B. Yurisdiksi Teritorial

advertisement
MAKALAH
YURISDIKSI TERITORIAL
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Hukum Internasional
Disusun Oleh:
1.
Alfian Trihartanto
1041173300078
2.
Asep
1141173300155
3.
Citra Puspita Dewi 1041173300170
4.
EncepSidik
1041173300152
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
FAKULTAS HUKUM
2011 M
Kata Pengantar
Segala puji bagi Alloh tuhan semesta alam. Atas rahmat dari Alloh SWT akhirnya kami
dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul ” YURISDIKSI TERITORIAL
” Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum
Internasional.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat, dan untuk perbaikan
karya-karya penyusun yang selanjutnya, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.
Karawang, 01 November 2011 M
Penyusun
i
Daftar Isi
Kata Pengantar ........................................................................................................
i
Daftar Isi .................................................................................................................
ii
BAB I
Pendahuluan .........................................................................................
1
BAB II
Pembahasan ..........................................................................................
3
A. Pengertian ........................................................................................
3
B. Yurisdiksi Teritorial ........................................................................
3
Penutup .................................................................................................
7
A. Kesimpulan .....................................................................................
7
Daftar Pustaka .........................................................................................................
8
BAB III
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap negara berdaulat yang telah diakui pasti memiliki yurisdiksi untuk menunjukkan
kewibawaannya pada rakyatnya atau pada masyarakat internasional. Diakui secara universal
baik setiap negara memiliki kewenangan untuk mengatur tindakan-tindakan dalam teritorinya
sendiri dan tindakan lainnya yang dapat merugikan kepentingan yang harus dilindunginya.
Dalam kaitannya dengan prinsip dasar kedaulatan negara, suatu negara yang berdaulat
menjalankan yurisdiksi/kewenangannnya dalam wilayah negara itu. Berdasarkan kedaulatannya
itu, maka dapat diturunkan hak, kekuasaan, atau kewenangan negara untuk mengatur masalah
intern dan ekstern. Dengan kata lain dari kedaulatannya itulah diturunkan atau lahir yurisdiksi
negara. Dengan hak, kekuasaan, atau dengan yurisdiksi tersebut suatu negara mengatur secara
lebih rinci dan jelas masalah-masalah yang dihadapinya sehingga terwujud apa yang menjadi
tujuan negara itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hanya negara berdaulat yang
dapat memiliki yurisdiksi menurut hukum internasional.
Kedaulatan yang dimiliki suatu negara, kadang-kadang, menimbulkan konflik antar
negara yang ada. Hal ini banyak terkait dengan adanya kewenangan/yurisdiksi yang dimiliki
oleh satu negara terhadap individu, benda, dan lain-lain, misalnya seorang warga negara dari
suatu negara melakukan kejahatan di banyak negara, dapat berkembang menjadi masalah pula di
negara lain, persoalan tersebut masuk dalam lingkup yurisdiksi.
Dalam hal ini pada prinsipnya yurisdiksi suatu negara, terkait tidak saja dengan
ketentuan hukum nasional masing-masing negara, tetapi juga dengan hukum internasional yang
berlaku. Hal ini berarti bahwa negaralah yang mempunyai wewenang terhadap benda, individu,
atau melakukan tindakan tertentu dari subyek hukum; dalam kaitannya dengan hal ini, dikenal
ada tiga tipe :
* Yurisdiksi menetapkan norma (jurisdiction to prescible norms)
* Yurisdiksi memaksakan aturan yang ada (jurisdiction to enforce the norm prescribed)
* Yurisdiksi mengadili (jurisdiction to edjudicate)
Dengan demikian peranan negara semakin penting. Peranan yang begitu penting tersebut
memerlukan aturan dan mekanisme yang baik. Untuk itu, diharapkan setiap negara menjalin
kerja sama dengan negara lain, sehingga justru banyak masalah yurisdiksi yang saling terkait
dalam hubungan internasional. Implementasi pada hubungan antara negera semakin terbuka
justru dalam era globalisasi, permasalahan dan kepentingan sutau negara dengan negara lain
akan saling terkait dan meluas, sehingga memerlukan kerja sama hampir tanpa batas.
1
Berkembangnya hubungan antar negara yang semakin luas (global), menempatkan
hukum internasional semakin penting dan berperan. Karena itu adanya kesepakatan internasional
akan menjadi salah satu faktor penting di dalam mengatur lebih luas tentang kewenangan (hak),
kewajiban dan tanggung jawab setiap negara, termasuk yang terkait dengan yurisdiksi, karena
masalah yurisdiksi bukanlah semata-mata masalah dalam negeri saja.
