paradigma pembangunan wilayah

advertisement
Hand-Out Pembangunan Wilayah
1
TEORI PERTUMBUHAN WILAYAH
Perencanaan pengembangan wilayah berkaitan erat dengan upaya peningkatan kinerja
(intraregional) wilayah dan keseimbangan perkembangan antar wilayah (interregional).
Untuk memahami secara lebih baik terhadap dua topik tersebut perlu diperbincangkan
teori tantang pertumbuhan wilayah1. Hakekat pembangunan nasional termasuk
pengembangan wilayah adalah bagaimana memacu pertumbuhan wilayah, dan
menyebarkannya
(growth with equity) secara lebih merata sehingga dapat
mensejahterakan masyarakat yang ada didalamnya. Berikut akan dijelaskan beberapa
teori pertumbuhan wilayah.
1. Teori Resources Endowment atau Resource Base
Teori ini dikemukakan oleh Harver Perloff dan Lowdon Wingo, Jr. (1961) dalam
tulisannya Natural resources Endowment and Regional Economic Growth.
Menerangkan perkembangan wilayah di Amerika yang berlangsung 3 tahap, yaitu
(1) tahap perkembangan pertanian ( - 1840), daerah berkembang adalah wilayah
pertanian dan pelabuhan (pusat); (2) tahap perkembangan pertambangan (18401950), besi dan batubara, memiliki forward linkages yang lebih luas dari sektor
pertanian; (3) tahap perkembangan amenity resources atau service.
Pertumbuhan wilayah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya dan
kemampuannya untuk memproduksinya, untuk keperluan ekonomi nasional dan
ekspor. Dengan kata lain wilayah memiliki Comparative Advantages terhadap
wilayah lain (spesialisasi). Kegiatan ekspor akan memperluas permintaan dan efek
multiplier yang berpengaruh pada dinamika wilayah. Sumberdaya yang baik adalah
: (1) mensupport produksi nasional, (2) memiliki efek backward and forward
linkages yang luas, (3) efek multiplier, yaitu kemampuan meningkatkan permintaan
produksi barang dan jasa wilayah. Permintaan merupakan fungsi dari jumlah
penduduk, pendapatan, struktur produksi, pola perdagangan, dll.
2. Teori Export Base atau Economic Base
Teori ini dikemukakan Douglass C. North tahun 1964, merupakan perluasan dari
teori reources endowment. Teori ini mengatakan bahwa sektor ekspor berperan
penting dalam pertumbuhan wilayah, karena sektor ekspor dapat memberikan
kontribusi yang penting, tidak hanya kepada ekonomi wilayah tapi juga ekonomi
nasional. Kalau teori pertama lebih berorientasi pada inward looking (strategi ke
dalam), maka teori ekspor base mengandalkan pada kekuatan permintaan eksternal
(outward looking). Wilayah dengan tingkat permintaan yang tinggi akan menarik
investasi (modal) dan tenaga kerja.
Luthfi Muta’ali
Hand-Out Pembangunan Wilayah
2
Kegiatan ekspor akan mempengaruhi keterkaitan ekonomi ke belakang (kegiatan
produksi) dan kedepan pada sektor pelayanan (service). Dengan kata lain, kegiatan
ekspor secara langsung meningkatkan pendapatan faktor-faktor produksi dan
pendapatan wilayah. Syarat utama bagi pengembangan teori ini adalah sistem
wilayah terbuka, ada aliran barang, modal, teknologi antar wilyah, dan antara
wilayah dengan negara lain.
3. Teori Pertumbuhan Neoklasik.
Teori ini dikembangkan dan banyak dianut oleh ekonom regional dengan
mengembangkan asumsi Neoklasik. Tokohnya adalah Harry W. Richradson (1973)
dalam bukunya Regional Economic Growth. Teori ini mengatakan bahwa
pertumbuhan wilayah tergantung tiga faktor yaitu tenaga kerja, ketersediaan modal
(investasi), dan kemajuan teknologi 2 Semakin besar kemampuan wilayah dalam
penyediaan 3 faktor tersebut, semakin cepat pertumbuhan wilayah.
Selain tiga faktor di atas, teori ini menekankan pentingnya perpindahan (mobilitas)
faktor produksi, terutama tenaga kerja dan modal (investasi) antar wilayah, dan
antar negara. Pola pergerakan ini memungkinkan terciptanya keseimbangan
pertumbuhan antar wilayah (Ingat paradigma keseimbangan regional-red).
Sebagai antitesis dari teori Neoklasik -yang percaya adanya keseimbangan wilayahmuncul teori ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah, yang intinya “tidak percaya
pada mekanisme pasar, karena akan semakin memperburuk ketimpangan wilayah”
(Ingat paradigma ketidakseimbangan regional-red). Mryrdall adalah tokohnya,
melalui Teori Penyebab Kumulatif atau Cummulative Caution Theory yang
mengungkapkan 2 kekuatan yang bekerja pada proses pertumbuhan wilayah, yaitu
efek sebar (spread effect) yang bersifat positip, dan efek balik yang negatip
(backwash effect). Efek kedua lebih besar dibanding yang pertama.
