4571

advertisement
MANUSKRIP
PENGELOLAAN RESIKO INFEKSI PADA NY. S DENGAN ABORTUS IMMINENS
DI RUANG BOUGENVILLE RSUD AMBARAWA
Oleh :
DIYAH AYU PATMAWATI
0121598
AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015
PENGELOLAAN RESIKO INFEKSI PADA NY. S DENGAN ABORTUS IMMINENS
DI RUANG BOUGENVILLE RSUD AMBARAWA
Diyah Ayu Patmawati1, Eko Mardiyaningsih2, Dewi Siyamti3
123
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
[email protected]
ABSTRAK
Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis, namun
kehamilan yang normal dapat berubah menjadi patologi, komplikasi ibu dan janin yang
mungkin terjadi salah satunya abortus imminens. Abortus imminens merupakan
terjadinya perdarahan dari uterus pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, dimana
hasil konsepsinya masih di dalam uterus tanpa adanya dilatasi serviks. Abortus
imminens jika tidak ditangani dengan tindakan yang benar akan menyebabkan
terjadinya infeksi, manajemen pencegahan infeksi yang dilakukan untuk pengelolaan
kasus dengan abortus imminens dilakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
perawatan dan mengkaji daerah vulva dan perineum. Tujuan penulisan untuk
mengetahui pengelolaan pencegahan resiko infeksi pada pasien dengan abortus
imminens di ruang Bougenville di RSUD Ambarawa.
Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan
pasien dalam memenuhi kebutuhan pencegahan infeksi. Pengelolaan resiko infeksi
dilakukan selama 2 hari pada Ny. S. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan tehnik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, dan pemeriksaan
penunjang.
Hasil pengelolaan pasien terhindar dari resiko infeksi yaitu ditandai dengan suhu
tubuh kembali normal yaitu 36,8°C. Pasien juga mengatakan sudah tidak keluar flek
darah sari vaginanya dengan tekanan darah dalam batas normal yaitu 110/80 mmHg.
Saran bagi perawat di rumah sakit agar meningkatkan pengelolaan infeksi pada
pasien dengan abortus imminens agar bisa membantu mengatasi keluhan yang
dirasakan oleh pasien.
Kata kunci
Kepustakaan
: Abortus imminens, pengelolaan resiko infeksi
: 25 (2001-2014)
1
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
2
THE MANAGEMENT RISK OF INFECTION IN Mrs. S WITH ABORTION IMMINENS AT
ABOUGENVILLE WARD AMBARAWA HOSPITAL
Diyah Ayu Patmawati1, Eko Mardiyaningsih2, Dewi Siyamti3
123
Ngudi Waluyo Ungaran Nursing Academy
[email protected]
ABSTRACT
Pregnancy is a natural process and physiological, but a normal pregnancy can
turn into pathologycal, maternal and fetal complications that may occur one threatened
abortion. Threatened abortion is bleeding from the uterus in gestational age less than 20
weeks, where the results of conception is still in the uterus without cervical dilation.
Threatened abortion if not dealt with right action would cause infection, infection
prevention management is done for the management of cases of threatened abortion
performed by washing hands before and after maintenance actions and examine the
vulva and perineal area. The purpose of writing to know the management of the risk of
infection prevention in patients with imminens abortion at Bougenville room Ambarawa
hospital.
The method was used to provide a form of management of patient care in
meeting the needs of infection prevention. Managing of risk infection is done for 2 days
at Mrs S. Data was collected using interview techniques, physical examination,
observation and investigation.
Results of management to avoid the risk of infection was characterized by body
temperature back to normal is 36.8 ° C. Patients also said there was no blood spots
from her vagina, of blood pressure was in normal limits is 110/80 mmHg.
Suggestions for nurses in hospitals in order to improve the management of
infections in patient with threatened abortion in order to help address the grievances
felt by the patient.
Keywords
: imminens abortion, management risk infection
Bibliographies : 25 (2001-2014)
PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan suatu
proses yang alamiah dan fisiologis,
dimana wanita yang memiliki organ
reproduksi sehat yang telah mengalami
menstruasi dan melakukan hubungan
seksual dengan seorang pria yang organ
reproduksinya sehat, hal ini sangat
besar kemungkinannya akan mengalami
kehamilan (Padila, 2014). Lamanya
hamil normal adalah 280 hari/ 40
minggu atau 10 bulan atau 9 bulan.
