Psikologi Kognitif - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Psikologi Kognitif
Modul Standar untuk
digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
Kode MK
10
Disusun Oleh
Rizky Putri A. S. Hutagalung, M. Psi, Psi
Abstract
Kompetensi
Modul ini berisi tentang hakikat
bahasa dalam konteks, psikolinguistik,
proses membaca, dan gangguan dalam
bahasa.
Mahasiswa
mengenai
mampu
memahami
manfaat bahasa dalam
kehidupan sehari-hari, memahami
mengenai hakikat bahasa dalam
konteks,
psikolinguistik,
proses
membaca, dan gangguan dalam bahasa,
serta aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB X: Bahasa Dalam Konteks
Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling
berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa
isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya
atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat,
tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan
segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi
khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi,
dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara
khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni
(sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Dalam Psikolinguistik terdapat beberapa teori, yaitu
Nature VS Nurture

Chomsky  komponen yang terpenting dari bahasa bersifat bawaan (nature).

Manusia memiliki sebuah skema bawaan yang berfungsi sebagai sarana
pemprosesan informasi & pembentukan struktur-struktur abstrak dalam bahasa 
menjelaskan adanya LAD (perangkat perolehan bahasa), yaitu struktur kognitif yang
berfungsi dalam pembelajaran aturan-aturan bahasa.
Skinner  bahasa diperoleh dari pembelajaran (nurture), melalui penguatan

(reinforcement).

Teori tambahanperkembangan bahasa sebagai fungsi kemasakan biologis &
interaksi dengan lingkungan.
‘14
2
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hipotesis Relativitas-linguistik
Penelitian Benjamin Lee Whorf (1956)  bahasa mempengaruhi persepsi &

konseptualisasi realita  hipotesis Whorf.
Whorf menyimpulkan  suatu benda yang direpresentasikan oleh suatu kata akan

dipahami secara berbeda oleh orang-orang yang memiliki bahasa yang berbeda;
penyebab perbedaan cara pandang terhadap realita itu merupakan hakikat bahasa
itu sendiri.

Heider/Rosch menentang hipotesis Whorf.
Stimulasi elektrik
Tahun 1950-an, Penfield & Roberts psychosurgery  memberikan aliran listrik

bertegangan rendah ke area-area pemprosesan bahasa & korteks memori.

Hasil: prosedur ini mengganggu kemampuan bicara.
Pemindaian PET
Posner, dkk (1988)  hasil: pemprosesan semantik & auditorik terhadap stimuli yang

disajikan secara visual terjadi di bagian-bagian yang berbeda dalam otak.
Data
pemindaian
PET:
Segitiga
menandakan area-area yang diaktifkan dalam tugas visual pasif, sedangkan
bujursangkar dalam tugas semantic

Kemampuan mengamati teks tertulis dibatasi oleh karakteristik-karakteristik sistem
visual.

Studi-studi rentang perseptual digunakan untuk menguji hakikat pemprosesan
informasi, & metode-nya meliputi penggunaan tachistoscopic, studi pergerakan mata,
& penerapan prosedur fiksasi.
‘14
3
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Emile Javal (1878) mata manusia bergerak dalam loncatan-loncatan kecil (gerak
sakadik) dengan disertai fiksasi sesaat di titik-titik tertentu.
James McKeen Cattell (1886)  menggunakan tachistoscope hasil: waktu reaksi

berhubungan dengan familiaritas partisipan terhadap materi visual yang diberikan.
Membaca
Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis.
Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa. Membaca dan
mendengar adalah 2 cara paling umum untuk mendapatkan informasi. Informasi yang
didapat dari membaca dapat termasuk hiburan, khususnya saat membaca cerita fiksi atau
humor.
Rentang perseptual  seberapa banyak informasi yang dipahami dalam suatu

penyajian stimuli yang singkat.

Ketajaman tertinggi terjadi di fovea, yaitu dalam sudut visual sebesar 1-2 derajat.

Resolusi rendah terjadi di area-area parafoveal & area-area perifer.

Pendeteksian materi tertulis nyaris tidak terjadi selama gerakan sakadik.

