
Rulli Nasrullah dalam Mc Quail, media pada dasarnya merupakan
institusi yang disetir oleh logika ekonomi sampai pada perubahan
budaya. Aspek paling penting dalam hal ini yaitu komodifikasi budaya
194
Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber. h. 59
dalam bentuk „perangkat lunak‟ yang diproduksi oleh dan untuk
„perangkat keras‟ komunikasi yang keduanya dijual dalam pasar yang
lebih luas.195
Hal ini berkaitan dengan menemukan dan membangun
berbagai variasi pada khalayak pada dasarnya dengan menjual produk
yang sama kepada khalayak yang sedang berekspansi pada berbagai
jenis media yang berbeda196. Oleh sebab itu, Media Indonesia juga
memanfaatkan media online, media sosial, dan e-paper.
3. Komodifikasi Pekerja Media Indonesia
Proses komodifikasi erat kaitannya dengan produks, sedangkan
proses produksi erat dengan fungsi atau guna pekerjanya, pekerja telah
menjadi komoditas dan telah dikomodifikasikan oleh pemilik modal.
Yaitu dengan mengeskploitasi mereka dalam pekerjaannya.197
Media Indonesia sendiri memiliki 530 karyawan atau pekerja
sebagai perwakilan atau refresentasi dari pemilik media dengan
komposisi sebagai berikut:
Gambar 4.15
195
Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber. h. 59
Graeme Burton, Yang Tersembunyi di Balik Media (terj), h. 221
197
As‟Ad Musthofa, Komodifikasi Kemiskinan oleh Media Televisi, (Jurnal
Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 3 No. 1, Februari – Juli 2012), h. 6
196
Data Jumlah Karyawan Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki, 404 orang
Perempuan, 133 orang
25%
75%
Tabel 4.3.
Data Jumlah Karyawan Berdasarkan Latarbelakang
Pendidikan
350
300
250
200
150
100
50
0
Data Jumlah Karyawan
Berdasarkan Pendidikan
SD
5
SMP SMA
8
138
D1
D2
D3
S1
S2
6
1
58
311
10
Dalam proses recruitment pekerja, hal ini dilakukan oleh
masing-masing bagian yang di rekrut melalui HRD. Alurnya adalah,
User akan menetukan bagian atau kriteria yang dibutuhkan yang
kemudian akan diserahkan ke HRD, kemudain HRD akan mencari
pegawai yang dibutuhkan oleh User melalui postingan iklan lowongan
pekerjaan. Info lowongan pekerjaan dan recruitment pekerja dapat
melalui mediaindonesia.com atau metroTVnews.com, serta event-event
jobfair.
Dalam proses recruitment pekerja, menurut Wawa Karwati,
Asisten Kepala HRD Media Indonesia, ada lima tahap yang harus
dilakukan. Pertama adalah proses Penyortiran berkas yang dilakukan
oleh HRD, hanya berkas yang sesuai dengan kriteria kebutuhan User
lah yang akan diterima. Kedua, wawancara dengan pihak HRD dan
User. Ketiga, Skilltest, pada tahap ini calon pegawai akan diuji
keterampilan atau skill sesuai dengan pekerjaan yang akan dibutuhkan
(dilamarkan). Ketiga, tes kemampuan bahasa Inggris yang dibuktikan
dengan hasil score TOEFL terbaru dari lembaga yang sudah
ditentukan, dalam hal ini Media Indonesia menentukan lembaga tes
tersendiri yaitu LIA, dengan Score Toefl minimum 450. Keempat,
psikotes. Jika ke-empat tahapan tes tersebut mampu dilalui calon
pegawai, maka calon pegawai berhak mengikuti test terakhir yaitu,
medical chack-up.198
Setelah calon pegawai ditetapkan diterima sebagai bagian dari
Media Indonesia, wewenang selanjutnya langsung diserahkan kepada
User bagian yang membutuhkan, sehingga HRD tidak memiliki
wewenang untuk mendistribusikan pekerja. Artinya, User yang
langsung menentukan pekerja akan ditempatkan di bagian mana.
Mengenai pekerja di Media Indonesia, pekerja di tempatkan
sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Di beberapa bidang, seperti
researcher dan design, latar belakang pendidikan sangat diutamakan.
198
2016
Wawancara pribadi dengan Asisten HRD, Wawa Karwati, Rabu 4 Mei
Sedangkan untuk reporter, di tempatkan sesuai dengan keahlian yang
dimiliki meskipun berbeda denga latar belakang pendidikan. Sehingga
dengan latar belakang non-jurnalis atau non ilmu komunikasi masih
bisa berpeluang untuk diterima bekerja di Media Indonesia selama
memiliki kecakapan atau skill yang sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan oleh Media Indonesia.
“Kalau reporter memang dari mana aja, semua jurusan gak
harus komunikasi aja, tapi ada sastra Inggris yang penting dia
kan punya minat di tulis, dia bisa nulis segalamacem itu sih
kita masih bisa, karenakan masih ada tes lagi kaya tes nulis
berita, kalau dia memenuhi syarat dan oke ya masih bisa
masuk. Itu tergantung dari user yang minta”199.
Selain membuka lowongan pekerjaan, Media Indonesia juga
merupakan media yang memungkinkan untuk melakukan pemecatan
karyawan, mutasi dan penaikan jabatan. Pemecatan karyawan akan
dilakukan apabila melanggar peraturan perusahaan seperti terlibat
dalam kasus asusila, narkoba, korupsi, dan lain sebagainya.
Mutasi juga kerap kali diterapkan oleh Media Indonesia, baik
itu dalam lingkungan Media Indonesia, maupun dalam lingkungan
media di bawah nanungan Media Group. Sebagai contoh mutasi di
dalam lingkungan Media Indonesia, Redaktur Polkam yang saat in
menjabat, yaitu Windy Dyah Indriantari pernah menjabat sebagai
Redaktur Ekonomi. Kemudian, contoh mutasi yang dilakukan di
sesama unit usaha Media Group, ketika Usman Kansong yang semula
bertugas atau bekerja untuk Metro TV kemudian dimutasi menjadi
Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab Media Indonesia yans saat
199
2016
Wawancara pribadi dengan Asisten HRD, Wawa Karwati, Rabu 4 Mei
ini menjabat. Asisten Kepala Divisi Pemberitaan yang kini menjabat,
yaitu Ade Alawi sebelumnya juga pernah ditempatkan menjabat
sebagai pemimpin redaksi di Lampung Pos.
“Ada orang yang pindah-pindah diantara grup itu kan, kaya
dulu saya di Metro, saya dipindah kesini, sebaliknya juga ada.
Anak-anak Media Indonesia yang dipindah ke Metro, ada yang
pernah ditaruh di Lampung Post. Kalau posisi ya sama, setara
dengan yang lain, statusnya ya unit usaha. Kita biasa
dipindah-pindahin, harus siap terutama di level manager ke
atas lah, tau-tau di pindahkan ke Media Indonesia, ke Metro,
kita tidak bisa menolak sih sebetulnya karena sudah ada
semacam kesepakatanlah, terutama di level atas. Tapi di levellevel bawah juga terjadi seperti anak-anak Media pindah ke
Metro, itu sih kira-kira”.200
Hal yang menjadi pertimbangan pemutasian karyawan atau
pegawai adalah, karyawan atau pegawai tersebut memiliki kapasitas
atau kemampuan di bidang tersebut sesuai dengan pengalaman atau
trade record nya.
Sesuai dengan pernyataan Direktur Pemberitaan, Usman
Kansong, memang terjadi perpindahan pegawai diantara sesama media
di bawah nanungan Media Group. Kenyataan di lapangan menunjukan
bahkan wartawan atau reporter Metro TV baru, di training di Media
Indonesia yang disebut dengan JDP. Mereka ditugasan untuk meliput
berita dan melaporkannya untuk Media Indonesia. Hal ini dinilai
sebagai salah satu sinergi dan kerjasama dengan unit usaha di bawah
nanungan Media Group oleh Direktur Pemberitaan, Usman Kansong.