Namun kehamilan yang normal dapat
berubah menjadi patologi. Adapun
komplikasi ibu dan janin yang mungkin
terjadi hipermesis gravidarum, abortus,
mola hidatidosa, kehamilan ektopik,
preeklamsi, dan eklamsi (Romauli,
2011).
Abortus (keguguran) adalah
ancaman atau terjadinya pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu dan
memiliki berat janin kurang dari 500
gram. Abortus dibagi menjadi beberapa
macam
yaitu
abortus
spontan
merupakan abortus yang terjadi secara
alamiah tanpa adanya perencanaan dari
luar (buatan) yang bertujuan untuk
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
3
mengakhiri kehamilan tersebut, hal ini
umum dikenal dengan keguguran atau
miscarriage. Sedangkan abortus buatan
adalah abortus yang terjadi akibat
untuk perencanaan tertentu yang
bertujuan untuk mengakhiri proses
kehamilan tersebut. Terminologi untuk
keadaan ini adalah pengguguran, aborsi
atau abortus provokatus. Menurut
jenisnya abortus dibagi menjadi abortus
imminens, abortus insipien, abortus
inkomplet, missed abortion, dan
abortus habitualis (Sujiyatini, 2009;
Saifuddin, 2009).
Abortus
imminens
adalah
peristiwa perdarahan yang terjadi dari
uterus pada umur kehamilan sebelum
20 minggu, saat hasil konsepsinya masih
di dalam uterus tanpa adanya dilatasi
serviks. Perdarahan dapat berlanjut
beberapa hari atau berulang, dapat pula
disertai nyeri perut bawah atau nyeri
punggung itu terjadi karena adanya
kontraksi uterus.
Penatalaksanaan
dilakukan dengan tirah baring dan
pencegahan stres dan orgasme.
Pengobatan selanjutnya tergantung
pada masing-masing individu. Jika tidak
segera ditangani dengan prosedur yang
sesuai abortus dapat menimbulkan
berbagai komplikasi (Mitayani, 2009).
Menurut Badan Kesehatan
Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta
abortus dilakukan setiap tahun di Asia
Tenggara, dengan perincian 1,3 juta
dilakukan di Vietnam dan Singapura,
antara 750.000 sampai 1,5 juta di
Indonesia, antara 155.000 sampai
750.000 di Filipina, antara 300.000
sampai 900.000 di Thailand (Chairiyah,
2013).
Kejadian abortus di indonesia
diperkirakan sekitar 2-2,5 juta gugurkandung setiap tahun, sehingga secara
nyata dapat menurunkan angka
kelahiran menjadi 1,7% per tahun.
Sementara itu, kematian akibat gugurkandung diduga sekitar 60.000-70.000
orang atau 1/3 dari kematian maternal.
Estimasi nasional menyatakan setiap
tahun terjadi 2 juta kasus abortus di
Indonesia, artinya terdapat 43 kasus
abortus per 100 kelahiran hidup
perempuan umur 15-49 tahun. Sebuah
penelitian yang dilakukandi 10 kota
besar dan 6 kabupaten di Indonesia
ditemukan bahwa insiden abortus lebih
tinggi
diperkotaan
dibandingkan
dipedesaan (Manuaba, 2008).
Berdasarkan
data
yang
didapatkan, di RSUD Ambarawa pasien
yang menderita abortus imminens dari
bulan Desember 2014 sampai bulan
Februari 2015 yaitu pada bulan
Desember sebanyak 6 kasus, Januari
sebanyak 8 kasus, dan Februari
sebanyak 4 kasus, jadi jumlah totalnya
terdapat 18 kasus yang mengalami
abortus immines. Jika dihitung dengan
presentase di peroleh bulan Desember
yaitu sebanyak 33,3%, Januari 44,4%,
Februari 22,2%. Presentase tertinggi
terdapat pada bulan Januari 2015 yaitu
44,4% dan presentase terendah pada
bulan Februari 2015 yaitu 22,2%.
Beberapa
dampak
atau
komplikasi
seseorang
setelah
mengalami Abortus imminens yaitu bisa
terjadi perdarahan, perforasi, infeksi
dan syok. Infeksi merupakan suatu
keadaan dimana keadaan seorang
individu beresiko terserang oleh agens
patogenik atau oportunistik misalnya
virus, jamur, bakteri, protozoa, atau
parasit lain, bisa juga dari sumbereksternal, sumber-sumber endogen
atau
eksogen
(Sujiyatini,
2009;
Carpenito, 2007).
