pembahasan - WordPress.com

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan dibidang kesehatan terutama yang berkaitan dengan Kesehatan Ibu
Anak dan Keluarga Berencana merupakan suatu hal yang sangat mendapatkan perhatian
besar dan menjadi sorotan di dunia kesehatan. Tidak hanya menjadi persoalan dan
permasalahan yang di hadapi di Indonesia, namun juga menjadi permasalahan dihadapai di
berbagai belahan dunia.
WHO mencatat bahwa Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi masih
merupakan kejadian yang sangat tinggi di dunia kesehatan, sedangkan untuk program
Keluarga Berencana, terjadinya pembludakan jumlah populasi penduduk dunia seiring
dengan perkembangan zaman.
Oleh karena itu, berbagai instansi dan juga program yang mampu mengendalikan
permsalahan yang sedang di hadapi utnuk menangani kasus tersebut telah banyak di
keluarkan, baik oleh badan kesehatan dunia maupun oleh dinas kesehatan di negara masingmasing dalamupaya menurunkan kejadian Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi
yang sangat tinggi, serta untuk menanggulangi pembludakan jumlah Populasi penduduk di
dunia, tidak terkecuali di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil Rumusan Masalah sebagai
berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan KIA dan KB ?
2. Apakah tujuan dari KIA dan KB ?
3. Bagaimanakah prinsip pengelolaan program KIA dan Kb ?
4. Bagaimanakah batasan dan indikator program KIA dan KB ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas Asuhan
Kebidanan V, dan juga makalah ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mahasiswa. Serta makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi bagi
penulisan makalah selanjutnya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut
pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta
anak prasekolah. Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA merupakan upaya memfasilitasi
masyarakat untuk membangun sistem kesiagaan masyarakat dalam upaya mengatasi situasi
gawat darurat dari aspek non klinis terkait kehamilan dan persalinan
Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan
untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat transportasi/ komunikasi (telepon genggam,
telpon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencatatan-pemantaun dan informasi KB. Dalam
pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat
serta menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanakkanak
B. Tujuan
1. Umum
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas,
melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
2. Khusus
a. Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator secara teratur
(bulanan) dan terus menerus.
b. Menilai kesenjangan antara target dengan pencapaian.
c. Menentukan urutan daerah prioritas yang akan ditangani secara intensif.
d. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.
e. Membangkitkan peran pamong dalam menggerakkan sasaran dan mobilisasi
sumber daya.
C. Prinsip Pengelolaan Program Kia
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta
mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini
diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
a. Peningkatan pelayanan antenatal bagi seluruh ibu hamil di semua pelayanan
kesehatan dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
b. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan diarahkan ke fasilitas
kesehatan.
c. Peningkatan pelayanan kesehatan bayi baru lahir, bayi dan anak balita di semua
pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai standar serta menjangkau seluruh
sasaran.
d. Peningkatan deteksi dini risiko/komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat.
2
e. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir secara adekuat
dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
f. Peningkatan pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir, bayi dan anak balita sesuai
standar dan menjangkau seluruh sasaran.
g. Peningkatan pelayanan KB berkualitas.
h. Peningkatan deteksi dini tanda bahaya dan penanganannya sesuai standar pada bayi
baru lahir, bayi dan anak balita.
i. Peningkatan penanganan bayi baru lahir dengan komplikasi sesuai standar
1. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal yang berkualitas adalah yang sesuai dengan standar pelayanan
antenatal seperti yang ditetapkan dalam buku Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).
Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan
kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus
(sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
a. Timbang berat badan dan ukur Tinggi badan
b. Ukur Tekanan darah
c. Ukur Tinggi fundus uteri
d. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan
e. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
f. Test laboratorium (rutin dan khusus)
g. Tata laksana kasus
h. Temu wicara (konseling).
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin, protein urine,
gula darah, dan hepatitis B. Pemeriksaan khusus dilakukan didaerah prevalensi tinggi dan
atau kelompok perilaku ber-risiko; dilakukan terhadap HIV, sifilis, malaria, tuberkulosis,
kecacingan dan thalasemia. Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal
disebut layak apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar ”7T” tersebut.
Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama
kehamilan, dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
a. Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
b. Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
c. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
kepada ibu hamil, berupa deteksi dini risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.
