Local Government Corruption Study – LGCS Report (1st draft)

advertisement
MEMERANGI KORUPSI di
INDONESIA YANG
TERDESENTRALISASI
LOCAL GOVERNMENT CORRUPTION STUDY - LGCS
Justice for the Poor Program, World Bank
June, 2007
1
ALUR PRESENTASI





Tentang Penelitian
Korupsi di tingkat lokal
Aksi & Strategi Aktor Pendorong
Proses Hukum
Rekomendasi
2
Mengapa Studi ini Penting?

Fenomena pengungkapan korupsi sebesar ini belum
pernah terjadi dalam sejarah Indonesia:
desentralisasi; menebar korupsi atau memberi
peluang partisipasi?

Tujuan studi:
Dokumentasi pengungkapan kasus korupsi
Identifikasi modus operandi korupsi lokal & strategi
aktor pendorong
Identifikasi peluang keberhasilan dan kegagalan
penanganan korupsi
a.
b.
c.
3
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian lapangan Mei – November 2006
 Di 5 propinsi: Sumatera Barat, Kalimantan
Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan NTB
 10 kasus dugaan korupsi; 4 kasus eksekutif
kabupaten, 4 kasus DPRD kabupaten, 2 kasus
legislatif propinsi
 Dengan fokus pada pengalaman aktor
pendorong, telah dilakukan in-depth interview
pada 200 responden dan dilakukan 13 FGD 4
Modus Operandi Korupsi
Legislatif:
a.
b.
c.
Memperbanyak dan memperbesar mata anggaran
dalam RAPBD
Menyalurkan APBD kepada yayasan milik anggota
Manipulasi dana kegiatan/perjalanan dinas
Eksekutif:
a.
b.
c.
d.
Penggunaan sisa dana (UUDP) tanpa prosedur
Penyimpangan prosedur pengajuan dan pencairan
dana kas daerah
Pemakaian sisa dana APBD
Manipulasi dalam proses pengadaan barang/jasa
5
Aktor Pendorong
”Mereka (aktor pendorong) sangat berarti buat kami, kami merasa dikontrol,
diawasi. Jadi kalau kami macam-macam ada yang langsung mengingatkan.
Kami tidak berani...”
Kepala Pengadilan Negeri, Blitar

Siapa Mereka? LSM lokal, akademisi, lembagalembaga tradisional/desa, lembaga mahasiswa,
lembaga profesi, partai politik, dan wartawan.

Motif Aktor Pendorong: tuntutan program kerja;
mandat dari basis atau kelompok dampingan;
pendidikan anti-korupsi kepada publik; persaingan
politik; peningkatan posisi tawar pelaku di kancah
politik lokal; balas dendam, motif ekonomi.
6
Pola Pengungkapan
Kasus Korupsi




Sumber laporan berasal dari masyarakat (Kajian
LSM, warga desa, barisan ‘sakit hati’) –bukan badan
pengawas pemerintah atau instansi penegak hukum
Darimanapun sumber temuan dugaan korupsi, LSM
selalu dipilih sebagai wadah untuk melakukan
perlawanan terhadap korupsi
Aktor pendorong mengambil kesempatan atas
persaingan antara lembaga atau kelompok politik
Ujung tombak pengungkapan kasus berada di tangan
media massa
7
Strategi Aktor Pendorong
Aktor pendorong dipercaya publik TAPI rentan dalam
menjaga konsolidasi

Proses ‘learning by doing’ –hanya merespon jalannya proses
hukum

Belum siap dengan ‘fight back’ dari koruptor
Strategi:
1.
Membangun konstituensi
2.
Membangun koalisi sementara
3.
Membangun demand publik untuk proses hukum yang cepat,
terbuka dan adil
4.
Membangun hubungan Kerjasama dengan instansi penegak
hukum.

8
Faktor Pendukung





akses terhadap dokumen anggaran dan
procurement
pengetahuan dan keterampilan pengkajian
anggaran dan investigasi dugaan korupsi
jaringan di tingkat nasional
peliputan media massa dan
sikap kooperatif terhadap/dari lembaga
penegak hukum
9
Faktor Pelemah




perpecahan di tubuh aktor pendorong
intimidasi dan ancaman gugatan hukum
dari tersangka
proses hukum ‘kompleks’ dan sulit sulit
diakses
Corruptor’s fight back
10
Bagaimana Mengukur Keberhasilan Aktor
Pendorong?
Fighting corruption atau Good Governance?

Indikator keberhasilan mendorong kasus:
 Kemampuan ‘menjaring’ indikasi korupsi → punya basis,
dipercaya
 Kemampuan melakukan Kajian/investigasi dan pelaporan
→ perlu perbaikan
 Membangun konstituen dan koalisi → cakap dalam
membangun, rentan dalam menjaga stamina
 Membangun demand untuk proses hukum yang baik →
berhasil memperkuat tekanan (terutama di tingkat lokal),
11
tapi belum berimplikasi pada output (putusan/eksekusi)
Proses Hukum
 Proses hukum adalah satu-satunya pilihan
 Semakin ‘tinggi’ proses hukum, semakin sulit
diawasi oleh aktor pendorong
 Secara umum, proses hukum korupsi lebih
transparan, raltif lebih cepat TAPI belum tentu
adil:
 Diskriminasi
 Kuatnya dugaan suap
 Dakwaan dan sanksi hukum lemah
 Eksekusi tidak dijalankan
12
Rekomendasi untuk Aktor Pendorong



Advokasi kebijakan Perda turunan dari PP
71/2000 menyangkut jaminan partisipasi
publik dalam penanganan korupsi
Menyusun platform anti korupsi bersama
instansi hukum dan pemerintah daerah
Memetakan dan memperkuat kerjasama
dengan aparat hukum reformis
13
Rekomendasi untuk Lembaga anti-korupsi, LSM
dan donor di tingkat nasional



Meningkatkan pengetahuan hukum dan
keterampilan investigasi aktor pendorong
Memperkuat jaringan kerja aktor pendorong
dengan lembaga/organisasi anti-korupsi di tingkat
nasional
Membantu aktor pendorong dalam
menindaklanjuti pemantauan dan tekanan terhadap
proses hukum di tingkat banding dan kasasi
14
Rekomendasi Untuk Lembaga Penegak Hukum



Menyediakan perangkat peraturan alternatif yang
dapat digunakan bagi Kejaksaan Negri untuk
melakukan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
Menetapkan indikator lamanya proses hukum di
masing-masing lembaga penegak hukum
Mengeluarkan surat edaran tentang keharusan
bagi kejaksaan untuk melakukan gelar perkara
serta memfasilitasi eksaminasi terhadap putusan
pengadilan
15
Download