Kondisi Perubahan Iklim Global dan Indonesia

advertisement
Kondisi Perubahan Iklim Global dan Indonesia: Upaya dan Kebijakan
oleh
Dr.Ir. Ukar W. Soelistijo, M.Sc., APU
- Dosen Magister Rekayasa Pertambangan, Program Khusus Ekonomi Mineral, FTTM –ITB
-Dosen Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung
Abstract
Within the last 50 years since early of 1970s, the various international parties be
aware that climate change happened causing the global warming. It means that the
temperature of the earth atmosphere has significantly increased and the increasing
temperature is felt. The international awareness and efforts on climate change are
initiated by the Conference of Environmental Anniversary celebrated in Stockholm
and the more intensive efforts through the establishment of UNFCC COP in Rio de
Janeiro in 1992,COP-13 in Bali, COP-14 in Poznan,COP-15 in Copenhagen, and
COP-16 in Cancun as well. Based on the awareness that climate change is as the
integral part of the economic development, it is necessarily overcome by the
international funding with the special anticipation on the developing countries in
the condition of their burden on economic development in addition with new
mission of climate change, led by the developed countries. It is expected that those
matters would be solved beyond the year of 2012 after the Kyoto Protocol
terminated, in which the US did not actually sign it.
Abstrak
Dalam 50 tahun terakhir sejak awal tahun 1970-an berbagai pihak dunia
internasional menyadari adanya perubahan iklim yang menyebabkan pemanasan
global dalam arti bahwa temperatur atmosfir bumi telah meningkat cukup berarti
sehingga dirasakan makin memanas. Kesadaran dan upaya internasional tentang
Perubahan Iklim berkembang diawali dengan Konferensi Hari Lingkungan Hidup
di Stockholm tahun 1972 dan makin intensif sampai dengan diadakannya UNFCC
COP di Rio de Janeiro tahun 1992 dan COP-13 di Bali, COP-14 di Poznan, COP15 di Copenhagen, dan COP-16 di Cancun. Dengan kesadaran bahwa PI
merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi dan perlu ditanggulangi
dengan pendanaan internasional dengan perhatian khusus terhadap negara
berkembang dalam memikul berbagai masalah pembangunannya ditambah dengan
beban baru tentang PI. Diharapkan hal itu akan terpecahkan sesudah tahun 2012
setelah berakhirnya Protokol Kyoto, di mana AS memang tidak turut
menandatanganinya.
I. Pendahuluan.
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengadakan observasi terhadap apa yang dialami
dan upaya ke depan masyarakat dunia oleh adanya perubahan iklim, dengan akibat
adanya pemanasan global yang semua orang merasakannya. Perubahan iklim
tersebut dirasakan perkembangannya dalam 50 tahun terakhir ini. Sebagai yang
penulis rasakan pada tahun 60-an di Bandung kalau pulang kuliah sesudah ashar
1
perlu memakai jaket karena telah terasa dingin di badan, maka pada waktu ini
malampun kalau tidur jarang memakai selimut karena terasa panas.
Pemanasan global mempunyai implikasi terhadap adanya perubahan iklim di bumi
ini. Untuk meminimalisasi perubahan iklim tersebut diperlukan upaya untuk
mengurangi gas rumah kaca (GRK) yang diakibatkan oleh emisi terutama oleh gas
CO2 dan gas-gas lain (CH4, CFC, NOx dll) oleh akibat ulahg manusia. GRK
tersebut terutama diakibatkan oleh deforestasi, degradasi hutan, penggunaan lahan,
gambut, industri dan trenaportasi (pembakaran bahan bakar fosil), bangunan,
komersial. Dengan upaya pengurangan emisi gas-gas tersebut terutama CO2 akan
mempengaruhi penebangan huitan dan industri yang secara langsung akan
mempengaruhi laju pembangunan di tiap negara baik negara maju maupun negara
berkembang. Implikasi terutama akan dirasakan oleh negara berkembang yang
membangun negeri masing-masing dalam rangka mengurangi dan mengentaskan
kemiskinan. Untuk itu diperlukan mekanisme tertentu dengan adanya semacam
dana internasional guna memberikan kompensasi kepada negara berkembang
tersebut yang perlu dipimpin oleh negara maju. Untuk realisasi gerakan bersama
tersebut diperlukan kebijakan pembangunan global agar dunia secara bersama
memikul sebab dan akibat dari adanya perubahan iklim yang disebabkan oleh
pemanasan global tersebut dengan sasaran tertentu ke depan antara lain tingkat
kadar CO2 diupayakan agar menghasilkan kenaikan temperatur atmosfir bumi
tidaka melebihi 2 derajat Celcius sampai tahun 2030. Berbagai upaya tersebut
dibahas dalam berbagai pertemuan dunia baik tngkat PBB (UNFCCC) maupun
badan dunia yang lain dalam dua dasa warsa terakhir sejak UNFCCC COP 3 1997
dengan Kyoto Protocol-nya sampai dengan COP 15 di Copenhagen tahun 2009
yang akan diteruskan pada COP 16 yang direncanakan diadakan di Mexico tahun
2010. Berturut-turut UNFCCC COP-13 di Bali dengan Bali Action Program, COP14 di Poznan Polandia dengan perhatian tentang perlunya bantuan terhadap negara
berkembang untuk mengatasi masalah pembangunannya dan lingkungan hidup
khususnya perubahan iklim, COP-15 UNFCCC di Copenhagen dengan Copenhagen
Accord dengan konsep-konsep untuk mengatasi perubahan ilkim dalam konteks
pembangunan secara lebih spesifik, dan COP-16 Cancun merefleksikan tingkat
2
keseimbangan politik dalam mitigasi, komitmen negara maju untuk mendukung
negara berkembang dalam keuangan, teknologi dan capacity building dan posisi
kuat negara berkembang dalam adaptasi (Gambar 1). Dengan melihat akan
berakhirnya mekanisme Kyoto Protocol tahun 2012 yang nota bene AS tidak turut
menandatanganinya, maka upaya dunia terhadap perubahan iklim akan mempunyai
mekanisme tertentu dalam berbagai kegiatan terutama adanya pendanaan
internasional secara lebih komit dalam program-program aksi yang lebih nyata.
Diharapkan hasil perundingan tersebut akan dilaksanakan sebelum tahun 2015, atau
paling tidak sesudah Kyoto Protocol berakhir tahun 2012, dimana AS memang
tidak ikut menendatanganinya. Nampaknya, secara tersirat AS sangat menentukan
akan berlakunya berbagai pelaksanaan hasil perundingan dunia di bidang perubahan
iklim ini.