Cone of vision: medan penglihatan berbentuk kerucut.
Medan penglihatan yang berbentuk kerucut; yang ditampilkan di sini adalah
medan penglihatan foveal, parafoveal, semi-perifer, dan perifer. (Sudut-sudut
mengindikasikan medan pandang dari satu sisi ke sisi yang lain).
•
Norton & Stark (1971)  selama seseorang membaca, umumnya terjadi dua atau
tiga gerak sakadik per detik.
•
Berbagai studi fiksasi mata mengindikasikan  pemahaman kata dipengaruhi
berbagai faktor, misal kata langka, integrasi klausa penting, pengetahuan, &
penyusunan kesimpulan.
•
Rayner mempelajari luas area pandang pembaca (area pandang tempat pembaca
mengambil informasi dari teks).
‘14
4
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
•
McConkie & Rayner (1973) berasumsi: para partisipan menggunakan waktu
fiksasinya untuk menentukan hakikat atau sifat teks.
•
Rayner (1975) menemukan interpretasi semantik (seperti pemaknaan) dari suatu
kata dapat diterapkan hanya pada kata yang terletak satu hingga tujuh spasi dari titik
fiksasi. Di luar rentang tersebut, partisipan hanya mampu menangkap karakteristik
visual dasar, seperti bentuk kata serta huruf awal & akhir dalam kata.
•
Informasi yang berada di area pandang semi-perifer (sekitar 12 spasi dari titik fiksasi)
disandikan secara parsial (sebagian), & lamanya pemprosesan bergantung pada
jarak dari titik fiksasi.
•
Carpenter & Dahbeman (1981): eksperimen yang menyesat-kan  mengindikasikan
tahap-tahap awal pemahaman terhadap materi tertulis mungkin terjadi hanya dalam
interval waktu yang sangat singkat.
•
Pola pergerakan mata akan berubah dengan sangat cepat (hanya dalam beberapa
ratus milidetik) untuk mengakomodasi konteks-konteks dalam bacaan yang saling
bertentangan.
•
Fenomena ini menunjukkan  proses-proses pemahaman tingkat tinggi terjadi
secara dini, yakni pada awal pemprosesan materi tertulis.
Membaca adalah sebuah proses yang kompleks, mencakup kajian tentang bahasa,
memori, pikiran, kecerdasan dan persepsi
Dalam membaca, ada tahapannya, yaitu:
1. Kesadaran fonologis: mengacu pada struktur bunyi dari bahasa ucapan
2. Pembacaan fonologis
3. Pengkodean fonologis di dalam memori yang sedang bekerja. Proses ini
terlibat dalam pengingatan rangkaian-rangkaian fonem yang membingungkan
4. Pengaksesan
kosakata:
mengacu
mengeluarkan fonem dari LTM
‘14
5
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pada
kemampuan
seseorang

Pemahaman dalam membacamenggambarkan proses pemahaman terhadap
makna suatu materi tertulis.
Just & Carpenter (1987)  model tahapan-tahapan pokok pemprosesan

pemahaman.

Berdasarkan penelitian, dapat diasumsikan adanya keterlibatan yang lebih besar
dalam region-region otak (terutama area Wernicke & Broca) seseorang saat ia
membaca naskah yang rumit.
Pemprosesan top-down

Generalisasi, bahwa semakin besar pengetahuan yang dimiliki seorang pembaca,
pemahamannya terhadap naskah yang dibaca juga semakin baik.

Asumsi
pengetahuan
yang
tersimpan
dalam
memori
seseorang
dapat
diumpamakan sebagai suatu koleksi/kumpulan informasi yang terorganisasi.
Pemprosesan bottom-top

Kintsch & van Dijk penelitian tentang memori & pemahaman terhadap materi
tertulis