Hukum internasional telah mengakui yurisdiksi negara atas individu, benda, dan
kejadian/tindakan yang terjadi diwilayahnya. Sedangkan Starke memperluas dan membagi
beberapa macam yurisdiksi negara yaitu:
1. Yurisdiksi Teritorial (Teritorial Jurisdiction)
2. Yurisdiksi Personal (Personal Jurisdiction)
3. Yurisdiksi berdasarkan prinsip pencegahan (Jurisdiction According to the Protektive
4. Principle).
Yurisdiksi atas Laut Lepas (Jurisdiction on the High Sea)
5. Yurisdiksi demi kepentingan Masyarakat Internasional : Perompak (Jurisdiction
According to the Universal Principle : Piracy).
6. Problem yurisdiksi terkait dengan pesawat terbang (Problem of Jurisdiction with Regard
to Aircraft).
2
BAB II
YURISDIKSI TERITORIAL
A. Pengertian
Kata “yurisdiksi” berasal dari bahasa Inggris “Jurisdiction”. “Jurisdiction” sendiri
berasal dari bahasa Latin “Yurisdictio”, yang terdiri atas dua suku kata, yuris yang berarti
kepunyaan menurut hukum, dan diction yang berarti ucapan, sabda, sebutan, firman. Jadi, dapat
disimpulkan yurisdiksi berarti :
a. Kepunyaan seperti yang ditentukan oleh hukum.
b. Hak menurut hukum.
c. Kekuasaan menurut hukum.
d. Kewenanagan menurut hukum.
Secara singkat dan sederhana, yurisdiksi dapat diartikan sebagai kepunyaan seperti apa
yang ditentukan atau ditetapkan oleh hukum atau dengan singkat dapat diartikan “kekuasaan
atau kewenangan hukum” atau “kekuasaan atau kewenangan berdasarkan hukum”. Di dalamnya
tercakup “hak”, “kekuasaan”, dan “kewenangan”. Yang paling penting adalah hak, kekuasaan,
dan kewenangan tersebut didasarkan atas hukum, bukan atas paksaan, apalagi berdasarkan
kekuasaan.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yurisdiksi memiliki 2 (dua)
pengertian, yaitu :
1. Kekuasaan mengadili; lingkup kekuasaan kehakiman; peradilan;
2. Lingkungan hak dan kewajiban, serta tanggung jawab di suatu wilayah atau lingkungan kerja
tertentu; kekuasaan hukum.
Selanjutnya Toritorial memiliki arti bagian wilayah atau daerah hukum suatu Negara.
B. Yurisdiksi Teritorial
Menurut prinsip yurisdiksi teritorial, negara mempunyai yurisdiksi terhadap semua
persoalan dan kejadian di dalam wilayahnya. Prinsip ini adalah prinsip yang paling mapan dan
penting dalam hukum internasional. Menurut Hakim Lord Macmillan suatu negara memiliki
yurisdiksi terhadap semua orang, benda, perkara-perkara pidana atau perdata dalam batas-batas
3
wilayahnya sebagai pertanda bahwa negara tersebut berdaulat. Pernyataan beliau berbunyi
demikian :
“It is essebtial attribute ofthe sovereignity, of this realm, as of all sovereign independent
states, that it should posses jurisdiction over all persons and things within its territorial limits
and in all causes and criminal arisingwithin these limits.” ( Ciri pokok dari kedaulatan dalam
batas-batas ini, seperti semua negara merdeka yang berdaulat, bahwa negara harus memiliki
yurisdiksi terhadap semua orang dan benda di dalam batas-batas teritorialnya dan dalam semua
perkara perdata dan pidana yang timbul di dalam batas-batas teritorial ini).
Prinsip teritorial ini terbadi atas dua : suatu tindak pidana yang dimulai di suatu negara
dan berakhir di negara lain. Misalnya seorang yang menembak di daerah perbatasan negara A
melukai seorang lainnya di wilayah negara B. Dalam keadaan ini, kedua negara memiliki
yurisdiksi. Negara, dimana perbuatan itu dimulai (A), memiliki yurisdiksi menurut prinsip
teritorial subyektif (subjective territorial principle). Negara dimana tindakan tersebut
diselesaikan (B), memiliki yurisdiksi berdasarkan prinsip teritorial obyektif.
