BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Struktur Modal
Struktur modal menurut Sjahrial (2009: 179) merupakan perimbangan antara
penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari: hutang jangka pendek yang bersifat
permanen, hutang jangka panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari: saham
preferen dan saham biasa.
Menurut Riyanto (2001) pengertian struktur modal berbeda dengan struktur
keuangan, dimana struktur modal merupakan pembelanjaan permanen yang
mencerminkan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri, sedangkan
struktur keuangan mencerminkan perimbangan seluruh hutang (baik jangka pendek
maupun jangka panjang) dengan modal sendiri.
Menurut Nurmadi (2012) dalam penelitiannya, struktur modal adalah
perimbangan atau perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri. Modal
asing dalam hal ini diartikan sebagai hutang, baik jangka panjang maupun jangka
pendek, sedangkan modal sendiri bisa terdiri dari laba ditahan atau retained earning
dan bisa juga dari saham preferen dan saham biasa dari para pemilik saham.
Struktur modal merupakan cermin dari kebijaksanaan perusahaan dalam
menentukan jenis sekuritas yang dikeluarkan, karena masalah struktur modal adalah
erat hubungannya dengan masalah kapitalisasi, dimana disusun dari jenis-jenis dana
yang membentuk kapitalisasi struktur modalnya. Keputusan struktur modal berkaitan
dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar,
sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal
12
berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Dana yang diperoleh dari sumber eksternal
adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan. Pemenuhan
kebutuhan dana yang berasal dari kreditur merupakan hutang bagi perusahaan. Dana
yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri.
Target dari struktur modal adalah menciptakan suatu komposisi hutang dan
modal yang paling tepat dan yang paling menguntungkan dari segi keuangan bagi
perusahaan. Jika perusahaan memiliki hutang yang besar maka modal perusahaan
otomatis juga besar. Modal yang besar menyebabkan perusahaan mampu
menghasilkan laba yang besar dimana disertai dengan risiko yang besar pula.
Menurut Brigham dan Houston (2006:24), struktur modal yang optimal pada
suatu perusahaan adalah struktur yang memaksimalkan harga dari saham perusahaan,
dan hal ini biasanya meminta rasio hutang yang lebih rendah daripada rasio yang
memaksimalkan earning per share yang diharapkan.
Menurut Hanafi (2004:297), perusahaan dapat melakukan perubahan struktur
modal untuk mencapai struktur modal yang optimal dalam perusahaan.
Struktur modal dari suatu perusahaan menurut Riyanto (2001) dikutip dalam
Arief (2011) memiliki beberapa komponen yang terdiri dari :
1. Hutang jangka panjang
Hutang jangka panjang yaitu hutang dengan jangka waktu relative
panjang, umurnya lebih dari sepuluh tahun, yang umumnya digunakan
untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi
perusahaan. Jumlah hutang, baik hutang jangka pendek maupun jangka
panjang di dalam neraca akan menunjukkan besarnya modal pinjaman yang
digunakan dalam operasi perusahaan. Pada umumnya pinjaman jangka
panjang jauh lebih besar dibandingkan dengan hutang jangka pendek.
13
Waktu jatuh tempo hutang jangka panjang pada umumnya lebih dari
satu tahun, biasanya 5 sampai 20 tahun. Pinjaman hutang jangka panjang
dapat berupa pinjaman berjangka (pinjaman yang digunakan untuk
membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk melunasi hutang lain,
atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi. Mengukur
besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur (debt ratio)
dilakukan dengan cara membagi total hutang jangka panjang dengan total
aset. Semakin tinggi debt ratio, semakin besar jumlah modal pinjaman yang
digunakan di dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
2. Modal sendiri
Berkaitan dengan besarnya risiko yang ditanggung perusahaan
apabila menggunakan hutang sebagai sumber pendanaannya, maka
perusahaan
seringkali
menitikberatkan
susunan
modalnya
dengan
penggunaan modal sendiri.