3
2. Pertolongan Persalinan
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pencegahan infeksi
b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
c. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
d. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
e. Memberikan pada bayi baru lahir : Vit K 1, salep mata dan imunisasi Hepatitis B0
(Hep B0).
3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan
terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan
distribusi waktu
a. Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam setelah persalinan sampai dengan 7 hari.
b. Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan.
c. Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan.
Pelayanan yang diberikan adalah :
a. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
b. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
c. Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
d. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
e. Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali (2 x 24 jam).
f. Pelayanan KB pasca persalinan
4. Deteksi Dini dan penanganan risiko/komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir.
Penjaringan dini kehamilan berisiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menemukan ibu hamil dengan risiko/komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan proses
reproduksi yang normal, tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh
karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya risiko dan
komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan
penurunan
angka
kematian
ibu
dan
bayi
yang
dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
a. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b. Anak lebih dari 4.
c. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan skarang kurang dari 2 tahun.
d. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau
gizi buruk dengan Indeks massa tubuh.
e. Anemia : Hemoglobin
f. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang
belakang
g. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
4
h. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain: Tuberkulosis, Kelainan
jantung-ginjal-hati, Psikosis, Kelainan endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus
Eritematosus dll), Tumor dan Keganasan
i. Riwayat kehamilan buruk: Keguguran berulang, Kehamilan Ektopik Terganggu, Mola
Hidatidosa, Ketuban Pecah Dini, Bayi dengan cacat kongenital
j. Riwayat persalinan berisiko: Persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum/
forseps
k. Riwayat nifas berisiko: Perdarahan pasca persalinan, Infeksi masa nifas, Psikosis post
partum (post partum blues)
l. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat
kongenital.
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain:
a. Perdarahan pervaginam pada kehamilan: Keguguran, Plasenta Previa, Solusio
Plasenta
b. Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik >140 mmHg,
diastolik >90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre-tibial.
c. Kelainan jumlah janin: Kehamilan ganda, janin dampit, monster.
d. Kelainan besar janin: Pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
e. Kelainan letak & posisi janin: Lintang/Oblique, Sungsang pada usia kehamilan lebih
dari 32 minggu.
f. Ancaman persalinan prematur.
g. Ketuban pecah dini.
h. Infeksi berat dalam kehamilan: Demam berdarah, Tifus abdominalis, Sepsis.
i. Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
j. Perdarahan pasca persalinan: atonia uteri, retensi plasenta, robekan jalan lahir,
kelainan darah.
k. Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal
yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi
faktor risiko pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan
salah satu upaya penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.
5. Penanganan Komplikasi Kebidanan
Pelayanan Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam
sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Diperkirakan sekitar 15-20% ibu
hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan
tidak selalu dapat diduga atau diramalkan sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan
harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan
ditangani.
5
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan, maka
diperlukan adanya fasilititas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan
obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari bidan, puskesmas mampu
PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam. Pelayanan medis yang dapat dilakukan di
Puskesmas mempunyai PONED meliputi pelayanan obstetri yang terdiri dari :
a. Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
b. Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-eklampsi dan
eklampsi)
c. Pencegahan dan penanganan infeksi.
d. Penanganan partus lama/macet.
e. Penanganan abortus.
Sedangkan pelayanan neonatus meliputi :
a. Pencegahan dan penanganan asfiksia.
b. Pencegahan dan penanganan hipotermia.
c. Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
d. Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus, ikterus ringan–sedang
e. Pencegahan dan penanganan gangguan minum.
6. Pelayanan Kesehatan Neonatus
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap
pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi atau
bayi mengalami masalah kesehatan. Risiko terbesar kematian Bayi Baru Lahir terjadi pada 24
jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika
bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan
selama 24 jam pertama. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatal sekaligus
memastikan bahwa bayi dalam keadaan sehat pada saat bayi pulang atau bidan meninggalkan
bayi jika persalinan di rumah. Pelayanan kesehatan neonatal dasar menggunakan pendekatan
komprehensif, Manajemen Terpadu Bayi Muda untuk bidan/perawat, yang meliputi:
a. Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat
badan rendah.
b. Perawatan tali pusat
c. Pemberian vitamin K1 bila belum diberikan pada saat lahir
d. Imunisasi Hep B 0 bila belum diberikan pada saat lahir
e. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan
hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan
menggunakan Buku KIA
f. Penanganan dan rujukan kasus
g. Pelayanan kesehatan neonatus (bayi berumur 0 - 28 hari) dilaksanakan oleh dokter
spesialis anak/dokter/bidan/perawat terlatih, baik di fasilitas kesehatan maupun
melalui kunjungan rumah. Setiap neonatus harus diberikan pelayanan kesehatan
sedikitnya dua kali pada minggu pertama, dan satu kali pada minggu kedua setelah
lahir.
