BUKTI SURAT ELEKTRONIK ( E-MAIL ) SEBAGAI BARANG BUKTI PERKARA PIDANA MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA (Studi kasus di Pengadilan Negeri Bojonegoro) ANDRIANTO PRABOWO DOSEN FAKULTAS HUKUM JL. Lettu Suyitno, No. 2, Kec. Bojonegoro Email: [email protected] Abstract Information technology and communication or we can called ICT gives some positive and negative impacts to the parties who use it. Positive impact generated is the number obtained ease of technology, while the negative impact of technological communication, among others, raises new crimes in the field of technology or conventional crime using technology equipment. Therefore, the results of crime technology or means to commit a crime that technology called electronic evidence that will affect the verification process due to the Criminal Procedure Code has not been set. This study is a normative legal or normative juridical research, that conducted on legislation and legal materials related. As usually, the normative study conducted by the research literature, type of data is the data obtained from secondary and primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Data gathers method used is library research and obtained will be analyzed qualitatively. The conclusion of this study is: Proof is one important part of the process of resolving criminal cases. Electronic mail (email) is part of the electronic document. Email as part of the electronic document can be used as electronic evidence. The fifth evidence set forth in Article 184, the email can be said to fall into the category of documentary evidence such as the Code of Criminal Procedure Article 187 is another letter. Position email as evidence can not stand alone, meaning that in order to be used as evidence that the email must be endorsed or supported by the existence of other evidence, for example, supported by witness testimony. Keywords: email, electronic evidence Abstrak Bahwa teknologi dalam perkembangannya menimbulkan dampak positif dan negatif bagi para pihak yang menggunakannya. Dampak positif yang ditimbulkan adalah banyaknya kemudahan yang diperoleh dari perkembangan teknologi. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan dari perkembangan teknologi antara lain menimbulkan kejahatan-kejahatan baru di bidang teknologi ataupun kejahatan konvensional yang menggunakan peralatan teknologi. Oleh sebab itu hasil dari 1 kejahatan teknologi ataupun alat untuk melakukan kejahatan teknologi itulah yang disebut dengan bukti elektronik yang nantinya akan mempengaruhi dalam proses pembuktian dikarenakan KUHAP belum mengaturnya. Spesifikasi Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian yuridis normatif. penelitian dilakukan terhadap Peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan. Sebagaimana umumnya, maka penelitian normatif dilakukan dengan penelitian pustaka. Jenis data merupakan data skunder dan diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tertier. Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaann (library research) akan dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: Pembuktian merupakan salah satu bagian yang penting dalam proses penyelesaian perkara tindak pidana. Surat elektronik (email) merupakan bagian dari dokumen elektronik. Email sebagai bagian dari dokumen elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti elektronik. Jika dilihat dari kelima alat bukti yang diatur dalam pasal 184, maka email bisa dikatakan masuk dalam kategori alat bukti surat seperti dalam pasal 187 KUHAP yaitu surat lain. Kedudukan email sebagai alat bukti tidak dapat berdiri sendiri, artinya bahwa untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti maka email tersebut harus didukung atau ditopang dengan keberadaan alat bukti lain, misalnya didukung dengan keterangan saksi. Kata kunci: Email, alat bukti elektronik, PENDAHULUAN Teknologi informasi kini berkembang