Artikel 2. Bisnis digital = bisnis perasaan

advertisement
BISNIS DIGITAL = BISNIS PERASAAN
Sederhananya, berbisnis adalah berusaha menghasilkan keuntungan. Sehingga
bisns digital dapat diartikan sebagai suatu kegiatan usaha yang menggunakan
teknologi informasi dan komputer untuk menghasilkan keuntungan. Kegiatan
bisnis digital dapat meliputi bidang produksi , distribusi dan retail informasi.
Saat ini, cakupan bisnis digital
meluas sampai dengan isu keamanan dan
kenyamanan informasi. Bukan hanya sampai disitu, cakupan malah sampai
dengan bagaimana mengelaborasi perasaan menjadi ladang bisnis digital,
contoh hasil sadapan telpon antara jaksa tersuap dan penyuap menjadi nada
panggil yang bernilai, atau bagaimana maraknya penjualan produk digital
modern yang mengelaborasi keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
gaya hidupnya yang mudah berganti dan cepat usang. Life-Cycle handphone
dan perangkat netbook yang
cepat sekali berganti mode dan tampilan
sekalian dengan harga yang semakin variatif dan relatif murah dengan
mekanisme pembelian kredit sekalipun. Perilaku calon konsumen terelaborasi
oleh bisnis digital.
Teks lain, bisnis digital didefinisikan sebagai “aktivitas yang berkaitan secara
langsung maupun tidak langsung dengan proses pertukaran barang dan/atau
jasa
dengan
transaksi”.
muka,
memanfaatkan
internet
sebagai
medium
komunikasi
dan
Jika dahulu transaksi bisnis yang harus dilakukan secara tatap
melibatkan
sejumlah
fasilitas
dan
sumber
daya
fisik,
dan
mempertukarkan barang dan jasa terkait dengan uang kertas atau receh;
maka pada saat ini transaksi serupa dapat dilakukan oleh siapa saja dan dari
mana
saja
secara
fleksibel,
dilakukan
dengan
menggunakan
peralatan
elektronik (komputer, personal digital assistant, dsb.) dan internet, dimana
proses pembayaran dilakukan melalui mekanisme transfer rekening, credit
card, digital-money, dsb.
Dua hal penting yang harus dimiliki dalam upaya implementasi bisnis digital
adalah kemauan dan kemampuan. “Kemauan” artinya adanya keinginan,
inisiatif, komitmen, dan dukungan dari segenap pemangku kepentingan
mengimplementasikan bisnis digital di institusi yang dikelolanya. Mengapa
aspek “kemauan” tersebut diperlukan karena sering kali inisiatif penerapan
prinsip bisnis digital memerlukan paradigma dan pandangan baru terhadap
bagaimana cara mengelola bisnis. Bahkan tidak jarang ditemukan proyek
penerapan digital-bisnis yang dilakukan secara simultan dengan program
manajemen
perubahan
(change-management).
“Kemampuan”
berarti
perusahaan memiliki sumber daya yang cukup untuk mewujudkan “kemauan”
tersebut, seperti: sumber daya manusia dengan kompetensi dan keahlian yang
dibutuhkan, dukungan finansial yang memadai, keberadaan fasilitas teknologi
informasi terkait (aplikasi, database, komputer, internet, dan infrastruktur),
dan kerjasama kondusif dengan berbagai mitra bisnis.
“Kemauan” disisi lain mengandung makna humanis yang bersinggungan
dengan perasaan pelaku bisnisnya. Ambil contoh, banyak kali didapati strategi
penjualan produk perangkat lunak bermotif cuma-cuma, sering berlabel
student-edition dan tentunya sipemakai akan terbiasa dengan lingkungan
perangkat lunak tersebut sehingga pada akhirnya akan selalu berharap
lingkungan kerjanya nanti memakai produk yang menyerupai student edition
tersebut. Strategi modern-marketing juga menggunakan jasa internet sebagai
alat menjaring konsumen dengan cara memberikan kemudahan akses dan
gratis semata untuk menjadikan produknya sebagai bagian daripada kebiasaan
dan perilaku keseharian, sehingga pada waktunya nanti pemilik produk
tersebut akan menagih jasa terhadap pemakaian produk IT tersebut dan pada
saatnya konsumen tidak bisa mengelak. Strategi inipun bisa dilihat dalam
banyak produk perangkat lunak, awalnya gratis sesudah sekian waktu tidak
bisa diakses dan harus menghubungi reseller-point resmi. Sejatinya perasaan
dan perilaku telah terjebak dalam strategi bisnis pemasaran modern. Menjual
produk IT adalah menjual atau membeli perasaan. Perasaan dan Kemauan
sebagai perilaku manusia normal telah dielaborasi menjadi kebutuhan semu
dan akhirnya menjadi objek pemasaran.
Barusan dalam sebuah acara infotainment, seorang Artis meminta maaf
kepada penonton karena kasus video pornonya yang telah tersebar meluas di
internet. Permintaan maafnya sangat menggugah dan emosional, apalagi sang
suami pun turut terlibat dalam suasana keharuan tersebut. Acara infotainment
yang padat muatan perasaan dan emosional cepat beredar di internet dan
terindikasi dengan lalu-lintas akses terhadap situs tersebut naik dan pada
akhirnya menguntungkan penyedia situs dan jasa koneksi internet yang
dipakainya. Entahlah kemudian tangisan Cut Tari dalam persoalan pornografi
yang mengharu-biru tersebut akan menjadi nada panggil juga. Perasaan telah
terbisniskan oleh perangkat digital. Bisnis digital adalah bisnis perasaan.
Diawal tahun 2010, saya sempat mengangkat ungkapan bisnis perasaan dalam
dialog awal tahun , setalah menonton Sang pemimpi dan Avatar di Studio 21
Mantoz. Perasaan terelaborasi oleh gambar dan mimpi-mimpi di film tersebut.
Sesungguhnya manusia memerlupan mimpi untuk mengobati perasaan yang
terkungkung oleh isu-isu lokal konsumerisme dan pencitraan berlebihan para
calon peserta Pilkada. Kedua film tersebut berhasil mendorong perasaan ini
untuk tidak serta merta menyerah tetapi mendorong perasaan ini agar`selalu
memperbaharui semangat bahwa penguasaan teknologi animasi digital modern
bisa
menjadi
ketrampilan
ladang
animasi
bisnis
dan
perasaan
grafika
yang
ditambah
menjanjikan.
dengan
disain
Penguasaan
cerita
yang
berkualitas akan menjadikan suatu mimpi menjadi ladang bisnis modern.
Marilah bermimpi! Dan ternyata bukan hanya perasaan yang dibisniskan tetapi
mimpipun telah menjadi sebuah entitas bisnis.
Download