Keuntungan dari memiliki saham perusahaan bagi pemilik adalah
kontrol terhadap perusahaan. Namun, return yang dihasilkan dari saham
tidak pasti dan pemegang saham adalah pihak pertama yang menanggung
risiko perusahaan. Dua hal tersebut merupakan opportunity cost atas modal
sendiri. Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang
diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri
diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak
terbatas sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2 (dua)
sumber utama dari modal saham, yaitu:
14
a. Modal saham preferen
Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak
istimewa yang menjadikannya lebih diprioritaskan daripada pemegang
saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham
preferen dalam jumlah yang banyak.
b. Modal saham biasa
Pemilik
perusahaan
adalah
pemegang
saham
biasa
yang
menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian
dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa kadang-kadang
disebut pemilik residual, sebab mereka hanya menerima sisa setelah
seluruh tuntutan atas pendapatan dan aset telah dipenuhi.
3. Laba ditahan
Modal internal perusahaan didapat salah satunya dari laba yang ditahan
yaitu keuntungan yang diperoleh perusahaan yang ditahan (tidak
dibayarkan sebagai dividen), apabila kegunaannya belum ditentukan oleh
perusahaan.
Struktur atau komposisi modal harus diatur sedemikian rupa sehingga
menjamin stabilitas finansial perusahaan, memang tidak ada ukuran yang pasti
mengenai jumlah dan komposisi modal dari tiap-tiap perusahaan, tetapi pada
dasarnya pengaturan terhadap struktur modal dalam perusahaan harus berorientasi
pada tercapainya stabilitas finansial dan terjaminnya kelangsungan hidup perusahaan.
Dari pengertian-pengertian yang dipaparkan dapat ditarik kesimpulan tentang
struktur modal yaitu struktur modal merupakan masalah penting dalam pengambilan
keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur struktur modal
tersebut digunakan rasio struktur modal yang disebut leverage ratio. Leverage ratio
15
adalah perbandingan yang bertujuan untuk mengukur seberapa besar suatu
perusahaan dibiayai oleh hutang. Penelitian ini akan menggunakan rasio leverage
antara total hutang dengan total aset atau Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai
indikator variabel dependen struktur modal.
2.1.2
Teori Struktur Modal
2.1.2.1
Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976 (dalam
Horne dan Wachowicz, 2005), dimana manajemen merupakan agen dari pemegang
saham sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan
bertindak atas kepentingan mereka sehingga mereka mendelegasikan wewenang
kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus
diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan
melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan dan
pembatasan terhadap keputusan yang bisa diambil manajemen. Kegiatan pengawasan
tentu saja membutuhkan biaya agensi. Biaya agensi adalah biaya-biaya yang
berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen
bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur
dan pemegang saham.
Menurut Home dan Wachowicz (2005) Salah satu pendapat dalam teori
agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul
pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Misalnya, pemegang obligasi, karena
mengantisipasi biaya pengawasan, membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin
besar peluang timbulnya pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin
16
rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Biaya-biaya yang timbul ini akan
berpengaruh terhadap kebijakan struktur modal yang diambil perusahaan.
2.1.2.2
Signaling Theory
Menurut Brigham dan Houston (2006: 38) Signalling theory adalah teori
yang menerangkan suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang
memberi petunjuk pada investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek
perusahaan.
Perusahaan
dengan
prospek
yang
menguntungkan
akan
mencoba
menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan cara-cara yang
lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal.
Sebaliknya, perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan
cenderung menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan
umumnya merupakan suatu sinyal bahwa manajemen memandang suramnya prospek
perusahaan tersebut. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru
lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan
saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga
saham sekalipun prospek perusahaan cerah. Prospek perusahaan yang terlihat dari
tindakan yang diambil manajemen tersebut akan mempengaruhi kebijakan struktur
modal perusahaan yang nantinya juga akan mempengaruhi keputusan investor untuk
menanamkan dananya kedalam perusahaan tersebut.
2.1.2.3
Pecking Order Theory
Menurut Myers (2003) dikutip dalam Arief (2011) Pecking order theory
mengasumsikan bahwa perusahan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan
17
pemegang saham. Perusahaan berusaha menerbitkan sekuritas pertama dari internal
fund, retained earning, kemudian utang berisiko rendah dan terakhir ekuitas
Pecking order theory dikutip dalam Arief (2011) memprediksi bahwa
pendanaan utang eksternal didasarkan pada defisit pendanaan internal.
1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam
atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal
tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan
operasional perusahaan.
2. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih
pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang
paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas
hyvrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham
biasa.
3. Terdapat kebijakan dividen yang konstan, yaitu perusahaan akan
menetapkan jumlah pembayaran dividen yang konstan, tidak terpengaruh
seberapa besarnya perubahan tersebut untung atau rugi.
4.Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan
dividen yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta
kesempatan bertumbuh, maka perusahaan akan mengambil portofolio
investasi yang lancar tersedia.
Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking
order theory menjelaskan mengenai urutan pendanaan yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal.
Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat
18
menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi
justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.
Model pecking order theory memfokuskan pada motivasi manajer korporat,
bukan pada prinsip-prinsip penilaian pasar modal. Pecking order theory
mencerminkan persoalan yang diciptakan oleh asimetri informasi. Kalau bisa
memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh sorotan dan publisitas
publik sebagai akibat penerbitan saham baru.
2.1.2.4
Trade-off Theory
Menurut Brealey dan Myers (2003), model Trade off menjelaskan adanya
hubungan antara pajak, resiko kebangkrutan dan penggunaan hutang yang
disebabkan keputusan struktur modal yang diambil perusahaan. Model ini
merupakan keseimbangan antara keuntungan dan kerugian atas penggunaan hutang,
dimana dalam keadaan pajak nilai perusahaan akan naik minimal dengan biaya
modal yang minimal
Menurut Brigham dan Houston (2006: 36), teori trade-off mengemukakan
perusahaan diharuskan mempertimbangkan risiko kebangkrutan antara pembiayaan
dengan menggunakan hutang dengan pembiayaan melalui penerbitan saham.
Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana
penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan
keuangan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah
biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganisasi, dan biaya keagenan
(agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.
19
2.1.2.5
The Modigliani-Miller Model
Menurut Brigham dan Houston (2006: 33), teori ini dipelopori oleh
Modigliani dan Miller pada tahun 1958, berdasarkan pendekatan Modigliani dan
Miller tersebut semakin besar penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan
maka akan semakin besar pula nilai perusahaan, karena adanya efek corporate tax
rate shield. Hal tersebut dikarenakan pada saat berada dalam pasar sempurna dan ada
pajak, pada umumnya bunga yang dibayarkan akibat penggunaan hutang dapat
digunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak.
Pendekatan ini akan membawa pada kesimpulan semakin banyak penggunaan
hutang pada struktur modal maka semakin besar penghematan yang diraih sehingga
semakin besar nilai perusahaan. Namun nilai perusahaan justru tidak akan maksimal
dengan penggunaan hutang 100%. Ketidaksempurnaan pasar modal inilah yang
menyebabkan timbulnya biaya kebangkrutan serta tingginya biaya modal baik
disebabkan rating kredit yang rendah atau bila hutang telah mencapai titik tertentu.
Dengan demikian MM menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar modal
sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan menjadi tidak relevan,
artinya penggunaan hutang maupun modal sendiri akan memberikan dampak yang
sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan. Dalam keadaan ada pajak, MM
berpendapat bahwa keputusan pendanaan menjadi relevan. Karena pada umumnya
bunga yang dibayarkan dapat dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang
dikenakan pajak (bersifat tax deductible).
Dengan kata lain apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi
yang sama, tetapi yang satu menggunakan hutang sedangkan yang satunya tidak,
maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang
lebih kecil. Penghematan membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik
20
perusahaan, maka sudah tentu nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih
besar daripada perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
2.1.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Menurut Menurut Brealey dan Myers (2003:511), faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal muncul dari teori-teori tentang struktur modal. Teori
yang memiliki pengaruh paling besar adalah pecking order theory. Didalam
perkembangannya, faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal harus
disesuaikan dengan jenis dan tujuan serta faktor-faktor internal dan eksternal dari
perusahaan bersangkutan. Intinya, manajemen perusahaan harus mempertimbangkan
dan memilih faktor-faktor apa yang mempengaruhi struktur modal perusahaannya
sehingga nantinya struktur modal yang dipilih oleh manajemen perusahaan
merupakan struktur modal paling efektif, efisien dan menguntungkan buat
perusahaan bersangkutan.