6
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus:
a. Kunjungan Neonatal hari ke-1 (KN 1):
1) Untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan pelayanan dapat dilaksanakan sebelum
bayi pulang dari fasilitas kesehatan (≥ 24 jam).
2) Untuk bayi yang lahir di rumah, bila bidan meninggalkan bayi sebelum 24 jam,
maka pelayanan dilaksanakan pada 6 - 24 jam setelah lahir.
b. Kunjungan Neonatal hari ke-3 (KN 2): Pada hari ketiga.
c. Kunjungan Neonatal minggu ke-2 (KN 3) Pada minggu kedua
Pelayanan Kesehatan Bayi Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada
bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan
stimulasi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan
terpenuhi. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
Pemberian imunisasi dasar (BCG, Polio 1-4, DPT-HB 1-3, Campak)
Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK)
Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan)
Konseling ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI
Konseling pencegahan hipotermi dan perawatan kesehatan bayi di rumah
menggunakan Buku KIA
f. Penanganan dan rujukan kasus Pelayanan kesehatan bayi (29 hari-11 bulan)
dilaksanakan oleh dokter spesialis anak/dokter/bidan/perawat terlatih baik di fasilitas
kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Setiap bayi berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan sedikitnya satu kali pada triwulan I, satu kali pada triwulan II,
satu kali pada triwulan III dan satu kali pada triwulan IV.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi:
a. Kunjungan bayi antara umur 29 hari– 3 bulan
b. Kunjungan bayi antara umur 3 – 6 bln
c. Kunjungan bayi antara umur 6 – 9 bln
d. Kunjungan bayi antara umur 9 – 11 bln
7. Pelayanan neonatus dengan komplikasi
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal.
Hari Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan yang terjadi pada
bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan di luar
rahim. Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila
tidak ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi
pada hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama kehidupannya.
7
Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit
dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian oleh dokter/bidan/perawat
terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin dan rumah sakit
pemerintah/swasta.
Komplikasi pada neonatus antara lain: Asfiksia, Kejang, Ikterus, Hipotermia,
Asfiksia, Tetanus Neonatorum, Sepsis, Trauma lahir, BBLR (bayi berat lahir rendah <>
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan
komplikasi neonatus tersebut antara lain penyediaan puskesmas mampu PONED dengan
target setiap kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu
PONED. Puskesmas PONED adalah Puskesmas Rawat Inap yang memiliki kemampuan serta
fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan
nifas dan kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau
atas rujukan kader/ masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/ RS
PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU kabupaten / kota
mampu melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK)
yang siap selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus mampu melakukan pelayanan operasi
seksio
sesaria,
perawatan
neonatus
level
II
dan
transfusi
darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka kasus – kasus
komplikasi kebidanan dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi kematian
ibu dan bayi baru lahir
8. Pelayanan kesehatan anak balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang
pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar
kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif
dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Dilain pihak upaya deteksi
dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting
agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat .
Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan terhadap anak yang
berumur 12 - 59 bulan yang sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, ahli gizi, penyuluh
kesehatan masyarakat dan petugas sektor lain, yang meliputi :.
a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan yang tercatat dalam Buku
KIA/KMS, dan pelayanan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
(SDIDTK) serta mendapat Vitamin A, 2 kali dalam setahun. Pemantauan
pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat
pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau
berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan
kesehatan
8
b. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik
halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan).
Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun
di luar gedung
c. Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak balita minimal
2 kali pertahun.
d. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
9. Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB yang sesuai dengan standar dengan
menghormati hak individu sehingga diharapkan mampu meningkatkan derajat kesehatan dan
menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan). Pelayanan KB bertujuan untuk menunda,
menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dengan menggunakan metode kontrasepsi.