Dari uraian di atas tampak terdapat hubungan yang sangat erat antara wilayah suatu
negara dengan kewenangan yurisdiksinya. Menurut Glanville Williams, hubungan yang erat
tersebut dapat dijelaskan karena adanya faktor-faktor berikut:
Negara dimana suatu perbuatan tindak pidana kejahatan dilakukan biasanya mempunyai
kepentingan yang paling kuat untuk menghukumnya.
1. Biasanya si pelaku kejahatan ditemukan di negara tempat ia melakukan tindak pidana.
2. Biasanya, pengadilan setempat (local forum) dimana tindak pidana terjadi adalah yang
paling tepat, karena saksi-saksi (dan mungkin barang buktinya) dapat ditemukan di
negara tersebut.
3. Adanya fakta bahwa dengan tersangkutnya lebih dari satu sistem hukum yang berbeda,
maka akan janggal bila seseorang tunduk pada dua sistem hukum.
Meskipun yurisdiksi berkaitan erat dengan wilayah, namun keterkaitan ini tidaklah
mutlak sifatnya. Negara-negara lain pun dapat mempunyai yurisdiksi untuk mengadili suatu
perbuatan yang dilakukan di luar negeri. Hubungan antara yurisdiksi dengan wilayah dalam
kaitannya dengan suatu tindak pidana (kejahatan) tampak dalam sengketa terkenal the Lotus
Case.dalam sengketa ini, kapal uap Prancis, the Lotus, bertabrakan dengan kapal Turki the BozKourt di laut lepas. Kapal Turki tenggelam dan menewaskan 8 pelaut dan penumpangnya.
Menghadapi insiden ini, pejabat Turki menahan awak kapal the Lotus ketika kapal ini merapat di
pelabuhan Turki. Mereka dituduh telah melakukan pembunuhan (pembantaian) terhadap para
4
awak Turki. Pihak Prancis memprotes keras atas tindakan pemerintah Turki tidak memilih
yurisdiksi untuk mengadili perkara tersebut. Sengketa ini lalu diserahkan ke Mahkamah
Internasional Permanen untuk mengadili apakah ada ketentuan-ketentuan hukum internasional
yang melarang Turki melaksanakan yurisdiksinya. Dari hasil penyelidikan, mahkamah
berpendapat bahwa suatu negara tidak dapat melaksanakan kekuasaan di luar wilayahnya.
Mahkamah menolak argumentasi Prancis bahwa negara benderalah yang memiliki
yurisdiksi eksklusif atas kapal di laut lepas. Mahkamah berpendapat bahwa tidak ada ketentuan
tentang hal ini dalam hukum internasional dan menyatakan pula bahwa kerusakan terhadap kapal
Turki sama saja dengan kerusakan terhadap wilayah Turki. Hal ini memungkinkan Turki
melaksanakan yurisdiksinya berdasarkan prinsip teritorial obyektif. Namun, lanjut pengadilan,
hal tersebut tidak berarti bahwa hukum internasional melarang suatu negara melaksanakan
yurisdiksi di dalam wilayahnya sehubungan dengan setiap perkara (sengketa) yang terjadi di luar
negeri.
Dari sengketa ini dapat disimpulkan bahwa prinsip yurisdiksi teritorial dapat pula berlaku
terhadap kejahatan yang dilakukan tidak hanya di wilayah negara yang bersangkutan, tapi juga
dalam atau di luar laut teritorial, yakni terhadap sengketa-sengketa tertentu yang terjadi di jalur
tambahan atau di laut lepas yaitu manakala negara tersebut adalah negara bendera kapal (Negara
yang berkaitan dengan kapal yang berlayar, dengan disimbolkan bendera suatu Negara). Prinsip
teritorial ini berlaku pada hal-hal berikut ini :
a. Hak Lintas Damai di Laut teritorial.
Prinsip yurisdiksi teritorial yang dimiliki oleh suatu negara (pantai) telah diakui sejak
lama. Pengakuan dan pengaturan yurisdiksi negara pantai tampak dalam hasil Konferensi
Kodifikasi Hukum laut Den Haag 1930, dimana diakui adanya dua macam yurisdiksi negara
pantai atas kapal laut yang berlayar di laut teritorialnya, yaitu yurisdiksi pidana dan yurisdiksi
perdata. Hasil konferensi ini dipertegas kembali oleh Konvensi Hukum laut Jenewa 1958 tentang
Laut Teritorial dan Jalur Tambahan. Dalam Konvensi Hukum laut 1982, pengakuan dan
pengaturan terhadap yurisdiksi (kriminal dan perdata) negara pantai terdapat dalam pasal 27 dan
28.
b. Kapal Berbendera Asing di Laut teritorial.