Pertumbuhan output wilayah ditentukan oleh peningkatan produktivitas
(merupakan output dari 3 faktor Neoklasik). Kuncinya adalah produktivitas,
selanjutnya berpengaruh terhadap ekspor wilayah. Semakin tinggi produktivitas
semakin berkembang, sehingga wilayah lain akan sulit bersaing. Pentingnya
produktivitas ini juga digunakan untuk menjelaskan siklus kemiskinan, yang
berawal dari (1) produktivitas rendah, ke (2) kemiskinan, (3) pendapatan rendah,
(4) tabungan, (5) kekurangan modal (investasi), kembali ke no (1), dan seterusnya.
Region is mini state, wilayah pada hakekatnya adalah nasional mini yang sangat terbuka. Teori-teori yang
iungkapkan disini sebagian besar adalah teori ekonomi negara, yang diadopsi untuk kepentingan
wilayah
2 dianggap sebagai faktor eksogen, terlepas dari faktor investasi dan tenaga kerja.
1
Luthfi Muta’ali
Hand-Out Pembangunan Wilayah
3
4. Teori Baru Pertumbuhan Wilayah
Teori ini percaya pada kekuatan teknologi (sebagai faktor endogen3) dan inovasi
sebagai faktor dominan pertumbuhan wilayah (untuk meningkatkan produktivitas).
Kuncinya adalah investasi dalam pengembangan sumberdaya manusia dan
research and development. Teknologi tinggi dan inovasi yang didukung oleh
sumberdaya manusia yang berkualitas dan riset dan pengembangan adalah syarat
meningkatkan pertumbuhan wilayah. Pengalaman di negara lain (maju)
menunjukkan bahwa semakin tinggi faktor di atas, maka perkembangan wilayah
semakin cepat.
Termasuk dalam lingkup teori ini adalah dimasukkannya variabel-variabel non
ekonomi dalam Model Ekonomi Makro (baca : Sadono Sukirno, 1989), dimana
dijelaskan bahwa:
Output Regional = f ( K, L, Q, Tr, T, So), dimana
K adalah Kapital/Modal/Investasi, L = Tenaga Kerja, Q = Tanah (sumberdaya), Tr
= transportasi, T = Teknologi, So = Sosial Politik.
Dari berbagai bacaan tampaknya faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu faktor ekonomi dan
non ekonomi. Faktor ekonomi meliputi : (1) sumberdaya alam, (2) akumulasi modal
atau investasi, (3) kemajuan teknologi. Faktor non ekonomi meliput : (1) faktor
sosial, seperti pendidikan dan budaya, (2) faktor manusia (tenaga kerja), (3) faktor
politik dan administrasi.
3
dianggap sebagai faktor endogen, menjadi bagian dari faktor investasi dan tenaga kerja
Luthfi Muta’ali
Hand-Out Pembangunan Wilayah
4
TEORI TAHAPAN PERKEMBANGAN WILAYAH
Pada dasarnya perkembangan wilayah tidak akan berlangsung secara serentak dan
bersaam dengan intensitas yang sama, namun melalui tahapan-tahapan atau gradasi.
Teori tahapan ini pada dasarnya adalah kelanjutan dari pertumbuhan wilayah.
Disamping dikaji faktor-faktor penentu perkembangan wilayah, kemajuan suatu wilayah
juga dapat diidentifikasi dari tahapan perkembangan. Teori tahapan ini sering juga
disebut teori transformasi sektor, hal ini disebabkan perkembangan wilayah biasanya
memiliki keterkaitan yang erat dengan perubahan atau pergeseran sektor. Berikut
penjelasannya.
1. Teori Pentahapan Perpektif Klasik
Pertumbuhan ekonomi wilayah selalu diikuti relokasi sumberdaya dan transformasi
ekonomi. Hal ini bisa dilihat dari variabel struktur ekonomi, tenaga kerja, dan
pergeseran sektoral. James Stuart dan Adam Smith menjelaskan 3 tahapan, yaitu :
(1) tahap dominasi pertanian, yang menentukan perkembangan dan distribusi
penduduk, memunculkan sektor pendukung, yaitu (2) kegiatan ekonomi beragam,
khususnya jasa dan perdagangan, yang mendukung pertanian. Selanjutnya (3)
Industrialisasi, untuk peningkatan produktivitas dan memenuhi kebutuhan. Khusus
sektor perdagangan Smith, menekankan adanya inter dan Intra region. Dalam
bahasa sekarang, hal di atas sering disebut Transformasi Sektoral.