Oleh karena itu, manajer keuangan dalam operasinya perlu berusaha untuk
memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya hutang
jumlah modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan, perlu
diperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, yang dapat
diuraikan antara lain:
2.1.3.1
Struktur Aktiva
Menurut Brigham dan Houston (2006: 42), perusahaan yang aktivanya cocok
sebagai jaminan atas pinjaman cenderung lebih banyak menggunakan hutang. Aktiva
untuk tujuan umum yang dapat digunakan oleh banyak bisnis dapat menjadi jaminan
yang baik, dan sebaliknya pada aktiva untuk tujuan bisnis khusus.
21
Menurut Riyanto (2001), kebanyakan industri dimana sebagian besar
modalnya tertanam di dalam aktiva tetap (fixed assets), akan mengutamakan
pemenuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedangkan
hutang sifatnya sebagi pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan
struktur finansial konservatif horizontal yang menyatakan bahwa besarnya modal
sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutup jumlah aktiva tetap ditambah aktiva
lain yang sifatnya permanen. Perusahaan yang sebagian besar aktivanya terdiri atas
aktiva lancar, akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi, dapat
dikatakan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh terhadap struktur modal.
Struktur aktiva dapat dipandang dari aspek operasional yang pada dasarnya
menggolongkan aktiva dalam perbandingan tertentu untuk keperluan operasi utama
perusahaan. Kebanyakan perusahaan industri dimana sebagian besar modalnya
tertanam dalam aktiva tetap (fixed asset). Dari keseluruhan jumlah aktiva tetap yang
ada, maka ada beberapa yang merupakan “keharusan” dalam perusahaan-perusahaan
industri, karena tanpa aktiva tersebut proses produksi tidak akan mungkin berjalan.
Ada perusahaan-perusahaan yang menggunakan aktiva tetap dalam jumlah yang
relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan
dalam proses produksi. Perusahaan yang menggunakan aktiva tetap yang relatif jauh
lebih besar dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja disebut sebagai perusahaan
yang “capital intensive”, sedangkan perusahaan-perusahaan yang memperkerjakan
jauh lebih banyak tenaga kerja dibandingkan dengan mesin-mesin, disebut sebagai
perusahaan yang “labour intensive”.
Kebanyakan teori struktur modal menyatakan bahwa jenis aktiva yang
dimiliki oleh suatu jenis perusahaan mempengaruhi pemilihan struktur modal.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sen dan Eda (2007) menyatakan struktur
22
aktiva mempunyai keterkaitan negatif terhadap struktur modal, karena permasalahan
utama teori pecking order adalah informasi yang asimetri dan struktur aktiva
merupakan variabel yang menentukan besar kecilnya masalah ini. Ketika perusahaan
memiliki proporsi aktiva berwujud yang lebih besar, penilaian asetnya jadi lebih
mudah. Sehingga, permasalahan asimetri informasi menjadi lebih rendah. Dengan
demikian, perusahaan akan mengurangi penggunaan hutangnya ketika proporsi
aktiva berwujud meningkat dan lebih memilih untuk menerbitkan saham.
2.1.3.2
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu skala, yaitu dapat diklasifikasikan besar
kecilnya perusahaan dengan berbagai cara, antara lain total aktiva, log size, nilai
pasar saham, dan stabilitas penjualan (Hol dan Wijst, 2006).
Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan
perusahaan dalam menentukan seberapa besar kebijakan keputusan pendanaan
(struktur modal) dalam memenuhi ukuran atau besarnya aset perusahaan. Jika
perusahaan semakin besar maka semakin besar pula dana yang akan dikeluarkan,
baik itu dari kebijakan hutang atau modal sendiri (equity) dalam mempertahankan
atau mengembangkan perusahaan (Kartini dan Tulus, 2008).
Ukuran perusahaan sering dijadikan indikator bagi kemungkinan terjadinya
kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih besar
dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya. Hal ini
akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk memperoleh
pinjaman atau dana eksternal, serta menunjukkan adanya hubungan positif antara
ukuran perusahaan dengan leverage (Nurmadi, 2012).
23
2.1.3.3
Profitabilitas
Menurut Brigham dan Houston (2006: 43), perusahaan yang memiliki tingkat
pengembalian atas investasi yang sangat tinggi menggunakan hutang yang relatif
sedikit.