Tentang pentingnya lingkungan hidup, bahkan jauh sebelumnya pada tahun 1972
UNEP yang mengadakan konferensi di Stockholm dalam rangka Hari Lingkungan
Hidup Sedunia, telah menyadarkan dunia tentang pengertiannya akan LH dan
perhatiannya terhadap negara berkembang. Selanjutnya diikuti Konferensi UNED
tahun 1992 di Rio de Janeiro dengan “declaration on environment and develoment”
dan bahwa “Human being is the center of concern in sustainable development”,
serta adanya Agenda Abad 21: “Programme upon to manage the environment and
development programme”.
Global Warming
(Pemanasan
Global)
Climate Change
(Perubahan Iklim
/ PI)
Aksi Dunia
Aksi Indonesia:
Oleh
Sebab:
-REDD
-Penggunaan
Lahan
-Gambut
-Penggunaan
Energi
(Industri,
PLTU,RT,
Komersial,Trsnportasi)
-Bangunan.
Green House Gases/GHG
Gas Rumah Kaca/GRK
Cahaya matahari
ke bumi, sebagai
diserap dan sebagian
dipantulkan sebagai
infra red.
Infra red sebagian diteruskan ke ruang angkasa, sebagian di pantulkan oleh GRK ke bumi
yang membuat kenaikan
temperatur bumi.
- Emisi GRK (CO2)
Sektor-sektor penghasil CO2 yang
Perlu ditangani Agriculture sector,
Power sector, Transportation sector,
dengan catatan bahwa:Sektor
penggunaan lahan dan kehutanan
masih penghasil em isi terbesar –
mulai di akui oleh Indonesia.
Berbagai fihak melakukan
perhitungan dengan pendekatan
berbeda.Emisi dari penggunaan
energi (fosil) m asih relatif kecil –
Namun meningkat pesat minimal 5x
dari tahun 2005 – 2020.
-Opsi-opsi Pembangunan Rendah
Karbon untuk Indonesia dalam hal
ini peluang dan Kebijakan
Pengurangan Emisi Sektor
Manufaktur (SM):
>> Sektor manufaktur sebagai
salah satu sum ber terbesar em isi
GRK yang berasal dari bahan
bakar fosil di Indonesia.
Menyumbang lebih dari 40% em isi
gas dari bahan bakar fosil pada
tahun 2005 (termasuk
pembangkitan listrik untuk
sektor manufaktur). Meningkat
6% setahun.
>> Mengkaji opsi pembangunan
endah karbon tanpa mengorbankan
tujuan pembangunan.
1. UNEP 1972 Stockholm:
pengerian Lh dan perhatian thd NB.
2. UNED 1992: Manusia pusat konsen,
Agenda abad 21 – memanaj EDP dng
4 dimensi: Sosek, konservasi, pok
utama, sarana.
3. Kyoto Protocol sd 2012 (AS tidak
menandatangani).
4. IPP 2004: mematuhi kewajiban
umum.
5. UNFCCC COP 13 BAP& RM: Mitigasi
GRK, MAT.
6. UNFCCC COP 14 Pozna: PI
merupakan masalah pembangunan;
mendukung Pasar Carbon Global.
7. UNFCCC COP 15 Copenhagen
Accord: Kanikan Temperatur
Dunia < 2 0 C, Copenhagen GloBal Climate Funds, MAT, < 2015.
8. UNFCC-COP 16: keseimbangan
politik dalam mitigasi, komitmen
negara maju untuk mendukung
negara berkembang dalam
keuangan, teknologi dan capacity
building dan posisi kuat negara
berkembang dalam adaptasi
9. Pasca 2012 (Berakhirnya Kyoto
Protocol): PI bagian dari pembangunan, Pendanaan bagi NB,
Pasar C rendah (Panas bumi dll).
Badan-badan Dunia yang lain:
- IPCC 2007 PI =perubahan
keadaan cuaca.
- G-20, 2009: kebij. fiskal dan
finansial untuk atasi PI.
Gambar 1
KeterkaitanGlobal Warming dengan Upaya Internasional dan Indonesia
3
II. Pembahasan
2.1 Metodologi.
Studi dilakukan dengan metodologi observasi berdasarkan data dan informasi dari
sejarah kegiatan internasional di bidang lingkungan hidup, membaca literatur
tentang lingkungan hidup serta mengikuti perkembangan berbagai kegiatan yang
menyangkut perihal lingkungan hidup secara kronologis dan historis dari tahun
1960-an sampai kini dengan adanya berbagai kegiatan badan-badan internasional
dan PBB dan yang terakhir adalah UNCCC COP-16 di Cancun Mexico 2010, serta
skenario bersama global dan nasional ke depan.
2.2. Studi Pustaka: Kondisi Perubahan Iklim Global oleh adanya Gas Rumah
Kaca (GRK).
Gas Rumah Kaca (GRK) atau Green House Gases (GHG) yang berefek terhadap
adanya perubahan ikllim oleh akibat timbulnya gas-gas CO2, methan (CH4), CFC
dari AC, NOx, dan lain-lain yang masuk ke atmosfir dunia yang makin bertambah
dari hari ke hari oleh adanya berbagai sebab (Gambar 2).
Dari skema Gambar 2 diketahui bahwa GRK berasal dari CO2 mengambil bagian
yang terbesar yaitu sekitar 50%. Sisanya adalah gas-gas lain misaknya CFC, methan,
NOx, Ozon dan gas-gas lain yang dihasilkan oleh kegiatan hidup manusia. Oleh
adanya GRK tersebut menyebabkan temperatur atmosfir bumi meningkat dari
waktu ke waktu, yang perlu ditanggulangi oleh masyarakat dunia.
Oleh karena itu upaya dunia dalam mengatasi GRK tersebut terfokus pada upaya
untuk mengatasi bagaimana menekan produk CO2 yang tidak dapat terisap kembali
oleh kehidupan di bumi dan masuk ke dalam atmosfir, sudah barang tentu upaya
untuk mengatasi terhadap gas-gas lainnya tersebut.
Dari hasil berbagai studi disimpulkan bahwa CO2 dihasilkan yang terbesar dari
deforestasi dan degradasi hutan, kemudia disusul dari sektor industri manufaktur,
kemudian transpoprtasi, rumah tangga dan lain-lain.
4
A. Kontribusi relatif emisi gas-gas rumah kaca
50%
Sumber:Sullivan, KM, “Coal
Technologies and their
Impact on the greenhaouse
Effect”, 1989.
50%
- CO2 dari kegiatan
manusia.
-CO2 dari migas
bahan bakar padat lain,
dan industri.
-CO2 dari penggunaan
energi dan aktivitas
Industri.
