Skripsi Amalia Hardiyanti _A14062872

advertisement
i
UNSUR-UNSUR YANG DIBEBASKAN
DARI PROSES PENCUCIAN ABU TERBANG (FLY ASH)
DARI PLTU SURALAYA
AMALIA HARDIYANTI
A14062872
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ii
RINGKASAN
AMALIA HARDIYANTI. Unsur-unsur yang dibebaskan dari proses pencucian
abu terbang (fly ash) dari PLTU Suralaya. Dibawah bimbingan SUDARSONO
dan ISKANDAR.
Pembakaran batubara akan menghasilkan limbah padat berupa abu terbang.
Jumlah abu terbang yang dihasilkan telah menimbulkan masalah yang cukup
serius hampir di semua negara yang menggunakan bahan bakar batubara untuk
pembangkit tenaga listrik. Namun di lain pihak abu terbang mengandung unsur
hara yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam bidang pertanian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat kimia abu terbang dan unsurunsur yang dilepaskan oleh abu terbang pada saat terjadinya proses pencucian dari
abu terbang segar dan abu terbang yang telah berada di landfiil selama 6 bulan
dan 5 tahun. Penelitian ini difokuskan pada analisis pH, EC (daya hantar listrik),
unsur hara makro (K, Na, Mg, Ca), unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, Cu), dan
logam-logam (Cr, Ni).
Hasil analisis menunjukkan bahwa abu terbang yang digunakan dalam penelitian
ini bersifat basa (pH abu terbang segar 11,1, pH abu terbang berumur 6 bulan 9,4,
dan pH abu terbang berumur 5 tahun 8,4). Nilai DHL abu terbang segar 3,12dSm-1
lebih tinggi dibanding abu terbang di landfiil (0,76 dSm-1 dan 0,39 dSm-1).
Kandungan unsur-unsur dalam abu terbang segar juga lebih tinggi dibanding abu
terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
semakin lama abu terbang berada di landfiil, kandungan unsur-unsur dalam abu
terbang, semakin menurun.
Pada percobaan dengan metode perkolasi, pH perkolat berkisar antara 7,3 hingga
7,8. pH perkolat yang berasal dari abu terbang segar lebih tinggi dibanding abu
terbang di landfiil. DHL perkolat berkisar antara 0,20 dSm-1 hingga 0,35 dSm-1.
Pada percobaan dengan metode perkolasi, perkolat mengandung unsur-unsur
makro (K, Na, Ca, dan Mg) dalam jumlah bervariasi, sedangkan unsur mikro (Fe,
Mn, Zn, Cu) dan logam (Cr, Ni) tidak terukur. Kandungan unsur-unsur dalam
perkolat pada bulan pertama lebih tinggi dibanding bulan ketiga.
iii
SUMMARY
AMALIA HARDIYANTI. Elements released from leaching test of fly ash from
Suralaya power plant. Under supervision of SUDARSONO and ISKANDAR.
Coal combustion produce solid waste known as fly ash. A number of fly ash cause
serious problem almost in every coal power plant. However fly ash consist of
potential nutrient that could be used in agriculture.
This research studied the chemical characteristics of fly ash and the nutrients
released under leaching during 3 months. Three kind of fly ash are used fresh, 6
months deposited fly ash out-door, and 5 years out-door deported fly ash. The
analyses conducted were pH, EC (Electrical Conductivity), macro elements (K,
Na, Ca, Mg), micro elements (Fe, Mn, Zn, Cu), and metals (Cr, Ni).
The result showed that the three fly ash samples in this research were alkali. The
pH value of fresh fly ash is 11,1. The six months fly ash was 9,4 in pH value and
five years fly ash was 8.4 in pH value. Electrical conductivity of fresh fly ash was
3,12 dSm-1. It was higher than electrical conductivity of landfiil’s fly ash.
Electrical conductivity of six months fly ash and five years fly ash were0,76dSm-1
and 0,39 dSm-1. According to this research, fresh fly ash also contained more
elements than landfiil’s fly ash.
This research also used percolation method. Result of percolation method show
that pH value of percolate were between 7,3 to 7,8. Percolate pH value of fresh fly
ash was higher than percolate pH value landfiil’s fly ash. Percolate electrical
conductivity were between 0,20 dSm-1 to 0,35 dSm-1. Percolation method also
showed that percolate contained variety number of macro elements (K, Na, Ca,
Mg). This percolate also has small number of micro elements (Fe, Mn, Zn, Cu)
and metals (Cr, Ni). Percolate elements in the first month was higher than it were
in the third month.
iv
UNSUR-UNSUR YANG DIBEBASKAN
DARI PROSES PENCUCIAN ABU TERBANG (FLY ASH)
DARI PLTU SURALAYA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
AMALIA HARDIYANTI
A14062872
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
v
Judul Skripsi
: Unsur-unsur yang Dibebaskan dari Proses Pencucian
Abu Terbang (Fly Ash) dari PLTU Suralaya
Nama Mahasiswa
: Amalia Hardiyanti
NIM
: A14062872
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc
NIP. 19510729 197703 1 001
Dr Ir Iskandar
NIP. 19611001 198703 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Dr Ir Syaiful Anwar, MSc
NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus:
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Juli 1988 di Pekalongan, Jawa Tengah.
Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Amat
Rosyidin dan Ibu Effi Subiyakti.
Pendidikan formal penulis dari SD hingga SMA diselesaikan di
Pekalongan. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Keputran IV
Pekalongan pada tahun 2000, kemudian meneruskan ke tingkat SLTP Negeri 1
Pekalongan dan tamat pada tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan
sekolah dari SMA Negeri 1 Pekalongan. Pada tahun 2006. Penulis diterima di
Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif
dalam berbagai kepanitian antara lain, Open House Angkatan 44 (2007), Masa
Perkenalan Departemen (2008), Seminar Nasional “Soil and Mining”, Olimpiade
Mahasiswa IPB 2008, Soilidarity 2008, dan Gebyar Nusantara IPB 2008.
Penulis pernah menjadi assisten praktikum mata kuliah Geomorfologi
dan Analisis Lanskap. Selain itu, penulis juga pernah menjadi finalis kelompok
Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan dengan judul
“Susu Kacang Hijau Aneka Rasa sebagai Minuman Alternatif Berprotein” pada
tahun 2009. Pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009, penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Kedungoleng, Kecamatan
Paguyangan, Kabupaten Brebes.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan
rahmat
dan
karunia-Nya
kepada
penulis
sehingga
dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Unsur-unsur yang Dibebaskan dari Proses
Pencucian Abu Terbang (Fly Ash) dari PLTU Suralaya”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan,
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga kesulitan yang penulis hadapi dapat teratasi. Pada kesempatan
kali ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr Ir Sudarsono dan Dr Ir Iskandar selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan
penelitian dan penulisan skripsi ini dari awal sampai akhir.
2. Dr Ir Darmawan selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan
tambahan ilmu dalam penelitian ini.
3. Seluruh staf pengajar Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dan Ibu Tini atas
bantuannya, terutama saat penelitian dan penulisan skripsi.
4. Babah dan Mamah, serta adik-adikku (Tsani, Milla, dan Mala) yang telah
mengiringi ananda dengan do’a dan kasih sayang.
