`YESAYA 55: 8 – 13

advertisement
Y E S A Y A 55 : 8 – 13
(Beberapa Kutipan Lepas: Informasi dan Ulasan)
1
Akhir segalanya
Yesaya sudah melihat kilasan masa depan, dan kilasan itu meyakinkannya bahwa ada berita baik di depan sana. Tidak ada pasukan penyerang, tidak ada bencana mengerikan apa
pun bisa mengganggu tujuan akhir Tuhan bagi bumi.
“Hanya sesaat lamanya Aku meninggalkan engkau, tetapi karena kasih sayang yang
besar Aku mengambil engkau kembali,” firman Tuhan kepada Israel (54:7). Yesaya menubuatkan masa ketika kota suci yang hancur lebur, dibangun kembali, dan mencapai
tingkat keagungan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun janji-janji dalam pasal-pasal ini jauh melebihi apa yang pernah diwujudkan di Yerusalem. Ini melebur ke
dalam visi kondisi masa depan di mana dosa dan penderitaan tidak ada lagi, dan kita hidup dalam perdamaian akhir dengan Allah.
Bagian terakhir Yesaya, yang ditujukan pada orang-orang yang menghadapi keputusasaan mendalam, membuka pintu bagi bangsa Yahudi untuk menjadi karunia bagi semua
orang. Menurut Yesaya, firman Tuhan akan menyebar ke bangsa-bangsa yang dekat dan
jauh (66:18-21). Nubuatan ini memperoleh penggenapan dalam Yesus, yang merekrut
murid-murid untuk membawa pesanNya ke seluruh dunia. Melalui kehidupan dan kematianNya, hamba yang menderita ternyata memang memperkenalkan kabar baik pada seluruh dunia.
Apapun kerinduan yang kita rasakan di bumi --- untuk perdamaian, untuk akhir penderitaan, untuk planet yang tidak tercemar --- suatu hari akan terwujud. Yesaya meyakinkan
kita bahwa suatu hari impian-impian terbaik kita, semuanya, akan menjadi kenyataan. Kita mungkin tidak mengerti proses yang harus dijalani dunia untuk tiba ke masa depan itu,
namun, seperti yng dinyatakan dengan jelas dalam pasal-pasal ini, perjanjian Tuhan dengan umatNya adalah kekal. Tidak ada yang bisa membatalkannya.
Saat dekade-dekade, bahkan abad-abad berlalu, kekaisaran --- Babilonia, Persia, Yunani, Siria, Romawi --- bangkit dan runtuh, pasukan-pasukan mereka saling mengejar
melintasi padang-padang Palestina. Setiap kekaisaran baru ini dengan mudah menaklukkan Israel. Empat abad memisahkan kata-kata terakhir nabi-nabi Perjajian Lama dengan
kata-kata pertama Matius di Perjanjian Baru --- “400 tahun kebisuan,” begitulah sebutannya. Apakah Tuhan peduli? Bahkan apakah Ia [masih] hidup? Dalam keputus-asaan, manusia biasa menantikan Mesias; mereka tidak mempunyai harapan lain.
Pernyataan Kehidupan: Perubahan apa yang paling ingin Anda saksikan di dunia? Apakah Yesaya berbicara tentang perubahan itu? [kutipan dari Phillip Yancey, Mengenal
Tuhan, terj. (Batam: Gospel Press, 2003), hlm. 127]
2
EksposIsi
[Sumber utama untuk nformasi berikut ini: Quest Study Bible (Grand Rapids, Mich.: Zondervan, 2003), pp. 1062 f.]
Bagaimana mungkin seseorang yang tanpa uang dapat membeli (ay. 1)?
Kalau sekiranya undangan ini datang dari seorang pedagang, maka itu berarti ia sangat
bermurah hati bagi orang-orang miskin. Dari segi tata niaga, ia sebenarnya rugi. Tetapi
hanya dengan cara itu, maka orang-orang miskin dan yang tak mampu tertolong. Secara
spiritual, cara itu jugalah yang dilakukan Tuhan bagi umatNya.
Mengapa masih ditawarkankan suatu “perjanjian” lagi (NIV: “covenant” --- ay. 3)?
Sejauh itu Tuhan sudah melakukan perjanjian dengan Nuh, Abraham, Musa dan Daud.
Ada yang bersyarat, yang kalau tidak dipenuhi menjadi batal. Berapa memang tanpa syarat (a.l. 2 Sam 7:1-6). Nyatanya Israel telah gagal memenuhi persyaratan-persyaratan perjanjian yang diberikan melalui Musa. Oleh karenanya, suatu perjanjian lagi dibutuhkan -“perjanjian abadi” yang dilakukan Tuhan dengan perantaraan Yesus Kristus. Dengan itu
orang-orang dimungkinkan lagi menjadi umatNya (1 Kor 11:25; bnd. Yer 31:31).
Bagaimana Tuhan “mengagungkan” (RVS: “has glorified”) umatNya (ay. 5)?
Pada masa itu ada kebiasaan bahwa bangsa bangsa yang kalah perang kehilangan identitasnya. Kalau tidak ber-asimilasi dengan bangsa lain (bnd. orang-orang Samaria), maka
biasanya bangsa itu hilang sendiri. Terlepas dari kenyataan bahwa umatNya memang kalah perang dan ditawan di Babilonia, tetapi Tuhan “mengagungkan” umatNya dengan cara (1) dalam pembuangan umatNya tetap mempunyai identitas secara religius dan rasial,
dan (2) pada waktunya mereka diperbolehkan pulang ke tanah asal mereka.
Bagaimana memahami “firman” (NIV” “word”) Tuhan dalam ayat (11) ini?
Pada zaman Yesaya umat hanya bisa mendengar firman dari para nabi yang disampaikan
secara lisan. Oleh karena itu, maka sesudah pembuangan orang-orang Yahudi mulai secara serius megupayakan adanya firman tertulis, yakni Kitab Suci. Mereka jadinya dikenal
sebagai “umat ber-Kitab”.
Bagaimana memahami pernyataan bahwa firman yang keluar dari mulut Tuhan “tidak akan kembali … dengan sia-sia”, juga ketika umat menolak firmanNya itu ?
Dengan merujuk ayat 9 di depan, tidak mengherankan kalau Tuhan dapat berkarya melalui firmanNya saja, tanpa bantuan manusia (bnd. Kej 1:3 dst.).
Pertanyaan-pertanyaan untuk Diskusi:
1. Mengapa metafor “lapar” dan “dahaga” sering sekali muncul
dalam Alkitab? Bagaimana Yesus memanfaatkannya?
2. Tersirat dalam ayat 6 adanya panggilan untuk bertobat. Mengapa pertobatan masih diperlukan? Bukankah iman saja sudah
memadai (sola gratia)?
- - - NR - - -
Download