“Ya, itu namanya proyek terintegrasi. Kenapa mereka yang
baru-baru itu d itempatkan dulu di cetak, itu karena nomor
satu agar semangat bahwa MetroTV itu punya sodara namanya
Media Indonesia, punya sodara yang namanya online, ya di
200
Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada
1 April 2016
mainset kamu harus tertanam untuk anak-anak yang baru ini
,jadi itu dalam konteks integrase”.201
Selain Mutasi, rangkap jabatan atau double job juga terjadi di
Media Indonesia. Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade Alawi
sebelumnya menjabat sebagai Biro Media Indonesia merangkap Biro
Lampung Pos sekaligus. Tak hanya di di level itu,karyawan biasa
terutama reporter juga seringkali dibebankan dua pekerjaan sekaligus.
misalnya
dalam
hal
mediaindonesia.com,
peliputan
untuk
Media
Indonesia
Direktur
Pemberitaan,Usman
dan
Kansong
menuturkan bahwa:
“Kalau mediaindonesia.com di bawah naungan Media
Indonesia tetapi kalau metroTVnews.com bukan, tapi
mediaindonesia.com juga punya manajemen dan pekerja
sendiri”.202
Pernyataan Direktur Pemberitaan di atas sangat kontradiktif
dengan hasil wawancara tidak terstruktur Peneliti dengan salah satu
wartawan Media Indonesia yang bekerja sebagai Reporter di bagian
Polkam yang menyatakan bahwa:
“Nggak lah,kan wartawannya kita-kita juga, ya beritanya juga
sama dari kita juga”203.
Pernyataan tersebut menjadi sangat menarik dalam kajian
ekonomi politik media, di mana praktik komodifikasi pekerja menjadi
nyata adanya dengan pemanfaatan tenaga kerja untuk efektifitas dan
201
Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada
1 April 2016
202
Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada
1 April 2016
203
Berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur dengan Reporter Polkam
Media Indonesia, Putra, pada 24 Maret 2016
efesiensi . Hal ini sangat menguatkan pernyataan Idi Subandy Ibrahim
dalam Hardt (2005) yang menyatakan bahwa berita akan dimakna
sebagai industri atau bisnis berita terutama tatkala praktik jurnalisme
sangat digerakkan oleh pasar dan jurnalis mulai menjadi sekedar
sekrup dalam mesin industri bisnis biasa204.
Menyoal dan menelisisk mengenai hubungan pekerja dan
pemilik media, dalam kaitan ini berbentuk intervensi, secara tegas
keempat narasumber dari Direktur pemberitaan, Asisten Direktur
Pemebritaan, staff iklan dan Marketing, hingga Asisten kepala HRD
membantah adanya hal tersebut, jawaban yang dikemukakanpun serba
normatif, diantaranya adalah:
1.
“Kadang-kadang ada usulan misalnya gini, preference Pak Surya
bisa berbeda dengan kita dalam konteks dan Pak Surya juga tidak
mengatur kita juga”.205
Kata-kata „kadang-kadang ada usulan‟ menjadi sinyal bahwa pemilik
media memberikan usulan terkait pemberitaan di Media Indonesia
2. “Tapi besaran kebijakan yang besar-besar sudah ditentukan oleh
Dewan Redaksi”. “Karena persoalan di bawah itu sudah ada grand
theory nya, atau ada teorinya yang disepakati bersama”.
Perlu kita ingat bahwa dalam struktur organisasi yang ada di Media
Indonesia, terdapat Dewan Redaksi Media Group, Dewan Redaksi di
Media Indonesia merupakan bagian dari Dawan Redaksi Media Group
itu sendiri. Sehingga dengan kata lain, besaran kebijakan di Media
204
Hanno
Hardt,
Critical
communication
Studies
(terj),
(Yogyakarta:Jalasurta), h. xvi
205
Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada 1 April
2016
Indonesia juga ditentukan oleh Dewan Redaksi Media Group yang
sudah menjadi grand theory dan disepakati bersama.
3. “Yang penting kan kesepakan kita di Media Group”.206
Hal ini mengisyaratkan bahwa terdapat bentuk-bentuk kesepakatan
termasuk dalam hak kontan pemberitaan di Media Indonesia terutama
melalui tangan Dewan Redaksi Media Group.
Melihat pernyataan dari hasil wawancara Peneliti di atas,
mengisyaratkan bahwa sebenarnya ada intervensi dari pemilik Media
terkait pemberitaan terutama untuk kata-kata yang sengaja penulis
berikan cetak tebal (Bold).
Selain berdasarkan hasil wawancara di atas, adanya intervensi
dan campur tangan pemilik media juga sangat terlihat dari hasil temuan
Peneliti Dengan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik
Universitas Indonesia yang pernah melakukan penelitian di Metro TV,
serta narasi dalam buku Editorial Surya Paloh, sebagai berikut:
“Terus saya pernah melakukan penelitian di Metro,ketemu
dengan redaksinya, ngomongnya sih wajar, normative, tidak
ada intervensi, sesuai dengan kaidah-kaidah, tapi kan kalau
kita kualitatif kita gak datang skali,semakin kita sering datang
makin cair dan semakin terbuka, tapi semakin lama
diamengakui bahwa dia hanya mengikuti keingainannya si
Surya Paloh, itu juga termasuk komodifikasi informasi ya”207.
“Dalam setiap kesempatan, Surya memang selalu berusaha
mengamati siaran Metro TV, termasuk penampilan para
presenternya. Sebagai pemilik, ia mendambakan agar setiap
harinya kualitas siaran Metro TV selalu meningkat. Demikian
206
Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade Alawi pada
18 April 2016
207
Wawancara Pribadi dengan Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, Depok, 21
April 2016.
pula penampilan presenternya semakin perfect, sehingga turut
memikat para pemirsa208.
“„Kenapa Pak Surya sering tampil di TV atau surat kabar?‟,
itu saya kira sangat wajar ya karena dia memiliki TV, yak an
dia yang punya. Masa dia yang punya TV tapi gak boleh
nongol di TV, yang tidak boleh adalah sebuah kesalahan
sebuah media itu adalah memutar balikan fakta”209.
“Ya kita tahu lah kita kerja sama siapa, kita juga tahu mana
yang dia suka dan nggak kan, gak usah ditanyainlah tinggal
pinter-pinter ngemas beritanya aja supaya mereka suka, jadi
udah paham sendirilah”210.
Dengan demikian, jelas bahwa terdapat campur tangan dan
intervensi dari pemilik media, dalam hal ini Surya Paloh terhadap
konten pemberitaan atau bahkan agenda media dari Media Indonesia.
Hal ini bisa dimaknai bahwa pekerja bukan lagi bagian dari kesatuan
konsep. Ia juga bukan perancang karya. bahkan, ia bukan tenaga
pelaksana. Dalam proses komodifikasi, konsep dipisahkan dari
eksekusi dan keahlian dipisahkan dari kemampuan melaksanakan
pekerjaan. Komodifikasi terkonsentrasi pada kekuatan konseptual di
kelas
marjinal
sebagai
perwakilan
pemodal.
Pada
akhirnya,
komodifikasi menjadikan pekerja sekedar koresponden, dengan
distribusi baru dari keahlian dan kekuatan dalam berproduksi. Hal
serupa dengan pernyataan Vraverman dalam Vincent Moscow yang
berpendapat bahwa:
Kerja itu terbentuk dari kesatuan konsepsi, atau kekekuatan
untuk mengimajenasikan dan merancang pekerjaan dan
pelaksanaan, atau kekuatan untuk menjalankannya. Dalam
proses komodifikasi, modal memisahkan konsepsi d ari
208
Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, (Jakarta:
Dharmapena, 2007), h. 3-4
209
Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade
Alawi pada 18 April 2016
210
Berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur dengan Reporter Polkam
Media Indonesia, Putra, pada 24 Maret 2016
pelaksanaan, keahlian dan kemampuan untuk menjalankan
sebuah tugas. Ini juga memfokuskan kekuatan konseptual
dalam kelas marjinal yang merupakan bagian dari modal
ataupun merepresentasikan kepentingan modal.211
B. Komodifikasi Media Indonesia dijadikan sebagai kekuatan
Ekonomi dan Politik
Media Group memiliki sejumlah unit usaha dengan melakukan
spasialisasi baik secara vertikal maupun secara horizontal yang sudah
Peneliti jabarkan sebelumnya di BAB 3. Dengan demikian, Media
Indonesia hanya salah satu unit usaha yang berada di bawah nanungan
Media group atau di bawah kepemilikan Surya Paloh.