5. Sahabat-sahabatku MSL 43, teman-teman Pondok Nuansa Sakinah, dan
pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas semangat,
dukungan, kerjasama, dan kebersamaannya.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam rangka
pembelajaran bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Februari 2011
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Kerangka Pemikiran .................................................................................... 2
1.3. Tujuan .......................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang ................................................................. 3
2.2. Perubahan Sifat Tanah Akibat Aplikasi Abu Terbang ................................ 4
2.3. Pemanfaatan dan Potensi Abu Terbang....................................................... 5
III.METODE PENELITIAN ............................................................................... 8
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 8
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................ 8
3.3. Metode Perkolasi ......................................................................................... 8
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 10
4.1. Analisis Sifat Kimia Abu Terbang ............................................................ 10
4.2. Analisis Sifat Kimia Perkolat .................................................................... 16
4.3. Persentase Unsur-unsur yang Tercuci pada Abu Terbang (Fly Ash) ........ 20
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 23
5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 23
5.2. Saran .......................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24
LAMPIRAN ......................................................................................................... 26
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1. Analisis kimia total abu terbang sebelum dan setelah melalui proses perkolasi
selama 3 bulan .................................................................................................. 10
2. Perbandingan kandungan abu terbang dengan pupuk kalium klorida, kalium
sulfat, kieserit, kapur tohor, fero sulfat, dan mangan oksida............................ 15
3. Jumlah unsur-unsur yang tercuci dari satu gram abu terbang ........................... 22
Lampiran
1. Karakteristik kimia perkolat setelah melalui proses pencucian 3 bulan ........... 27
2. Jumlah perkolat yang dihasilkan (dalam ml) .................................................... 27
3. Persentase kandungan unsur-unsur dalam abu terbang..................................... 28
5. Macam-macam pupuk dan persentase kandungan unsur utamanya ................. 28
x
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1. Metode perkolasi ................................................................................................. 9
2. Pengaruh lama perkolasi terhadap pH perkolat beberapa abu terbang (segar,
berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) ........................................................... 16
3. Pengaruh lama perkolasi terhadap DHL perkolat beberapa abu terbang (segar,
berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) ........................................................... 17
4. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar kalium perkolat beberapa abu terbang
(segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) ............................................... 18
5. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar kalsium perkolat beberapa abu terbang
(segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) ............................................... 18
6. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar natrium perkolat beberapa abu terbang
(segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) ............................................... 19
7. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar magnesium perkolat beberapa abu
terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) .................................. 19
Lampiran
1. Tempat pengambilan sample abu terbang berumur 5 tahun. ........................... 29
2. Tempat pengambilan sample abu terbang berumur 6 bulan ............................ 29
3. Landfiil abu terbang PLTU Suralaya ................................................................ 29
4. Proses perkolasi ................................................................................................. 29
5. Glasswool .......................................................................................................... 29
6. Abu terbang segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun .............................. 29
7. Peta curah hujan Pulau Jawa .........................................................................30
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan akan energi semakin meningkat dalam berbagai bidang industri,
sehingga membutuhkan alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah
satunya, pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, yang
menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Sisa dari pembakaran batubara
adalah berupa abu terbang (fly ash) yang terdapat dalam jumlah cukup besar,
sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan,
seperti pencemaran udara dan perairan, serta penurunan kualitas ekosistem.
Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah
memanfaatkan limbah tersebut untuk keperluan bahan bangunan seperti batako
dan paving blok serta pembenah lahan pertanian. Namun, hasil pemanfaatan
tersebut belum dapat dimasyarakatkan, karena berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, abu terbang dikategorikan
sebagai limbah B3 karena terdapat kandungan oksida logam berat yang akan
mengalami pelindian secara alami dan mencemari lingkungan.
Teknik pembuangan abu terbang yang dihasilkan oleh PLTU umumnya
dengan cara menimbunnya di suatu luasan lahan (landfiil), ini dapat dilihat pada
Gambar Lampiran 3. Padahal apabila dilakukan pengolahan tertentu, abu terbang
tersebut dapat menjadi suatu bahan yang bermanfaat untuk memperbaiki sifat
kimia tanah. Menurut Iskandar et al. (2008), salah satu bentuk pemanfaatan abu
terbang adalah sebagai bahan amelioran, dimana bahan ini dikenal baik sebagai
bahan yang dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.
Abu terbang dapat digunakan untuk menetralkan tanah masam dan
meningkatkan kandungan hara tanah. Berdasarkan penelitian Ramadina (2003),
penambahan abu terbang mampu memperbaiki sifat-sifat kimia tanah gambut
yang ditunjukkan oleh meningkatnya pH, P-tersedia, dan basa-basa.
Karakteristik dari abu terbang yang dihasilkan sangat berbeda-beda. Hal
tersebut tergantung dari bahan induk batubara, tipe alat kontrol emisi,
penyimpanan dan pengelolaannya (Basu et al., 2009). Agar penggunaan dan
2
pemanfaatannya aman terhadap lingkungan, maka perlu dilihat karakteristik abu
terbang yang dihasilkan oleh PLTU Suralaya.
Namun, abu terbang selain mengandung unsur-unsur hara yang bermanfaat
untuk pertumbuhan tanaman, juga mengandung berbagai logam berat. Oleh sebab
itu kandungan logam-logam berat yang dilepaskan oleh abu terbang perlu diteliti
agar dapat diketahui pemanfaatan abu terbang untuk tanah-tanah pertanian.
1.2. Kerangka Pemikiran
Terbatasnya bahan bakar minyak yang diikuti adanya tuntutan penyediaan
energi listrik yang stabil dan kontinu dalam hubungannya dengan kegiatan
industri, telah mendorong tumbuhnya pembangkit tenaga listrik berbahan bakar
batubara. Hal ini disebabkan cadangan bahan bakar batubara masih berlimpah.
Namun di sisi lain pembakaran batubara akan menghasilkan limbah padat,
diantaranya abu terbang. Persentase abu terbang yang dihasilkan berbeda-beda
tergantung bahan induk batubara. Jumlah abu terbang yang dihasilkan telah
menimbulkan masalah yang cukup serius hampir di semua negara yang
menggunakan bahan bakar batubara untuk pembangkit tenaga listrik. Namun di
lain pihak abu terbang mengandung unsur hara yang berpotensi untuk
dimanfaatkan dalam bidang pertanian, sehingga perlu diketahui kandungan yang
dilepaskan oleh abu terbang segar dan abu terbang dari landfiil.
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat kimia abu terbang dan
unsur-unsur yang dilepaskan oleh abu terbang pada saat terjadinya proses
pencucian dari abu terbang segar dan abu terbang yang telah berada di landfiil
selama 6 bulan dan 5 tahun.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang
Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk
halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan
bahan bakar batubara pada pusat pembangkit listrik tenaga uap. Mutunya sangat
berbeda satu dengan yang lainnya, bergantung dari sumber batubara yang
dipergunakan, efisiensi, suhu pembakaran (bergantung pada macam tungku yang
dipakai untuk pembakaran batubara), serta cara pengendapan abu dari gas
pembakaran (Supriyono dan Sutopo, 1994).
Menurut Hayati (2010) secara kimia abu terbang merupakan material oksida
anorganik yang mengandung silika dan alumina aktif karena sudah melalui proses
pembakaran pada suhu tinggi. Abu terbang bersifat aktif, yaitu dapat bereaksi
dengan komponen lain untuk membentuk material baru yang tahan terhadap suhu
tinggi.
Secara kimia abu terbang terdiri dari SiO2 (58,90%), Al2O3 (28,34%), Fe2O3
(4,30%), TiO2 (1,00%), K2O (0,43%), Na2O (1,22%), CaO (2,30%), MgO
(0,81%), SO3 (0,96%), dan karbon (1,74%). Ukuran butiran abu terbang lebih
halus dari 120 mesh. Bahan ini bersifat aktif dengan adanya air dapat bersenyawa
dengan hidroksida Ca(OH)2 pada suhu kamar dan membentuk senyawa yang
mempunyai sifat seperti semen yaitu mengeras dalam waktu tertentu (Supriyono
dan Sutopo, 1994).
Komposisi kimia abu terbang bergantung pada kualitas batubara yang
digunakan dan kondisi operasi di TPS (Thermal Power Station). Rata-rata 95-99%
abu terbang terdiri dari oksida Si, Al, Fe, dan Ca serta sekitar 0,5-3,5% terdiri dari
Na, P, K, dan S. Oleh karena itu abu terbang dapat digunakan sebagai bahan
pembenah untuk pertanian (Aktar, 2008).
Abu terbang umumnya bersifat alkalin, namun pH abu terbang dapat
bervariasi dari 4,5-12. Nilai pH abu terbang sebagian besar ditentukan oleh
kandungan sulfur dalam bahan induk batubara, tipe batubara yang digunakan
selama pembakaran, dan kandungan sulfur dalam abu terbang (Haynes, 2009).