- CFC metan, Ozon,
NOx dll.
-Gas-gas rumah kaca
lain dari kegiatan
manusia.
B. Peran bahan bakar fosil dan gas-gas lainnya dalam emisi gas rumah kaca
Efek rumah kaca
Gas-gas radiatif hasil ulah manusia
Gas-gas lain:CFC,methane,
nitrous oxide, ozone
CO2
Penggunaan
tanah
Tabung smprot, AC, almari es,
Pertanian, perkebunan, proses industri
Pembabatan/pembakaran hutan
Energi, migas,batubara,
Industri lain
Seluruh sektor
pasaran
Lain-lain
PLTU
Gambar 2
Kondisi Perubahan Iklim Global oleh adanya Gas Rumah Kaca (GRK)
2.3. Kronolgi dan Konfigurasi Perubahan Iklim dan Pemanasan Global.
Secara kronologis, PBB dan berbagai lembaga inyternasional seperti IPCC,
Gleneagles dan MEF (Major Economies Forum Energy and Climate Change) telak
beraksi mengingatkan dunia akan adanya perubahan iklim dan pemanasan global
yang apabila tidak diantisipasi secara cepat dan tepat akan mengakibatkan kefatalan
secara katastropis bagi kehidupan manusia. Diperingatkan tentang penanganan
sistematis, terencana dan terarah terhadap sektor-sektor utama penyebab perubahan
iklim tersebut misalnya hutan, penggunaan lahan, gambut, manufaktur, transportasi
dan rumha tangga (Gambar 3) dalam pemanfatan lahan dan penggunaan energi
khususnya bahan bakar fosil.
UNFCCC pada tahun 2004 telah mengingatkan bahwa dunia perlu mematuhi
kewajiban umum dan mengingatkan bahwa perubahan iklim ini disebabkan
terutama oleh ulah manusia sendiri. Apalagi pertumbuhan junlah manusia
mengikuti tren secara eksponensial, akan diikuti timbulnya permasalahan
pembangunan termasuk permasalahan lingkungan hidup akan tumbuh secara
eksponensial pula, misalnya pertumbuhan emisi CO2.
Club of Rome pada tahun 1972 dalam bukunya “The Limits to Growth” telah
mengingatkan dunia bahwa oleh akibat pertumbuhan jumlah manusia yang
eksponensial tersebut (Gambar 4), maka kebutuhannya akan lahan produktif juga
tumbuh secara eksponensial pula (Gambar 5).
5
Climate Change/CC (Perubahan Iklim/PI)
Global Warming/Pemanasan Global : Target sekitar 2oC, - emisi 26% < 2020; menuju - emisi 41%
Ngr berkembang (NB) perlu > finansial, > kapasitas, technology transfer (T) (Dipimpin Ngr Maju)
UNF CCC – COP: UNEP 1972 perhatian dunia thd LH dan NB; UNCED 1992 Rio de Janeiro: Human is the center of concern –
Agenda Abad 21 LH dng 4 segi ; UNFCCC 1997 COP 3 Kyoto Protocol penurunan emisi 5,2% di bawah tk th.1990; COP 2004 : kepatuhan
thd kewajiban umum (Mitigasi/M dan Adaptasi/A PI); COP-13 2007 Bali Action Plan: > inisiatif penyediaan sumber keuangan & invetasi
mendukung M-A-Technology; COP-14 2008 Poznan: PI sebagai Isu Pembangunan, NB memerlukan biaya bidang kesehatan, pendidikan,
infrastruktur, pengentasan kemiskinan dengan biaya tambahan pengembangan pendanaan PI; COP-15 2009 Copenhagen: Copenhagen
Accord: Combat CC stabilize < 2 oC, To reduce global emissions (low emission dev strat; Implement A actionKyoto Protocal (<Em);
Implement M actions; REDD >GHG Em; Adequate fundings for REDD plus; Sources of revenue; To support PPP ( project, programmes,
policiers and other activities in Dev’ing Cs) to M (REDD plus-A-cap. Building); T dev & transfer; T Mechanism; completed < 2015, COP-16
Cancun: merefleksikan tingkat keseimbangan politik dalam mitigasi, komitmen negara maju untuk mendukung negara berkembang dalam
keuangan, teknologi dan capacity building dan posisi kuat negara berkembang dalam adaptasi
Program Aksi PI
Dalam Mitigasi dan Adaptasi (MA)
- Diperlukan manajemen ekonomi makro, perencanaan keb fiskal, alternatip peningkatan pendapatan; pasar asuransi; pilihan investasi
jk panjang.
- CDM.
TransPortasi
Down
To
earth
Kelem
bagaan/
Dampak
peraturan
REDD + Ind. Manu
(Extend- faktur:
ed
-Prior tiREDD).
nggi.
-Prior menengah.
Tata
ruang
Energi Alternatif:
-Pns bumi.
-Biotech.
-…..
Badan Keu & Mitra Internasional:
- MDB ADB WB, BFID, PTL, AFD
- JICA, Austr Treasury
- LSM
Indonesia:
- DN-PI: Titik pusat penanganan PI.
- Koordinasi antar lembaga Pmrth
Studi
Low
Carbon
DEPKEU – WB
Pemnanfaatan
CO2
a.l.PLT Sampah,
briket biomas dll
Program Aksi Sektoral
Gambar 3
Kronologi dan Konfigurasi Tentang Global Warming dan Climate Change
- Sejak 1650 penduduk tumbuh eksponensial.
- 1970 lebih tinggi dari proyeksi tahun 1950.
- LPP 2,1%, doubling dalam 33 tahun.
Sumber: . : Meadows, D.H., cs., 1972, “The Limits to Growth: A Report for the Club of
Rome’s Project on the Predicament of Mankind,” A Potomac Associates Book, Washington,
D.C.
Gambar 4
Tren Pertumbuan Eskponensial Penduduk Dunia
6
-
Tanah produktif dunia 3,2 milyar Ha: 0,4 Ha/kapita.
Kurva kebutuhan tanah menggambarkan pertumbuhan penduduk.
Tanah produktif menurun luasnya oleh industri.
Kurva grs putus menggambarkan kebutuhan luas tanah (doubling/quadruppling).
Sumber: Meadows, D.H., cs., 1972, “The Limits to Growth: A Report for the Club of
Rome’s Project on the Predicament of Mankind,” A Potomac Associates Book, Washington,
D.C.
Gambar 5
Tren Pertumbuhan Kebutuhan Lahan Subur Dunia
2.4 Upaya Internasional dan Indonesia.
a. Upaya Internasional.