Resiko infeksi digambarkan oleh
suatu situasi dimana melemahnya
sistem pertahanan tubuh dikarenakan
agen patogen yang menyerang pejamu.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi adalah patofisiologis
dari suatu penyakit seperti diabetes
mellitus, kanker dan gagal ginjal. Dari
segi gangguan sirkulasi sekunder bisa
karena linfodema dan obesitas. Dari
segi tindakan seperti pembedahan ,
nutrisi parenteral dan intubasi. Dari segi
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
4
situasional seperti malnutrisi dan
merokok.
Terakhir
dari
segi
melemahnya daya tahan tubuh pejamu
sekunder seperti terapi radiasi dan
transplantasi organ. salah satu tandatanda dari infeksi adalah adanya
inflamasi atau peradangan dimana
tanda-tanda peradangan ada 5 meliputi
kalor (panas), dolor (nyeri), rubor
(kemerahan),tumor (bengkak) dan
fungsio
laesa (daya pergerakan
menurun). (Carpenito, 2007; NANDA,
2014).
Berdasarkan kondisi tersebut
diatas, maka dari itu penulis melakukan
pengelolaan resiko Infeksi pada Ny S
dengan abortus imminens di Ruang
Bougenville RSUD Ambarawa.
METODE PENGELOLAAN
Pengkajian
Pengkajian merupakan landasan
klinis
yang
digunakan
untuk
mengevaluasi keefektifan terapi dan
intervensi atau tolak ukur dalam
kemajuan pasien (Potter & Perry, 2005).
Dalam pengkajian data identitas pasien
adalah mengkaji riwayat kesehatan
pasien
yang
tujuannya
untuk
menentukan keadaan sejahtera atau
penyakit individu dan paling baik
dicapai sebagai bagian dari wawancara.
Menurut penulis untuk mendapatkan
data tersebut, bisa dilakukan dengan
cara menggali data dari berbagai
sumber baik dari pasien itu sendiri,
keluarga
maupun
dari
petugas
kesehatan di rumah sakit. Metode yang
digunakan penulis dalam melakukan
pengkajian riwayat kesehatan adalah
autoanamnesa dan allowanamnesa.
Proses pengkajian resiko infeksi
yang di dapatkan pada Ny. S adalah
adanya peningkatan suhu tubuh yaitu
38°C dan keluarnya flek darah dari
vaginanya. Peningkatan suhu tubuh
merupakan salah satu dari tanda dan
gejala infeksi. Tanda-tanda infeksi
seperti adanya inflamasi yaitu (rubor,
kalor, dolor, tumor dan fungsiolaesa).
Tindakan Keperawatan
Untuk mengatasi resiko infeksi
pada Ny. S penulis merencanakan
beberapa
tindakan
keperawatan,
intervensi keperawatan yang diberikan
pada klien yaitu cuci tangan setiap
sebelum
dan sesudah
tindakan
perawatan dengan tujuan menurunkan
jumlah mikroorganisme pada tangan
dan untuk mencegah penyebaranya ke
area yang terkontaminasi (Doenges,
2001). Intervensi kedua, ukur vital sign
dengan tujuan untuk mengidentifikasi
adanya perubahan tanda vital yang
mengarah ke infeksi (Doenges, 2001).
Intervensi ketiga, kaji daerah vulva dan
perineum dengan tujuan untuk
mengetahui
karakteristik
cairan
pervaginam yang keluar (Doenges,
2001). Intervensi keempat, kaji tanda
dan gejala infeksi dengan tujuan suhu
malam memuncak dan kembali ke
normal pada pagi hari merupakan
karakteristik infeksi (Doenges, 2001).
Intervensi kelima, dorong asupan nutrisi
yang cukup dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan asupan nutrisi
pasien (Doenges, 2001). Intervensi
keenam, dorong masukan cairan yang
banyak
dengan
tujuan
untuk
menggantikan cairan yang hilang akibat
suhu tubuh yang meningkat (Doenges,
2001). Intervensi ketujuh, anjurkan
istirahat
baring
tujuan
untuk
mengurangi perdarahan uterus dan
rangsang mekanik (Doenges, 2001).
Intervensi kedelapan, mengkolaborasi
pemberian obat paracetamol 500 mg
dengan tujuan untuk menurunkan suhu
tubuh yang tinggi sehingga pasien
terhindar dari tanda-tanda infeksi
(Doenges, 2001).