4
Menurut Supriyono dan Sutopo (1994), warna abu terbang batubara
dipengaruhi oleh waktu pembakaran yang menggunakan bahan bakar batubara.
Apabila warna abu terbang batubara makin muda berarti hasil pembakaran makin
sempurna dan mutunya makin baik. Umumnya abu terbang batubara berwarna
abu-abu dan biasanya bervariasi sampai hitam.
2.2. Perubahan Sifat Tanah Akibat Aplikasi Abu Terbang
Aplikasi abu terbang ke tanah dapat menyebabkan perubahan beberapa sifat
tanah, seperti bobot isi, pH tanah, ketersediaan unsur hara, dan sifat biologi.
2.2.1. Bobot Isi
Ukuran partikel abu terbang mirip dengan liat dan akan mempengaruhi
bobot isi tanah. Beberapa percobaan yang dilakukan untuk mengukur sifat fisik
dari jenis tanah berlempung dicampur dengan perbandingan abu terbang 50%
menunjukkan bahwa campuran tanah dengan abu terbang cenderung memiliki
bobot isi yang rendah dibanding tanah tanpa campuran abu terbang (Basu et al.,
2009). Selanjutnya menurut Aktar (2008), penambahan abu terbang pada tanah
pertanian cenderung menurunkan bobot isi, sehingga tanah tersebut menjadi
mudah meneruskan air dan ditembus akar tanaman.
2.2.2. pH Tanah (Kemasaman tanah)
Pada umumnya abu terbang yang dihasilkan bersifat alkalin, yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pH tanah (Aktar, 2008). Abu terbang yang
diproduksi di India adalah basa, maka dengan aplikasi untuk tanah pertanian dapat
meningkatkan pH tanah dan dengan demikian dapat menetralkan sifat masam
pada tanah. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan abu terbang
sebagai agen pengapuran pada tanah asam dapat meningkatkan hasil panen.
Penggunaan berlebihan abu terbang untuk mengubah pH dapat meningkatkan
salinitas tanah (Basu et al., 2009).
2.2.3. Ketersediaan Unsur Hara
Konsentrasi P tersedia, K, dan Na meningkat setelah pemberian abu terbang
dengan kadar 0 ton/ha, 1,5 ton/ha, dan 3,0 ton/ha pada tanah dengan bahan induk
granit, kapur, dan batu pasir, yang diambil dari solum 0-10 cm dan 10-25 cm.
Kalsium dan magnesium meningkat terutama pada tanah berbahan induk kapur.
5
Pada unsur Fe, Mn, Zn, dan Cu meningkat pada jenis tanah dengan bahan induk
granit, kapur, dan batu pasir (Inthasan et al., 2002).
2.2.4. Sifat Biologi
Informasi mengenai pengaruh pemberian abu terbang pada sifat biologi
tanah sangat langka. Hasil percobaan laboratorium mengungkapkan beberapa
aplikasi abu terbang khususnya untuk tanah berpasir sangat menghambat respirasi
mikroba, aktivitas enzim dan proses nitrifikasi. Efek samping yang sebagian
disebabkan oleh tingkat garam terlarut yang berlebihan. Namun, konsentrasi
garam larut mengalami penurunan karena pelapukan abu terbang selama proses
pencucian, sehingga mengurangi efek yang merugikan dari waktu ke waktu (Basu
et al., 2009).
2.3. Pemanfaatan dan Potensi Abu Terbang
Beberapa laporan tersedia berhubungan dengan penggunaan abu terbang
sebagai peubah tanah untuk pertumbuhan tanaman. Penggunaan yang aman abu
terbang yang dikombinasi pada tanah pertanian menjadi usaha yang sangat
menjanjikan untuk lingkungan, yang dapat meningkatkan kesuburan tanah dan
memperkaya unsur hara tanah, sangat membantu dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan hasil panen tanaman. Abu terbang batubara sebesar 5%
dapat menghasilkan perkecambahan biji lebih tinggi dan akar selada (Lactuca
sativa) lebih panjang. Respon terhadap aplikasi abu terbang dapat bervariasi
secara luas dari yang bermanfaat sampai yang beracun tergantung pada berbagai
konsentrasi elemen yang ada di dalamnya. Aplikasi abu terbang pada konsentrasi
yang lebih rendah dari 0,5-1,0% tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap
perkecambahan dan pertumbuhan bibit (Basu et al., 2009).
Abu terbang dapat digunakan untuk tujuan pengapuran karena mengandung
CaO dan MgO. Kemampuan pengapuran atau daya netralisasi abu terbang
mempunyai variasi yang besar tergantung pada sumber abu dan proses pelapukan.
Daya netralisasi abu terbang berkorelasi negatif dengan kandungan Fe dan Si serta
berkorelasi positif dengan Ca dan Mg (Haynes, 2009).
Lestari et al. (2004) juga melaporkan bahwa pemberian abu batubara dalam
dosis yang rendah (<2%) pada tanah dapat meningkatkan kandungan unsur hara
6
dalam tanah. Pemberian abu batubara pada tanaman sengon (Paraserianthes
falcataria L.) memberikan respon yang cukup baik untuk diameter batang, tinggi
tanaman, dan bobot kering tajuk terutama pada abu dasar dengan dosis <2% dan
abu terbang dengan dosis <1%. Berdasarkan penelitian Rosmanah et al. (2004),
abu terbang dapat meningkatkan kandungan Ca, Mg, dan KTK tanah sedangkan
abu dasar dapat meningkatkan pH dan kandungan kalsium.
Selanjutnya Ramadina (2003) melaporkan bahwa penambahan abu terbang
dengan dosis 5, 10, 15, dan 30 ton/ha pada tanah gambut dapat meningkatkan pH
dan basa-basa secara nyata. Kadar unsur-unsur dalam filtrat pada percobaan
dengan metode batch dan perkolat pada percobaan leaching test tidak melebihi
ambang batas kriteria mutu air untuk mengairi pertanaman (kelas II) yang terdapat
pada PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Universitas Pertanian Punjab mengamati bahwa aplikasi abu terbang 10
ton/ha dapat meningkatkan hasil gandum dari 21,5 kw/ha menjadi 24,1 kw/ha;
kapas 1245 kg/ha menjadi 1443 kg/ha. Mereka juga menemukan bahwa
penambahan abu terbang 0-80 ton/ha meningkatkan hasil padi dari 61,82 kw/ha
menjadi 63.58 kw/ha (Aktar, 2008).
Fakultas Pertanian Raichur mengamati bahwa hasil kacang tanah meningkat
dari 24.1 kw/ha menjadi 31.9 kw/ha dengan aplikasi abu terbang sebesar 20
ton/ha. Pada sistem tumpangsari padi dan kacang tanah, aplikasi abu terbang 10
ton/ha meningkatkan hasil padi rata-rata 14% dan polong kacang tanah 26%
dibanding dengan kontrol. Aplikasi abu terbang 10 ton/ha dikombinasi dengan
sumber organik dan anorganik pada satu musim dengan tumpangsari padi dan
kacang tanah meningkatkan hasil keduanya secara nyata dibanding dengan hanya
menggunakan pupuk kimia (Aktar, 2008).
Beberapa sifat kimia tanah gambut seperti pH, P, kadar basa-basa K, Na,
Ca, dan Mg serta persentase kejenuhan basa dapat meningkat setelah pemberian
abu terbang pada empat dosis yang berbeda. Penurunan terjadi pada nilai KTK
yang menurun dari 87,02 me/100 g hingga menjadi 54,08 me/100 g. Penurunan
KTK ini terjadi karena semakin rendahnya porsi gambut per satuan berat tertentu
akibat semakin meningkatnya porsi abu terbang (Iskandar et al., 2008).
7
Abu terbang masih sangat potensial untuk dikembangkan pada produk
pertanian yang dapat dimakan, namun perlu diterapkan beberapa faktor dalam
pemanfaatannya, seperti batas asupan logam berat per hari yang diperbolehkan,
pengembangan pemanfaatan abu terbang lebih diutamakan pada tanaman
penghasil biji dan tanaman penghasil minyak, serta penggunaan kultivar yang
memiliki kemampuan rendah dalam mengakumulasi logam berat (Hayati, 2010).