Keputusan pendanaan yang dilakukan secara tidak cermat akan menimbulkan
biaya tetap dalam bentuk biaya modal yang tinggi, yang selanjutnya dapat berakibat
pada rendahnya profitabilitas perusahaan. Dengan kata lain keputusan pendanaan
atau keputusan struktur modal sangat berpengaruh terhadap rendah atau tingginya
profitabilitas suatu perusahaan.
Dalam teori pecking order yang menyatakan bahwa perusahaan lebih
menyukai dana internal, kemudian dana eksternal, dan akhirnya ekuitas eksternal.
Teori ini mengimplikasikan bahwa perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang
lebih tinggi memiliki kebutuhan akses yang lebih rendah terhadap pasar kredit karena
perusahan cenderung menggunakan komponen dana internalnya atau retained
earning (Kartini dan Tulus, 2008).
Profitabilitas
adalah
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan
keuntungan selama periode tertentu. Pecking order theory menyatakan bahwa
perusahaan lebih menyukai pendanaan internal. Perusahaan dengan profitabilitas
tinggi tentu memiliki dana internal yang lebih banyak daripada perusahaan dengan
profitabilitas rendah. Karena itu profitabilitas akan berhubungan negatif dengan
leverage perusahaan.
Profitabilitas
mempunyai
hubungan
yang
negatif
dengan
leverage.
Perusahaan dengan pendapatan laba yang tinggi akan cenderung menggunakan
sumber pendanaan dari laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan dananya. Hal ini
24
menyebabkan kebutuhan perusahaan akan hutang menjadi berkurang, atau
memperkecil leverage perusahaan.
2.1.3.4
Kesempatan Bertumbuh
Masing-masing perusahaan mempunyai tingkat kesempatan bertumbuh yang
berbeda, tergantung pada struktur modal yang dimiliki perusahaan tersebut. Menurut
pecking order theory, perusahaan yang memiliki kesempatan bertumbuh pertamatama akan memilih sumber dana internal dan kemudian dana eksternal yang berisiko
rendah untuk membiayai proyek.
Kesempatan bertumbuh dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk
mengelola uang dengan cara menanamkan uang tersebut pada bidang-bidang tertentu
dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan di masa mendatang (Benito 2003).
Namun, kesempatan bertumbuh dapat diartikan juga sebagai pengkaitan sumbersumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang.
Kesempatan bertumbuh yang identik dengan pertumbuhan perusahaan merupakan
kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan, yang dapat
diproksikan dengan peningkatan aktiva, ekuitas, laba dan penjualan (Buferna et al,
2005).
Market to Book Ratio atau biasa disebut price to book ratio merupakan suatu
cara yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dan membuat perbandingan
dengan perusahaan pesaing yang mencerminkan posisi harga pasar saham terhadap
nilai bukunya, apabila perusahaan berada pada posisi undervalued maka perusahaan
berada pada posisi kesempatan bertumbuh yang baik, dan permintaan terhadap dana
pun akan meningkat, apabila permintaan tersebut melebihi dana internal maka
perusahaan
25
akan
menggunakan
dana
eksternal
khususnya
hutang
untuk
mengoptimalkan kondisi kesempatan bertumbuh perusahaan, karena pada posisi
undervalued perusahaan dihadapkan pada masalah asimetri informasi yang tinggi
dan tidak mungkin untuk menerbitkan saham. Hal ini merupakan gambaran yang
esensial bagi investor yang potensial dan analis karena menyediakan cara yang
sederhana dalam menilai apakah suatu perusahaan undervalued atau overvalued.
Semakin rendah market to book ratio hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
mempunyai kesempatan bertumbuh yang baik (Umutlu, 2008).