Hasil: detail spesifik semakin terlupakan seiring dengan berlalunya waktu, tapi intisari
cerita tetap diingat.
‘14
6
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Proporsi reproduksi, rekonstruksi, dan meta-pernyataan
dalam eksperimen mengingat dengan jeda retensi sebanyak tiga kali.
Kintsch & van Dijk (1978).
Sebuah model pemahaman teks
•
pemahaman bergantung pada 2 sumber: skema sasaran (serupa dengan
pemprosesan top-down), dan struktur permukaan teks (serupa dengan bottom-up).
•
Model
dibentuk
berdasarkan
propsisi
:
abstraksi-abstraksi
yang
dibentuk
berdasarkan observasi.
Waktu membaca sebagai suatu fungsi jumlah proposisi
per kalimat. (Kintsch & Keenan,1973).
Representasi proposisional dari teks & dari membaca
•
Kalimat yang memiliki kerumitan proposisi lebih tinggi  lebih sulit dipahami.
•
Penelitian Kitsch & Keenan (1973) adanya hubungan yang sangat konsisten
antara jumlah proposisi & waktu yang diperlukan untuk membaca kalimat ybs.
‘14
7
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Aspek Mekanis Membaca
Lou E. Burmeister (1978), seorang pakar pendidikan bahasa Universitas Texas di El
Paso, dalam Improving Speed of Comprehension in Reading mengawali uraiannya tentang
Aspek Mekanis Membaca dengan melontarkan beberapa pertanyaan. Bagaimana mata
seseorang bergerak ketika mereka membaca? Apakah mata tersebut bergerak dengan
lembut, seperti ketika mengawasi seekor burung yang sedang terbang atau menyaksikan
pesawat terbang yang sedang mendarat? Atau apakah mata bergerak, berhenti, bergerak,
berhenti lagi, bergerak lagi dan berhenti lagi?
Salah satu metodologi yang digunakan untuk meneliti pergerakan mata, yang
menurut penggagasnya dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja dalam kelas
pengajaran bahasa, adalah dengan meminta salah seorang memperhatikan mata seseorang
ketika dia sedang membaca. Apakah mata si pembaca bergerak dengan lembut? Jika mata
tersebut bergerak dengan lembut, maka dapat dipastikan bahwa dia tidak sedang membaca,
kata Lou E. Burmeister.
Lebih jauh pakar pendidikan ini mengatakan bahwa dalam kenyataannya, tentu saja
berdasarkan hasil penelitiannya selama bertahun-tahun, kata (atau kata-kata) hanya dapat
dibaca apabila mata tidak bergerak. Hanya apabila mata berhenti bergerak, atau terpusat
pada satu bagian dari kata, pada satu kata, atau pada satu frase, maka barulah si pembaca
mendapatkan apa yang dinamakan citra visual. Berikutnya, jika memang dikehendaki mata
akan bergerak untuk kemudian berhenti lagi jika si pembaca ingin mendapatkan citra visual
yang lain. Atau dengan kata lain, dalam membaca mata seorang pembaca haruslah
berhenti, bergerak, berhenti lagi, bergerak lagi, dan seterusnya, jika dia menginginkan
memahami apa yang dibacanya.
Dalam keadaan sebenarnya, khususnya ketika seseorang membaca secara
berkelanjutan dan bukannya hanya satu kata saja, proses berhenti dan bergerak ini mungkin
memerlukan waktu tidak lebih dari seperenam detik. George D. Spathe (1962) dalam Is This
a Breakthrough in Reading? menyatakan bahwa lebar rentang jarak yang diperlukan
sepasang mata dalam membaca tidak dapat melebihi tiga kata, atau dengan kata lain
seorang pembaca yang paling cepat sekali pun, berdasarkan hasil penelitian ini, tidak akan
mampu membaca lebih banyak dari tiga kata dalam satu periode tertentu sebelum dia
menggerakkan kembali matanya menuju ke kelompok kata yang lain.
‘14
8
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dengan memahami kenyataan sederhana ini, yang semakin lama cenderung
semakin dilupakan oleh para pengajar bahasa, diharapkan para pengajar dapat bersikap
lebih arif jika mereka menggunakan sarana bacaan untuk mengajar murid-muridnya.
Setelah membaca tiga kata, mata pembaca harus bergerak pada kumpulan tiga kata
berikutnya. Pergerakan inilah yang oleh para pakar pendidikan bahasa dinamakan saccadic
sweep, sebuah pergerakan yang membutuhkan waktu paling cepat sekitar 1/30 detik. Waktu
ini hanya dapat dilakukan oleh seorang pembaca yang baik dan tentunya waktu ini akan
bertambah jika dilakukan oleh pembaca yang kurang baik.
Jadi, jika hasil kedua penelitian ini digabungkan, akan didapatkan bahwa jumlah
waktu total yang dibutuhkan oleh seorang pembaca yang baik untuk membaca tiga buah