dengan sangat baik dalam peradaban manusia. Kemajuan teknologi itu pun semakin menjalar. Perangkat teknologi saat ini tidak hanya dipakai oleh kalangan tertentu tetapi sudah sangat meluas dari lingkungan kota hingga lingkungan pedesaan (http://xlvalezlx.blogspt.com/2009/10/dampak-fositif-dan-negatifperkembangan.html diakses pada 5 Maret 2011). Disamping itu yang perlu untuk diketahui adalah bahwa teknologi dan informasi itu telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum (Ahmad M. Ramli, 2004). Saat ini media teknologi yang cenderung menjadi sarana kejahatan adalah teknologi komputer. Dampak negatif dapat timbul apabila terjadi kesalahan yang ditimbulkan oleh peralatan komputer yang akan menghasilkan kerugian besar bagi pemakai (user) atau pihak-pihak yang berkepentingan. Kesalahan yang disengaja mengarah pada penyalahgunaan computer (Andi Hamzah, 1990). Perbuatan melawan hukum di dunia maya (cyber) ini bukanlah merupakan suatu hal yang mudah untuk diatasi, untuk itu saat ini sudah lahir suatu rezim baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi. Sebagai cabang ilmu hukum, hukum siber termasuk sangat baru. Hukum siber bertumpu pada disiplin-disiplin ilmu hukum yang telah lebih dulu ada. Beberapa cabang ilmu hukum yang menjadi pilar hukum siber adalah hak atas kekayaan intelektual, hukum perdata internasional, hukum perdata, hukum internasional, hukum telekomunikasi, dan lain-lain (Andi Hamzah, 1990). Perlu diketahui adalah bahwa saat ini banyak fakta hukum yang muncul di dalam masyarakat dimana sarana informasi dan transaksi yang bersifat elektronik tersebut dijadikan sebagai sarana untuk melakukan kejahatan, kemudian masalah yang timbul berikutnya adalah bagaimana mengenai kebijakan hukum yang dapat dilakukan, sehingga pada saat terjadi kejahatan tersebut dapat dilakukan upaya penanggulangan, termasuk dalam hal ini adalah mengenai sistem pembuktiannya karena tentu saja pada saat tejadinya kejahatan yang bersifat teknologi dan transaksi elektronik akan membutuhkan alat-alat bukti yang bersifat elektronik juga. Salah satu contoh kejahatan yang timbul dan marak terjadi saat ini adalah kejahatan dengan menggunakan surat elektonik (email) yang dalam penggunaannya dilakukan melalui media teknologi komputer, ini merupakan salah satu media yang sangat popular saat ini sejalan dengan perkembangan teknologi saat ini, hal ini terbukti karena sampai saat ini diperkirakan ada sekitar 1,3 milyar pengguna surat elektonik (email) diseluruh dunia. Penggunanya pun bervariasi mulai dari anak sekolahan, mahasiswa, professor, pembantu rumah tangga, tukang jual sayur dipasar, pengusaha, menteri, sampai presiden (http://xlvalezlx.blogspt.com/2009/10/dampak-fositif-dan-negatifperkembangan.html diakses pada 5 Maret 2011). Pada awal kemunculaanya email memang dipergunakan sebagai sarana komunikasi untuk mempermudah komunikasi dalam jarak jauh sekalipun dibandingkan dengan surat biasa yang dipergunakan sebagai alat komunikasi pada zaman dahulu. Tapi sejalan dengan perkembangan zaman penggunaan surat elektronik pun mengalami pergeseran, kini surat elektronik (email) juga dapat dijadikan sebagai media kejahatan. Disamping itu juga dapat dijadikan sebagai alat bukti jika terjadi suatu kejahatan yang berkaitan dengan media elektronik khususnya komputer. Berbicara mengenai sistem pembuktian dalam hukum acara pidana (KUHAP) alat-alat bukti yang ada sangat terbatas dan tidak ada pengaturan mengenai alat bukti elektronik, kalaupun ada sifatnya terbatas dan belum dapat berdiri sendiri. Padahal pada kenyataannya saat ini banyak sekali kasus-kasus yang muncul baik itu yang menyangkut kejahatan yang ada pengaturannya dalam hukum pidana secara umum maupun kejahatan-kejahatan yang menyangkut dunia maya (cyber) secara khusus yang mempergunakan alat bukti elektronik sebagai salah satu alat bukti. Berdasar latar belakang tersebut, maka akan dilakukan penelitian tentang surat elektronik (email), untuk melihat secara lebih rinci tentang kedudukan surat elektronik (email) sebagai alat bukti elektronik, baik yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun yang diatur dalam berbagai Undang-undang khusus diluar KUHAP. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah pembuktian tindak pidana menurut Kitab Undangundang Acara Pidana (KUHAP), (2) Bagaimanakah pengaturan mengenai kedudukan bukti surat elektronik (email) dalam hukum pidana di Indonesia. Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah (1) 1 Untuk mengetahui pembuktian pidana menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan (2) Untuk mengetahui pengaturan mengenai kedudukan bukti surat elektronik (email) dalam hukum pidana di Indonesia. Diharapkan pula dengan adanya penelitian ini dapat bermanfaat bagi aparat penegak hukum dalam upaya membuktikan kejahatan yang menjadikan surat elektronik (email) sebagai alat bukti, sehingga aparat penegak hukum dapat menciptakan suatu kebenaran materiil dalam upaya suatu pembaharuan Hukum Acara Pidana di Indonesia. METODE PENELITIAN Spesifikasi Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian yuridis normatif. penelitian dilakukan terhadap Peraturan Perundangundangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan. Sebagaimana umumnya, maka penelitian normatif dilakukan dengan penelitian pustaka. Jenis data merupakan data skunder dan diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tertier. Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaann (library research) akan dianalisis secara kualitatif. TEKNIK ANALISIS DATA Dalam menganalisa data digunakan cara kualitatif, yaitu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu data yang terkumpul dipilih sesuai dengan permasalahan dan kemudian dengan menggunakan logika deduktif, yaitu menerangkan sesuatu dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengertian Hukum Acara Pidana Ada beberapa pengertian dari hukum acara pidana yang dikemukakan oleh para ahli hukum, diantaranya adalah: Menurut Simon, hukum acara pidana disebut juga hukum pidana formal, dimana hukum pidana formal mengatur bagaimana Negara dapat melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana, jadi berisi acara pidana. Van Bemmelen mengatakan ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh Negara, karena adanya dugaan terjadi pelanggaran Undangundang pidana ((http://xlvalezlx.blogspt.com/2009/10/dampak-fositif-dan-negatifperkembangan.html diakses pada 5 Maret 2011). De Bos Kemper menyebutkan bahwa hukum acara pidana adalah(Taufik, 2004). Sejumlah asas dan Peraturan Undang-undang yang mengatur bilamana Undangundang pidana dilanggar, negara menggunakan haknya untuk memidana. Pengertian Pembuktian Sudah menjadi pendapat umum bahwa membuktikan berarti memberi kepastian kepada hakim karena pembuktian memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan cara-cara yang dibenarkan Undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat yang dibenarkan Undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan Undangundang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan (Edmon Makarim, 2005) Menurut Pitlo, pembuktian adalah suatu cara yang dilakukan oleh suatu pihak atas fakta dan hak yang berhubungan dengan kepentingan (Edmon Makarim, 2003). Membuktikan berarti memberi kepastian kepada hakim tentang adanya peristiwa-peristiwa tertentu. Sedangkan R. Subekti menyebutkan bahwa membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalildalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan (R. subekti, 2001). Khusus untuk pembuktian ini, hakim perlu memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan terdakwa (Darwan prints, 1989). Dalam Pasal 184 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, mengenai alat bukti yang sah ditentukan meliputi: Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa. Surat