CO2 merupakan komponen gas utama dalam Gas Rumah Kaca (GRK / GHG)
yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim (climate change) oleh akibat adanya
pemanasan global (global warming). Negara maju dan berkembang membuat
kebijakan dan program penurunan emisi CO2, yang berdampak terhadap kegiatan
industri dan investasi.
UNFCCC 1992 menyatakan bahwa Perubahan Iklim disebabkan oleh kegiatan
manusia. Pada tahun 2004 UN-COP tentang PI menyatakan sepakat dipatuhinya
sejumlah kewajiban umtum mengenai formulasi, publikasi, pembaharuan langkah
program nasional dalam Mitigasi PI, pelepasan GRK,dan tentang fasilitasi
Adaptasi PI). UNFCCC COP-13 tahun 2007 di Bali menghasilkan Bali Action Plan
dan Bali Road Map yang intinya menyatakan bahwa kita harus berusaha melakukan
mitigasi GRK untuk mencegah pemanasan global.
Di luar UNFCCC (UN Framework Convention on CC) ada Gleneagles dan
MEF (Major Economies Forum Energy and Climate Change) juga berupaya untuk
menjaga agar kenaikan temperatur rata-rata dunia tidak melebihi 2o C atau
mempertahankan konsentrasi CO2 sebanyak 450 ppm di atmosfir. Diharapkan
konsentrasi CO2 akan mencapai tidak melebihi 650 ppm pada tahun 2030.
7
IPCC tahun 2007 menyatakan bahwa PI merupakan perubahan keadaan
cuaca yang dapat diidentifikasi dalam perubahan rata-rata, keragaman sifatnya
dalam periode panjang.
Pada dasanya lebih spesifik UNFCCC – COP 13 Bali 2007 menghasilkan
tentang:
> RAB (Rencana Aksi Bali) mengupayakan dalam peningkatan inisiatif
penyediaan sumber keuangan dan investasi untuk mendukung dalam
Mitigasi, Adaptasi dan T eknologi.
> RAB sebagai dasar negosiasi di UNFCCC COP-14 Poznan Polandia 2008
dan COP-15 Kopenhagen.
Pada tahun 2007 COP-13 memulai diskusi yang berkelanjutan ke arah
pendekatan pembangunan dengan karbon rendah. Selanjutnya pada tahun 2008
COP-14 dinatakan sebagai awal negosiasi intensif tanggapan internasional yang
intensif dan ambisius terhadap PI agar disetujui di COP-15, bahwa:
> PI adalah masalah pembangunan;
> Pembangunan merupakan upaya berinvestasi pada energi yang lebih bersih;
ke energi yang dapat diperbaharui, dan pengelolaan hutan dan lahan pertanian
secara bijaksana.
> Negara berkembang memerlukan aliran dana bantuan (hibah atau pinjaman
lunak) dan tambahan untuk pembangunan, di samping untuk PI.
PI mempengaruhi pendekatan pengelolaan ekonomi makro, pilihan kebijakan
fiskal, alternatif peningkatan pendapatan, pasar asuransi dan opsi-opsi jangka
panjang.
UNFCCC COP-14 Poznan Polandia 2008 mempersiapkan tanggapan
internasional untuk mencapai kesepakatan di Kopenhagen 2009. Banyak disadari
bahwa krisis finansial global mempersulit pendanaan untuk MA. PI merupakan isu
poleksos, bukan hanya isu lingkungan. Para pihak mendesak pengembangan pasar
karbon global, dengan MDB memperluas pelaksanaan pendanaan pemerintah
negara maju dan membantu meningkatkan kapasitas dan kesiapan pasar di negara
berkembang untuk mengakses pasar karbon global.
G20 di Pitsburgh dan Skotlandia 2009: penjajakan dan peningkatan peran
kebijakan fiskal dan finansial dalam rangka mengatasi PI menjadi target utama.
Selanjutnya UNFCC – COP 15 Copenhagen 2009 menghasilkan Copenhagen
Accord. Pada kesempatan itu Preisden RI SBY menyatakan keinginannya tentang
beberapa hal antara lain:
> Membatasi peningkatan pemanasan global kisaran 2o C.
> Negara maju harus memimpin.
> “Pekuncuran pendanaan cepat”.
> Komitmen pembanguan rendah karbon. Indonesia bertarget penurunan emisi
26%.
> Pendanaan dari negara maju dialirkan dengan baik.
Mempertahankan pohon berdiri daripada menabangnya. REDD plus menjadi
bagian dari solusi global.
UNFCCC 2009 di Copenhagen telah menyetujui Copenhagen Accord. yang
diharapkan dapat segera operasional, dengan pokok-pokok sebagai berikut:
8
> Secara politis perlu memerangi perubahan iklim (PI), menyetabilkan
konsentrasi GRK dalam atmosfir sehingga peningkatan dalam temperatur
global ada di bawah 2 derajat Celcius.
> Khususnya untuk negara berkembang (NB) bahwa strategi pembangunan emisi
rendah adalah tidak semata-mata dan sejauh tidak menghambat pembangunan
berkelanjutan.
> Memperkuat kerjasama internasional dalam mempermudah dan mendukung
dalam aksi adaptasi.
> Memperkuat pengurangan emisi yang diawali oleh Kyoto Protocol, dan
pendanaan oleh negara maju akan menjamin sasaran dan keuangan secara
tepat, kuat dan transparan.
> Akan melaksanakan aksi mitigasi dengan support teknologi pendanaan dan
pemngembangan kapasitas secara relevan.
> Peranan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang muskil
memerlukan jaminan insentif positif dengn melaksanakan mekanisme REDDplus untuk mempermudah mobilisasi sumberdaya pendanaan dari negara maju.
> Memperkuat cost-effectiveness dan menggelar aksi mitigasi, khususnya bagi
negara berkembang.
> Meningkatkan pendanaan yang memadai bagi negara berkembang dalam aksi
mitigasi dalam mengurangi emisi dari REDD-plus, adaptasi, pengembanga dan
alih teknologi serta pengembangan kapasitas. Komitmen kolektif negra maju
menjamin sumberdaya baru sebesar $ 30 miliar dalam tahun 2010. 2012 dengan
alokasi berimbang dalam mitigasi dan adaptasi. Dan komitmen negara maju
secara bersama-sama dapat memobilisasi dala sebesar $ 100 miliar setahun
sebelum tahun 2020 untuk memenuhi kebutuhan negara berkembang.
> COP mempelajari tentang kontribusi potensi sumber-sumber dana.
> Copenhagen Green Climate Fund mendukung proyek-2, program, kebijakan
dan kegiatan lain di negara berkembang dalam hal untuk mitigasi termasuk
REDD-plus, adapatasi, pengembangan kapasitas, pengembangandan alih
teknologi.