Meskipun Media Indonesia hanya salah satu diantara berbagai
unit usaha yang dimiliki oleh Surya Paloh, Media Indonesia memiliki
andil untuk memperkuat ekonomi maupun politik dari pemiliknya. Hal
ini disebabkan oleh posisi Media Indonesia yang strategis sebagai
usaha atau bisnis di bidang media yang mampu menjangkau khalayak
dalam jumlah yang banyak untuk menghegemoni mereka.
Secara kekuatan distribusi, Media Indonesia merupakan media
cetak yang tergolong dalam kategori High Bro media yang secara
nasional dilihat dari pendapatan atau oplah nya yang mencapai 280.380
eksemplar yang tersebar di 429 kabupaten/kota di 34 provinsi, artinya
Media Indonesia mampu menyasar hampir seluruh provinsi di
Indonesia dan di baca oleh berbagai latarbelakang pembacanya
sehingga media Indonesia mampu mendistribusikan pesan atau
informasinya ke berbagai daerah di seluruh Indonesia.
211
Vincent Moscow, The Political Economy, h.140-141
Meskipun mampu bersaing dengan media cetak lainnya,
dengah oplah sebanayak 280.380, yang sebetulnya masih jauh dari
oplah yang didapatkan oleh Surat kabar Kompas sebesar ± 400.000,
dari segi pendapatan tentu saja mampu menyumbang pundi-pundi ke
kantong pemiliknya melalui Media Group sebagaimana yang diungkap
oleh Direktur Pemberitaan, Usman kansong sebagai berikut:
“Ya kalau posisinya dia sebagai salah satu dari anggota media
group gitu ya, hubungannya dengan yang lain saya kira
seimbang dia, sama, tidak ada yang dilebihkan. Misalnya kalau
di level direksi yang harus tanda tangan ya chairman ya Pak
Surya. Kemudian kita juga punya aturan seperti misalnya
harus ada setoran ke group, dari pendapatan kita setorkan
kepada Group. Setorannya memang berbeda-beda tetapi
dilihat dari besarnya unit usaha”212.
Tidak hanya sebagai media yang mampu menghasilkan
pendapatan dan keuntungan untuk dirinya sendiri, Media Indonesia
sebagai sebuah unit usaha yang berada di bawah nanungan Media
Group, memberikan keuntungan tersendiri dan melakukan simbiosis
mutalisme dengan adanya program terintegrasi antara unit usaha yang
satu dengan unit usaha lainnya.
Berada di bawah nanungan grup besar (Media Group) yang
memiliki lebih dari satu unit usaha di bidang media massa, dianggap
menjadi kelebihan Media Indonesia. Selain keuntungan dalam bidang
finansial atau ekonomi, keuntungan dalam bidang image atau citra juga
di dapatkan oleh Media Indonesia. Sebagai contoh, jika suatu
kementrian atau BUMN melakukan-tender kerjasama dengan Citra
Activation, sebuah Event Organizer (EO) yang merupakan salah satu
212
Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada
1 April 2016
unit usaha Media Group, maka unit usaha media dalam Media Group
akan menjadi kekuatan, sehingga besar kemungkinannya acara tersebut
akan diliput oleh minimal tiga media nasional seperti Metro TV, Media
Indonesia dan metrotvnews.com. Contoh lainnya, Media Group
memiliki unit usaha di bidang katering yang dinamakan dengan
Indocater, Indocater ini memasok hingga ke PT. Freeport di Papua,
sehingga akan berpengaruh juga terhadap citra pemberitaannya.
Dengan kata lain, sinergi antara satu unit usaha dengan unit usaha
lainnya akan menghadirkan citra yang membangun daya Tarik brand
dari masing-masing unit usaha.
Sebagai contoh, Media Indonesia juga turut memberitakan unit
usaha lainnya di bawah naungan Media Group, baik itu dengan unit
usaha media maupun non media. Dengan unit usaha media, Media
Indonesia gencar dalam memberitakan pemberitaan Metro TV dengan
menyediakan kolom khusus terkait program acara ataupun ulasan
program yang ada di Metro TV, demikan hal nya dengan
metrotvnews.com. Hal ini dilakukan atas dasar barter promotion sesuai
pernyataan Asisten Kepala Divisi Iklan, Wendy Rizanto sebagai
berikut:
“Itu kita sistemnya sebagai barter promosi, jadi kita sistemnya
saling support satu sama lain di dalam Media Group ini, jadi
nanti untuk Metro TV dapat space sebesar ini, begitupula
dengan Media Indonesia di Metro TV, jadi misalnya kita punya
editorial MI atau ada edisi khusus yang akan dipromosikan di
Metro TV, jadikita saling promosi atau kita bilang barter
promotion. Jadi gini, yang terpakai di Media Indonesia itu
senilai 100 juta misalnya, MI juga dikompensasikan di Metro
TV sebesar itu, jadi lebih ke barter promosi, nominalnya di
hitung dan kita juga dapat space langsung dari Metro TV”213.
Gambar 4.16
Metro TV214
Selain barter promotion dengan sesama bisnis media, Media
Indonesia juga melakukannya dengan bisnis non media di bawah
nanungan Surya Paloh. Dalam hal ini Media Indonesia lebih pada
mempromosikan binis usaha dalam kategori Hospitality seperti
perhotelan dengan menyajikan iklan atau bahkan ulasan-ulasan tentang
hotel tersebut.
213
Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Iklan Media Indonesia,
Wendy Rizanto. Rabu, 4 Mei 2016
214
Media Indonesia edisi 29 Mei 2016
Gambar 4.17
Iklan Bali Interconinental
Selain barter promosion, unit usaha di bawah nanungan Media
Group juga memiliki program integrasi non promosi dengan cara
mengkonsumsi produk unit usaha yang dihasilkan. Sebagai contoh,
bangunan kantor Media Indonesia dan Metro TV di Kedoya, Jakarta
Barat merupakan bangunan yang kramik dan marmer nya di pasok
langsung dari PT. Pusaka Marmer Indah Raya (Pumarin), dimana
perusahaan tersebut dimiliki oleh Surya Paloh. Selain itu, pegawai di
Metro TV maupun di Media Indonesia mengkonsumsi makan siang
yang disajikan oleh PT. Indocater yang merupakan perusahaan
katering yang masih dimiliki oleh Surya Paloh.
Program
terintegrasi
dan
barter
promotion
tersebut
menimbulkan tanda tanya besar terkait proses sirkulasi atau alur dan
sistem pemasukan yang didapatkan oleh Surya Paloh melalui Media
Group. Direktur Pemberitaan, Usman Kansong menyatakan bahwa
memang terdapat setorang yang masuk ke media group, seperti yang
Peneliti kutip berdasarkan hasil wawancara berikut ini:
“Kemudian kita juga punya aturan seperti misalnya harus ada
setoran ke group, dari pendapatan kita setorkan kepada Group.
Setorannya memang berbeda-beda tetapi dilihat dari besarnya
unit usaha”215.
Dalam buku Editorial Kehidupan Surya Paloh, dinarasikan
bahwa PT. Indocater merupakan perusahaan yang memberikan andil
yang cukup besar untuk perluasan usaha Surya Paloh termasuk dalam
bidang pers. Pada tahun 1994 dinarasikan bahwa Media Indonesia
mengalami krisis keuangan besar-besaran sehingga PT. Indocater
tampil sebagai penyelamat keuangan dengan menyuntikkan sejumlah
dana untuk membantu krisis keuangan yang terjadi di Media Indonesia
Pada saat itu. Melihat kenyataan seperti itu tentu akan menimbulkan
pertanyaan tentang mnajemen keuangan yang dimiliki oleh masingmasing unit usaha di bawah nanungan Media Group. Ketika Peneliti
mengkonfirmasi hal tersebut ke Asisten Kepala Divisi Pemberitaan,
Ade Alawi beliau menyangkal dengan mengatakan kalimat berikut ini:
“Nggak dong, itu kan sendiri-sendiri, masing-masing ada
penanggung jawabnya jadi gak akan merembet ke manamana”216.