8
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Analisis kimia abu terbang dilakukan di Laboratorium Genesis dan
Klasifikasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret sampai Agustus 2010.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah abu terbang yang sudah tertimbun selama
enam bulan dan lima tahun pada landfiil, serta abu terbang segar yang diambil
dari Electrostatic Presipitator (ESP) dari PLTU Suralaya.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Pengambilan Contoh Abu Terbang
Pengambilan contoh abu terbang dilakukan pada 3 sumber, yaitu langsung
dari Electrostatic Precipitator (ESP), abu terbang berumur 6 bulan dari landfiil
seluas 4 ha (Gambar Lampiran 2), dan dari abu terbang berumur 5 tahun yang
telah tertimbun tanah (Gambar Lampiran 1). Contoh abu terbang dari landfiil
berumur enam bulan diambil pada kedalaman 20 cm, diambil secara acak
sebanyak 1 kg abu terbang, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan
diberi label. Abu terbang berumur 5 tahun diambil dari timbunan tanah dengan
kedalaman 30 cm dan ketebalan abu terbang di bawah tanah 8 cm, diambil secara
acak sebanyak 1 kg abu terbang, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik
dan diberi label, yang selanjutnya ditentukan sifat kimia dan kadar unsurnya.
3.3.2. Metode Perkolasi
Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan metode perkolasi (leaching
test), dapat dilihat pada Gambar Lampiran 4. Pada metode ini, abu terbang dengan
bobot masing-masing 250 gram, dimasukkan ke dalam tabung perkolasi, lalu
setiap hari masing-masing tabung perkolasi dialiri dengan aquadest sekitar 100 ml
selama tiga bulan. Air yang terperkolasi (perkolat) ditampung dalam jerigen.
Perkolat diukur setiap satu bulan sekali untuk menentukan pH, EC (Electrical
9
Conductivity = daya hantar listrik) dan jumlah unsur K, Na, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu,
Zn, Cr, dan Ni.
3.3.3. Analisis Kimia Abu Terbang
Analisis sifat kimia abu terbang meliputi: pH (H2O 1:2), Electrical
Conductivity (EC), dan analisis unsur kimia abu terbang meliputi Ca, K, Na, Mg,
Fe, Mn, Cu, Zn, Cr, dan Ni (dengan destruksi HClO4 dan HNO3 1:2). Analisis
beberapa unsur abu terbang digunakan untuk mengetahui kandungan unsur yang
diperlukan tumbuhan untuk pertumbuhannya dan untuk mengetahui kandungan
logam berat yang terdapat dalam abu terbang sehingga dapat diperkirakan
kemungkinan pengembangan pemanfaatannya.
Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, Cr, dan Ni diukur dengan menggunakan AAS
sedangkan K dan Na diukur menggunakan alat Flamephotometer dengan deret
standar masing-masing sebagai pembanding (Anshori dan Purnariyanto, 2008).
7,60 cm
20,30 cm
Abu terbang
Filter berupa glasswool (Gambar Lampiran 5)
Sekat berupa kertas saring
Selang
Jerigen
Gambar 1. Metode perkolasi
10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Sifat Kimia Abu Terbang
Abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ESP
(Electrostatic Precipitator) yang merupakan abu terbang segar dan abu terbang
dari landfiil berumur 6 bulan dan 5 tahun yang sudah tertimbun oleh tanah. Pada
ketiga abu terbang ini memiliki perbedaan warna, yang dapat dilihat pada Gambar
Lampiran 6.
Hasil analisis untuk mengetahui sifat kimia abu terbang yang digunakan
dalam penelitian ini baik sebelum maupun sesudah proses perkolasi disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisis kimia total abu terbang sebelum dan setelah melalui proses
perkolasi selama 3 bulan
Parameter
pH H2O (1:2)
EC (1:2) (dSm-1)
K (ppm)
Na (ppm)
Ca (ppm)
Mg (ppm)
Fe (ppm)
Cu (ppm)
Zn (ppm)
Mn (ppm)
Cr (ppm)
Ni (ppm)
Abu Terbang
Segar
Setelah
Awal
Tercuci
11,1
8,0
3,12
150
1808
1780
82
648
12
30
223
14
40
0,31
125
1199
759
28
646
11
28
223
13
38
Abu Terbang
6 bulan
Setelah
Awal
Tercuci
9,4
7,7
0,76
100
1572
808
48
528
6
24
198
13
38
0,23
75
1050
386
15
525
5
22
197
12
37
Abu Terbang
5 tahun
Setelah
Awal
Tercuci
8,4
7,4
0,39
50
751
559
34
453
4
22
158
2
31
0,12
25
478
414
12
404
4
21
157
2
30
Pada analisis awal terlihat bahwa abu terbang memiliki pH 11,1 pada abu
terbang dari segar, pH 9,4 pada abu terbang berumur 6 bulan, dan 8,4 pada abu
terbang berumur 5 tahun. Hal ini mengindikasi bahwa abu terbang yang
digunakan dalam penelitian ini bersifat basa. Sifat abu terbang semacam ini dapat
menetralisir tanah masam. Oleh karena itu, pengaplikasian abu terbang untuk
11
tanah pertanian masam dapat meningkatkan pH tanah (Aktar, 2008). Selanjutnya
berdasarkan penelitian Rosmanah et al. (2004) diketahui bahwa abu batubara
dapat digunakan sebagai bahan baku penetral pH pada air asam tambang batubara.
Hasil analisis awal menunjukkan bahwa pH abu terbang segar lebih tinggi
dibanding pH abu terbang dari landfiil, yang terdiri dari abu terbang berumur 6
bulan dan 5 tahun. Hal ini diduga abu terbang segar belum mengalami proses
pencucian di landfiil. Nilai pH abu terbang pada dasarnya ditentukan oleh
komposisi bahan induk batubara. Bahan induk batubara dengan kandungan sulfur
tinggi akan menghasilkan abu terbang dengan pH yang bersifat masam, sedangkan
batubara dengan kandungan sulfur rendah akan menghasilkan abu terbang dengan
pH bersifat alkalis (Haynes, 2009). Berdasarkan hal tersebut, PLTU Suralaya
menggunakan batubara dengan kandungan sulfur yang rendah, sehingga
menghasilkan abu terbang dengan pH bersifat alkalis.
Daya hantar listrik merupakan salah satu parameter yang dipakai untuk
mengukur akumulasi garam (Anwar dan Sudadi, 2007). Nilai DHL pada analisis
awal abu terbang segar sebesar 3,12 dSm-1 lebih tinggi dibanding nilai DHL abu
terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun, yang berturut-turut bernilai 0,76 dSm-1 dan
0,39 dSm-1 (Tabel 1). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pathan et al. (2003), yang menunjukkan bahwa abu terbang segar memiliki nilai
DHL sebesar 1,3 dSm-1 lebih tinggi bila dibanding dengan nilai DHL abu terbang
yang telah mengalami proses pencucian (abu terbang berumur 3 tahun, nilai
DHL=0,51 dSm-1 dan abu terbang berumur 3 bulan memiliki DHL sebesar 0,59
dSm-1).
Penurunan nilai pH dan DHL pada abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun
diperkirakan terjadi karena adanya proses pencucian di landfiil, sehingga
kandungan kimianya akan terus menerus berkurang bergantung dengan semakin
lamanya abu terbang tersebut berada di landfiil. Hal ini sejalan dengan penelitian
Haynes (2009) yang menyatakan bahwa proses pencucian menyebabkan
berkurangnya garam-garam terlarut dan menurunkan pH. Partikel abu terbang
yang sangat halus dan bersifat porous berkontribusi terhadap tingkat pencucian
yang tinggi.
