PEMIKIRAN CARL GUSTAV JUNG TENTANG TEORI KEPRIBADIAN

advertisement
PEMIKIRAN CARL GUSTAV JUNG TENTANG TEORI KEPRIBADIAN
(Implikasinya Terhadap Interaksi Sosial)
Feiby Ismail1
Abstrak
Teori kepribadian menurut Carl Gustav Jung membahas berbagai
hal penting diantaranya konsepnya tentang Ego, Ketidaksadaran
Personal dan ketidaksadaran kolektif. Jung meyakini manusia
dipengaruhi oleh warisan masa lalu dari pendahulunya, kemudian
membentuk kepribadian secara tidak sadar. Kepribadian tersebut
terbentuk melalui proses yang panjang dari generasi ke generasi.
Dalam konsepnya, Jung juga membagi beberapa arketipe seperti
Persona, Anima dan animus, shadow(bayang-bayang), dan self
(diri). Baginya manusia sebagai persona sedang memainkan peran
yang bukan jati diri sebenarnya. Demikian pula dengan anima dan
animus yang merupakan dua sisi feminim dan maskulin manusia,
sedangkan shadow (bayang-bayang) adalah insting binatang
sebagai warisan evolusi manusia. Pada akhirnya, semua arketipe
ini menyatu dalam diri (self) yang menjadi pusat dari semua sistem
kepribadian. Untuk dapat berinteraksi dengan baik dalam
kehidupan sosial, karakteristik psikologis tersebut perlu dipahami
sebagai kekhasan manusia. Sehingga akan dengan mudah kita
memaknai setiap tingkah laku yang dilahirkan dalam hubungan
dengan sesama. Bila tingkah laku dan kekhasan itu tidak diartikan
dengan baik maka yang terjadi adalah seringnya kesalahpahaman
hanya karena tingkah laku yang tidak sesuai. Setiap manusia
memiliki kebebasan sosial, namun kebebasan itu memiliki batasan
karena orang lain memiliki kebebasan dan hak yang sama dalam
lingkungan yang sama.
Kata Kunci: Personality: Kepribadian. Arketipe: Pikiran (ide)
dengan unsur emosi yang besar.
Definisi Kepribadian
Kata kepribadian berasal dari bahasa Inggris yaitu personality. Kata ini
juga berakar kata dari bahasa Latin yaitu persona yang berarti topeng. Artinya
topeng yang digunakan oleh aktor dalam permainan atau pertunjukan. Seperti
1
Penulis adalah dosen tetap pada Jurusan Tarbiyah STAIN Manado.
lazimnya dalam suatu pementasan, para aktor memainkan peran yang diinginkan
dalam skenario. Ia harus menjadi diri lain dan bukan menjadi dirinya sendiri.
Namun dalam perkembangannya orang menerjemahkan kata kepribadian
untuk menggambarkan jati diri dan kesan umum yang ditimbulkan seseorang
ketika bertemu dan melihat tingkah lakunya. Dalam Teori Kepribadian karangan
Syamsu Yusuf LN dan A. Juntika Nurihsan, Dashiell mengatakan bahwa
kepribadian adalah gambaran total tentang tingkah laku individu yang
terorganisasi.2 Sedangkan Gordon Allport memberikan gambaran yang lebih luas
tentang kepribadian, menurutnya kepribadian merupakan organisasi yang dinamis
dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan penyesuaiannya
yang unik terhadap lingkungannya (Personality is the dynamic organization
within the individual of those psychophysical systems that determine his unique
adjusment with environments”).3 Di sisi lain George Kelly memandang
kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalamanpengalaman hidupnya.4
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepribadian memfokuskan pada
human behaviour atau tingkah laku manusia dalam usahanya menyesuaaikan diri
dengan lingkungannya. Kepribadian (personality) dapat dipahami sebagai salah
satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran dan kajian para ahli yang
berkaitan dengan gejala-gejala psikologis pada individu. Oleh karena itu, objek
kajian kepribadian tidak akan jauh dari perilaku manusia (human behaviour),
terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana perilaku tersebut. 5 Dalam usaha
meemahami tentang perilaku manusia yang sangat bervariasi, para ahli tentunya
melihatnya dari berbagai sisi sehingga melahirkan pemikiran yang variatif pula.