215
Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada
1 April 2016
216
Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade
Alawi pada 18 April 2016
Namun, ketika Peneliti mengkonfirmasi kembali perihal
tersebut ke Asisten Kepala Iklan dan Marketing, Wendy Rizanto,
Peneliti mendapatkan jawaban sebagai berikut:
“Ya, pada dasarnya kita sampai saat ini masih berusaha untuk
mandiri. Jadi membiayai semua kebutuhannya, semua
kebutuhan operasional MI itu secara mandiri. Sejauh ini
mandiri, tapi kan kita sejauh ini share ya, misalnya
ruangannya ini kan kita share antara Metro TV dengan MI
pasti share untuk listrik, ada beberapa hal yang sebenarnya
kita share dengan yang lainnya”217.
Meski pernyataan tersebut kontradiktif, dapat peneliti ketahui
dan simpulkan bahwa unit usaha di bawah nanungan Media Group
terkoneksi satu dengan lainnya dan saling memberikan support baik itu
dari segi citra atau image maupun dari segi finansial.
Media Group nyatanya begitu apik membangun sinergi unit
usaha yang satu dengan unit usaha lainnya melalui program integrasi
baik itu dari segi program maupun kepegawaian yang dibangun
melalui training pegawai yang dilakukan rutin oleh Media Group
untuk seluruh pegawai di bawah nanungan Media Group. Tidak hanya
piawai dalam mengelola sinergi di dalam, tetapi Media Group juga
menerapkannya dengan kliennya di berbagai kesempatan. Sebagai
contoh, selain PT. Indoceter yang membantu dan menyuntikan dana
untuk perusahaan pers di bawah naungan Media Group, Surya Paloh
juga turut menjalin kerjasama dengan Bank Mandiri melalui
peminjaman dana yang diberikan Bank Mandiri kepada Metro TV dan
Media indonesia. Sebagai kerjasama dalam bentuk lain, Metro TV
217
Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Iklan Media Indonesia,
Wendy Rizanto. Rabu, 4 Mei 2016
boleh membayar cicilan pinjaman tersebut dengan sejumlah durasi
iklan yang di tayangkan di Metro TV. Hal ini Peneliti kutip dari
petikan wawancara dengan Researcher Ekonomi Politik Media yang
juga pernah meneliti di Metro TV sebagai berikut:
Metro banyak utangnya di Bank Mandiri dan dia bayarnya
lewat program. Misalnya gini, blocking time taro lah sekarang
400 juta nah diabayarnya pake blocking time, misalnya
Mandiri mau apa, itu baru diBank Mandiri”218.
Tak heran apabila kita akan menemukan iklan-iklan Bank
Mandiri di Metro TV maupun di Media Indonesia seperti berikut ini:
Gambar 4.18
Iklan Bank Mandiri219
Selain itu, Peneliti menilai bahwa Media Indonesia sangat apik
dalam menjalin hubungan dengan klien nya terutama untuk mereka
yang beriklan di Media Indonesia. Bahkan Media Indonesia juga
memberikan treatment khusus untuk klien nya dalam hal pemberitaan,
bahakan Media Indonesia juga menjaga (keep) agar sampai tidak
218
Wawancara Pribadi dengan Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, Depok, 21 April 2016.
219
Media Indonesia edisi 21 Mei 2016
membuat citra atau image mereka rusak dengan pemberitaan yang
tidak menguntungkan untuk mereka. Seperti yang diungkapkan oleh
Asisten Kepala Divisi Iklan, Wendy Rizanto sebagai berikut:
“Biasanya kan kita redaksi itu melakukan cover both sides kan,
jadi kalau misalnya ada sesuatu yang sedikit negative biasanya
mereka konfirmasi dulu kesana. Karena banyak juga klien yang
bermitra dengan kita, mereka tidak hanya harus di buat bagus
semua tapi kan gak seperti itu juga, itu juga jadi bahan
evaluasi untuk mereka. Begitu pula misalnya ada surat
pembaca, misalnya ada keluhan tentang suatu keluhat tertentu
gitu ya, yang kita lakukan adalah kita sampaikan dulu kepada
mereka „ini ada surat pembaca, silahkan ditanggapi‟ sehingga
kita bisa muat barengan. Kenapa? karena kita tahu bahwa
membangun image suatu perusahaan itu sangat sulit, jangan
sampai image yang bagus yang sudah mereka bangun bisa
rusak karena sesuatu yang mungkin saja itu hanya sebuah
kesalah pahaman, bukan murni kesalahan kan kita juga gak
tahu ya”220.
Dengan demikian, komodifikasi informasi dalam hal ini
komodifikasi isi, khalayak, dan pekerja yang dilakukan oleh Media
Indonesia adalah semata-mata untuk menguatkan Ekonomi dari
Pemiliknya yaitu Surya Paloh.
Sedangkan terkait politik dan keterlibatan pemilik Media
Indonesia, Surya Paloh dalam perpolitikan dan Partai NasDem,
komodifikasi informasi ini juga dijadikan kekuatan politik yang
mendukung karir politik Surya Paloh. Bahkan hal ini tidak hanya
secara pribadi menguatkan karir politik Surya Paloh, tetapi juga turut
membangun citra atau image Partai NasDem dan turut melegitimasi
„kawan‟ politiknya.
220
Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Iklan Media Indonesia,
Wendy Rizanto. Rabu, 4 Mei 2016
Dalam membangun citra atau image Surya Paloh dan Partai
Nasdem, Media Indonesia selalu memberitakan citra positif untuk
keduanya, bahkan pemberitaan seputar Surya Paloh dan Partai
NasDem ini hampir setiap minggu diberitakan oleh Media Indonesia.
Tak jarang, isu-isu di lingkungan pemerintahan dimuat dengan
mengutip atau menajadikan pihak NasDem sebagai narasumber untuk
dimintai tanggapan seputar kasus tersebut, dengan tentu saja
pembingkaian yang positif dan normatif seperi kasus pejabat kepala
daerah yaitu Ahmad Wazir Noviadi yang ketika itu menajabat Bupati
Ogan Ilir yang tersangkut kasus narkoba misalnya, Partai NasDem
tampil dengan memberikan sejumlah argumen normatif untuk
mengomentari kasus tersebut.
Gambar 4.19
Partai Nasdem ikut berkomentar dalam kasus Narkoba
yang menyangkut Kepala Daerah dalam headline Media Indonesia
yang berjudul “Bersihkan Pejabat Negara dari Narkoba”221
221
Headline Media Indonesia edisi 15 Maret 2016
Berita ini menjadi headline di Media Indonesia pada edisi 15
Maret 2016. Dalam berita, Media Indonesia mengutip pernyataan
Surya Paloh yang diposisikan sebagai Ketua Umum Partai NasDem
yang mengomentari kasus tersebut dengan pernyataan bahwa
penangkapan Ovi terkait narkoba sebagai suatu hal yang memilukan,
menyedihkan, sekaligus memalukan. Selain itu, Surya Paloh
memandang bahwa Narkoba tak hanya merusak generasi bangsa saat
ini, tapi juga hingga tiga generasi, bahkan menghancurkan peradaban.
Terkuaknya kasus ini membuat Media Indonesia terus menyoroti kasus
narkoba terutama yang melibatkan Kepala Daerah, pemberitaan Partai
NasDem-pun berkali-kali muncul dengan frame sebagai partai yang
mempelopori tes urine dan giat dalam upaya pencegahan narkoba.
Gambar 4.20
Nasdem Pelopori Tes Urine222
222
Media Indonesia edisi 20 Maret 2016
Terkait pemberitaan Surya Paloh dan Partai NasDem ini tak
hanya ditempatkan di headline dan kolom politik, pemberitaan tentang
Surya Paloh bahkan pernah dijadikan kolom khusus. Seperti pada
tanggal 12 April 2016 yang memuat kolom Gelar Adat dengan judul
“Penghormatan Untuk Orang Terpilih” dengan porsi 1 halaman penuh
yang ditempatkan di halaman 11. Kolom Gelar Adat tersebut
dihadirkan untuk memberitakan prosesi atas penganugrahan gelar adat
Sutan Nata Negara yang disematkan untuk Surya Paloh. Kolom ini
memuat prosesi penganugerahan gelar adat tersebut dilengkapi dengan
gambar antusiasme warga dalam menyaksikan gelar adat tersebut.