> Untuk memperkuat pengembangan dan alih teknologi ditentukan untuk
pengukuhan suatu Mekanisme Teknolgi untuk percepatannya.
> Pelaksanaan Accord ini selesai sebelum 2015.
UNFCCC COP-16 2010 di Cancun Mexico, dari pandangan Indonesia
merupakan capaian yang signifikan sejak COP13 di Bali, 2007. Bukanmerupakan
hasil akhir, melainkan merupakan capaian antara yang masih harus banyak ditindak
lanjuti, terutama pada COP mendatang. Belum memenuhi harapan semua pihak,
tetapi merupakan kompromi maksimal yang dapat dihasilkan. Sekurang-kurangnya
telah merefleksikan keseimbangan politik, dengan capaian antara lain:
> Mitigasi berdasarkan LCA terhadap mitigasi berdasarkan KP.
> Semua aspek mitigati berdasarkan paragraf 1.b dari BAP.
>Komitmen negara maju untuk membantu negara berkembang dalam segi
keuangan, teknologi dan capacity building.
> Ditekankan secara baik tentang posisi penting dari negara berkembang dalam
adaptasi.
9
Khusus tentang REDD +, kesepakatan yang diperoleh mencerminkan
kepentingan Indonesia sebaga negara yang mempunyai hutan tropis yang luas.
b. Upaya Indonesia.
1). Beberapa milestone internasional yang berkaitan dengan PI:
Beberapa catatan dari perkembangan internasional yang menjadi catatan dan
aksi pihak Indonesia antara lain adalah bahwa:
> Pemerintah Indonesia telah membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim
sebagai titik pusat penanganan PI dan koordinasi antarlembaga di Indonesia.
> COP-15 belum sepenuhnya memberikan hasil seperti yang diharapkan dalam
Bali Action Plan:
– Mitigasi CO2 yang lebih ambisius terutama bagi negara maju.
– Pelaksanaan Technology Transfer dan Climate Fund yang masih
terkendala.
– AS masih belum ikut ke dalam Kyoto Protocol.
– Masih terpecah kepentingan negara-negara berkembang dalam
penjabaran CBDR (Common But Deliberated Responsibility) –
China bertahan sebagai negara berkembang.
> Copenhagen Accord baru sebatas wacana, belum menjadi kesepakatan yang
mengikat.
> Isu baru: perlu transparansi tentang emisi CO2, implementasi MRV
(Monitoring Reporting and Verification) dan NAMAS (National Appropriate
Mitigation Actions).
> COP-16 Cancun merupakan capaian yang signifikan dalam perjalanan sejak
COP-13 Bali, 2007.
> Pidato Presiden RI pada G20 di Pittsburgh menyampaikan bahwa Indonesia
bisa menurunkan emisi 26% dan bisa lebih (41%) dengan bantuan negara maju
hingga tahun 2050 – dengan sebutan the climate change hero!
Di samping itu diperoleh beberapa pandangan tingkat makro antara lain bahwa:
> PI sebagai tantangan ekonomi, pembangunan dan investasi.
> Perubahan Iklim sebagai Isu Pembangunan.
> Negara berkembang memerlukan biaya bidang kesehatan, pendidikan,
infrastruktur, pengentasan kemiskinan dengan tambahan pengembangan
pendanaan PI.
Kemkeu RI sebagai lembaga sentral dalam pendana pembangunan di Indonesia,
berperan dalam:
> mengelola iklim investasi, KF, pembelanjaan langsung, risko dan pasar uang.
> Mengundang/mempengaruhi investasi domestik dan asing berdasarkan
prioritas M(itigasi) dan A(daptasi) PI.
> kuasa anggaran dan mempengaruhi pasar finansial dan asuransi sebagai
sumber penting pembangunan dan pendanaan iklim yad.
> Instrumen kebijakan ekonomi untuk mitigasi dan adaptasi.
> Kelompok Kerja Depkeu mengadakan studi tentang metode dan pilihan
optimasi kebijakan fiskal untuk Mitigasi dan Adaptasi PI dalam
perekonomian Indonesia.
10
Green Paper yang disusun oleh Pemerintah Indonesia dan Australia sebagai
masukan guna kepentingan Penyusunan Kebijakan Ekonomi Insonesia dengan
nuansa Prubahan Iklim memuat perihal penting sebagai berikut:
> Peranan Indonesia dalam Mitigasi Perubahan Iklim Global.
Indonesia memainkan peranan aktif dan konstruktif di dalam perundingan
internasional dan telah komit untuk memberikan kontribusi yang kuat
kepada mitigasi perubahan iklim global.
Memenuhi komitmen ini memerlukan konsistensi dalam mencapai tujuan
pembangunan dan pengurangan kemiskinan dan memerlukan kebijakan
ekonomi yang prima.
> Green Paper: Menuju Kebijakan Iklim bernuansa Ekonomi.
Green paper merinci pendekatan kebijakan untuk pengurangan hasilgunaongkos dalam emisi GRK.Prinsip-2 untuk kebijakan iklim perlu
digambarkan dalam kebijakan yang dilaksanakan, dan merupakan suatu
langkah ke depan menuju kerangka kerj kebijakan iklim yynag efisien
jangka panjang.
> Singkat Tentang Strategi.
Menempatkan Indonesia untuk masa depan dengan hambatan Carbon berarti
merestrukturisasi awal menuju struktur ekonomi dengan emisi rendah.
Strategi dalam sektor energi, sektor perubahan tataguna tanah dan
kehutanan, pendanaan internasioal untuk Carbon, dan pengembangan
kelembagaan.
> Emisi dan tujuan pengurangannya.
Emisi dari peerubahan tataguna lahan, hutan dan gambut mendominasi
profil emisi Indonesia saat ini, tetapi energi akan meningkat pesat dalam
beberapa dasawarsa mendatang.
Suatu upaya kebijakan terpadu lintas semua sektor diperlukan untuk
keluaran yang efisien, daripada sekedar perencanaan untuk pengurangan
khsus di tiap sektor.
> Pendanaan Carbon internasional.
Indonesia dapat memperoleh suatu sumbangan yang lebi besar dari dana
Carbon internasional daripada yang telah diperoleh sekarang.
Menarik dana Carbon bukan merupakan tujuan akhir, agaknya itu dapat
membantu Indonesia menyiapkan untuk Carbon rendah masa mendatang.