Friedrich List (1844), mengungkap tentang lima tahap perkembangan wilayah
(masyarakat) yaitu: (1) kehidupan masyarakat primitif, (2) perkebunan, (3)
pertanian, (4) pertanian dan manufaktur, (5) pertanian dan perdagangan.
Hildebrand (1864) berdasarkan hubungan pertukaran ada (1) barter, (2) ekonomi
uang, dan (3) ekonomi kredit. Bucker (1893) berdasarkan transaksi ekonomi :
ekonomi rumah tangga (konsumsi dan produksi terbatas), ekonomi kota (Produksi
umum), dan ekonomi nasional (produksi dan distribusi). Gras (1922) mendasarkan
pada ekonomi spasial, mengelompokkan dalam lima tahapan, yaitu (1) ekonomi
nomaden, (2) ekonomi perdesaan, (3) ekonomi perkotaan, (4) ekonomi nasional,
dan (5) ekonomi global (dunia). Sebelumnya tokoh sosialis terkemuka Karl Marx,
membagi tiga lembaga ekonomi, yaitu feodalisme, kapitalisme, dan sosialisme.
Secara sederhana berdasarkan beberapa tahapan tersebut diatas, suatu wilayah
dapat dinilai tingkat perkembangannya, tentunya dengan mendasarkan variabel
penilainya. Intinya apakah masih pada tahap awal perkembanagn, proses, atau
tahapan lanjut.
Luthfi Muta’ali
Hand-Out Pembangunan Wilayah
5
2. Teori Tahap Tinggal Landas
Perlu dijelaskan tersendiri karena Indonesia beberapa periode yang lalu kental
dengan pentahapan ini (mafia Barkeley, Wijojo Nitisastro Cs arsitek pembangunan
Indonesia). Pencetusnya adalah WW Rostow (1960), yang mengelompokkan
tahapan pembangunan dalam lima tahap.
(1) Masyarakat Tradisional, berciri statis dan didominasi kegiatan pertanian
(subsisten).
(2) Masa Persiapan, dicirikan adanya perubahan kekakuan tradisional dimana telah
terjadi mobilitas sosial, geografi, pekerjaan. Selain itu fungsi produksi pertanian
dan industri telah berkembang meskipun lambat.
(3) Masa Tinggal Landas, dicirikan adanya investasi mencapai 10% dari pendapatan
wilayah, muncul kegiatan manufaktur “leading and propulsive Industry” , butuh
modal skala besar, ada kerangka kerja yang jelas (sosial, politik, kelembagaan).
(4) Masa Pendewasaan, dicirikan investasi meningkat hingga 20% dari pendapatan
wilayah, efisiensi sektor unggulan (spesialisasi), penduduk dan pendapatan
perkapita meningkat.
(5) Konsumsi Masyarakat Tinggi, dicirikan sektor unggulan bergerak ke barang
konsumsi dan jasa, pola konsumsi dan produk non basic membesar, pendapatan
tinggi
Perkembangan tidak mesti urut, tetapi bisa meloncat.
3. Teori Transformasi Sektoral
Dikemukakan pertama kali oleh Alan Fisher dengan mengenalkan sektor primer,
sekunder, dan tersier. Menurutnya terdapat hubungan yang erat antara
pertumbuhan ekonomi wilayah dengan perubahan sektoral dan transformasi
penduduk (secara spasial). Perkembangan wilayah akan selalu diiringi (ditandai)
dengan pergeseran peran atau dominasi dari (1) sektor primer, pertanian dan
pertambangan ke (2) sektor sekunder, manufaktur dan konstruksi, ke (3) sektor
tersier, seperti perdagangan dan jasa. Perubahan ini tidak hanya dari struktur
pendapatan regional, tetapi juga perubahan struktur tenaga kerja.
Sebagai contoh pada tahapan industrialisasi (modifikasi dari Rostow), (1) non
industrialisasi, jika sumbangan PDB sektor industri terhadap pendapatan nasional
atau wilayah < 10%; (2) menuju industrialisasi, antara 10-20%; (3) semi
industrialisasi , antara 20-30%, dan (4) industrialisasi penuh, jika PDB sektor
industri mencapai lebih dari 30%.
Kuznet, berdasarkan perubahan sektoral menemukan perkembangan wilayah
melalui tahap
(1) ekonomi subsisten yang swasembada
(2) spesialisasi pada kegiatan primer dan perdagangan antar wilayah
(3) introduksi kegiatan industri
Luthfi Muta’ali
Hand-Out Pembangunan Wilayah
6
(4) diversifikasi industrialisasi
(5) spesialisasi industri jasa
Selain itu dikemukakan, wilayah disebut maju jika tingkat pengeluaran dan
pendapatan tinggi, produktivitas tinggi, transformasi struktur ekonomi cepat,
kecenderungan ekspor.
Luthfi Muta’ali
Download