Tidak hanya pemeberitaan Surya Paloh dan Partai NasDem,
Media Indonesia juga sering memberitakan konten pemberitaan yang
melegitimasi kalangan atau pihak yang mendukung dan didukung oleh
Surya Paloh dan Partai NasDem, yang menjadi agenda besar keduanya.
Hal ini bisa dicermati melalaui beberapa kasus seperti pemberitaan
seputar pilkada DKI dan Pembebasan Sandera WNI dari Abu Sayyaf.
Dalam kasus pertama, yaitu pemberitaan seputar pilkada DKI.
Media Indonesia jelas membingkai segala pemeberitaan Pilkada DKI
dengan memunculkan sosok Ahok sebagai pemimpin yang memiliki
popularitas dan elektabilitas yang tinggi yang tidak mudah dikalahkan.
Seperti yang telah diketahui, sejak 12 Februari 2016 Partai Nasdem
sudah resmi mendukung Ahok untuk kembali maju sebagai Calon
Gubernur DKI Jakarta di periode keduanya pada masa bakti 2017-2022
mendatang. Sejak NasDem resmi mendukung Ahok, secara otomatis
muncul banyak pemberitaan seputar Ahok di Media Indonesia dan
bahkan di Metro TV seringkali diundang sebagai narasumber dalam
program Mata Najwa.
Gambar 4.21
Putar Otak Cari Pendukung Ahok223
Gambar 4.22
Konsultasi Politik Abang Adik224
223
224
Media Indonesia edisi 28 Maret 2016
Media Indonesia edisi 4 April 2016
Seperti
yang
diungkapkan
oleh
Peneliti
sebelumnya,
pemberitaan tentang Ahok ini tidak hanya diberitakan melalui Media
Indonesia saja, tetapi melalui Metro TV dan media online yang
merupakan media di bawah nanungan Media Group.
Gambar 4.23
Iklan Mata Najwa On The Stage225
Kemudian
apabila
kita
mengunjungi
laman
mediaindonesia.com dengan memilih #JAKARTAMEMILIH, maka
akan muncul pemberitaan seputar pilkada DKI Jakarta terutama
pemberitaan kandidatnya dengan didominasi oleh pemberitaan seputar
Ahok.
225
Media Indonesia edisi 29 Mei 2016
Gambar 4.24
#JAKARTAMEMILIH226
226
mediaindonesia.com diakses pada 29 April Pkl 21.24 WIB
Bila dilihat melalui kasus pemebebasan sandera WNI oleh Abu
Sayyaf, Media Indonesia juga secara intens memberitakan pembebasan
tersebut dan bahkan dijadikan headline dalam kolom khusus yang
membahas proses pelepasan sandera yang diinisiasi oleh Surya Paloh,
Hal ini tentu saja tidak hanya diberitakan di Medai Indonesia, Metro
TV bahkan membuat peliputan khusus dengan menghadirkan Bupati
Jolo dari Filipina sebagai narasumber.
Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia, Ade
Alawi sendiri memandang bahwa sering tampilnya Surya Paloh dalam
media yang dimilikinya dinilai sangat wajar, seperti berikut ini:
“Posisi independen Media Indonesia kita menjaga hal itu ya,
karena pada dasarnya sesuai undang-undang pers, sebuah
media itu harus independen, cuma mungkin pertanyaan
publik“„Kenapa Pak Surya sering tampil di TV atau surat
kabar?‟, itu saya kira sangat wajar ya karena dia memiliki TV,
ya k an dia yang punya. Masa dia yang punya TV tapi gak
boleh nongol di TV, yang tidak boleh adalah sebuah kesalahan
sebuah media itu adalah memutar balikan fakta, jadi agendaagenda yang membangun masih tetap sama,kepercayaan
public harus kita jaga, bila kemudian ada porsi untuk pak
Surya Paloh ada di meda itu saya kira masih dalam batas
kewajaran, kita masih menjaga independensi dalam arti porsi
beritanya sama, dan kitapun juga masih dalam batas yang
normal, tidak ada agenda kita yang menjelek-jelekan partai
politik lain dan menggeda-gedekan partai tertentu”.227
Kutipan hasil wawancara tersebut, perlu digaris bawahi
terutama bagian kalimat “tidak ada agenda kita yang menjelek-jelekan
partai politik lain dan menggeda-gedekan partai tertentu”. Realitanya
adalah Media Indonesia melalui komodifikasi informasinya dijadikan
kekuatan bagi Surya Paloh dalam karir di dunia politik dan turut
membesarkan Partai NasDem.
Selain itu, yang menjadi menarik adalah Pernyataan dari
Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab Harian Media Indonesia,
Usman Kansong terkait makna dibalik kata Independen itu sendiri,
sebagaimana pernyataan berikut228:
1. “Ya dalam konteks independensi, sebetulnyakan
independen itu punya makna. Independen tidak bermakna
netral. Independen itu tiga maknanya ya. Pilihannya tiga,
dia boleh netral, boleh mendukung, boleh mengkritik, itu
independen.
2. Media cetak itu kan independensinya relatif lebih longgar,
dalam artian dia boleh mendukung. Jadi kalau misalkan
media cetakpun mendukung pemiliknya atau mendukung
suatu partai atau salah satu kandidat itu tidak ada larangan
gitu.
3. Kalau kamu misalnya belajar ekonomi Media nanti akan
ada, akan keliatan kalau surat kabar boleh mendukung
sebetulnya kerana di negara-negara lain juga begitu.
4. pertanyaannya seputar independensi, ya kita bisa
mendukung, netral, kita bisa mengkritik, bahkan termasuk
mengkritik partai yang dimiliki oleh pemilik ya minimal
ada perbedaan pandangan
227
Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade
Alawi pada 18 April 2016
228
Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada
1 April 2016
Dari pernyataan di atas, jelas bahwa Media Indonesia
memposisikan ke-independensian nya dalam posisi mendukung
pemilik media yaitu Surya Paloh yang dalam hal ini termasuk
mendukung karir perpolitikannya. Perlu digaris bawahi bahwa
seharusnya makna independen ini tidak serta merta digunakan untuk
mendukung kandidat calon kepala daerah yang di dukung oleh partai
NasDem
sebagaimana
yang
Media
Indonesia
lakukan
untuk
mendukung Ahok dalam pemilihan Gubernur DKI periode tahun 20172022 dalam frame pemberitaannya
Hal ini kemudian diperkuat oleh pernyataan Dosen Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia yang menyatakan
bahwa:
“Dulu, ada pendapat ada di beberapa buku lama yang
mengatakan bahwa “Anda ingin menang maka peganglah
media” atau “Jika Anda menguasai media maka Anda akan
menang”, lebih lanjut dikatakan bahwa pemilik media itu lebih
besar kecenderuangnnya untuk meng-exposure dirinya sendiri,
itu ada kecenderungan seperti itu karena dia kan pemiliknya,
tapi kita juga melihat di beberapa tempat di beberapa negara,
pemilik media itu gak menang. Jadi kembali lagi kalau kita
pengamat media kita lihat komodifikasi informasi dalam
komunikasi politik itu bagaimana memformulasikan isu-isu
tersebut sehingga itu menjadi daya Tarik, daya magnit untuk
konsumen”.229
Dengan demikian jelaslah bahwa komodifikasi informasi
Media Indonesia juga dijadikan sebagai kekutan politik melalui
kecenderungan untuk mencitrakan Pemilik yaitu Surya Paloh melalui
informasi yang disebarluaskan oleh media yang dimilikinya.
229
April 2016.