Metode kontrasepsi meliputi:
a. KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi).
b. Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
c. Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence
Rate/CPR) mencapai 60,3% (SDKI 2002) dan angka ini merupakan pencapaian tertinggi
diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian metode yang dipakai lebih banyak
menggunakan metode jangka pendek seperti pil dan suntik. Menurut data SDKI 2002
akseptor KB yang menggunakan suntik sebesar 21,1%, pil 15,4 %, AKDR 8,1%, susuk 6%,
tubektomi 3%, vasektomi 0,4% dan kondom 0,7%. Hal ini terkait dengan tingginya angka
putus pemakain (DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang terusmenerus. Disamping itu pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori
PUS dengan “4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan
pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek
manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai
standard an variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan
klinis dan non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola
program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan sistem
pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.
D. Batasan Dan Indikator Pemantauan
1. Batasan
a. Pelayanan antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan
antenatal yang ditetapkan.
9
b. Penjaringan/deteksi dini kehamilan beresiko
Kegiatan ini bertujuan menemukn bumil bresiko/komplikasi oleh kader, dukun
bayi dan tenaga kesehatan.
c. Kunjungan ibu hamil
Yang dimaksud kunjungan ibu hamil disini adalah kontak ibu hamil dengan tenaga
kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standart yang
ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak mengandung arti bahwa ibu hamil yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi tidak kontak tenaga kesehatan (di
posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah) dengan ibu hamil untuk dapat
memberikan pelayanan antenatal sesuai standar dapat dianggap sebagai kunjungan
ibu hamil.
d. Kunjungan baru ibu hamil (K1)
Adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.
e. Kunjungan ibu hamil K4
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat atau lebih untuk
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat :
1) Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
2) Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
3) Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
f. Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal 2 kali untuk
mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan neonatal baik di dalam
maupun di luar gedung puskesmas (termasuk bidan didesa, polindes dan kunjungan
rumah) dengan ketentuan :
1) Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai hari ketujuh (sejak 6 jam
sampai setelah lahir 7 hari)
2) Kunjungan ke dua kali pada hari ke delapan sampai hari ke duapuluh delapan
(8-28 hari)
3) Pertolongan pertama oleh tenaga kesehatan bukan merupakan kunjungan
neonatal.
g. Kunjungan ibu nifas (KF)
Adalah kontak ibu nifas dengan tenaga kesehatan minimal 3 kali untuk
mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan ibu nifas, baik didalam
maupun diluar gedung puskesmas termasuk bidan didesa, polindes dan kunjungan
rumah) dengan ketentuan :
1) Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai hari ketujuh (1-7 hari)
2) Kunjungan ke dua kali pada hari ke delapan sampai hari ke duapuluh delapan
(8-28 hari)
10
3) Kunjungan ketiga kali pada hari keduapuluh sembilan sampai dengan hari ke
empatpuluh dua (29-42hari)
h. Sasaran ibu hamil
Sasaran ibu hamil adalah jumlah semua ibu hamil disuatu wilayah dalam kurun
waktu 1 tahun.
i. Ibu hamil beresiko
Adalah ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan resiko tinggi.
2. Indikator Pemantauan
Indikator pemantauan terdiri dari 2 kelompok yaitu indikator pemantauan tehnis dan
non tekhnis.
a. Indikator Pemantauan Teknis
1) Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan KI)
a) Cakupan K1 adalah persentase ibu hamil yang pertama kali mendapat
pelayanan oleh tenaga kesehatan.
b) Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan
antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
c) Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui :
 Cacah jiwa dilakukan pendataan menyeluruh di lapangan (apabila
memungkinkan).
 Proyeksi dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan
menggunakan rumus 1,10 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah
penduduk.
 Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka terakhir
kabupaten/kota yang diperoleh dari kantor perwakilan Badan Pusat
Statistik di kabupaten/kota.
2) Cakupan Ibu Hamil (Cakupan K4)
a) Cakupan ibu hamil K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh
pelayanan antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
b) Ibu hamil K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan
antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengan
distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah minimal satu kali
pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua, dan dua kali pada
triwulan ketiga umur kehamilan.
c) Kunjungan ibu hamil sesuai standar
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara
lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang
ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu
wilayah, di samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun
kelangsungan program KIA.
11
3) Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Pn) yang memiliki kompetensi
kebidanan.
a) Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Pn) yang memiliki
kompetensi kebidanan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan
disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
b) Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan dimulai dari
kala I sampai dengan kala IV persalinan.
c) Tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah tenaga
kesehatan yang memiliki kemampuan klinis kebidanan sesuai dengan
standar.
d) Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang
ditangani oleh tenaga kesehatan, dan ini menggambarkan kemampuan
manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan sesuai standar.
4) Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan
a. Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal pada
masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai standar.
b. Nifas adalah periode mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
c. Pelayanan nifas sesuai standar adalah pelayanan kepada ibu nifas
sedikitnya 3 kali, pada 6 jam pasca persalinan sampai dengan 3 hari, pada
minggu kedua, pada minggu ke empat termasuk pemberian vitamin A 2
kali serta persiapan dan pemasangan KB pasca persalinan.
d. Jumlah seluruh ibu nifas dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,05 x
CBR x jumlah penduduk. Angka CBR dan jumlah penduduk kab/kota
didapat dari BPS masing – masing kab/kota/propinsi pada kurun waktu
tertentu. 1,05 adalah konstanta untuk menghitung ibu nifas.
e. Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan ibu nifas.
5) Penjaringan (deteksi) ibu hamil oleh masyarakat.
Dengan indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta
masyarakat dalam melakukan deteksi ibu hamil beresiko di suatu wilayah.
6) Cakupan pelayanan Neonatal (KN 1) oleh tenaga kesehatan
a) Dengan indikator ini dapat diketahui akses/ jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan neonatal.
b) Jumlah sasaran bayi dalam 1 tahun dihitung berdasarkan jumlah perkiraan
(angka proyeksi) bayi dalam suatu wilayah tertentu.
7) Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan
Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan ibu nifas
12
8) Penanganan komplikasi obstetri
Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan
menangani kasus – kasus kegawatdaruratan obstetri pada ibu bersalin, yang
kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
9) Penanganan komplikasi neonatal
Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan
menangani kasus – kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian
ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi. Indikator pemantauan program KIA tersebut
merupakan indikator yang digunakan para program pengelola KIA dan
disesuaikan dengan kebutuhan program. Oleh karena itu indikator tersebut
disebut dengan pemantauan tekhnis.
b. Indikator pemantauan Non Teknis
Dalam upaya melibatkan lintas sektor terkait, khususnya para aparat setempat,
dipergunakan indikator indikator yang terpilih yaitu
1) Cakupan K1, yang menggambarkan keterjangkauan pelayanan KIA.
2) CakupanK4, yang menggambarkan kualitas pelayanan KIA.
3) Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN/ pernakes), yang
menggambarkan tingkat keamanan persalinan
4) Cakupan penanganan komplikasi kebidanan.
5) Cakupan kunjungan nifas.
6) Cakupan pelayanan KB aktif.
7) Cakupan kunjungan neonatus.
8) Cakupan kunjungan bayi.
Penyajian indikator–indikator tersebut kepada lintas sektor ditujukan sebagai alat
motivasi, informasi dan komunikasi dalam menyampaikan kemajuan maupun permasalahan
operasional program KIA, sehingga para aparat dapat memahami program KIA dan
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Indikator pemantauan ini dapat dipergunakan dalam berbagai pertemuan lintas sektor
di semua tingkat administrasi pemerintah secara berkala dan disajikan setiap bulan, untuk
melihat kemajuan suatu wilayah. Bagi wilayah yang cakupannya masih rendah diharapkan
lintas sektor dapat menindak lanjuti sesuai kebutuhan dengan menggerakkan masyarakat dan
menggali sumber daya setempat yang diperlukan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut
pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta
anak prasekolah. Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA merupakan upaya memfasilitasi
masyarakat untuk membangun sistem kesiagaan masyarakat dalam upaya mengatasi situasi
gawat darurat dari aspek non klinis terkait kehamilan dan persalinan. Dalam suatu Keluarga
Berencana, pengendalian terhadap pembludakan jumlah populasi penduduk sangatlah
penting.
Pemantauan-pemantauan program Kesehatan Ibu dan Anak serta program Keluarga
Berencana dapat dipantau dengan mengguanakan indikator-indikator yang akanmenilai
sejauh mana program KIA dan KB ini berjalan, dengan adanya indikator-indikator tersebut
diharapkan program KIA dan KB akan mencapai hasil yang maksimal.
B. Saran
Pada dasarnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kata kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun, sangat diharapkan
dari dosen pembimbing dan teman-teman sekalian, demi kelancaran dan juga perbaikan
dalam penulisan makalah selanjutnya.
14
Download