Elektronik (email) Surat elektronik atau email didefinisikan sebagai sebuah sistem komunikasi elektronik dimana penggunaan komputer dimanapun berada dapat menulis dan mengirimkan sebuah pesan pada satu terminal dengan penggunaan lain pada sistem terminal dengan sebuah jaringan global. Syarat untuk dapat membaca email, maka penerima harus login dulu kedalam sebuah server email. Secara sederhana surat elektronik merupakan penggantian surat biasa, hanya prasarana pengirimannya secara elektronik melalui internet. Kelebihan dari penggunaan email adalah sebagai berikut: Nyaman untuk mengirim surat tidak perlu ke kantor pos, Cepat, Murah, dan Hemat sumber daya (http://komputer.wordpress. com/2010/05/29/pengertian-email-pembuatan-email-baru/ diakses pada 25 Maret 2011). Dalam melakukan pengiriman email (mengirim surat melalui internet) juga harus ada syarat-syarat yang dipenuhi, Dimana diantaranya yakni: Membuat alamat email, Mengetahui user dan password dari email, dan Mengetahui e-mail yang dituju. Etika dalam surat elektronik sama dengan etika dalam menulis surat biasa. Ada surat elektronik yang isinya formal dan ada yang informal. Beberapa point penting dalam beremail, adalah: Jangan mengirim surat elektronik dengan lampiran (attatchment) yang terlalu besar (lebih dari 512 KB), Perhatikan penerapan batasan tentang jumlah, jenis, dan ukuran surat elektronik yang dapat diterima (dan dikirim) pengguna, Jangan mengirim lanjut (forward) surat elektronik tanpa berfikir kegunaan bagi orang yang dituju, Dalam mengutip tulisan orang lain, selalu usahakan mengutip seluruhnya tulisan orang itu, Jangan menggunakan huruf kapital, Gunakan kata-kata dengan santun, 1 (http://yudhim.blogspot.com/2008/04/sejarah-internet.html diakses pada 26 Maret 2011) Sistem Pembuktian Tindak Pidana Dalam Hukum Acara Pidana Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian terpenting dalam hukum acara pidana dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Pembuktian bersalah tidaknya seseorang terdakwa haruslah melalui pemeriksaan di depan sidang pengadilan. Dalam hal pembuktian ini, hakim perlu memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan terdakwa. Menurut Martiman Prodjohamidjojo, membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut (Hari Sasangka, 2003). Menurut Pitlo, pembuktian adalah suatu cara yang dilakukan oleh suatu pihak atas fakta dan hak yang berhubungan dengan kepentingan (Edmon Makarim, 2005). Menurut Subekti, yang dimaksud dengan membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang keberadaan dalil ataupun dalildalil yang dikemukakan oleh para pihak dalam suatu persengketaan (R. Subekti, 2001). Hukum acara pidana menganggap bahwa pembuktian merupakan bagian yang sangat esenssial untuk menentukan nasib seorang terdakwa. Bersalah atau tidaknya seorang terdakwa sebagaimana yang didakwakan dalam surat dakwaan ditentukan pada proses pembuktiannyaim, (Edmon Makarim, 2005). Tolak ukur ketentuan Pasal 1 angka 2 dan angka 5 KUHAP, untuk dapat dilakukanya tindakan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, bermula dilakukan penyelidikan dan penyidikan sehingga sejak tahap awal diperlukan adanya pembuktian dan alat-alat bukti. Proses “pembuktian” hakikatnya memang lebih dominan pada sidang pengadilan guna menemukan kebenaran materiel akan peristiwa yang terjadi dan memberi keyakinan kepada hakim tentang kejadian tersebut sehingga hakim dapat memberikan putusan seadil mungkin. Dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan hukum mengenal ada empat sistem pembuktian, yaitu: (1) Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka (conviction in time), (2) Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan logis (conviction raisonnee/convictim-raisonnee), (3) Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif, dan (4) Sistem pembuktian Undang-undang Secara Negatif (Negatief Wettelijk stelsel). Sistem