2.1.4
Penelitian Terdahulu
1. Bram Hadianto (2008)
Bram hadianto melakukan penelitian sebelumnya dengan membahas
tentang pengujian teori pecking order di Indonesia dengan studi kasus pada
emiten sektor telekomunikasi dengan periode tahun 2000 - 2006. Variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar memberikan
hasil yang konsisten dengan prediksi teori pecking order. Variabel-variabel
tersebut adalah struktur aktiva, ukuran perusahaan, dan profitabilitas. Hasil
penelitian ini adalah variabel struktur aktiva dan profitabilitas berpengaruh
positif terhadap struktur modal sedangkan untuk variabel ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
2. Kartini dan Tulus (2008)
Kartini dan Tulus melakukan sebuah penelitian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi struktur modal dengan objek berupa perusahaan
manufaktur yang telah go public dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) tahun 2002 - 2005. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
struktur kepemilikan, profitabilitas, pertumbuhan aktiva, dan ukuran
26
perusahaan. Hasil penelitian ini adalah secara parsial variabel struktur
kepemilikan, pertumbuhan aktiva, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif
terhadap struktur modal. Sedangkan secara parsial variabel profitabilitas tidak
berpengaruh secara negatif terhadap struktur modal. Hal ini berarti besar
kecilnya profitabilitas perusahaan tidak akan mempengaruhi besar kecilnya
struktur modal.
3. Sutapa dan Heri (2008)
Penelitian yang dilakukan oleh Sutapa dan Heri adalah menguji
mengenai teori pecking order dalam mempengaruhi struktur modal, objek
yang dianalisis adalah emiten syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah perilaku pendanaan
emiten syariah di Bursa Efek Indonesia dapat dijelaskan melalui model teori
pecking order. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
profitabilitas, kesempatan investasi, dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian
ini yaitu variabel profitabilitas dan ukuran perusahaan konsisten dengan
prediksi teori pecking order sementara itu untuk variabel kesempatan
investasi tidak ditemukan pengaruh signifikan terhadap variabel terikat yaitu
struktur modal (leverage).
4. Helda Endah Erdiana (2012)
Helda Endah Erdiana melakukan penelitian faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal dengan objek yaitu perusahaan real estate dan
property yang terdaftar di BEI dengan periode pengamatan tahun 2005 2008. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu firm size, business
risk, profitability, assets growth, dan sales growth. Hasil penelitian ini adalah
firm size, business risk mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal.
27
Sedangkan profitability, assets growth, dan sales growth tidak mempunyai
pengaruh terhadap struktur modal.
5. Harjanti dan Eduardus Tandelilin (2007)
Theresia Tri Hajanti dan Eduardus Tandelilin melakukan penelitian
bertujuan untuk menguji pengaruh variabel bebas firm size, tangible asset,
growth opportunity, profitability, dan business risk terhadap struktur modal
pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Melalui model Structural Equation
Modelling (SEM), simpulan yang diperoleh adalah firm size berhubungan
positif dan signifikan terhadap leverage perusahaan, tangible assets tidak
berpengaruh terhadap leverage perusahaan namun ada kecenderungan
negatif.
6. Goknur Umutlu (2008)
Penelitian ini bertujuan untuk menguji teori pecking order dan timing
effects yang mengambil sampel penelitian pada kinerja perusahaan setelah
pasar perdananya di Istanbul Stock Exchange dengan struktur modal yang
digunakan perusahaan tersebut pada tahun 1998 - 2004. Metode analisis
penelitian ini menggunakan cross-sectional regression analysis. Variabel
yang digunakan adalah profitabilitas (ROA) dan kesempatan bertumbuh
(Market to book ratio) terhadap penggunaan hutang yang diukur dengan Debt
to Total Assets Ratio. Hasil dari penelitian ini profitabilitas mempunyai
hubungan negatif terhadap penggunaan hutang. Sedangkan kesempatan
bertumbuh berpengaruh positif terhadap penggunaan hutang.
7. Buferna, Bangassa, dan Hodgkinson (2005)
Buferna, Bangassa, dan Hodgkinson dalam penelitiannya yang
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan struktur modal
28
pada 55 perusahaan di Libya pada periode 1995 - 1999. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis cross-sectional regression.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah profitabilitas, ukuran
perusahaan, growth opportunity dan tangibility. Hasil dari penelitian ini
tangibility dan growth opportunity berpengaruh positif dan signifikan
terhadap hutang jangka pendek. Sedangkan profitabilitas dan ukuran
perusahaan berpengaruh negatif terhadap penggunaan hutang.