12
Nilai pH dan DHL dalam abu terbang merupakan faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam perannya sebagai pembenah tanah atau bahan amelioran,
karena pH berpengaruh terhadap mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap
tanaman dan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi
bahan organik serta penyediaan unsur hara bagi tanaman (Hardjowigeno, 2007).
Selanjutnya Haynes (2009) juga menyatakan bahwa pH berpengaruh terhadap
mobilitas dan kelarutan logam essensial dan non essensial di dalam tanah.
Abu terbang diketahui memiliki jumlah kation-kation basa seperti kalsium
(Ca), magnesium (Mg), kalium (K), dan natrium (Na) yang tinggi. Kalsium
merupakan kation yang terdapat dalam abu terbang dalam jumlah yang tinggi.
Hasil analisis awal kimia total menunjukkan bahwa kadar kalsium abu terbang
segar, abu terbang berumur 6 bulan, dan 5 tahun tersebut secara berurutan 1780
ppm Ca, 808 ppm Ca, dan 559 ppm Ca. Sedangkan kadar magnesium pada abu
terbang segar, abu terbang berumur 6 bulan, dan 5 tahun secara berurutan adalah
82 ppm Mg, 48 ppm Mg, dan 34 ppm Mg. Tinggi rendahnya kadar kalsium dan
magnesium yang dikandung menentukan tipe abu terbang itu sendiri. Dikenal dua
jenis abu terbang, yaitu abu terbang kelas C dan kelas F. Abu terbang kelas C
memiliki kandungan kapur yang tinggi (CaO dan MgO >15%), sedangkan kelas F
memiliki kandungan kapur yang lebih rendah dibandingkan kelas C (CaO dan
MgO <10%) (Haynes, 2009). Berdasarkan pada analisis diketahui bahwa
kandungan CaO dalam abu terbang ini sebesar 0,25 % dan kandungan MgO
sebesar 0,014 %, sehingga dapat dikatakan bahwa abu terbang yang digunakan
dalam penelitian ini termasuk abu terbang kelas F.
Unsur natrium merupakan kation basa yang kandungannya paling tinggi
pada analisis awal abu terbang. Kadar natrium pada analisis awal kimia total dari
abu terbang segar, abu terbang berumur 6 bulan, dan 5 tahun secara berurutan
adalah 1808 ppm Na, 1572 ppm Na, dan 751 ppm Na, sedangkan kadar kalium
secara berurutan adalah 150 ppm K, 100 ppm K, dan 50 ppm K. Kadar kalium dan
natrium pada abu terbang segar paling tinggi dibanding abu terbang berumur 6
bulan dan 5 tahun.
Berdasarkan data yang diperoleh, semakin lama abu terbang diletakkan di
landfiil, semakin sedikit kandungan unsur Ca, Mg, K, dan Na dalam abu terbang.
13
Hal ini diduga bahwa abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun telah mengalami
proses pencucian. Selain itu, dalam abu terbang terdapat oksida-oksida, seperti
Na2O, K2O, CaO, dan MgO. Pada abu terbang di landfill, oksida-oksida tersebut
akan bereaksi dengan CO2 di atmosfer, sehingga membentuk natrium karbonat,
kalium karbonat, kalsium karbonat, dan magnesium karbonat. Senyawa-senyawa
tersebut lebih stabil dibanding oksida-oksidanya, terutama magnesium karbonat
(MgCO3) dan kalsium karbonat (CaCO3). Hal ini yang menyebabkan kandungan
basa-basa (K, Na, Ca, dan Mg) pada abu terbang berumur 5 tahun di landfill
masih ada, dapat dilihat pada Tabel 1.
Unsur mikro merupakan unsur hara yang terdapat di tanah dan dibutuhkan
oleh tanaman dalam jumlah sedikit. Unsur besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), dan
tembaga (Cu) merupakan contoh unsur-unsur mikro essensial. Kadar unsur mikro
tertinggi yang dikandung abu terbang adalah Fe. Kadar Fe pada abu terbang dari
ESP, abu terbang 6 bulan, dan abu terbang 5 tahun secara berurutan adalah 648
ppm Fe, 528 ppm Fe, dan 453 ppm Fe.
Mangan (Mn) merupakan unsur logam yang cukup tinggi kedua setelah Fe
berdasarkan hasil analisis. Kadar mangan pada abu terbang dari ESP, abu terbang
6 bulan, dan abu terbang 5 tahun secara berurutan adalah 223 ppm Mn, 198 ppm
Mn, dan 158 ppm Mn. Menurut Swaine (1955 dalam Labanauskas, 1975), kadar
mangan dalam tanah berkisar antara 200-3000 ppm, dan rata-rata sekitar 600 ppm
dalam tanah. Hal ini dapat dikatakan bahwa kadar mangan dalam abu terbang ini
tergolong rendah.
Tembaga (Cu) dan seng (Zn) pada abu terbang terdapat dalam jumlah
sedikit. Kadar Cu pada abu terbang dari ESP, 6 bulan, dan 5 tahun secara
berurutan adalah 12 ppm Cu, 6 ppm Cu, dan 4 ppm Cu, sedangkan nilai Zn secara
berurutan adalah 30 ppm Zn, 24 ppm Zn, dan 22 ppm Zn. Berdasarkan hasil
analisis abu terbang ini kandungan Cu paling rendah diantara unsur mikro yang
lainnya. Menurut Swaine (1955 dalam Labanauskas, 1975), kadar tembaga dalam
tanah berkisar antara 2-100 ppm.
Kadar unsur mikro (Fe, Mn, Zn, dan Cu) pada analisis awal abu terbang
segar lebih tinggi dibanding abu terbang pada landfiil, yang terdiri dari abu
terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
14
Abu terbang mengandung unsur logam berat antara lain kromium (Cr),
timbal (Pb), nikel (Ni), dan kadmium (Cd). Oleh sebab itu abu terbang
dikategorikan sebagai limbah beracun dan berbahaya bagi tanah, apabila kadar
unsur-unsur tersebut di atas batas ambang yang dapat ditolerir oleh tanah.
Berdasarkan Iskandar et al. (2008), kadar logam berat nikel (Ni) dan kromium
(Cr) merupakan kandungan tertinggi pada abu terbang dibanding logam berat
yang lainnya, sehingga pada analisis logam berat yang dihitung hanya nilai Cr dan
Ni. Hasil analisis kadar total logam abu terbang ditampilkan pada Tabel 1. Kadar
kromium pada abu terbang segar, abu terbang 6 bulan, dan abu terbang 5 tahun
secara berurutan adalah 14 ppm Cr, 13 ppm Cr, dan 2 ppm Cr, sedangkan kadar
nikel secara berurutan adalah 40 ppm Ni, 38 ppm Ni, dan 31 ppm Ni. Dari analisis
terlihat bahwa abu terbang mengandung beberapa unsur yang dibutuhkan tanaman
dan logam-logam yang bersifat toksik seperti Cr dan Ni
apabila dalam
konsentrasi yang tinggi. Secara keseluruhan konsentrasi total logam pada abu
terbang segar lebih tinggi dibanding abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun.
Kadar nikel dan kromium pada abu terbang ini tergolong rendah. Hal ini sesuai
dengan penelitian dari Swaine (1955 dalam Pratt, 1975) yang menyatakan bahwa
kadar kromium dalam tanah berkisar antara 5-1000 ppm Cr. Oleh karena itu kadar
kromium pada abu terbang dalam penelitian ini yang hanya 14 ppm tidak bersifat
toksik terhadap tanah.
Swaine (1955 dalam Vanselow, 1975) menyatakan bahwa kadar nikel
dalam tanah berkisar antara 5-500 ppm Ni, dan rata-rata sekitar 100 ppm Ni dalam
tanah. Kadar Ni dalam abu terbang ini sebesar 40 ppm, ini jauh di bawah batas
ambang yang dapat ditolerir dalam tanah, sehingga abu terbang ini tidak termasuk
dalam limbah yang toksik terhadap tanah.