Pembuktian menurut KUHAP Sistem pembuktian menurut KUHP dijabarkan dalam Pasal 183 KUHAP. Sebelum diberlakukanya KUHAP, ketentuan tentang system pembuktian telah berlaku dalam Pasal 6 Undang-undang Pokok Tentang Kekuasaan Kehakiman (UUPKK). Kelemahan rumusan Undang-undang ini ialah disebutkan alat pembuktian, bukan alat-alat pembuktian, seperti dalam Pasal 183 KUHAP disebut dua alat bukti (Andi Hamzah, 1990), dimana untuk menentukan salah tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana pada seorang terdakwa, harus: memenuhi criteria bahwa Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya “dua alat bukti yang sah” dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim “memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana benar- benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya (Harahap, 2006). Alat-alat Bukti yang Diatur Dalam KUHAP Yang dimaksud dengan alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa (Hari Sasangka, 2003). Pada dasarnya perihal alat-alat bukti diatur sebagaimana dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Suatu alat bukti haruslah dipergunakan dan diberi penilaian secara cermat, agar tercapai kebenaran sejati sekaligus tanpa mengabaikan hak asasi terdakwa. Alat-alat bukti sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP , adalah sebagai berikut: Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan terdakwa (Lilik Mulyadi, 2007). Perluasan Alat bukti Dalam Pembuktian Tindak Pidana Sistem pembuktian di era teknologi informasi sekarang ini menghadapi tantangan besar yang memerlukan penanganan serius, khususnya dalam kaitan dengan upaya pemberantasan tindak pidana di dunia maya (cybercrime). Hal ini muncul karena bagi sebagian pihak jenis-jenis alat bukti yang selama ini dipakai untuk menjerat pelaku tindak pidana tidak mampu lagi dipergunakan dalam menjerat pelaku-pelaku kejahatan di dunia maya (cybercrime). Sementara itu, pesatnya teknologi informasi melalui internet telah mengubah aktifitas-aktifitas kehidupan yang semula perlu dilakukan secara kontak fisik, kini aktifitas keseharian dapat dilakukan secara virtual atau maya. Masalah pelik yang dihadapi penegak hukum saat ini adalah bagaimana menjaring pelaku cybercrime yang mengusik rasa keadilan tersebut dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku. Hambatan yang klasik adalah sulitnya menghukum si pelaku mengingat belum lengkapnya ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer, internet, dan teknologi informasi (cybercrime) dan belum diterimanya dokumen elektronik (misalnya file komputer) sebagai alat bukti yang dianut oleh konsep KUHAP (Lilik Mulyadi, 2007). Berkenaan dengan hukum pembuktian dalam proses peradilan baik dalam perkara pidana maupun perdata, kemajuan teknologi khususnya teknologi informasi, memunculkan persoalan tersendiri mengenai apakah hukum pembuktian yang ada saat ini telah mampu menjangkau pembuktian kasus-kasus cybercrime. Kedudukan teknologi, khususnya catatan/dokumen elektronik masih menjadi bahan perdebatan mengenai bagaimana kedudukannya sebagai alat bukti yang sah di persidangan. Perkembangan Teknologi Dan Kaitannya dengan Kejahatan Menggunakan Teknologi Sekarang ini, Bahwa teknologi dalam perkembangannya menimbulkan dampak positif dan negatif bagi para pihak yang menggunakannya. Dampak positif yang ditimbulkan adalah banyaknya kemudahan yang diperoleh dari 1 perkembangan teknologi. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan dari perkembangan teknologi antara lain menimbulkan kejahatan-kejahatan baru di bidang teknologi ataupun kejahatan konvensional yang menggunakan peralatan teknologi. Oleh sebab itu hasil dari kejahatan teknologi ataupun alat untuk melakukan kejahatan teknologi itulah yang disebut dengan bukti elektronik yang nantinya akan mempengaruhi dalam proses pembuktian dikarenakan KUHAP belum mengaturnya. Kejahatan dunia maya (Inggris: cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada aktifitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan (http://nyoe.wordpress.com/2010/04/12/cybercrime-atau-kejahatan-dunia-maya diakses pada 19 Maret 2011). Secara ringkas cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi (http: //sitompulke 1 7.blogspot. com/2010/03/modus-modus-kej ahatan-dalamteknologi.html diakses pada 19 Maret 2011). Karakteristik Cybercrime Cybercrime sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima (5) hal, yakni sebagai berikut: Ruang lingkup kejahatan, Sifat kejahatan, Pelaku kejahatan,Modus kejahatan, dan Jenis kerugian yang ditimbulkan. Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukan, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yakni sebagai berikut: (1) Unauthorized Access, (2) Illegal Contents, (3) Penyebaran Virus Secara Sengaja, (4) Data forgery, (5) Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion, (6) Cyberstalking, (7) Hacking dan Cracker, (8) Cybersquatting and Typosquatting, (9) Hijacking, (10) Cyber Terorism. (http: //sitompulke 1 7.blogspot. com/2010/03/modus-modus-kej ahatan-dalamteknologi.html diakses pada 19 Maret 2011). Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukan, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua (2) jenis, sebagai berikut: Cybercrime Sebagai Tindakan Murni Kriminal dan Cybercrime sebagai kejahatan “abu-abu”. Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yakni sebagai berikut: Cybercrime yang menyerang individu (Againts Person), Cybercrime Menyerang Hak Milik (Againts Property), Cybercrime Menyerang Pemerintah (against Government). (http: //sitompulke 1 7.blogspot. com/2010/03/modus-modus-kej ahatan-dalamteknologi.html diakses pada 19 Maret 2011) Bukti Elektronik Sebagai Bukti Dalam Pembuktian Tindak Pidana di Luar KUHAP Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa bukti elektronik sendiri belum ada pengaturanya dalam kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana khususnya dalam Pasal 184 ayat 1, tapi yang pasti keberadaan bukti elektronik dewasa ini semakin diperhitungkan dikarenakan semakin berkembangnya tindak pidana dalam perkembangan teknologi. Mengenai alat-alat bukti elektronik ini, Michael Chissick dan Alistair Kelman menyatakan ada tiga (3) jenis pembuktian yaitu (Didik M.Arief, 2005): Real Evidence (bukti nyata), Hearsey evidence (bukti yang berupa kabar dari orang lain), dan Derivied evidence. Sejauh ini ada beberapa teknik yang ditawarkan dan dianggap cukup mampu untuk menjamin keautentikan dan integritas dari suatu data massege. Teknik tersebut adalah teknik kriptografi (cryptography), yaitu teknik pengamanan serta penjaminan keautentikan data yang terdiri dari dua proses, yakni Enkripsi (encrryotion) dan Dekripsi ( decryption). (Arsyad Sanusi, 2005). Sebenarnya Perundangan di Indonesia telah mengakui keberadaan bukti elektronik meskipun kedudukannya sangat rendah (tidak dapat berdiri sendiri) jika dibandingkan dengan alat bukti yang ada di dalam Pasal 184 KUHAP. Dalam perkembangannya untuk mengantisipasi dan mengatasi kejahatan-kejahatan khususnya dalam bidang teknologi yang nantinya mungkin akan memunculkan bukti elektronik sebagai salah satu alat bukti, maka dimunculkanlah beberapa Undang-undang pidana khusus diluar KUHAP yang kemudian mengatur tentang kedudukan bukti elektronik ini sebagai salah satu bukti, salah satu Undangundang yang mengatur secara khusus itu adalah Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bukti Surat Elektronik (EMAIL) Sebagai Bukti Elektronik Dalam Pembuktian Pidana Menurut Beberapa Undang-undang di Indonesia Terdapat karakteristik-karakteristik teknologi informasi yang harus mendapat pengkajian hukum lebih lanjut. Salah satunya, tentang electronic email (e-mail). Melihat penggolongan alat bukti surat yang diakui KUHAP diatas, maka email dapat digolongkan sebagai surat yang hanya berlaku jika berhubungan