kata dan kemudian berpindah pada kelompok tiga kata berikutnya adalah seperenam detik
ditambah sepertiga puluh detik atau sama dengan seperlima detik. Atau dengan kata lain,
dalam satu detik, seorang pembaca yang baik diperkirakan mampu membaca sekitar 15
kata, atau sekitar 900 kata dalam satu menitnya. Sebuah angka yang fantastis, bukan?
Tetapi dalam kenyataannya kemudian terbukti bahwa angka ini sulit sekali dicapai
jika diingat bahwa kalimat-kalimat dalam satu bacaan tidak selalu berkelompok tiga-tiga,
sehingga seorang pembaca harus melakukan gerakan saccadic sweep lebih banyak lagi
untuk satu baris dan ini bermakna mengurangi jumlah kata yang mampu dibaca seseorang
dalam satu menit
Belajar bahasa membutuhkan banyak faktor yang saling terkait dan saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Beberapa faktor tersebut seperti ketekunan dan
kesabaran, di samping tentu saja kesempatan untuk terus menerus menggunakan bahasa
yang dipelajari merupakan faktor yang amat sangat menentukan keberhasilan seseorang
dalam belajar bahasa. Tentu saja faktor-faktor yang lain seperti tersedianya materi yang
memadai, instruktur yang cakap dan berdedikasi, serta motivasi yang cukup tinggi dari
mereka yang belajar juga perlu diperhitungkan. Pemahaman terhadap salah satu elemen
dasar dalam belajar bahasa, yaitu membaca, khususnya pemahaman aspek-aspek teknis
dan kendala-kendalanya memang tidak menjamin bahwa sebuah program pengajaran
bahasa akan berhasil dengan baik. Tetapi dengan sedikit memahami aspek-aspek teknis
semacam ini, para pembelajar dan khususnya para pengajar, diharapkan akan lebih mampu
menyempurnakan proses belajar-mengajar yang akan membawa mereka ke tujuan akhir
yang diharapkan!
‘14
9
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Tampubolon (1993) menjelaskan pada hakekatnya membaca adalah kegiatan fisik dan
mental untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan itu terjadi proses
pengenalan huruf-huruf. Dikatakan kegiatan fisik, karena bagian-bagian tubuh khususnya
mata, yang melakukannya. Dikatakan kegiatan mental karena bagian-bagian pikiran
khususnya persepsi dan ingatan, terlibat didalamnya. Dari definisi ini, kiranya dapat dilihat
bahwa menemukan makna dari bacaan (tulisan) adalah tujuan utama membaca, dan bukan
mengenali huruf-huruf. Diperjelas oleh pendapat Smith (Ginting, 2005) bahwa membaca
merupakan
suatu
proses
membangun
pemahaman
dari
teks
yang
tertulis.
(www1.bpkpenabur.or.id/jurnal/04/017-035.pdf ).
Proses membaca menurut Burn, Roe dan Ross (1984) merupakan proses
penerimaan simbol oleh sensori, kemudian mengintererpretasikan simbol, atau kata yang
dilihat atau mempersepsikan, mengikuti logika dan pola tatabahasa dari kata-kata yang
ditulis penulis, mengenali hubungan antara simbol dan suara antara kata-kata dan apa yang
ingin ditampilkan, menghubungkan kata-kata kembali kepada pengalaman langsung untuk
memberikan kata-kata yang bermakna dan mengingat apa yang merela pelajari dimasa lalu
dan menggabungkan ide baru dan fakta serta menyetujui minat individu dan sikap yang
merasakan tugas membaca.
Dijabarkan juga oleh Tarigan (1985) bahwa membaca adalah suatu proses yang
dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, suatu metode yang
dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadang-kadang orang lain, yaitu
mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis.
Finochiaro dan Bonomo (Tarigan, 1985) mendefinisikan secara singkat, membaca adalah
memetik serta memahamai arti makna yang terkandung di dalam bahan tertulis.
Sedangkan Juel (Sandjaja, 2005) mengartikan bahwa membaca adalah proses untuk
mengenal kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan, sehingga hasil
akhir dari proses membaca adalah seseorang mampu membuat intisari dari bacaan.
(www.unika.ac.id.02/05/05)
Spache & Spache (Petty & Jensen, 1980) mengemukakan bahwa membaca
merupakan proses yang kompleks yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama merupakan
tahap dimana individu melakukan pembedaan terhadap apa yang dilihatnya, selanjutnya
individu berusaha untuk mengingat kembali, menganalisa, memutuskan, dan mengevaluasi
hal yang dibacanya. Sebagai suatu proses yang kompleks, membaca memiliki nilai yang
tinggi dalam perkembangan diri seseorang. Secara umum orang menilai bahwa membaca