Tabel 1 menunjukkan analisis awal kimia total abu terbang dan setelah
melalui proses perkolasi selama 3 bulan, pH abu terbang dari ESP menjadi 8,0
dari 11,1 , pH abu terbang berumur 6 bulan menjadi 7,7 dari 9,4, dan pH abu
terbang berumur 5 tahun menjadi 7,4 dari 8,4. Hal ini menunjukkan bahwa setelah
mengalami proses perkolasi selama 3 bulan, ketiga pH abu terbang tersebut
menurun,
bila
dibandingkan
dengan
analisis
awal.
menginformasikan bahwa proses perkolasi dapat menurunkan pH.
Data
analisis
15
Nilai DHL setelah mengalami proses perkolasi adalah abu terbang segar
0,31 dSm-1 lebih tinggi dibanding nilai DHL abu terbang berumur 6 bulan dan 5
tahun, yang berturut-turut bernilai 0,23 dSm-1 dan 0,12 dSm-1 (Tabel 1). Nilai
DHL menurun setelah mengalami proses perkolasi. Hal ini berpengaruh terhadap
konsentrasi unsur makro dan mikro yang rata-rata menurun pula.
Kadar Ca, K, Na, dan Mg pada analisis abu terbang setelah mengalami
proses perkolasi menurun dibanding analisis awal abu terbang. Hal ini diduga
adanya proses pencucian yang mengakibatkan menurunkan konsentrasi unsur
makro dalam abu terbang. Selisih antara analisis awal pada kadar unsur Fe, Mn,
Zn, Cu, Cr, dan Ni dengan analisis setelah mengalami proses perkolasi hanya
kecil. Hal ini dapat diduga bahwa pada saat proses perkolasi unsur-unsur tersebut
tercuci dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga tidak dapat terukur oleh alat.
Pada analisis pendahuluan abu terbang kadar unsur Fe, Mn, Zn, Cu, Cr, dan Ni
lebih kecil dibanding unsur makronya (K, Na, Mg, Ca), ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Abu terbang mengandung unsur-unsur yang diperlukan tanaman, seperti K,
Mg, Ca, Fe, dan Mn, sehingga abu terbang dapat dibandingkan dengan pupuk
yang ada di pasaran. Tabel 2 merupakan perbandingan kandungan abu terbang
dengan pupuk kalium klorida, kalium sulfat, kieserit, kapur tohor, fero sulfat, dan
mangan oksida.
Tabel 2. Perbandingan kandungan abu terbang dengan pupuk kalium klorida,
kalium sulfat, kieserit, kapur tohor, fero sulfat, dan mangan oksida
Parameter
1 Kg abu
terbang
segar
1 Kg abu
terbang
berumur 6
bulan
1 Kg abu
terbang
berumur 5
tahun
KCl
Setara dengan Pupuk (dalam gram)
K2SO4
MgSO4
CaO
FeSO4
MnO
0,29-0,30
0,64-0,67
0,47
2,54
3,24-3,41
0,33-0,54
0,19- 0,20
0,43- 0,45
0,27
1,15
2,64-2,78
0,29-0,48
0,09-0,10
0,21-0,22
0,20
0,80
2,27-2,38
0,23-0,39
16
Hasil perhitungan Tabel 2 berdasarkan pada Tabel Lampiran 3 dan Tabel
Lampiran 4, yang menunjukkan bahwa 1 kg abu terbang segar setara dengan 2,54
gram kapur tohor dan 1 kg abu terbang segar setara dengan 3,24-3,41 gram pupuk
fero sulfat, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Dari data tersebut dapat dikatakan
bahwa abu terbang masih potensial untuk dikembangkan dalam bidang pertaian,
tetapi kandungan logam berat harus menjadi perhatian.
4.2. Analisis Sifat Kimia Perkolat
4.2.1. Kemasaman Larutan (pH) dan Daya Hantar Listrik (DHL)
Hasil pengukuran pH perkolat melalui metode perkolasi bulan pertama,
kedua, dan bulan ketiga disajikan pada Gambar 2. Hasil pencucian dengan
ekstraktan aquadest menunjukkan bahwa pH perkolat setiap bulannya rata-rata
menurun baik untuk abu terbang dari ESP, abu terbang berumur 6 bulan, dan abu
terbang berumur 5 tahun. Terlihat bahwa pH perkolat berkisar antara 7,3 hingga
7,8 yang berarti lebih tinggi dari pH awal aquadest sebesar 6,38. Peningkatan pH
perkolat mengindikasi adanya perubahan konsentrasi ion-ion basa yang semakin
meningkat. Dengan semakin lamanya waktu perkolasi, pH perkolat terlihat sedikit
menurun untuk ketiga abu terbang tersebut. Gambar 2 memperlihatkan bahwa pH
perkolat yang berasal dari abu terbang segar rata-rata lebih tinggi dibanding abu
terbang terlapuk (berumur 6 bulan dan 5 tahun). Hal ini nampaknya terkait dengan
kandungan basa-basa total yang terdiri dari K, Na, Ca, dan Mg dalam abu terbang
segar yang lebih tinggi dibanding dengan abu terbang di landfiil (Tabel 1).
Gambar 2. Pengaruh lama perkolasi terhadap pH perkolat beberapa abu terbang
(segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)
17
Hasil pengukuran daya hantar listrik perkolat pada bulan pertama, kedua,
dan ketiga disajikan pada Gambar 3. Hasil pencucian dengan ekstraktan aquadest
menunjukkan bahwa DHL perkolat setiap bulannya rata-rata menurun baik untuk
abu terbang dari ESP, abu terbang berumur 6 bulan, dan abu terbang berumur 5
tahun. Terlihat bahwa DHL perkolat berkisar antara 0,23 dSm-1 hingga 0,35 dSm-1
yang berarti lebih tinggi dari DHL awal aquadest sebesar 1,9 µScm-1. Perubahan
DHL perkolat mengindikasikan adanya perubahan konsentrasi unsur makro.
Gambar 3. Pengaruh lama perkolasi terhadap DHL perkolat beberapa abu terbang
(segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)
4.2.2. Kelarutan Unsur-unsur Hara Makro
Unsur-unsur hara makro yang dianalisis adalah K, Na, Ca, dan Mg,
disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis kelarutan unsur-unsur hara makro
dalam perkolat setelah melalui proses perkolasi, disajikan pada Gambar 4 sampai
Gambar 7. Secara umum terlihat bahwa jumlah unsur-unsur yang tercuci pada
bulan pertama lebih tinggi dibanding bulan kedua dan ketiga.
Unsur kalium yang terlarut jumlahnya relatif kecil, antara 14 ppm K hingga
47 ppm K, hal ini dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Berdasarkan analisis total
kalium pada perkolat abu terbang segar lebih tinggi dibanding abu terbang
berumur 6 bulan dan 5 tahun, dapat dilihat pada Gambar 4.
18
Gambar 4. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar kalium perkolat beberapa abu
terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)
Unsur kalsium merupakan unsur yang terlarut paling tinggi dalam
percobaan ini, kadar kalsium pada perkolat antara 22 ppm Ca hingga 502 ppm Ca,
dapat dilihat pada Gambar 5. Hal ini diduga selain tergantung kepada jumlah
unsur tersebut secara keseluruhan tetapi juga tergantung kepada jenis garam yang
terbentuk dalam abu terbang. Unsur kalsium pada percobaan ini merupakan unsur
yang tercuci dalam jumlah banyak dibanding dengan kation basa lain. Hal ini
diduga karena kadar unsur kalsium pada ketiga jenis abu terbang saat analisis
awal tergolong tinggi.
Gambar 5. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar kalsium perkolat beberapa abu
terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)
19
Natrium merupakan unsur yang terlarut dalam jumlah yang relatif besar
setelah kalsium. Kadar natrium perkolat antara 48 ppm Na hingga 247 ppm Na,
dapat dilihat pada Gambar 6. Magnesium merupakan unsur yang tercuci dalam
perkolat paling kecil, kadarnya antara 2 ppm Mg hingga 18 ppm Mg. Hal ini
dikarenakan pada analisis pendahuluan unsur magnesium memiliki kadar yang
paling sedikit pada abu terbang dibanding kation basa yang lain, dapat dilihat pada
Tabel 1.