8. Jean Laurent Viviani (2008)
Jean Laurent Viviani dalam penelitiannya yang bertujuan untuk
menguji secara empiris mengenai sruktur modal pada industri wine di Prancis
menguji melalui variabel ukuran perusahaan, struktur aset, profitabilitas,
risiko dan pertumbuhan perusahaan dengan model regresi (teknik panel dan
klasik). Hasil dari penelitian ini ialah pertumbuhan perusahaan berpengaruh
positif signifikan terhadap leverage, struktur aset berpengaruh positif
signifikan terhadap leverage, profitabilitas berpengaruh negatif signifikan
terhadap leverage, risiko dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan
terhadap leverage, karena efek dari ukuran perusahaan dalam leverage
berlawanan dengan studi empirisnya, sedangkan untuk risiko penjelasannya
dalam penelitian ini data terlalu lemah karena hanya selama 4 tahun periode
pengamatan.
9. Qian, Tian, dan Wirjanto (2007)
Dengan menggunakan data panel yang besar pada 650 perusahaan
yang terdaftar di China Qian et al menganalisis secara empiris faktor yang
mempengaruhi struktur modal, variabel yang digunakan ukuran perusahaan,
tangibility, struktur kepemilikan, profitabilitas, non-debt tax shield, growth
29
dan volatilitas. Hasil dari penelitian ini ditemukan antara lain ukuran
perusahaan, tangibility dan struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap
rasio hutang, sedangkan profitabilitas, non-debt tax shield, growth dan
volatilitas berhubungan negatif terhadap rasio hutang.
10. Mehmet Sen dan Eda Oruc (2008)
Mehmet Sen dan Eda Oruc dalam penelitiannya yang bertujuan untuk
menguji teori pecking order di pasar saham Istanbul, menggunakan variabel
leverage sebagai variabel terikat dan variabel bebas antara lain profitabilitas,
current ratio, asset structure, sales size, dan asset growth, penelitian ini
menggunakan metode analisis panel data. Hasil dari penelitian ini ialah
profitabilitas berhubungan negatif dengan leverage ratio, current ratio
berhubungan negatif dengan leverage ratio, asset structure berhubungan
negatif dengan leverage ratio,sementara sales size dan asset growth tidak
signifikan terhadap leverage ratio.
2.2
Pengembangan Hipotesis dan Kerangka Teori
2.2.1
Pengaruh Struktur Aktiva Terhadap Struktur Modal
Struktur aktiva terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap. Struktur aktiva
diukur dengan menggunakan perbandingan antara aktiva berwujud dengan total
aktiva. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sen dan Eda (2008) menyatakan
struktur aktiva mempunyai keterkaitan negatif terhadap financial leverage, karena
permasalahan utama teori pecking order adalah informasi yang tidak simetri dan
struktur aktiva merupakan variabel yang menentukan besar kecilnya masalah ini.
Ketika perusahaan memiliki proporsi aktiva berwujud yang lebih besar, penilaian
asetnya jadi lebih mudah. Sehingga, permasalahan asimetri informasi menjadi lebih
30
rendah. Dengan demikian, perusahaan akan mengurangi penggunaan hutangnya
ketika proporsi aktiva berwujud meningkat dan lebih memilih untuk menerbitkan
saham. Penelitian lain yang mendukung hasil negatif antara struktur aktiva terhadap
struktur modal yaitu dilakukan oleh Harjanti et al (2007), Sen dan Eda (2008).
Ha1 : Struktur aktiva berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
2.2.2
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal
Ukuran perusahaan terlihat pada besarnya nilai ekuitas perusahaan, nilai
penjualan atau nilai total aset perusahaan. Perusahaan dengan ukuran yang besar
dipandang mampu berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk memperoleh
sumber dana dari luar. Hal ini juga akan mempengaruhi struktur modal yang
dipergunakan perusahaan.
Lebih lanjut lagi, perusahaan besar cenderung
terdiversifikasi sehingga menurunkan risiko kebangkrutan dan pada gilirannya akan
meningkatkan kapasitas hutang ketika ukuran perusahaan yang diproksikan dengan
total aset yang dimiliki semakin besar maka perusahaan dapat dengan mudah untuk
mendapatkan pinjaman, dengan asumsi bahwa pemberi pinjaman (lenders) percaya
bahwa perusahaan mempunyai tingkat likuiditas yang cukup. Oleh karena itu
terdapat hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan struktur modal
(leverage). Hasil penelitian ini didukung oleh Sutapa et al (2008), Qian et al (2007),
dan Harjanti et al (2007).