Demikian pula dengan beragamnya sikap dan perilaku manusia akan terus
memunculkan berbagai teori.
2
Syamsu Yusuf LN, dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2008) h. 3
3
Ibid. h. 4
4
E. Koswara, Teori-Teori Kepribadian (Cet. II ; Bandung, PT. Eresco), h. 11.
5
Syamsu Yusuf LN.op.cit h. 1
Carl Gustav Jung dan Teori Kepribadian
Dalam Introduction to Theories Of Personality, disebutkan bahwa:
For Jung, the personality, or psyche (from the Greek for “spirit” or
“soul” ; now also “mind”.), embraces all thought, feeling, and behaviour,
conscious and unconscious. The psyche guides us in adapting to our social
and physical environment.6
Jung memberikan definisinya tentang kepribadian sebagai psyche atau
jiwa (psyche = diambil dari bahasa Yunani untuk kata “spirit (semangat)”, atau
“soul (jiwa)”; sekarang juga biasa disebut “mind”), merangkul semua pemikiran,
perasaan, tingkah laku, sadar dan ketidaksadaran. Jiwa (psyche) membimbing kita
untuk beradaptasi terhadap lingkungan kita baik secara fisik ataupun sosial.
Dalam teori kepribadian, bersama Sigmund Freud, Carl Gustav Jung
dikenal sebagai penemu Teori Psikologi Analitik. Pemikiran-pemikiran Carl
Gustav Jung dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan filosofi pada
abad ke-19, seperti contoh aplikasi tentang teori evolusi dalam pengertian
kehidupan manusia, penemuan-penemuan dalam arkeologi, ilmu tentang
perbandingan budaya manusia. Sebagai orang yang terlahir dari ayah yang
pendeta dan ibunya adalah putri seorang Teolog, kehidupan Jung banyak
dipengaruhi oleh aktifitas spiritual dan mistik. Hal ini juga yang kemudian
memberikan pengaruh pada pemikiran Jung bahwa kepribadian manusia tidak
terlepas dari apa yang terjadi di masa lalu terkait dengan kegiatan spritual dan
mistik.
Selain sebagai ahli psikologi, Carl Gustav Jung juga tertarik untuk
membahas filsafat, astrologi, sosiologi, sastra dan seni. Hal ini dibuktikan dengan
karya-karyanya dalam bidang tersebut. Namun yang paling kontroversial adalah
teorinya tentang ketidaksadaran kolektif (collective unconscious) sebagai salah
6
Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Introduction to Theories Of Personality (New York:
John Willey & Sons, 1985), h. 109.
satu dari konsepnya tentang kepribadian
manusia yang tersusun dari ego,
ketidaksadaran personal, dan ketidaksadaran kolektif.
Pemikiran Jung tentang kepribadian manusia menarik untuk ditelaah
karena berhasil mengungkap hubungan antara kejadian masa lalu dengan kejadian
saat ini yang terjadi pada individu, sebab Jung meyakini bahwa manusia saat ini
secara psikis dipengaruhi oleh bayangan-bayangan masa lampau dari nenek
moyangnya. Pengaruh itu yang secara tidak sadar telah membentuk kebiasaan
atau tingkah laku manusia saat ini. Menurut Jung, manusia dilahirkan dengan
membawa
banyak
kecenderungan
yang
diwariskan
oleh
leluhurnya,
kecenderungan ini membimbing tingkah lakunya dan sebagian menentukan apa
yang akan disadarinya dan diresponnya dalam dunia pengalaman.
Kepribadian terdiri dari beberapa sistem yang dioperasikan dalam tiga
tingkat dari sebuah kesadaran. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan tentang
pandangan Jung tentang Kesadaran atau Ego, ketidaksadaran personal (Personal
Unconscious) dan ketidaksadaran kolektif (Collective Unconscious).7
-
Ego
Ego menjadi unsur yang menentukan persepsi, pemikiran, perasaan dan
ingatan yang memasuki kesadaran dalam otak kita. Sehingga dengan demikian,
apa yang memasuki otak kita adalah hasil dari saringan atau proses seleksi.