itu identik dengan belajar, dalam arti memperoleh informasi.
‘14
10
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Membaca adalah proses berpikir, hal tersebut dikemukakan oleh Burn, Roe dan
Ross (1984), maksudnya adalah ketika seseorang sedang membaca, maka seseorang
tersebut akan mengenali kata yang memerlukan interpresi dari simbol-simbal grafis. Untuk
memahami sebuah bacaan sepenuhnya, seseorang harus dapat menggunakan informasi
untuk membuat kesimpulan dan membaca dengan kritis dan kreatif agar dapat mengerti
bahasa kiasan, tujuan yang ditetapkan penulis, mengevaluasi ide-ide yang dituliskan oleh
penulis dan menggunakan ide-ide tersebut pada situasi yang tepat. Keseluruhan proses ini
merupakan proses berpikir.
Chambers dan Lowry (Burn, Roe dan Ross, 1984) menggaris bawahi juga
menegasakan hal yang sama bahwa membaca lebih dari sekedar mengenali kata-kata
tetapi juga membawa ingatan yang tepat, merasakan dan mendefinisikan beberapa
keinginan, mengidentifikasi sebuah solusi untuk memunuhi keinginan, memilih cara
alternatif, percobaan dengan memilih, menolak atau menguasai jalan atau cara yang dipilih,
dan memikirkan beberapa cara dari hasil yang evaluasi. hal tersebut secara keseluruhan
termasuk respon dari berpikir.
Stauffer (Petty & Jensen, 1980) menganggap bahwa membaca, merupakan
transmisi pikiran dalam kaitannya untuk menyalurkan ide atau gagasan. Selain itu,
membaca dapat digunakan untuk membangun konsep, mengembangkan perbendaharaan
kata, memberi pengetahuan, menambahkan proses pengayaan pribadi, mengembangkan
intelektualitas, membantu mengerti dan memahami problem orang lain, mengembangkan
konsep diri dan sebagai suatu kesenangan.
Ginting (2005) menyebutkan bahwa membaca merupakan proses ganda meliputi
proses penglihatan dan proses tanggapan. Proses penglihatan dijabarkan oleh Wassman &
Rinsky (Ginting, 2005), sebagai proses penglihatan, membaca bergantung pada
kemampuan melihat simbol-simbol, oleh karena itu, mata memainkan peranan penting. Dan
sebagai proses tanggapan dijabarkan Ahuja (Ginting, 2005), membaca menunjukkan
interpretasi segala sesuatu yang kita persepsi. Proses membaca juga meliputi identifikasi
simbol-simbol bunyi dan mengumpulkan makna melalui simbol-simbol tersebut. Broughton
(Gunting, 2005) mengemukakan membaca merupakan keterampilan yang bersifat
pemahaman (comprehension skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih
tinggi (higher order). (www1.bpkpenabur.or.id/jurnal/04/017-035.pdf).
Lebih jauh lagi, Bowman and Bowman (Sugiarto, 2001) mengemukakan bahwa
membaca merupakan sarana yang tepat untuk mempromosikan suatu pembelajaran
sepanjang hayat (life-long learning). Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Allen
‘14
11
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan Valette (Sugiarto, 2001) mengatakan bahwa membaca adalah sebuah proses yang
berkembang (a developmental process). Davies (Sugiarto, 2001) memberikan pengertian
membaca sebagai suatu proses mental atau proses kognitif yang di dalamnya seorang
pembaca diharapkan bisa mengikuti dan merespon terhadap pesan si penulis. Dari sini
dapat dilihat bahwa kegiatan membaca merupakan sebuah kegiatan yang bersifat aktif dan
interaktif. (www,depdiknas.go.id/jurnal/37/perbedaan_hasil_belajar_membaca.htm).
Ditegaskan oleh Cole (1963) bahwa membaca mempunyai nilai besar untuk orang
dewasa karena berkontribusi pada perkembangan, seperti dapat membebaskan dari
tekanan, bekerja dengan penuh inisiatif, mendapatkan informasi untuk memecahkan konflik
dan mengenali karakter dengan mudah. Lebih jauh lagi Cole (1963) menjelaskan bahwa
membaca dapat juga menimbulkan rasa aman dan merealisasikan diri dalam kehidupan
pribadi seperti hubungan yang lebih baik dengan keluarga dan kelompok, perubahan sikap,
ide-ide baru serta semakin menghargai bebagai aktivitas dalam kehidupan.
Berbagai definisi membaca telah dipaparkan diatas, dan dapat disimpulkan bahwa
membaca
adalah
kegiatan
fisik
dan
mental,
yang
menuntut
seseorang
untuk
menginterpretasikan simbol-simbol tulisan dengan aktif dan kritis sebagai pola komunikasi
dengan diri sendiri agar pembaca dapat menemukan makna tulisan dan memperoleh
informasi sebagai proses transmisi pemikiran untuk mengembangkan intelektualitas dan