Wawancara Pribadi dengan Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, Depok, 21
Ada sejumlah paradoks peran media dalam kaitannya dengan
kerja jurnalistik yang menjadi hal fundamental eksistensi media
sebagai ruang publik. Ilmuan John Hartley dalam Politics of Picture :
The Creation of the Public in the Age of Popular Media (1992)
menegaskan, televisi, surat kabar, majalah, dan media lainnya
merupakan domain publik, tempat di mana publik sering diciptakan,
oleh karenanya mengandung pemahaman public sphere. Saat media
lebih mengedepankan kepentingan politik pemilik maka faktanya
urusan dan harapan publik terpinggirkan dengan sendirinya.230
Bahaya peran ganda media sebagai jurnalis sekaligus corong
salah satu kekuatan sebenarnya terprediksi jauh-jauh hari. Pertama,
struktur pasar media kita memang sudah memasuki struktur
oligipolistik. Media lebih banyak berafiliasi ke grup-grup besar
sehingga para pebisnis yang menguasai banyak media di Tanah Air
sudah bisa dihitung jari. Struktur pasar media ini bertemu dengan
politik oligarki parpol. Hal lain yang paradoks dengan nilai
fundamental media sebagai ruang publik adalah pergeseran peran
jurnalis menjadi propagandis. Dari profesionalitas kerja mengabarkan
menjadi mengaburkan data atau fakta. Ketidakadilan penggunanaan
media kerap mendistrosi informasi yang diterima publik.231
Selain hal tersebut, Media Indonesia yang notabene adalah
media cetak yang dimiliki oleh seorang pengusaha sekaligus politisi, di
dalamnya akan terlihat suatu transformasi pesan-pesan atau nilai-nilai
230
Gun Gun Heryanto, Wajah Propaganda Media, (Jakarta: diakses melalui
http://www.republika.co.id/berita/surat kabar/opini-surat kabar/14/07/17/n8ue0534wajah-propaganda-media, pada 10 April 2016 pkl. 20.35 WIB, 2014)
231
Gun Gun Heryanto, Wajah Propaganda Media.
yang secara tidak langsung akan menguatkan kekuatan ekonomi
maupun kekuatan politik dari sang pemilik.
Banyak contoh yang bisa disebut untuk menunjukkan bahwa
kepentingan industri media besar banyak didikte oleh kepentingan
pengiklan, kepentingan pemilik modalnya, untuk mengamankan
kepentingan ekonomi dan politiknya. Hal ini bukan merupakan
fenomena yang khas di Amerika, tetapi ia juga merupakan suatu
fenomena dimana juga terjadi di belahan Eropa, misalnya ketika
mantan Perdana Menteri Italia, Silvio Berlusconi, yang juga adalah
pemilik jaringan media terbesar di Italia, atau juga Perdana Menteri
Thailand, Thaksin Shinawatra, adalah juga pemilik media dan jaringan
telekomunikasi terbesar di Thailand.232
Dengan demikian, dengan adanya oligarki yang membentuk
konglomerasi media, akan mengancam diversity of content dan
keobjektifannya dalam memberitakan suatu hal atau suatu peristiwa
karena akan cenderung hanya mementingkan kepentingan pemilik atau
pengiklan, seperti yang diungkapkan oleh Dr. Effy Zalfina Rusfian,
M.Si., sebagai berikut:
“Nah sekarang ada yag namanya oligarki, konglomerasi
media, dia punya varian-varian sendiri untuk menguatkan satu
berita, kerugiannya ada dalam si konsumennya ini, kalau si
konsumen hanya mendapatkan isu dari satu perspektif saja,
hanya dari satu konglomerasi media saja, dia tidak punya
pembanding, dia tidak punya wacana lain, nah itu. Nah, kan
kita tahu pengaruh media itu dari Agenda Setting nya, dari
agenda media bisa jadi agenda publik, bisa jadi agenda
kebijakan. Tapi yang kita harapkan sebenarnya kalau media itu
kan harus berimbang, media itu kan harus objektif, media itu
kan mencerdaskan kehidupan bangsa, memberikan edukasi
232
Peter Philips, “Preface”, dalam Peter Philips & Project Censored,
Censored 1997: The News that Didn‟t Make the News, The Year‟s Top 25 Censored
News Stories, (New York: Seven Stories, 1997), h. 9
yang baik dalam kehidupan tapi dengan adanya komodifikasi
informasi, dengan adanya konglomerasi media, dengan adanya
oligarki dalam media, kita sebagai pengamat media kalau
menurut saya lebih banyak kerugiannya daripada
keuntungannya dari segi objektifitas pemberitaan”.233
Herman dan Chomsky dalam Henry Subiakto dan Rachmah Ida
telah menggambarkan model propaganda kelompok pemilik modal
yang mampu menetapkan premis-premis wacana publik, menentukan
informasi apa yang boleh dikonsumsi publik, dan terus-menerus
mengelola pendapat publik melalui propaganda234. Dengan demikian,
media menjadi alat kepentingan politik, ekonomi yang isinya dipenuhi
dengan framing dan kebohongan yang semata-mata digunakan untuk
mendapatkan keuntungan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keterbukaan dan kebutuhan akan informasi membuat semakin
berkembangnya perusahaan pers dan media massa yang didukung
dengan demokratisasi pemerintahan. Perubahan sistem pemerintahan
di Indonesia turut serta membuka keterbukaan informasi dan
kebebasan pers.
Demokratisasi sistem pemerintahan yang berimbas pada
kebebasan pers berimbas pada semakin menjamurnya perusahaan pers
yang membentuk grup atau konglomerasi. Konglomerasi media yang
233
Wawancara Pribadi dengan Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, Depok, 21 April
2016.
234
Henry Subiakto dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media, dan
Demokrasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 105
terjadi di Indonesia ini membentuk 12 grup yang memiliki beretas
media dan non media, spasialisasi secara vertikal dan horizontal ini
dilakukan untuk mendapatkan keuntungan.
Media Group sebagai sebuah grup konglomerasi media yang
dimiliki oleh pengusaha sekaligus politisi, Surya Paloh juga memiliki
berbagai macam unit usaha yang terdiri atas perusahaan media dan
media. Unit usaha yang bergerak dalam bidang media massa terdiri
atas televisi yaitu Metro TV, media cetak yaitu Media Indonesia,
Borneo News, Lampung Pos, media online seperti metrotvnews.com,
dan lain sebagainya. Sedangkan unit usaha non media massa atau yang
disebut dengan spasialisasi horizontal seperti perhotelan, katering,
perusahaan energy dan lain sebagainya.
Media Indonesia sendiri merupakan salah satu unit usaha bisnis
yang bergerak dalam bidang media massa yang berbentuk cetak. Media
Indonesia merupakan koran nasional yang terbit sejak 19 Januari 1970.
Pada 1987, pendiri Media Indonesia Teuku Yousli Syah bekerja sama
dengan Surya Paloh untuk mengelola surat kabar tersebut hingga
akhirnya resmi dimiliki oleh Surya Paloh. Sebagai sebuah media massa
yang dimiliki oleh seorang pengusaha sekaligus politisi, Media
Indonesia memiliki kepentingan untuk untuk mendapatkan keuntungan
baik itu dalam bidang ekonomi maupun politik, proses inilah yang
disebut seabgai komodifikasi.
1. Komodifikasi Informasi Media Indonesia
Komodifikasi merupakan proses transformasi pesan dan nilai
hingga menjadi sistem makna yang dapat dipasarkan. Sederhananya,
proses ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dengan menjual
komoditas.
Dalam hal ini, Media Indonesia melakukan komodifikasi dalam
tiga hal sesuai dengan konsep yang ditawarkan oleh Vincent Moscow
dalam teori ekonomi politik media, proses tersebut mencakup
komodifikasi isi, komodifikasi khalayak dan komodifikasi pekerja.
Dalam konteks konten pemberitaan atau isi, Media ndonesia
melakukan komodifikasi isi dengan berbagai macam cara, yaitu
sebagai berikut:
1. Dengan memfokuskan konten pada bidang politik dan Ekonomi yang
dinamikanya selalu berkambang, Media Indonesia berupaya untuk
menarik pengiklan.
2. Dengan menghadirkan fokus yang berbeda atau pemberitaan yang
digali secara investigatif di setiap harinya (positioning).
3. Meskipun fokus pada pemberitaan politik dan ekonomi, Media
Indonesia tetap menghadirkan kolom selebritas untuk menarik
pengiklan dan menarik pembaca dari kalangan perempuan.
4. Melalui e-paper dan media online, Media Indonesia berharap
informasinya dapat sampai ke berbagai kalangan dengan distribusi
yang multi kanal atau dengan berbagai platform.
5. Melalui integrasi dengan unit usaha di bawah naungan Media Group
melalui GPRS atau bank data yang bisa diakses oleh semua unit usaha
di bawah Media Group.
6. Dengan kolom khusus atau pemberitaan yang dinaik cetakkan pada
hari tertentu atau peringatan hari besar seperti dalam rangka peringatan
Kartini, Hari Kebangkitan Nasional dan Kemerdekaan Republik
Indonesia.