Kesadaran nampak pada awal kehidupan, mungkin bahkan sebelum proses
kelahiran. Secara perlahan, kesadaran dibedakan dari kelahiran pada umumnya,
atau kenyataan, kesadaran atas rangsangan. Sebagai contoh, seorang bayi belajar
untuk membedakan antara setiap individu dari anggota keluarganya dan untuk
membedakan muka-muka yang dikenalinya dengan muka-muka asing yang tidak
dikenalinya. Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Jung, satu yang
dihasilkan dari proses perbedaan ini adalah sifat ego. Sebagai pengorganisasian
dari pikiran atas kesadaran, ego memainkan peranan penting dalam aturan
7
Ibid. h. 111-113
gatekeeper (penjaga); yang menentukan persepsi, pemikiran, perasaan, dan
ingatan yang akan memasuki pintu kesadaran dalam otak kita. Jika ego tidak
melakukan seleksi maka kita akan terkungkung dalam pengalaman yang membuat
pikiran kalut. Melalui penyaringan pengalaman yang pernah dialami, ego
berusaha untuk memelihara koherensi dengan kepribadian dan juga untuk
memberikan perasaan atas identitas dan berkesinambungan.
Dalam interaksi kehidupan manusia dengan lingkungan sekitarnya baik
dengan alam dan sesama manusia, banyak sekali pengalaman yang akan terlihat
namun tidak semuanya secara otomatis dimasukkan alam dirinya sebagai suatu
yang dapat dijadikan pegangan dan pengalaman fungsional. Oleh karena itu, ego
dengan kesadarannya akan memberikan saringan melalui proses filtrasi, inilah
yang dapat orang yang memiliki kesadaran untuk membedakan dua hal baikburuk, sesuai-tidak sesuai, layak-tidak layak, dan lain sebagainya. Seseorang yang
memiliki kesadaran akan melakukan itu dengan baik dalam interaksi dengan
lingkungannya. Tujuan utama proses ini adalah agar seseorang individu dapat
menyesuaikan diri dengan baik dengan lingkungannya.
-
Ketidaksadaran Personal
Banyak sekali pengalaman yang dialami oleh setiap manusia, namun dari
sekian banyak pengalaman tersebut banyak yang telah hilang karena terlupakan
atau sengaja direpresi (ditekan) sehingga tidak membuatnya menjadi sebuah kesan
kesadaran, pada akhirnya pengalaman-pengalaman tersebut akan masuk ke dalam
ketidaksadaran personal. Setiap kita pernah mengalami suatu pengalaman,
kemdian mengingatnya dan tanpa disadari melupakan pengalaman itu. Namun
dalam suatu kondisi kita akan dapat mengingatnya kembali tanpa disadari.
Sebagai bagian yang paling penting, isi-isi didalamnya dengan mudah digapai
oleh ketidaksadaran; sebagai contoh, pada saat anda menjadi dosen, anda
terkadang tidak sadar akan amarah yang terjadi dengan kata-kata yang anda
keluarkan dengan teman anda sebelum kelas dimulai, tetapi anda dapat dengan
mudah mengingat argument itu kembali ketika kelas telah berakhir.
Melalui ketidaksadaran personal ini, sekelompok ide mungkin terikat
bersamaan menjadi sebuah bentuk yang disebut oleh Jung sebagai suatu yang
kompleks. Jung melakukan pencarian tentang kompleks dalam penelitian
mengenai kata. Kata kompleks telah menjadi sebuah bagian dari bahasa seharihari kita. Pada umumnya, sifat kompleks adalah ketidaksadaran, walaupun faktorfaktor yang berhubungan mungkin saja dapat menjadi sebuah kesadaran dari
waktu ke waktunya.
Beberapa sifat yang kompleks mungkin dapat diarahkan untuk menjadi
prestasi terkemuka. Dalam hal ini, Jung mengatakan bahwa pengalaman yang
dialami pada masa awal kanak-kanak adalah sebuah pengalaman yang akan selalu
diingat. Ada banyak impian dan obsesi yang terbentuk ketika massih anak-anak
yang dapat menjadikan seseorang termotivasi untuk melakukan sesuatu.