Kapal perang dan kapal pemerintah yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial hanya
tunduk kepada yurisdiksi legislatif (legislative jurisdiction) negara pantai. Artinya, kapal-kapal
itu pun tunduk kepada kewajiban untuk menghormati perundang-undangan negara pantai dan
hukum kebiasaan internasional.
5
Sepanjang menyangkut kapal perang dan kapal pemerintah yang dioperasikan untuk tujuan nonkomersial, terdapat teori mengenai kapal-kapal ini, yakni :
Teori „Pulau Terapung‟ (the Floating Island Theory). Menurut teori ini, kapal-kapal tersebut
harus diperlakukan oleh negara lain sebagai bagian dari wilayah negara. Menurut teori ini,
yurisdiksi pengadilan tidak berlaku terhadap setiap tindakan yang dilakukan diatas kapal atau
menahan seseorang yang melakukan kejahatan di atas kapal tersebut.
Teori yang menyatakan bahwa pengadilan negara pantai memberikan kekebalan (imunitas)
tertentu kepada kapal asing beserta wakilnya. Pemberian ini bukan berdasarkan pada teori
obyektif yang menyatakan bahwa kapal perang/negara itu adalah wilayah negara asing, tapi
didasarkan pada pembebasan atau pengecualian yang diberikan oleh undang-undang negara
pantai. Pengecualian ini sifatnya bersyarat dan karenanya dapat ditarik kembali oleh negara
pantai tersebut.
c. Pelabuhan.
Pelabuhan adalah salah satu bagian dari perairan pedalaman. Karena di perairan
pedalaman ini suatu negara berdaulat penuh, maka kedaulatan penuh ini berlaku di pelabuhanpelabuhannya. Suatu kapal asing yang memasuki pelabuhan suatu negara, maka kapal tersebut
berada dalam kedaulatan teritorial suatu negara pantai. Karena itu pula negara pantai berhak
untuk menegakkan hukumnya terhadap kapal dan awaknya. Di pelabuhan, negara pantai
memiliki yurisdiksi terhadap setiap tindak pidana yang mengganggu perdamaian dan ketertiban
negara pantai. Negara pantai dapat pula menerapkan yurisdiksi teritorial apabila diminta atau
dikehendaki oleh kapten atau konsul dari negara bendera kapal
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat kita pahami, bahwa yang dimaksud dengan Yurisdiksi
Teritorial adalah kewenangan suatu Negara untuk menjalankan yurisdiksi atas orang, benda,
perbuatan dan hal-hal yang terjadi di dalam wilayahnya. Dan yurisdiksi territorial ini merupakan
salahsatu cirri penting sebuah Negara yang merdeka dan berdaulat.
Kemudian yang dimaksud Asas Teritorial adalah asas yang berdasarkan pada kekuasaan
negara atas daerahnya. Menurut asas ini bahwa bahwa negara hukum bagi semua barang yang
ada diwilayahnya. Jadi terhadap semua barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut
berlaku hukum asing Internasional sepenuhnya. Prinsip Teritorial yang dimilikinya seperti:
Prinsip ini lahir dari pendapat bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap
orang, benda, dan terhadap kejadian – kejadian di dalam wilayah sehingga dapat menjalankan
yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum (kecuali dalam hal adanya
kekebalan yurisdiksinya seperti yang berlaku pada diplomat asing).
Asas Teritorial mengenal 2 metode pelaksanaan yaitu secara Subyektif dan secara
Obyektif. Asas Teritorial secara Subyektif adalah prinsip yang memberikan yurisdiksi kepada
negara yang diwilayahnya melakukan tindakan kriminal yang meskipun akibatnya terjadi
diwilayah negara lain. Sedangkan Asas Teritorial secara Obyektif adalah kebalikan dari prinsip
Subyektif yang memberikan yurisdiksi kepada negara dimana akibat dari perbuatan kriminal
tersebut terjadi, meskipun terjadi diluar wilayah negara tersebut.
7
Daftar Pustaka

Buana, Mirza, Satria, Hukum Internasional Teori dan Praktek. 2007. Nusamedia, Bandung.

Hamzah Bachtiar. Hukum Internasional II. 1997. USU Press. Medan.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. 2005. Balai
Pustaka. Jakarta.
8
Download