Strategi yang cocok untuk Indonesia mencakup: pengusulan suatu sasaran
untuk emisi bahan bakar fosil; penjaminan nilai yang memadai diperoleh
dari ijin penjualan; dan mendukung kreasi dari suatu mekanisme REDD
dengan pelaksanaan sub-nasional.
> Penilaian harga energi dan Carbon.
Distorsi harga yang memadai di sektor energi dan kebijakan iklim
memberikan suatu kesempatan untuk memperkuat efisiensi ekonomi sebagai
tambahan untuk mengurangi emisi.
Introduksi penilaian harga Carbon penting pada jangka menengah ke jangka
panjang untuk mencapai pengurangan emisi pada ongkos minimum.
Penghilangan subsidi energi yang dipercepat dan introduksi harga Carbon
merupakan hal diinginkan dan dapat dikerjakan secara paralel.
11
Suatu strategi yang sesuai adalah mengintroduksi pajak Carbon yang tepat
pada pembakaran bahan bakar fosil secara awal.
Penerapan dapat diperluas and pajak menggantikan dengan perdagangan
emisi sebagai sistem pengukuran yang dapat diekmnbangkan lebih lanjut.
Harga Carbon dapat menghasilkan perolehan baru yang lebih besar, yang
dapat digunakan untuk membantu usaha dan rumah tangga miskin,
sekaligus untuk pengukuran perubahan iklim sebagai tambahan.
Suatu pajak Carbon dapat menghasilkan baik pengurangan laju kemiskinan
maupun kenaikan PDB.
Suatu sasaran emisi sektoral dapat menghasilkanjumlah nilai ekspor yang
lebih besar untuk Indonesia, dan memberikan pertanda kuat secara
internasional.
Ada peranan ukuran pengaturan dan fiskal untuk membantu penilaian harga
emisi. Kebijakan insentif untuk PLTP merupakan contoh hal ini.
Sebagai tambahan premium terhadap harga Carbon untuk PLTP, bahwa tarif
panas bumi perlu dapat menggambarkan biaya sebenarnya dari listrik saat
ini yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Suatu perkiraan konservatif dari biaya listrik sebenarnya dari Pemerintah
Indonesia adalah $13 sen per kWh.
Strategi kebijakan panas bumi yang diusulkan mempunyai 3 pilar:
memperkuat pembentukan investor potensial yang ada; menjamin tarif
panas bumi sejalan dengan biaya listrik sebenarnya; dan adanya pengaturan
sumbangan laba yang efisien.
> Aksi regional terhadap emisi perubahan tataguna lahan, hutan dan gambut.
Manajemen konversi lahan, hutan dan lahan gambut menawarkan
kesempatan untuk memotong emisi.
Upaya dalam pengaturan, fiskal dan anggaran akan menjadi penting dalam
pencapaian pengurangan emisi.
System transfer fiskal antarpemerintah merupakan jalur untuk mendukung
aksi perubahan iklim regional.
Kinerja berdasarkan mekanisme insentif regional merupakan sarana yang
memadai.
Tiga jalur potensial untuk pelaksanaan adalah menggunakan mekanisme
transfer yang telah dan yang akan ada.
Tinjauan kembali dan reformasi kebijakan fiskal dan pengaturan diperlukan,
yang akan mempengaruhi perubahan tataguna lahan dan hutan.
> Reformasi kelembagaan.
Koordinasi kebijakan yang berhasilguna merupakan kunci ke arah
keberhasilan kebijakan iklim.
Depkeu merupakan pusat pengembangan dan pelaksanaan kebijakan.
> Strategi yang diusulkan.
- Mendirikan sebuah unit kebijakan iklim di dalam Kementrian Keuangan.
- Membentuk sebuah Kelompok Kerja Kebijakan Iklim lintas lembaga
Kementerian Keuangan – Bappenas – dan Menko Perekonomian.
12
- Mendorong review antarkementerian terhadap peraturan, perundangan,
dan struktur lembaga yang mempengaruhi formulasi dan pelaksanaan
kebijakan perubahan iklim.
- Mendorong review terpadu terhadap kebijakan iklim.
2). Emisi GRK (CO2)
Sektor-sektor penghasil CO2 yang perlu ditangani: Peat sector, Forestry sector,
Agriculture sector, Power sector, Transportation sector, Cement sector, Buildings
sector, dengan catatan bahwa:
• Sektor penggunaan lahan dan kehutanan masih penghasil emisi terbesar –
mulai di akui oleh Indonesia.
• Berbagai fihak melakukan perhitungan dengan pendekatan berbeda.
• Emisi dari penggunaan energi (fosil) masih relatif kecil – namun meningkat
pesat minimal 5x dari tahun 2005 – 2020..
Beberapa temuan yang dapat diutarakan adalah bahwa
* Emisi GRK tahunan di Indonesia berjumlah 2,23 Gigaton (2,23 Miliar Ton)
pada tahun 2005. SEmentara pembangunan di Indonesia berlanjut terus,
emisi total GRK diperkirakan meningkat menjadi 3,6 Gt sebelum 2030.
Pada tahun 2005 dan 2030 emisi Indonesia berkisar 5% dari GRK global.
Kontribusi emisi global Indonesia lebih tinggi daripada kontribusinya dalam
PDB riel global sekitar 0,6% pada tahun 2005.
• Analisis benefit-cost dari berbagaiupaya penurunan emisi GRK
menganjurkan bahwa sebelum 2030 Indonesia mempunyai potensi untuk
mengurangi emisi GRK sebesar 2,3 Gt, yang menunjukkan suatu reduksi
sekitar 65% apabila dibandingkan dengan tren sekarang. Hal ini akan
membawa emisi tahun 2030 65% lebih rendah daripada emisi tahun 2005.
Reduksi sebesar itu merupakan kontribusi yang penting terhadap upaya
global, yang berjumlah sekitar 7% dari reduksi global yang diperlukan
sebelum 2030 untuk mencapai tingkat yang direkomendasikan
Intergavernmental Panel on Climate Change (IPCC). IPCC adalah sebuah
badan ilmiah antar pemerintah yang didirikan tahun 1988 di bawah naungan
PBB dan ditugaskan untuk mengevaluasi risiko dari perubahan iklim yang
diakibatkan oleh kegiatan manusia. Dinyatakan bahwa konsentrasi GRK
global akan mencapai 650 ppm sebelum 2030 mengikuti tren waktu
sekarang. Hal ini jauh melampaui tingat 450 ppm – suatu tingkat di mana
para ilmiahwan berkeyakinan bahwa kita dapat mncegah perubahan iklim
yang penuh katastropis itu dengan kenaikan temperatur global tidak
melebihi 2 derajat Celcius. Menurut Project Catalyst, untuk membatasi
konsentrasi GRK pada tingkat yang lebih aman ini, emisi GRK harus
dipangkas paling sedikit 35 GtCO2e pada tahun 2030 dibandingkan dengan
tren sekarang.