-
Ketidaksadaran Kolektif
Dalam
ketidaksadaran
kolektif
ini,
Jung
mengemukakan
bahwa
ketidaksadaran yang kolektif disusun oleh gambaran-gambaran dengan bentuk
pemikiran yang kuno atau jejak ingatan dari nenek moyang kita di masa lalu,
bukan hanya masa lalu manusia tetapi juga masa lalu sebelum peradaban manusia
dimulai, dan juga evolusi dari pertalian keluarga yang terdahulu. Dalam
Introduction to Theories of Personality, Jung memberikan contoh dari lingkungan
keluarga dengan sosok seorang ibu, karena dalam kehidupan manusia itu selalu
ada kehadiran seorang ibu, gambaran dari kehadiran seorang ibu itu tergambarkan
dalam ketidaksadaran kolektif yang kita miliki. Dan gambaran ini, sungguh
terpisahkan dari pengalaman pribadi kita dari ibu kita sendiri, ini adalah gambaran
atau pengertian secara universal.
Seorang ayah yang mendidik anaknya dengan sikap keras secara tidak
sadar sementara menanamkan pada diri anaknya kesan keras dan hal itu akn turun
temurun menjadi karakter anak itu. Sampai ketika anaknya menikah dan memiliki
anak, maka ia akan mempraktekkan apa yang dilakukan oleh ayahnya terhadap
dirinya sebagai bagian dari cara warisan dari orang tuanya terdahulu. Mungkin
juga cara tersebut merupakan warisan dari kakeknya dan seterusnya. Namun
semua itu tidak disadari bahwa itu adalah sebagai warisan masa lalu dan hanya
terjadi secara alamiah. Inilah yang termasuk dalam wilayah ketidaksadaran
kolektif.
Arketipe
Arketipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung
unsur emosi yang besar.8 Bentuk pikiran ini yang menciptakan gambaran atau
visi yang dalam kehidupan sadar berkaitan dengan situasi tertentu. Misalnya
arketipe tentang ibu akan menghasilkan tentang gambaran ibu disertai persepsi
yang terbangun dari sikap ibu. Dalam dunia pendidikan dapat digambarkan bahwa
jika sejak awal seorang guru telah menampilkan sosok yang penyayang, baik hati,
suka membimbing dan mencintai siswanya, maka sosok itulah yang melekat
dalam benak siswa tentang guru. Namun jika sebaliknya kesan buruk yang
muncul sejak pertama kali, seperti pemarah, suka memukul dan tampilan yang
menakutkan, maka kesan tersebut yang akan menjadi persepsi terhadap sosok
guru. Ini dapat terbentuk karena seringnya kejadian dan pengalaman itu terjadi
dan dilihat. Pengalaman yang konstan dan terulang inilah yang tertanam dalam
ketidaksadaran kolektif dalam bentuk arketipe.
Ada banyak arketipe yang dijelaskan Jung, namun dalam bagian ini hanya
akan dijelaskan 4 (empat) arketipe yang paling penting dalam pembentukan
kepribadian dan tingkah laku manusia, yaitu : persona, anima dan animus,
bayang-bayang (shadow), dan diri (self).
a. Persona
Persona adalah “topeng” yang dipakai seseorang sebagai respon atas tuntutan
dari masyarakat di sekitarnya. Dengan kata lain, persona akan memainkan
peran yang diinginkan orang-orang disekitarnya. Persona bukanlah gambaran
sebenarnya dari kepribadian seseorang, karena ini sifatnya tentatif disebabkan
8
A. Supratiknya, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis) (Yogyakarta : Kanisius, 1993) h.186.
dorongan orang lain dan lingkungan. Tujuan topeng ini untuk menciptakan
kesan tertentu pada orng-orang lain, ini merupakan lawan dari kepribadian
privat yang berada di balik wajah sosial. Sebagai contoh, seseorang yang
berprofesi sebagai guru atau dosen harus mampu menggunakan “topeng”
sebagai guru atau dosen dengan kata lain ia harus menampilkan diri sebagai
dosen. Yaitu figur yang mampu mengajarkan pengetahuan tertentu,
menanamkan nilai-nilai kebaikan, sosok yang penyayang, pengayom dan
memiliki kepribadian utama dan terbaik. Meskipun hal itu sebenarnya bukan
bentuk asli dari jati dirinya. Ia berusaha sebaik mungkin menjalankan
perannya dan menyembunyikan jati diri aslinya, karena itulah tuntutan orang
dan lingkungan serta profesinya.
Demikian pula seorang bawahan atau staf dapat bertindak baik,
penurut, taat dan tunduk didepan atasannya, bos atau direkturnya. Ia berusaha
menampilkan peran sebagai bawahan yang baik, meskipun di kesempatan lain
ia menyebut atasannya sebagai “tukang perintah”, otoriter, kurang peduli, dan
lain-lain sehingga ia lebih sering main game di depan komputernya
dibandingkan melaksanakan tugas dari atasannya. Namun akan kembali
bekerja dengan baik ketika atasannya muncul secara tiba-tiba.