Hasil Pengelolaan
Hasil pengelolaan didapatkan
bahwa resiko infeksi tidak terjadi. Dapat
diketahui dari pemeriksaan tanda-tanda
vital yang menunjukan hasil dalam
rentang normal, dan dapat dilihat juga
dari respon pasien yang menunjukan
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
5
sudah tidak keluar flek darah dari
vaginanya dan suhu tubuh pasien
kembali normal.
Pembahasan
Implementasi
keperawatan
menurut
Doenges
(2001),
yang
dilakukan
penulis
dalam
upaya
mengatasi masalah resiko infeksi pada
tanggal 20 Maret 2015, pukul 08.40
WIB adalah mencuci tangan setiap
sebelum
dan sesudah
tindakan
perawatan dengan tujuan menurunkan
jumlah mikroorganisme pada tangan
dan untuk mencegah penyebaranya ke
area yang terkontaminasi. Implementasi
kedua, mengukur vital sign dengan
tujuan untuk mengidentifikasi adanya
perubahan tanda vital yang mengarah
ke infeksi. Implementasi ketiga,
mengkaji daerah vulva dan perineum
dengan tujuan untuk mengetahui
karakteristik cairan pervaginam yang
keluar.
Implementasi
keempat,
mengkaji tanda dan gejala infeksi
dengan tujuan suhu malam memuncak
dan kembali ke normal pada pagi hari
merupakan
karakteristik
infeksi.
Implementasi
kelima,
mendorong
asupan nutrisi yang cukup dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan
asupan nutrisi dan memulihkan kondisi
pasien (Doenges, 2000). Implementasi
keenam, mendorong masukan cairan
yang banyak dengan tujuan untuk
menggantikan cairan yang hilang akibat
suhu
tubuh
yang
meningkat.
Implementasi ketujuh, menganjurkan
istirahat
baring
tujuan
untuk
mengurangi perdarahan uterus dan
rangsang
mekanik.
Implementasi
kedelapan, mengkolaborasi pemberian
obat paracetamol 500 mg dengan
tujuan untuk menurunkan suhu tubuh
yang tinggi sehingga terhindar dari
tand-tanda infeksi.
Pada tanggal 21 maret 2015,
pukul 06.30 WIB, penulis mencuci
tangan sebelum dan sesudah tindakan
mengkaji vulva dan perenium yang
bertujuan
untuk
mengantisipasi
terjadinya infeksi nosokomial. hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Yulianti (2009), berdasarkan hasil
observasi pada penerapan cuci tangan
perawat di Bangsal Rawat Inap RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta tergolong
baik sebanyak 27 perawat dengan
persentase 79,41%. Mencuci tangan
adalah kegiatan membersihkan bagian
telapak, punggung tangan dan jari
tangan agar bersih dari kotoran dan
membunuh kuman penyebab penyakit.
Mencuci tangan dapat mengurangi
pemindahan mikroba ke pasien dan
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme pada kuku, tangan, dan
lengan. Kebiasaan mencuci tangan
perawat di rumah sakit merupakan
perilaku mendasar dalam upaya
pencegahan cross infection (infeksi
silang). Menurut penelitian tersebut
perawat
juga
harus
memiliki
pengetahuan tentang cuci tangan
dengan
benar
sebagai
upaya
pencegahan nosokomial di rumah sakit.
Kesimpulan
Evaluasi yang didapatkan pasien
dari implementasi keperawatan yang
dilakukan selama 2x24 jam adalah
dimana sudah mencapai kriteria hasil
yang diinginkan dimana suhu tubuh
kembali normal. Dengan data subjektif
pasien mengatakan sudah tidak keluar
flek darah dari vaginanya dan suhu
tubuhnya kembali normal. Dengan data
objektif pembalut bersih, suhu tubuh
dalam batas normal yaitu 36,8°C, dan
nilai leukosit 9,7 ribu/mm3. Dengan data
tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa masalah sudah teratasi, planning
intervensi lanjutan adalah tingkatkan
asupan nutrisi dan ukur kadar
hemoglobin lagi.
Daftar pustaka
Bobak, I.M. (2005). Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Edisi
4. Jakarta : EGC.
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
6
Carpenito-Moyet, L.J. (2007). Buku Saku
Diagnosa Keperawatan. Edisi
10. Cetakan 1. Jakarta : EGC.
Chairiyah,
R.
(2013).
Abortus.
http://kuliahkebidanan.com/wp
-content/uploads/2013/10 /KTIAbortus-Royani-Chairiyah.pdf.