Ha2 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal.
2.2.3
Pengaruh Profitabilitas Terhadap Struktur Modal
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi
menggunakan hutang yang relatif kecil, dan memungkinkan untuk membiayai
31
sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal
karena lebih mudah dan biaya akan lebih efektif dengan menggunakan pendanaan
internal, yaitu dengan laba ditahan. Profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja
yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan berupa
ekuitasnya maupun total aktiva yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan khususnya penelitian empiris yang
dilakukan oleh Qian et al (2007). Menunjukan bahwa profitabilitas berpengaruh
negatif terhadap struktur modal perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sutapa et al (2007), Harjanti et al (2007), dan Umutlu (2008).
Ha3 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
2.2.4
Pengaruh Kesempatan Bertumbuh Terhadap Struktur Modal
Kesempatan bertumbuh merupakan salah satu faktor yang menjadi
pertimbangan dalam mempengaruhi struktur modal perusahaan. Untuk mengukur
kesempatan bertumbuh digunakan market to book ratio atau biasa disebut price to
book ratio yang mencerminkan posisi harga pasar saham terhadap nilai bukunya,
market to book ratio merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan dan membuat perbandingan dengan perusahaan pesaing.
Hal ini merupakan gambaran yang esensial bagi investor yang potensial dan
analis karena menyediakan cara yang sederhana dalam menilai apakah suatu
perusahaan under atau overvalued. Semakin rendah market to book ratio hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai kesempatan bertumbuh yang baik.
Apabila perusahaan berada pada posisi undervalued maka perusahaan berada pada
posisi kesempatan bertumbuh yang baik dan permintaan terhadap dana pun akan
meningkat, apabila permintaan tersebut melebihi dana internal maka perusahaan
32
akan menggunakan dana eksternal khususnya hutang untuk mengoptimalkan kondisi
kesempatan bertumbuh perusahaan, karena pada posisi undervalued perusahaan
dihadapkan pada masalah asimetri informasi yang tinggi dan tidak mungkin untuk
menerbitkan saham, sehingga perusahaan akan mengoptimalkan kondisi tersebut
dengan penggunaan hutang (Buferna et al, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Al-Ajmi et al (2009) kesempatan
bertumbuh mempunyai hubungan positif dengan struktur modal (leverage) karena
secara kontemporer masih memiliki investasi yang terlalu rendah, sehingga untuk
sementara memiliki tingkat leverage yang rendah. Umutlu (2008) mengatakan pada
umumnya, ketidakpastian yang tinggi dan informasi asimetri yang tinggi pada
emerging market memotivasi manajer untuk menggunakan hutang lebih banyak, jika
mempunyai nilai pasar yang baik terhadap nilai buku yang mengindikasikan
kesempatan bertumbuh yang baik. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian antara
lain Viviani (2008).
Ha4 : Kesempatan bertumbuh berpengaruh positif terhadap struktur modal.
2.2.5
Kerangka Teori
Di dalam suatu perusahaan, struktur modal harus diatur sedemikian rupa
sehingga menjamin stabilitas finansial perusahaan, memang tidak ada ukuran yang
pasti mengenai jumlah dan komposisi modal dari tiap-tiap perusahaan, tetapi pada
dasarnya pengaturan terhadap struktur modal dalam perusahaan harus berorientasi
pada tercapainya stabilitas finansial dan terjaminnya kelangsungan hidup perusahaan.
Penelitian ini menganalisis pengaruh struktur aktiva, ukuran perusahaan,
profitabilitas, dan kesempatan bertumbuh terhadap struktur modal. Untuk
memudahkan dalam melakukan penelitian, dibuat suatu kerangka kerja teoritis yang
33
akan menjadi arahan dalam melakukan pegumpulan dan pengolahan data serta
analisisnya.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Struktur Aktiva
(X1)
Ukuran Perusahaan
(X2)
(–)
(+)
Struktur Modal
(Y)
(–)
Profitabilitas
(X3)
(+)
Kesempatan
Bertumbuh
(X4)
Sumber: Dari berbagai jurnal dan dikembangkan untuk penelitian
34
Download