Dalam ranah yang lain, kita bisa melihat bagaimana seseorang yang
bekerja sebagai aktor juga memakai “topeng” diri orang lain yang
diperankannya meski sebenarnya itu bukan jati dirinya. Pada akhirnya para
aktor dan artis akan mengatakan bahwa hal itu adalah bagian dari tuntutan
skenario. Inilah juga gambaran kepribadian manusia yang seringkali
menggunakan “topeng” dan memainkan peran yang lain ketika di satu tempat
dan di tempat lain muncul dengan figur sebenarnya. Akan tetapi, persona ini
dapat menjadi kepribadian sebenarnya jika itu dilakukan secara terus menerus
dan diyakini sebagai sebuah kebaikan dan layak dijadikan jati diri untuk
mengubah kerpibadian buruk dalam diri. Proses ini dikenal dengan perubahan
persona menjadi self.
b. Anima dan Animus
Sisi feminim sudah melekat dengan perempuan atau wanita, sedangkan sisi
maskulin adalah hal laki-laki atau kaum pria. Secara fisiologis, laki-laki
mengeluarkan hormon laki-laki, demikian juga dengan perempuan. Namun
secara psikologis, sifat-sifat maskulin dan feminim ada pada keduanya baik
laki-laki maupun perempuan. Bagi laki-laki yang memiliki sisi feminim, ini
dinamakan Anima, sedangkan bagi perempuan yang memiliki sisi maskulin
dinamakan animus.
Seorang laki-laki yang lebih menonjolkan sisi feminimnya akan cenderung
bersikap lemah lembut dan menampilkan kelemahlembutannya itu dalam setiap
aktifitasnya. Sedangkan perempuan dengan animusnya akan menampilkan
sosok yang kuat dan sisi maskulin lainnya. Kedua hal ini perlu dipahami secara
menyeluruh dan dijadikan sebagai suatu kekayaan psikologis yang dimiliki
masing-masing individu. Inilah bukti bahwa manusia adalah makhluk yang
unik dengan berbagai macam karakteristik. Kita terkadang menganggap orang
yang memiliki kecenderungan kepada salah satu sisi misalnya laki-laki yang
feminim kita bahasakan sebagai manusia yang kurang wajar, demikian pula
sebaliknya pada perempuan. Padahal itu adalah suatu hal yang wajar dan
merupakan kekayaan yang secara psikologis jarang dimiliki orang lain.
c. Bayang-bayang (Shadow)
Arketipe ini dalam pandangan Jung merupakan insting-insting binatang
yang diwarisi manusia dalam evolusinya dari bentuk-bentuk kehidupan yang
lebih rendah. Arketipe ini mengakibatkan munculnya pikiran-pikiran,
perasaan-perasaan, dan tindakan-tindakan yang tidak menyenangkan dan patut
dicela masyarakat dalam kesadaran tingkah laku. Setiap individu memiliki
bayang-bayang yang buruk yang memunculkan tingkah laku yang buruk pula,
namun tindakan itu dapat disembunyikan dari pandangan publik dengan
persona atau direpresikan ke dalam ketidksadran kolektif. Hal ini sifatnya
manusiawi dan karena Carl Jung termasuk terpengaruh dari teori evolusinya
Darwin maka ia menganggap bahwa shadow adalah bagian dari warisan
evolusi manusia.
d. Diri (self)
Jung memandang “diri” sama dengan psike atau kepribadian secara
keseluruhan. Diri adalah titik pusat kepribadian. Ia akan mempersatukan
sistem-sistem dan memberikan kesatuan, keseimbangan, dan kestabilan pada
kepribadian. Ini adalah proses secara langsung dari setiap individu, yang
bekerja melalui aspek kegunaan dan aspek kreatifitas dari ketidaksadaran yang
dibuat menjadi sebuah kesadaran dan program menjadi aktivitas yang
produktif.
Diri atau self adalah tujuan hidup yang terus menerus diperjuangkan.
Seperti arketipe lainnya, ia juga memotivasikan
tingkah laku manusia.