Gambar 6. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar natrium perkolat beberapa abu
terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)
Kadar K, Na, Ca, dan Mg dalam perkolat pada abu terbang segar lebih
tinggi dibanding abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Pada perkolasi bulan
pertama juga lebih tinggi dibanding bulan kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan
pada bulan ketiga unsur yang tercuci semakin sedikit, karena unsur-unsur tersebut
sudah banyak tercuci pada bulan pertama.
Gambar 7. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar magnesium perkolat beberapa
abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)
20
4.2.3. Kelarutan Unsur-unsur Hara Mikro (Fe, Mn, Zn, Cu), dan Cr serta Ni
Dari hasil analisis perkolat baik pada abu terbang segar, berumur 6 bulan,
dan 5 tahun unsur-unsur Fe, Mn, Zn, dan Cu tidak terukur, seperti dapat dilihat
pada Tabel Lampiran 1. Hal ini disebabkan kemungkinan terlalu kecilnya unsurunsur hara mikro yang tercuci pada saat proses perkolasi, sehingga karena
keterbatasan pembacaan alat tidak terukur nilainya pada AAS. Begitu pun unsur
logam seperti Cr dan Ni, tidak terukur dalam perkolat.
4.3. Persentase Unsur-unsur yang Tercuci pada Abu Terbang
Tabel 3 menunjukkan perbandingan unsur-unsur yang tercuci antara analisis
awal dan akhir serta persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap
kandungan unsur terhadap abu terbang selama 3 bulan. Berdasarkan analisis kimia
abu terbang dan perkolat, unsur makro yang terdiri dari K, Na, Ca, dan Mg
mengalami pencucian, sedangkan untuk unsur mikro (Fe, Mn, Zn, dan Cu), Cr,
dan Ni tidak terukur dalam perkolat.
Pada unsur kalium terlihat adanya perbedaan persentase unsur yang tercuci
antara analisis awal dan akhir serta persentase kandungan unsur dalam seluruh
perkolat terhadap kandungan unsur terhadap abu terbang selama 3 bulan sangat
signifikan. Tetapi pada unsur natrium, kalsium, dan magnesium perbedaannya
tidak signifikan. Pada unsur kalium, total unsur yang tercuci dari abu terbang
ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 70,12%, 96,89%, dan
93,08%. Nilai ini sangat berbeda pada persentase selisih antara analisis awal dan
akhir, abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah
16,65%, 25,04%, dan 74,98%.
Pada unsur natrium persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat
terhadap kandungan unsur dalam abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang
secara berturut-turut adalah 32,46%, 33,53%, dan 33,23%. Nilai ini hampir sama
pada persentase selisih antara analisis awal dan akhir, abu terbang ESP, 6 bulan,
dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 33,68%, 33,23%, dan 36,42%.
Analisis ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada unsur kalsium persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat
terhadap kandungan unsur dalam abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang
21
secara berturut-turut adalah 57,63%, 51,27%, dan 27,51%. Nilai ini hampir sama
pada persentase selisih antara analisis awal dan akhir, abu terbang ESP, 6 bulan,
dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 57,36%, 52,23%, dan 25,94%.
Sedangkan pada unsur magnesium persentase kandungan unsur dalam seluruh
perkolat terhadap kandungan unsur dalam abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun
yang secara berturut-turut adalah 51,59%, 71,88%, dan 60,59%. Nilai ini hampir
sama pada persentase selisih antara analisis awal dan akhir. Kadar magnesium
pada abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah
65,85%, 68,75%, dan 64,71%. Pada unsur kalsium dan magnesium perbedaan
persentase antara analisis awal dan akhir serta persentase kandungan unsur dalam
seluruh perkolat terhadap kandungan unsur dalam abu terbang selama 3 bulan.
Pada unsur Fe, Cu, Zn, Mn, Cr, dan Ni dalam total perkolat selama 3 bulan
tidak terukur, hal ini diduga karena kecilnya unsur yang tercuci. Hal ini sesuai
dengan persentase yang dihasilkan antara selisih analisis awal dan akhir, yang
menghasilkan persentase yang kecil, dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika tahun 2008, curah
hujan daerah Suralaya sebesar 2000 mm/tahun sampai 2500 mm/tahun, dapat
dilihat pada Gambar Lampiran 7. Hal ini dapat dikatakan bahwa curah hujan
daerah Suralaya sebesar 5,56 mm/hari sampai 6,94 mm/hari. Dalam penelitian
ini, proses perkolasi menggunakan aquadest 100 ml setiap harinya, setara dengan
22 mm/hari. Dari perhitungan ini diduga bahwa kemungkinan unsur tercuci dalam
landfiil lebih lama daripada pada percobaan ini.
22
Tabel 3. Jumlah unsur-unsur yang tercuci dari satu gram abu terbang
Umur
Abu
Terbang
Proses Perkolasi
Total Perkolasi
Bulan
Parameter
Bulan ke-1 sampai ke-3
Awal
Akhir
ke-1
ke-2
ke-3
mg
%
mg
Mg
mg
% 2)
0,1049
Segar
0,1496
0,1247
0,0465
0,0394
0,0190
0,0249
16,65
70,12
0,0967
K
6 bulan
0,0998
0,0748
0,0369
0,0432
0,0166
0,0250
25,04
96,89
0,0928
5 tahun
0,0997
0,0249
0,0436
0,0348
0,0144
0,0748
74,98
93,08
0,5870
Segar
1,8084
1,1994
0,2466
0,2163
0,1241
0,6091
33,68
32,46
Na
0,5272
0,2363
0,1830
0,1079
6 bulan
1,5721
1,0498
0,5224
33,23
33,53
0,2496
5 tahun
0,7512
0,4776
0,1296
0,0724
0,0476
0,2736
36,42
33,23
1,0258
0,5025
0,3226
0,2007
Segar
1,7800
0,7590
1,0210
57,36
57,63
Ca
0,4143
6 bulan
0,8080
0,3860
0,1992
0,1265
0,0886
0,4220
52,23
51,27
0,1538
5 tahun
0,5590
0,4140
0,0840
0,0473
0,0225
0,1450
25,94
27,51
0,0423
Segar
0,0820
0,0280
0,0176
0,0149
0,0098
0,0540
65,85
51,59
Mg
0,0345
6 bulan
0,0480
0,0150
0,0160
0,0125
0,0060
0,0330
68,75
71,88
0,0206
5 tahun
0,0340
0,0120
0,0096
0,0090
0,0020
0,0220
64,71
60,59
tr
tr
tr
Segar
0,6480
0,6460
0,0020
0,31
Fe
tr
tr
tr
6 bulan
0,5280
0,5250
0,0030
0,57
tr
tr
tr
5 tahun
0,4530
0,4520
0,0010
0,22
tr
tr
tr
Segar
0,0120
0,0110
0,0010
8,33
Cu
tr
tr
tr
6 bulan
0,0060
0,0050
0,0010
16,67
tr
tr
tr
5 tahun
0,0030
0,0030
0,0000
0,00
tr
tr
tr
Segar
0,0300
0,0280
0,0020
6,67
Zn
tr
tr
tr
6 bulan
0,0240
0,0220
0,0020
8,33
tr
tr
tr
5 tahun
0,0220
0,0210
0,0010
4,55
tr
tr
tr
Segar
0,2230
0,2220
0,0010
0,45
tr
tr
tr
Mn
6 bulan
0,2980
0,2970
0,0010
0,34
tr
tr
tr
5 tahun
0,1580
0,1570
0,0010
0,63
tr
tr
tr
Segar
0,0140
0,0130
0,0010
7,14
Cr
tr
tr
tr
6 bulan
0,0130
0,0120
0,0010
7,69
tr
tr
tr
5 tahun
0,0020
0,0020
0,0000
0,00
tr
tr
tr
Segar
0,0400
0,0380
0,0020
5,00
Ni
tr
tr
tr
6 bulan
0,0380
0,0370
0,0010
2,63
5 tahun
0,0310
0,0300
tr
tr
tr
0,0010
3,23
Keterangan: tr = tidak terukur; 1)Dihitung berdasar selisih antara analisis awal dan analisis akhir; 2) Persentase terhadap kandungan unsur dalam abu terbang
Analisis
Unsur Tercuci 1)
22
23
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Pada analisis awal abu terbang segar memiliki pH, daya hantar listrik, unsur
mikro, dan makro lebih tinggi dibanding abu terbang terlapuk, yang terdiri
dari abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun.