7. Melalaui fokus internasional yang sering memberitakan tentang
kemiskinan, kesengsaraan, konflik di berbagai negara di dunia.
Selain komodifikasi konten pemberitaan atau isi, komodifikasi
juga dilakukan dengan menjual khalayak kepada pengiklan untuk
mendapatkan keuntungan, hal inilah yang disebut dengan komodifikasi
khalayak yang dilakukan melalaui:
1. Melalui target pembaca atau readership profile, pengiklan akan
mengetahui karakteristik pembaca media Indonesia sehingga akan
memudahkan jenis iklan mana yang akan mengiklankan produknya.
2. Melalui Komunitas Media Indonesia yang sering mengadakan
pelatihan atau training dan bekerjasama dengan perusahaan aau
nstansi, secara tidak langsung memaksa para peserta pelatihan tersebut
mengkonsumsi
media
Indonesia melalui
benefit
untuk
gratis
berlangganan minimal tiga bulan.
3. Melalui kolom selebritas, pembaca dengan latarbelakang jenis kelamin
perempuan secara tidak langsung diserahkan kepada pengiklan untuk
jenisproduk tertentu.
4. Dengan partisipasi melalui SMS, komentar di media sosial, bedah
editorial, khalayak tidak hanya mengkonsumsi media, mereka juga
dilibatkan untuk memproduksi pesan atau konten.
5. Melalui integrasi dengan unit usaha di bawah naungan Media group,
khalayak secara tidaklangsung diapkasa untuk mengkonsumsi produk
unit usaha lainnya yang berada di bawah nanungan Media Group.
Tidak hanya komodifikasi isi dan khalayak saja, Media
Indonesia juga melakukan komodifikasi pekerja yang ditempuh
melalui berbagai cara, seperti di bawah ini
1. Adanya mutasi pekerja disesama unit usaha di bawah naungan Media
Group
2. Adanya rangkap jabatan unit usaha yang satu dengan unit usaha
lainnya
3. Adanya training pekerja baru Metro TV di Media Indonesia
4. Melalui adanya intervensi dari pemilik, pekerja hanya diposisikan
sebagai kepanjangan dari pemilik media dengan mengabaikan
kompetensinya.
2.
Komodifikasi Informasi Media Indonesia dijadikan sebagai
kekuatan Ekonomi-Politik Surya Paloh
Menjadi perhatian yang perlu digaris bawahi dan perlu dikritisi
bahwa komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia baik
melalui isi, khalayak, maupun pekerja, dilakukan untuk dijadikan
kekuatan ekonomi dan politik pemilik, dalam hal ini Surya Paloh
sebagai pengusaha sekaligus politisi. Hal tersebut bisa dilihat melalui
beberapa hal, speerti di bawah ini:
1. Melakukan Barter Promotion dengan sesama unit usaha di bawah
nanungan Media Group.
2. Menjaga citra atau image klien atau pengiklan dalm pemberitaannya.
3. Membangun citra atau image Surya Paloh dan partai NasDem serta
melegitimasi pihak-pihaknya dengan dukungan yang dibingkai dalam
setiap pemberitaannya.
Media Massa merupakan domain publik, tempat di mana publik
sering diciptakan, oleh karenanya mengandung pemahaman public
sphere. Saat media lebih mengedepankan kepentingan politik pemilik
maka faktanya urusan dan harapan publik terpinggirkan dengan
sendirinya.
Dengan demikian, komodifikasi yang dilakukan oleh Media
Indonesia turut serta dijadikan kekuatan ekonomi dan politik sang
pemilik media. Dari tinjauan kritis, praktik konglomerasi atau adanya
oligarki dalam media yang diwujudkan dalam komodifikasi, akan
menyebabkan terancamnya diversity of content sehingga khalayak
cenderung tidak akan mendapatkan informasi dengan frame yang
variatif. Selain itu, praktik komodifikasi ini akan mengancam
objektifitas dan ke-independensian media dengan hilangnya ruang
publik karena bergesernya jurnalis menjadi propagandis.
B. Saran
Berdasarkan penelitian ini dan melihat fenomena yang
ada,maka Peneliti memeliki beberapa saran, yaitu:
1. Sebagai pemilik media, hendaknya pemilik tetap memposisikan media
massa sebagai jembatan aspirasi massa dan mememnuhi kebutuhan
informasi masyarakat seperti menjalankan fungsinya dalam hal
edukasi, hiburan, dan lain sebagainya tanpa mengabaikan fungsi-fungsi
tersebut.
2. Saat ini, tanpa adanya modal yang besar, kecil sekali kemungkinan
untuk dapat membangun sebuah bisnis media massa. Namun kendati
demikian, sebaiknya para pemilik media tetap memperhatikan kualitas
informasi atau pemebritaan yang disajikan
3. Sebagai Pemabaca atau khalayak yang mengkonsumsi media,
hendaknya kita lebih cerdas dalam mengkonsumsi media dengan
model multi step flow, yaitu tidak menajdi konsumen yang fanatik
terhadap satu jenis brand media massa saja, tetapi mengkonsumsi
media massa secara multi kanal.
4. Penelitian ini bisa dilanjutkan untuk meneliti praktik konglomerasi
media di dalam Media Group.
DAFTAR PUSTAKA
Biagi, Shierly. 2012. Media/Impact Pengantar Media Massa.
Jakarta: Salemba Humanika.
Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif, cet. ke-8.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Burton, Graeme. 2006. Yang Tersembunyi di Balik Media (terj).
Jakarta: Jalasutra.
Effendy, Onong Uchyana. 1989. Leksikan Komunikasi. Bandung:
Mandar Maju.
Farihah, Ipah Farihah. 2006. Panduan Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta dengan UIN Jakarta Press.
Heryanto, Gun Gun. 2010. Komuniasi Politik di era Industri Citra.
Jakarta: PT. Lasswell Visitama.
Halim,
Syaiful.
2013.
Postkomodifikasi
Media.
Yogyakarta:
Jalasutra.
Hardt, Hanno. 2007. Critical communication Studies (terj).
Yogyakarta: Jalasurta
Hisyam, Usamah. 2007. Editorial Kehidupan Surya Paloh, Jakarta:
Dharmapena.
Ibrahim, Idi Subandy dan Bacharudin Ali Akhmad. 2014.
Komunikasi dan Komodifikasi. Jakarta, Yayasan Postaka
Obor Indonesia.
Kriyantono, Rachmat. 2008.
Tekhnik Praktis Riset Komunikasi:
Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations,
Advertising,
Komunikasi
Organisasi,
Komunikasi
Pemasaran, cet. ke-3. Jakarta: Kencana.
Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Foss. 2011. Teori Komunikasi,
edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika.
McQuail, Dennis. 1991. Teori Komunikasi Massa, Penerjemah Agus
Dharma. Jakarta: Erlangga
. 2012. Teori Komunikasi Massa McQuail, ed. 6,
buku 1,Penerjemah Putri Iva izzati JakartaL Salemba
Humanika.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodelogi Penelitian Kualitatif, cet. ke-26
. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Moscow, Vincent. 1996. The Political Economy of Communication
1st ed. London: Sage Publications.
.2009. The Political Economy of Communication
2nd ed. London: Sage Publications.
Murdock,
Graham
dan
Peter
Golding.
2005.
“Culture,
Communications and Political Economy,” dalam James
Curran dan Michael Gurevitch, ed., Mass Media and Society.
London: Bloomsbury, Academic.
Murdock, Graham dan Peter Golding, 1992. Political Economy of
Mass Communication, In Curan, James and Gurevitch,
Michael (eds.) Mass Media and Society. London: Edward
Arnold: A Devision of Holder & Stoughten
Nainggolan, Bastian. 2015. Konglomerasi Media Nasional: Tipologi,
Konsentrasi, dan Kompetisi Pasar. Dalam buku Ikatan
Sarjana Komunikasi Indonesia. Menegakan Kedaulatan.
NasDem. 2011. AD-ART Partai NasDem. Jakarta: Dewan Pimpinan
Pusat Partai NasDem
Nasrullah, Rulli. 2015. Media Sosial Perspektif komunikasi, budaya,
dan sosioteknologi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasrullah, Rulli. 2012. Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya
Siber. Jakarta: Kencana.