Pengalaman-pengalaman religius sejati merupakan bentuk pengalaman paling
dekat ke diri (selfhood) yang mampu dicapai oleh manusia. Oleh karena itu
tidaklah mengherankan bila Jung menemukan bahwa perjuangan ke arah
kesatuan dengan dunia melalui praktik ritual keagamaan di timur lebih maju
dibandingkan dengan agama-agama di barat. Konsep ini sangat penting dalam
pembentukan kepribadian manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan
lingkungan sekitar. Karena akan menunjukkan usaha sebenarnya manusia
dalam mencapai tujuan manusia. Diri akan merefleksikan diri manusia
sesungguhnya dan konsep ini merupakan penemuan psikologi Carl Gustav
Jung yang terpenting.
Implikasi terhadap Interaksi Sosial Manusia
Tujuan utama yang tersirat dari pengertian kepribadian yang diungkapkan
Allport pada bagian awal tulisan ini adalah untuk menyesuaikan diri secara baik
dengan lingkungannya (well adjusted with environments). Dalam suatu hubungan
sosial, sangat tidak bisa dielakkan terjadinya interaksi antar individu, baik di
lingkungan keluarga, masyarakat maupun di lingkungan kerja. Seseorang yang
memiliki pemahaman akan adanya perbedaan yang unik pada setiap individu akan
dengan mudah untuk menyikapi segala hal yang terjadi dalam interaksi tersebut.
Pemahaman ini akan membuat kenyamanan dalam hubungan dengan
sesama, yang sangat diperlukan adalah pemahaman dan saling pengertian.
Menurut konsep kepribadian Carl Gustav Jung dapat dipahami manusia adalah
individu yang sangt dipengaruhi oleh kejadian masa lalu yang terwujud dalam
ketidaksadaran (unconscious). Selain itu, manusia juga sebenarnya dalam hidup
sering memainkan perannya sesuai dengan kondisi, situasi dan posisi dimana ia
berada. Peran yang ditampilkan jika memang baik, maka dapat dijadikan sebagai
bagian dari jati diri sehingga menjadi kepribadian sebenarnya.
Dalam interaksi sosial perlu dipahami bahwa setiap individu memiliki
kebebasan sosial yang melekat pada dirinya. Seseorang berhak melakukan apa
saja yang diinginkan, menjadi siapa saja yang dia mau, baik sebagai persona atau
topeng diri atau sebagai jati diri (self). Akan tetapi kebebasan itu memiliki
batasan, yaitu kebebasan orang lain. Seseorang juga harus menyadari bahwa
ditengah kebebasan sosial yang dimilikinya, orang lain juga memiliki kebebasan
yang sama.9 Disinilah pentingnya sebuah pengertian dalam interaksi sosial.
Dengan memahami karakteristik kepribadian, maka mudah untuk menempatkan
diri, memaknai sikap dan tingkah laku orang lain dalam setiap pengalaman hidup.
Penutup
Untuk menjadi individu yang berhasil melakukan penyesuaian diri dengan
lingkungan sosial melalui interaksi kehidupan, maka perlu dimengerti tentang
tingkah laku dan karakteristik manusia secara psikologis. Karena pemahaman itu
akan membawa pada situasi harmonis baik di keluarga, masyarakat dan di
lingkungan kerja. Teori kepribadian Carl G. Jung adalah sebagian kecil dari teori
kepribadian yang jumlah sangat banyak dan beragam. Namun kita dapat
mengambil mangambil manfaat darinya untuk kehidupan sosial yang lebih baik.
9
Franz Magnis Suseno, Etika Dasar (Yogyakarta : Kanisius, 1987), h. 34-35.
DAFTAR PUSTAKA
A. Supratiknya, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis) Yogyakarta : Kanisius, 1993.
Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Introduction to Theories Of Personality New York:
John Willey & Sons, 1985.
E. Koswara, Teori-Teori Kepribadian Cet. II ; Bandung, PT. Eresco, 1991.
Feist, J. & Gregory J. Feist. Theories of Personality, McGraw Hill. 2006
Franz Magnis Suseno, Etika Dasar Yogyakarta : Kanisius, 1987.
Syamsu Yusuf LN, dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2008.
www.google.com/dodyhartono’sblog.html
www.google.com/Wikipedia
Zulkifli. L, Psikologi Perkembangan, Bandung, Remaja Rosdakarya. 1992
Download