2. Pada percobaan dengan metode perkolasi, perkolat mengandung unsurunsur makro (K, Na, Ca, dan Mg) dalam jumlah bervariasi, sedangkan unsur
mikro (Fe, Mn, Zn, Cu, Cr, dan Ni) tidak terukur. Semakin lama proses
perkolasi, unsur dalam perkolat semakin menurun.
3. Diketahui bahwa 1 kg abu terbang segar setara dengan 2,54 g kapur tohor
dan mengandung unsur hara makro dan mikro, sehingga abu terbang masih
potensial untuk dimanfaatkan dalam bidang pertanian.
5. 2. Saran
Perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai pemanfaatan abu terbang pada
bidang pertanian.
24
DAFTAR PUSTAKA
Aktar, MD. 2008. Fly ash in agriculture: A Perspective. Tersedia di
http://www.holistic-thoughts.com [2 Juli 2010].
Anshori AY, dan Purnariyanto. 2008. Petunjuk Teknis Analisis Logam Berat
Tanah, Air, dan Tanaman. Badan Penelitian Lingkungan Pertanian. Balai
Penelitian Lingkungan Pertanian. Pati.
Anwar S, dan Sudadi U. 2007. Kimia Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Basu M, Pande M, Bhadoria PBS, and Mahapatra SC. 2009. Potential fly ash
utilization in agriculture (reviews). Progress in Natural Science.
Gupta AK, and Sinha S. 2008. Decontamination and/or revegetation of fly ash
dykes through naturally growing plants. Journal of Hazard Materials
153:1078-1087.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressido. Jakarta.
Hayati, R. 2010. Karakteristik Abu Terbang (Fly Ash) dan Eksplorasi Vegetasi
Fitoremediator di Area Landfiil Abu Terbang untuk Pengelolaan Ramah
Lingkungan [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Haynes, RJ. 2009. Reclamation and revegetation of fly ash disposal siteschalleges needs (reviews). Journal Environmental Management 90:43-53.
Inthasan JN, Hirunburanan L, and K Stahr. 2002. Effect of fly ash on soil
properties, nutrients status and environment in Northern Thailand. Soil
Science International Congress. Bangkok.
Iskandar, Suwardi, dan EFR Ramadina. 2008. Pemanfaatan bahan amelioran abu
terbang pada lingkungan tanah gambut: (I) pelepasan hara mikro. Jurnal
Tanah Indonesia, 1(1): 1-6.
Labanauskas, CK. 1975. Manganese p:264. In: Chapman, HD (ed). Diagnostic
Criteria For Plants and Soils. Eurasia Publishing House. New Delhi.
Labanauskas CK, and W Reuther. 1975. Copper p:165. In: Chapman, HD (ed).
Diagnostic Criteria For Plants and Soils. Eurasia Publishing House. New
Delhi.
25
Leiwakabessy FM, dan Sutandi A. 2004. Pupuk dan Pemupukan. IPB Press.
Bogor.
Lestari ID, Setiadi D, dan Abidin Z. 2004. Respon pertumbuhan tanaman Sengon
(Paraserianthes falcataria L.) terhadap pemberian abu batubara. Jurnal
Analisis Lingkungan 1(2):72-80.
Pathan SM, Aylmore LAG, and Colmer TD. 2003. Properties of fly ash materials
in relation to use as soil amendments. Journal Environmental Qual. 32:
687-693.
Pratt, PF. 1975. Chromium p:136. In: Chapman, HD (ed). Diagnostic Criteria For
Plants and Soils. Eurasia Publishing House. New Delhi.
Ramadina, EFR. 2003. Potensi Abu Terbang (Fly Ash) sebagai Bahan Amelioran
pada Lahan Gambut dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. [Skripsi]
Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Rosmanah L, Setiadi D, dan Abidin Z. 2004. Respon pertumbuhan tanaman
jagung (Zea Mays L.) terhadap pemberian abu batubara. Jurnal Analisis
Lingkungan 1(2).
Supriyono HS, dan Sutopo R. 1994. Pengkajian pemanfaatan abu terbang
batubara PLTU Suralaya untuk bahan bangunan. Buletin Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) Vol. 16, No. 10. Bandung.
Tisdale SL, WL Nelson, and JD Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers.
Macmilan Publishing Company. New York.
Vanselow, AP. 1975. Nickel p:302. In: Chapman, HD (ed). Diagnostic Criteria
For Plants and Soils. Eurasia Publishing House. New Delhi.
26
LAMPIRAN
27
Tabel Lampiran 1. Karakteristik kimia perkolat setelah melalui proses pencucian 3 bulan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Parameter
pH H2O (1:2)
EC (1:2) (dSm-1)
K (ppm)
Na (ppm)
Ca (ppm)
Mg (ppm)
Fe (ppm)
Cu (ppm)
Zn (ppm)
Mn (ppm)
Cr (ppm)
Ni (ppm)
Perkolat dari Abu Terbang
Segar
bulan
bulan
bulan
ke-1
ke-2
ke-3
7,8
7,6
7,5
0,35
0,27
0,25
47
39
19
247
216
124
502
323
201
18
15
10
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
Perkolat dari Abu Terbang
6 bulan
bulan
bulan
bulan
ke-1
ke-2
ke-3
7,6
7,5
7,4
0,26
0,26
0,24
37
43
17
236
183
108
199
127
89
16
12
6
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
Perkolat dari Abu Terbang
5 tahun
bulan
bulan
bulan
ke-1
ke-2
ke-3
7,5
7,3
7,3
0,25
0,24
0,23
44
35
14
130
72
48
84
47
22
10
9
2
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
tr
Keterangan:
tr = tidak terukur
Tabel Lampiran 2. Jumlah perkolat yang dihasilkan (dalam ml)
Bulan pertama
Bulan kedua
Bulan ketiga
Abu terbang segar
2524
2552
2534
Abu terbang 6 bulan
2549
2479
2568
Abu terbang 5 tahun
2647
2582
2628
27
28
Tabel Lampiran 3. Persentase kandungan unsur-unsur dalam abu terbang
Unsur
K
Mg
Ca
Fe
Mn
Segar
0,0150
0,0082
0,1780
0,0648
0,0223
6 bulan
0,0100
0,0048
0,0808
0,0528
0,0198
5 tahun
0,0050
0,0034
0,0559
0,0453
0,0158
Tabel lampiran 4. Macam-macam pupuk dan persentase kandungan unsur utamanya
Pupuk
Kalium Chlorida*)
Kalium Sulfat*)
Kieserit**)
Kapur Tohor**)
Fero Sulfat*)
Mangan Oksida*)
Rumus kimia
KCl
K2SO4
MgSO4
CaO
FeSO4
MnO
Keterangan:
*)
Sumber: Tiesdale et al., 1985
**)
Sumber: Leiwakabessy dan Sutandi, 2004
Kandungan utama
49,79-51,44 % K
22,41-23,31 % K
17,40 % Mg
70,00 % Ca
19,00-20,00 % Fe
41,00-68,00 % Mn
29
Gambar Lampiran 1. Tempat pengambilan
sample abu terbang berumur 5 tahun.
Gambar Lampiran 3. Landfiil abu terbang
PLTU Suralaya
Gambar Lampiran 2. Tempat pengambilan
sample abu terbang berumur 6 bulan
Gambar Lampiran 4. Proses Perkolasi
Segar
Gambar Lampiran 5. Glasswool
6 bulan
5 tahun
Gambar Lampiran 6. Abu terbang
ESP, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun
30
PLTU Suralaya
Gambar Lampiran 7. Peta curah hujan Pulau Jawa
Download