Diakses pada hari rabu 8 April
2015 jam 09.25 WIB.
Doenges, M.E. & Moorhouse, Mary
Frances.
(2000).
Rencana
Perawatan Maternal / Bayi.
Edisi 2. Jakarta : EGC.
Laras,
D.
(2011).
Hemoglobin.
(http://digilib.unimus.ac.id/files
/disk1/107/jtptunimus-gdldiahlarass-5302-2-bab2.pdf.
Diakses pada hari Jumat 1 Mei
2015 jam 22.29 WIB.
Marmi. (2011). Asuhan Kebidanan
Patologi. Yogyakarta : Pustaka
Belajar.
Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan
Maternitas. Jakarta : Salemba
Medika.
Mufaza.
(2009).
Pengetahuan
Keefektifan
Paracetamol
Sebagai
Penurun
Panas.
http://www.ib.ui.ac.id. Diakses
pada hari Kamis 7 Mei 2015 jam
13.00 WIB.
Nugroho,
T.
(2011).
Asuhan
Keperawatan Maternitas, Anak,
Penyakit Dalam. Jakarta : Nuha.
Padila.
(2014).
Keperawatan
Maternitas. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Potter, P.A., & Perry. (2005).
Fundamental
Keperawatan.
Edisi 4. Jakartaka : EGC.
Reeder.
(2013).
Keperawatan
Maternitas Edisi 18. Jakarta :
EGC
Romauli, S. (2011). Asuhan Kebidanan 1
Konsep
Dasar
Asuhan
Keperawatan
Cetakan 1.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Saifuddin, A.B. (2009). Buku Acuan
Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Edisi 1. Cetakan
4. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo.
Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D.,
& Wirakusumah, F.F. (2005).
Obstetri
Patologi
Ilmu
Kesehatan Reproduksi.Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Simanjuntak, R. (2012). Bagaimana
Gambaran
Implementasi
Prosedur Cuci Tangan Perawat
DI RSD. Panembahan Senopati
Bantul
Yogyakarta.http://
thesis.umy.ac.id/datapublik/t90
65.pdf . Diakses pada hari Kamis
7 Mei 2015 jam 22.31 WIB
Smelzer, S.C. (2002). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Volume 1. Jakarta : EGC.
Sriwahyuni, A., Hasifah., & Magdalena,
R. (2011). Karakteristik Kejadian
Abortus Inkomplit Di Ruang
Bersalin
RSUD
Pangkep.
http://library.
stikesnh.ac.id/files/disk1/4/elibrary%20stikes%20nani%20ha
sanuddin--andisriwah-181-1artikel-4.pdf. Diakses pada hari
Selasa 14 April 2015 jam 19.20
WIB.
Sucipto. (2013). Upaya Pencegahan,
Pemeriksaan
dan
Penatalaksanaan.
http://www.kalbemed.com/Por
tals/6/06_206Abortus%20Immi
nensUpaya%20Pencegahan%20Pem
eriksaan%20dan%20Penatalaks
anaan.pdf. Diakses pada hari
Jumat, 29 Mei 2015 jam 06.43
WIB.
Sujiyatini. (2009). Asuhan Patologi
Kebidanan. Edisi 1. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Sulistyawati,
A.
(2009).
Asuhan
Kebidanan
Pada
Masa
Kehamilan. Jakarta : Salemba
Medika.
Varney, H., Kriebs, J.M., & Gegor, C.L.
(2007). Buku Ajar Asuhan
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
7
Keperawatan Kebidanan. Edisi
4. Volume 1. Jakarta : EGC.
Wilkinson, J.M. (2007). Buku Saku
Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria hasil
NOC. Edisi 7. (Widiya, Syahirul
Alini, Elsi Dwi Hapsari, Intan Sari
Nurjanah, Penerjemah). Jakarta
: EGC.
Wilmana, P.F., & Gan, S., (2007).
Antipiretik, Analgesik, Anti
Inflamasi Nonsteroid dan Obat
Gangguan Sendi. Edisi 5. Jakarta
: FKUI.
Yuliyanti. (2009). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Perawat Dengan
Penerapan
Universal
Precauntion Pada Perawat Di
Bangsal Rawat Inap Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
http://journal.uad.ac.id/index.p
hp/KesMas/article/viewFile/108
1/798. Diakses pada hari Kamis,
7 Mei 2015 jam 12.23 WIB.
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
Download