dengan isi dari alat bukti lain. Hal ini dikarenakan, email pada awal proses pembuatanya tidak dimaksudkan sebagai alat bukti dari suatu peristiwa. Jadi Email merupakan alat bukti yang tidak dapat berdiri sendiri namun membutuhkan alat bukti lainnya. Kedudukan surat elektronik (email) untuk dapat dijadikan sebagai bukti dalam pembuktian perkara pidana dalam beberapa Undang-undang khusus di luar KUHAP, yaitu: (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, (2)Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (3) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme, (4) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, (5)Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, (6) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Pembuktian merupakan salah satu bagian yang penting dalam proses penyelesaian pekara tindak pidana karena hal inilah yang nantinya akan mempengaruhi putusan hakim dalam menjatuhkan vonis kepada seorang terdakwa. Sistem pembuktian yang dianut dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Indonesia adalah sistem pembuktian menurut Undangundang secara negatif (negatief wettelijk stelsel), 1 dimana hal ini diatur dalam Pasal 183 KUHAP, (2) Surat elektronik (email) merupakan bagian dari dokumen elektronik. Email sebagai bagian dari dokumen elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti elektronik. Kedudukan email sendiri sebagai alat bukti memang sama sekali tidak ada diatur dalam KUHAP, tetapi saat ini email juga sudah mulai dapat dijadikan sebagai alat bukti. Jika dilihat dari kelima (5) alat bukti yang diatur dalam pasal 184 email bisa dikatakan masuk dalam kategori alat bukti surat seperti dalam pasal 187 KUHAP yaitu surat lain. Selain itu keberadaan email sebagai alat bukti juga semakin diperhitungkan sebagai alat bukti yang sah. Dimana pengaturannya dimuat dibeberapa Undangundang khusus di luar KUHAP. Kedudukan email sebagai alat bukti tidak dapat berdiri sendiri, artinnya bahwa untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti maka email tersebut harus didukung atau ditopang dengan keberadaan alat bukti lain, misalnya didukung dengan keterangan saksi. DAFTAR PUSTAKA Ahmad M. Ramli.2004. Cyber Law dan Haki. Bandung : Refika Aditama Andi Hamzah.1990.Aspek-aspek Pidana Dibidang Komputer.Jakarta:Sinar Grafika Arsyad Sanusi, M.2005.Hukum dan Teknologi Informasi. Jakarta : Tim kemas Buku Darwan prints.1989. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Jakarta : Djambatan Edmon Makarim.2005.Pengantar Hukum Telematika: Suatu Kompilasi Kajian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 452 Edmon Makarim.2003.Kompilasi Hukum Telematika. Jakarta : Rajagrafindo Persada Hari Sasangka, Lily Rosita.2003.Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana Untuk Mahasiswa dan Praktisi.Madar Maju, Bandung Harahap, M. Yahya.2006.Pembahasan, Penerapan, dan Penerapan Hukum Edisi Kedua, Jakarta : Sinar Grafika Mansur, Dikdik M Arief dan Elisatri Gultom.2005.Cyber law: Aspek Hukum Teknologi Informasi.Bandung: Refika Aditama Makarao Taufik, Mohammad.2004. Suharsil, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Ghalia Indonesia Mulyadi, Lilik.2007.Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik, dan Permasalahannya, PT. Alumni, Bandung R. subekti.2001. Hukum Pembuktian. Jakarta : Pradnya Paramita Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana http://xlvalezlx.blogspt.com/2009/10/dampak-fositif-dan-negatif-perkembangan.html diakses pada 5 Maret 2011 http://komputer.wordpress. com/2010/05/29/peng ertian-email-pembuatan-email-baru/ diakses pada 25 Maret 2011 diakses pada 26 Maret 2011 http://nyoe.wordpress.com/2010/04/12/cybercrime-atau-kejahatan-dunia-maya diakses pada 19 Maret 2011 http: //sitompulke 1 7.blogspot. com/2010/03/modus-modus-kej ahatan-dalamteknologi.html diakses pada 19 Maret 2011 http://yudhim.blogspot.com/2008/04/sejarah-internet.html