Noor, Henry Faizal. 2010. Ekonomi Media. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Nurudin. 2007. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Pendidikan Nasional, Departemen. 2003. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Philips, Peter & Project Censored. 1997. The News that Didn‟t Make
the News, The Year‟s Top 25 Censored News Stories. New
York: Seven Stories.
Prasetyo, Bambang
dan Miftahul Jannah. 2005. Metodelogi
Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Rahayu. 2000. Analisis Dampak Pergeseran Karakteristik Industri
Pers pada Strategi Perusahaan dan Pembangunan Sumber
Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Rusadi, Udi. 2015. Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif,
Teori dan Metode. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Subiakto, Henry dan Rachmah Ida. 2012. Komunikasi Politik, Media,
dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sudibyo,
Agus.
2004.
Ekonomi
Politik
Media
Penyiaran.
Yogyakarta: LkiS.
Sugiono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Tebba, Sudirman dan Cecep Sastrawijaya, 2015. Bisnis Media Massa
di Indonesia. Tangerang: Pustaka IrVan.
Vivian, John . 2008. Teori Komunikasi massa. Jakarta: Prenada
Media Group.
Jurnal dan Penelitian
http://eprints.binus.ac.id/23262/1/2011-2-00535AK%20Abstrak001.pdf, diakses pada 13 Mei 2016,
pkl
21.40 WIB.
Adila, Ismi. 2011. Spasialisasi dalam Ekonomi Politik Komunikasi
(Studi
Kasus
MRA
Media).
Jogjakarta:
Jurnal
Ilmu
Komunikasi, Vol. 1, No.1, April 2011
Arianto. 2011. Ekonomi Politik Lembaga Media Komunikasi.
Jogjakarta: Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober
2011.
Arumdati, Penni. 2008. Analisis Kebijakan Pengenaan PPH Pasal
23 atas Jasa Pemasangan Iklan di Media Cetak melalui
Withholding Tax System. Depok: Skripsi Departeman Ilmu
Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas
Indonesia.
Lanna dan M. Azman Fajar. 2008. Diantara Cengkraman Negara
dan Pasar. Melawan monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan
Kepemilikan Media. dalam Jurnal Sosial Demokrasi Vol.3
No.1 Juli - September 2008. Jakarta: Pergerakan Indonesia
dan Komite Persiapan Yayasan Indonesia Kita.
Fahrudin, Dedi. 2014. Konglomerasi Media Studi Ekonomi Politik
Terhadap Media Group. Jakarta: Jurnal Ilmu Sosial
Indonesia (JISI), volume 1 nomor 2, September.
Lanna dan M. Azman Fajar (Editoral). 2008. Melawan monopoli,
Oligopoli, dan Pemusatan Kepemilikan Media. Jurnal Sosial
Demokrasi. Jakarta: Pergerakan Indonesia dan Komite
Persiapan Yayasan Indonesia Kita. Vol.3 No.1 Juli September 2008
Manoarfa, Maya. 2011. Memahami Strategi Komunikasi Ormas
Nasional Demokrat Sebagai Embrio Partai Politik di
Indonesia. Semarang: Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Diakses
melalui
Universitas Diponegoro.
https://core.ac.uk/download
/files/379/11727698.pdf, pada 12
Mei 2016, pkl.
21.15
WIB.
Musthofa, As‟Ad Musthofa. 2012. Komodifikasi Kemiskinan oleh
Media Televisi,. Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 3
No. 1, Februari – Juli 2012.
Novita Putri, Indha. 2013. Spasialisasi Dan Konglomerasi Media
(Analisis Deskriptif Ekonomi Politik Media pada Kelompok
Kompas Gramedia). Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S. 2012. Memetakan Lansekap
Industri Media Kontemporer di Indonesia (Edisi Bahasa
Indonesia).
Laporan.
Bermedia,
Memberdayakan
Masyarakat: Memahami kebijakan dan tatakelola media di
Indonesia melalui kacamata hak warga negara. Riset
kerjasama antara Centre for Innovation Policy and
Governance dan HIVOS Kantor Regional Asia Tenggara,
didanai oleh Ford Foundation. Jakarta: CIPG dan HIVOS
Yudistira, Pelembagaan Partai NasDem. Malang: Jurnal Ilmu Politik
program studi Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya,
Diakses melalui:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=276511
&val=6497&title=PELEMBAGAAN%20PARTAI%2NASD
EM pada 12 Mei 2016, pkl. 21.30 WIB.
Tyas, Sagitaning. 2010. Konglomerasi Industri Media Penyaiaran di
Indonesia Analisis Ekonomi Politik Pada Group Media
Nusantara. Jakarta: Skripsi Komunikasi dan Penyiaran Islam,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah.
Artikel, koran dan Internet
Beo Da Costa, Agustinus. 2014. Surya Paloh dibalik Impor Minyak
Angola, diakses melalui:
http://industri.kontan.co.id/news/surya-paloh-di-balik-imporminyak-angola, pada 13 Mei 2016 pkl 20.29 WIB
Dokumen Sekretaris Redaksi Media Indonesia yang diberikan tahun
2016
Dwi Prihadi, Susetyo. 2015. Berapa Jumlah Pengguna Facebook
dan twitterdi Indonesia:
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150327061134185-42245/berapa-jumlah-pengguna-facebook-dan-twitter-di
indonesia/, (CNN Indonesia, 2015), diakses pada 30 Mei
2016 Pkl 22.21 WIB.
Heryanto, Gun Gun. 2014. Wajah Propaganda Media. Jakarta:
diakses melalui:
http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/14/07/17
/n8ue0534-wajah-propaganda-media pada 10 April 2016 pkl.
20.35 WIB
Hidayat, N. Dedy:
https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2009/03/microsoft word-dedynurhidayat_teori-kritis3.pdf pada 30 Maret 2016
pukul 14.03 WIB.
Kominfo.https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Komin
fo+%3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/
0/berita_satker, diakespada 30 mei pkl 22.15 WIB.
Liem,Merlyna. 2012. http://merlyna.org/2012/02/21/leagueof 13 media-concentration-in-indonesia/, diakses pada 3
Maret 2016 pkl 10.03 WIB
Kompas edisi 20 Januari 1995
Media Indonesia edisi 15 Maret 2016
Media Indonesia edisi 20 Maret 2016
Media Indonesia edisi 24 Maret 2016
Media Indonesia edisi 28 Maret 2016
Media Indonesia edisi 31 Maret 2016
Media Indonesia edisi 4 April 2016
Media Indonesia edisi 22 April 2016
Media Indonesia edisi 26 April 2016
Media Indonesia edisi 21 Mei 2016
Media Indonesia edisi 29 Mei 2016
Media Indonesia edisi 30 Mei 2016
Media Indonesia edisi 31 Mei 2016
Media Indonesia edisi 1 Juni 2016
Supadiyanto. 2013. Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial
dan Perubahan Sosial. Kutipan ini berbentuk makalah.
Makalah ini termuat juga di Kompasiana edisi Ahad, 19 Mei
2013 (bisa diklik di sini: http://media.kompasiana.com
/mainstream-media/2013/05/19/ ekonomi-politik-media-risetgerak
an-sosial-dan-perubahan-sosial-557390.html)
dan
pernah disampaikan dalam Sekolah Kementerian yang
digagas
oleh
Badan
Eksekutif
Mahasiswa
Keluarga
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM)
“Kabinet Bangkit Bergerak” di Gelanggang Mahasiswa
UGM Yogyakarta pada Sabtu, 18 Mei 2013 pukul 10.00.00 12.15.00 WIB
Website
http://www.indocater.co.id
http://www.lampungpost.co
http://www.mediagroup.co.id
http://www.mediaindonesia.com
http://www.metrotvnews.com
https://www.facebook.com/harianmediaindonesia/
https://twitter.com/search?q=mediaindonesia&src=typd
Dokumentasi
Bersama Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab Harian Media
Indonesia, Bapak usman Kansong
Bersama Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Harian Media Indonesia,
Bapak Ade Alawi
Bersama Asisten Human Resource Development (HRD) Harian Media
Indonesia, Ibu Wawa Karwati
Bersama Asisten Kepala Divisi Iklan dan Marketing Harian Media
Indonesia, Bapak Wendy Rizanto
Bersama Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia, sekaligus Researcher Ekonomi Politik Media, Dr. Effy
Zalfiana Rusfian,M.Si.
Download