• Lebih jauih, biaya rata-rata pengurangan emisi potensial Indonesia relatif
rendah dibandingkan dengan beberapa opsi penurunan yang ada di negaranegara maju. Opportunity cost dan biaya teknologi penurunan yang ada
menunjukkan bahwa Indonesia memperkirakan biaya rata-rata sekitar
3EUR/ton CO2e sebelum 2030.
13
Opsi-opsi Pembangunan Rendah Karbon untuk Indonesia dalam hal ini peluang
dan Kebijakan Pengurangan Emisi Sektor Manufaktur (SM):
>> Sektor manufaktur sebagai salah satu sumber terbesar emisi GRK yang berasal
dari bahan bakar fosil di Indonesia. Menyumbang lebih dari 40% emisi gas
dari bahan bakar fosil pada tahun 2005 (termasuk pembangkitan listrik
untuk sektor manufaktur). Meningkat 6% setahun.
>> Mengkaji opsi pembangunan rendah karbon tanpa mengorbankan tujuan
pembangunan.
Pendekatan praktis dan terpadu dalam mengelola emisi Sektor Manufaktur
khususnya beberapa sektor utama, perlu diupayakan pengurangan emisi yang hemat
biaya. Dasar pendekatan dilakukan secara penapisan bertingkat (multi-tiered
screening approach) dihasilkan bahwa:
> 4 sektor ekonomi utama penyumbang emisi terbesar GRK: bahan galian bukan
logam; tekstil; logam dasar, makanan dan minuman; termasuk garmen, pulp,
porselen, suku cadang kendaraan, pupuk, dan karet remah. Subsektor tsb penting
dalam nilai tambah: tekstil, garmen, alat transportasi, makanan dan minuman;
angka pertumbuhan tahunan: suku cadang kendaraan, bahan galian bukan logam;
efek ganda ekonomi: makanan dan minuman dan tekstil
> Meningkatkan efisiensi energi hemat biaya dengan potensi yang sama: semen,
logam, tesktil, garmen, makanan dan minuman.
> Prioritas tinggi: Semen, bahan bangunan porselen, pupuk buatan tunggal,
pertenunan, serat tekstil, tekstil jadi, karet remah.
> Prioritas menengah: penggilingan baja, industri besi & baja dasar, pulp,
pemintalan, komponen bermotor, suku cadang, kertas budaya, ban luar dan ban
dalam, minyak sayur dan kelapa sawit mentah, bahan kimia dasar.
> Rincian: 20 industri penghasil GRK terbesar; 8 kelompok industri sebgai
prioritas tinggi dengan > 7 metrik; 9 kelompok lainnya sebagai prioritas
menengah.dengan 4,5 metrik.
> Tindakan yang tepat dengan 3 kategori: Manajemen energi dan pelaksanaan
efisiensi; Investasi teknologi yang spesifik; Standar efisiensi.
> Yang perlu ditindaklanjuti meliputi: Industri besar yang padat modal dengan
jumlah sedikit dan kelompok industri yang terdiri dari sejumlah besar usaha
kecil dan menengah.
Intervensi: audit energi dan standar efisiensi
> Opsi kebijakan fiskal: insentif tambahan misalnya aturan-aturan tentang
depresiasi.
Kebijakan energi dan perubahan iklim Indonesia dalam rangka ketahanan energi
melalui konservasi dan diversifikasi ditempuh melalui upaya efisiensi, fuel
switching, energi terbarukan, dan penggunaan teknologi energi bersih (Gambar 6).
14
Kebijakan Energi dan Perubahan Iklim
Global Situation
Climate Change
..things to do..
UU 30/2007
KONSERVASI
Available
Accessible
Affordable
Acceptable
KETAHANAN
ENERGI
DIVERSIFIKASI
Resource Management
Energy Resources
•
•
•
•
Efficiency
Fuel Switching
Renewable
Clean Energy
Technology
Mitigasi Emisi CO2
Kebijakan:
Memperkuat Ketahanan Energi SAMBIL menurunkan emisi CO2
Sumber: Kementerian Energy dan Sumber Daya Mineral.
Gambar 6
Kebijakan Energi dan Perubahan Iklim di Indonesia
Estimasi Emisi CO2
Berdasarkan Sektor Pengguna Utama
MtCO2e
1000
900
800
700
10,000MW
600
500
400
300
200
100
0
2006 2007
2008 2009 2010 2011
2012 2013 2014 2015
Industry
Pow e r Ge n
2016 2017 2018 2019
Tra nsport
2020 2021 2022 2023
2024 2025
House holds
Sumber: Kemetreian Energy dan Sumber Daya Mineral.
Gambar 7
Estimasi Emisi CO2 Berdasarkan Sektor Pengguna Utama
Perkiraan tren kenaikan emisi CO2 Indonesia dari sektor-sektor industri, tenaga
listrik, tarnsportasi danrumah tangga dari tahun 2010 berjumlah sekitar 500
MtCO2e (0,5 GtCO2e) menjadi sekitar 875 MtCO2e (0,875 GtCO2e) pada tahun
2025 (Gambar 7).
III. Penutup.
a. Dalam perjalanan waktu, maka korelasi antara daya dukung alam dan tekanan
penduduk akan berbalikan. Pada awalnya daya dukung alam adalah lebih tinggi
15
daripada tekanan penduduk. Pada periode selanjutnya, oleh makin kuatnya tekanan
penduduk, maka daya dukung alam menurun dan tekanan penduduk makin kuat dan
akan menjulang lebih tinggi. Di dalam upaya global perlu diupayakan agar ke depan
daya dukung alam ini harus lebih tinggi daripada tekanan penduduk, agar tujuan
berbagai kebijakan tentang lingkungan hidup tercapai yaitu manusia hidup dalam
kondisi lingkungan hidup yang baik dan sehat (Gambar 8).
Gambar III.11.2
Tekanan penduduk (PP) versus Daya dukung lingkungan (Q)
PP
PP2
&
PP1
Q
Q3
PP3
Q2
Q1
Waktu
Awal
Upaya keseimbangan
Tujuan
Gambar 8
Kurva Tekanan Penduduk dan Daya Dukung Lingkungan vs. Waktu
b. Upaya global dan khususnya di Indonesia perlu diimplementasikan melalui
program-program aksi bersama yang telah diikrarkan, agar cita-cita tersebut
tercapai.
c. Pemeritah RI telah mengerahkan segenap upayanya dengan dibentuknya Dewan
Nasional Perubahan Iklim, khususnya Kementerian Keuangan beserta kementerian
dan lembaga terkait dalam mengantisipasi permasalahan PI tersebut dalam
kaitannya dengan pembangunan ekonomi, juga telah bekerjasama dengan
pemerintah dan lembaga di LN serta Perguruan Tinggi di dalam negeri antara lain
UNDIP di bidang kelembagaan dan fiskal. Hal tersebut perlu diperluas dengan
berbagai Penguruan Tinggi lainnya agar di samping penanganan PI tersebut terasa
menasional juga lebih terintegrasi dalam pemikiran solusinya.