pembelajaran sepenjang hayat (life-long learning).
Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada
suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa dilakukan pada kertas dengan
menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil. Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan
dengan menggunakan gambar, contohnya tulisan hieroglif (hieroglyph) pada zaman Mesir
Kuno.
Tulisan dengan aksara muncul sekitar 5000 tahun lalu. Orang-orang Sumeria (Irak
saat ini) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat. Tanda-tanda tersebut mewakili bunyi,
berbeda dengan huruf-huruf hieroglif yang mewakili kata-kata atau benda.Kegiatan menulis
berkembang pesat sejak diciptakannya teknik percetakan, yang menyebabkan orang makin
giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan.
DISLEKSIA
Disleksia (Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada
seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas
membaca dan menulis.
‘14
12
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perkataan disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- ("kesulitan untuk") dan
λέξις lexis ("huruf" atau "leksikal").
Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam
membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan
standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik
pada indera perasa.
Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan
membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini
sering disebut sebagai "Alexia". Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis,
disleksia juga ditenggarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa
pengidapnya.
Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun
atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan,
termasuk dari atas ke bawah.
Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak
yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.
Disleksia adalah gangguan belajar yang dialami anak dalam hal membaca dan
menulis. Anak dengan disleksia melihat tulisan seolah campur aduk, sehingga sulit dibaca
dan sulit diingat. Mungkin, kalimat seperti, “Liburan sekolah tahun lalu Andi ikut ayah ke
kampung halamannya” akan terlihat oleh anak-anak ini: “Liran sekah tan llu ndi it Aah ke
kaung halanya” atau “LiburansekolahtahunlaluAndiikutayahkekampunghalamannya”.
Wah, apa sebenarnya yang terjadi dalam cara kerja otak mereka? Apakah mereka
bodoh? Ternyata, mereka bukan mengalami keterlambatan intelektual. Ilmuwan jenius
Albert Einstein konon pernah mengalami hal ini, begitu pun aktor ganteng Tom Cruise!
Gangguannya memang terjadi di otak ketika pesan yang dikirim tercampur aduk, sehingga
sulit dipahami. Anak dengan gangguan ini sering frustrasi dan mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Anak dengan disleksia umumnya memulai masa sekolah dengan baik-baik saja.
Masalah baru muncul ketika tugas membaca semakin banyak di tingkat kelas yang lebih
tinggi. Umumnya guru akan mengatakan anak-anak ini sebenarnya cerdas, tapi sulit sekali
membaca.
‘14
13
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Bila anak mengalami gangguan belajar semacam ini, segera periksakan ke psikolog
atau psikiater, sehingga bisa ditentukan penanganannya. Terapis akan membantu anak
membuat aktivitas membaca jadi lebih mudah. Anak akan diajari cara baru untuk mengingat
bunyi huruf seperti ‘p’ dan ‘b’ yang hampir mirip bunyinya. Anak juga akan diajari
merapatkan kedua bibir untuk menghasilkan bunyi tersebut. Cara-cara seperti ini akan
membantu anak membaca lebih mudah.
Sekarang ini bahkan sudah ada program komputer yang membantu anak untuk belajar
tentang bunyi suatu huruf. Sementara itu, di sekolah anak-anak ini boleh menggunakan alat
perekam untuk merekam penjelasan guru daripada mencatat. Di rumah, anak-anak ini butuh
waktu ekstra untuk mengerjakan PR dan butuh pendamping untuk membantu kesulitan yang
mereka temui.
‘14
14
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Sternberg, R.J. 2008. Psikologi Kognitif edisi keempat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Solso, Robert.L., Otto H.Maclin, M. Kimberly Maclin. 2007. Psikologi Kognitif(edisi
kedelapan). Jakarta :Erlangga
‘14
15
Psikologi Kognitif
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download