Pustaka.
Badan Kebijakan Fiskal, Departtemen Keuangan RI, 2008, “ Opsi-opsi
Pembangunan Rendah Karbon Untuk Indonesia - Tahap 1: Laporan Status
dan Hasil Temuan,” Jakarta.
Badan Kebijakan Fiskal, Departtemen Keuangan RI, 2008, “Isu-isu Perubahan
Iklim & Kebijakan Fiskal: Inisiatif 2008,” Jakarta.
16
Badan
Kebijakan Fiskal, Departtemen Keuangan RI, 2008, “Opsi-opsi
Pembangunan Rendah Karbon Untuk Indonesia – Peluang dan Kebijakan
Pengurangan Emisi – Sektor Manufaktur,” Jakarta.
Badan Kebijakan Fiskal, Departtemen Keuangan RI, 2009, “Isu-isu Perubahan
Iklim & Kebijakan Fiskal: Inisiatif 2009,” Jakarta.
Ministry of Finance, Republic of Indonesia, Australia Indonesia Partnership, 2009,
“Ministry of Finance Green Paper – Economics and Fiscal Policy Strategies
for Climate Change Mitigation in Indonesia,” Jakarta.
Departemen Energi dan Sumber Daya MIneral, 2009, “Sektor Energi dan
Perubahan Iklim Pasca COP-15 Copenhagen,” Jakarta.
Meadows, D.H., cs., 1972, “The Limits to Growth: A Report for the Club of
Rome’s Project on the Predicament of Mankind,” A Potomac Associates
Book, Washington, D.C.
Efek rumah kaca terjadi di permukaan bumi
yangdelubungi l O2a terjadinya pemanasan global dan
>>>>>>>>>>>>>>> UWS <<<<<<<<<<<<<<
Konsentrasi gas CO2 di atmosfir dan suhu
rata-rata gloEfek rumah kaca terjadi di permukaan ukaan
17
Konsentrasi Gas CO2 di Atmosfir dan Suhu Rata-rata Global selama 1000 tahun
terakhir
18
Kyoto Protocol: Clean Development
Mechanism (CDM)
•
Kyoto Protocol provides the basis for the Carbon Market
•
The Protocol creates legally binding obligations for 38 industrialized
countries to return their emissions of greenhouse gases to an
average of 5% below their 1990 levels by 2012
•
Marrakech Accords: Define the principles of the Kyoto Protocol’s
flexible mechanisms including the Clean Development Mechanism
(CDM)
•
Projects in the pipeline (as of August 2008) -3,700 projects /2.71
billion CERs (1 CER = 1 tonne of CO2)
•
China, India, South Korea and Brazil accounts for approximately 80
% of CERs both in the pipeline (i.e.,2.14 billion), and already
3
registered (i.e., 1.06 billion)
19
20
Keterkaitan Global Warming dan Upaya Internasional dan Indonesia
Global Warming
(Pemanasan
Global)
Climate Change
(Perubahan Iklim
/ PI)
Aksi Dunia
Aksi Indonesia:
Oleh
Sebab:
-REDD
-Penggunaan
Lahan
-Gambut
-Penggunaan
Energi
(Industri,
PLTU,RT,
Komersial,Trsnportasi)
-Bangunan.
Green House Gases/GHG
Gas Rumah Kaca/GRK
Cahaya matahari
ke bumi, sebagai
diserap dan sebagian
dipantulkan sebagai
infra red.
Infra red sebagian diteruskan ke ruang angkasa, sebagian di pantulkan oleh GRK ke bumi
yang membuat kenaikan
temperatur bumi.
- Emisi GRK (CO2)
Sektor-sektor penghasil CO2 yang
Perlu ditangani Agriculture sector,
Power sector, Transportation sector,
dengan catatan bahwa:Sektor
penggunaan lahan dan kehutanan
masih penghasil emisi terbesar –
mulai di akui oleh Indonesia.
Berbagai fihak melakukan
perhitungan dengan pendekatan
berbeda.Emisi dari penggunaan
energi (fosil) masih relatif kecil –
Namun meningkat pesat minimal 5x
dari tahun 2005 – 2020.
-Opsi-opsi Pembangunan Rendah
Karbon untuk Indonesia dalam hal
ini peluang dan Kebijakan
Pengurangan Emisi Sektor
Manufaktur (SM):
>> Sektor manufaktur sebagai
salah satu sumber terbesar emisi
GRK yang berasal dari bahan
bakar fosil di Indonesia.
Menyumbang lebih dari 40% emisi
gas dari bahan bakar fosil pada
tahun 2005 (termasuk
pembangkitan listrik untuk
sektor manufaktur). Meningkat
6% setahun.
>> Mengkaji opsi pembangunan
endah karbon tanpa mengorbankan
tujuan pembangunan.
21
1. UNEP 1972 Stockholm:
pengerian Lh dan perhatian
thd NB.
2. UNED 1992: Manusia pusat
konsen, Agenda abad 21 –
memanaj EDP dng 4 dimensi:
Sosek, konservasi, pok utama,
sarana.
3. Kyoto Protocol (1997)
(AS tidak menandatangani).
Penurunan 5,2% di bawah emisi
tk 1990, s.d. 2012.
4. IPP 2004: mematuhi kewajiban umum.
5. UNFCCC COP 13 BAP& RM:
Mitigasi GRK, MAT.
6. UNFCCC COP 14 Pozna:
PI merupakan masalah
Pembangunan; mendukung
Pasar Carbon Global.
7. UNFCCC COP 15 Copenhagen
Accord: Kanikan Temperatur
Dunia < 20 C, Copenhagen GloBal Climate Funds, MAT, < 2015.
8. Pasca 2012 (Berakhirnya KyoTo Protocol): PI bagian dari pembangunan, Pendanaan bagi NB,
Pasar C rendah (Panas bumi dll).
Badan-badan Dunia yang lain:
- IPCC 2007 PI =perubahan
keadaan cuaca.
- G-20, 2009: kebij. fiskal dan
finansial untuk atasi PI.
Download