1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insidensi

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Insidensi bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) diperkirakan 4%-7% dari total
kelahiran hidup. Angka kematian BBLSR bervariasi antara 57% di Negara berkembang dan
10% di Negara maju. Di Negara maju angka harapan hidup BBLSR meningkat secara
dramatis, kondisi ini mungkin karena kemajuan di bidang perinatal-neonatal, penanganan
kehamilan risiko tinggi, dan kemajuan resusitasi pada BBLSR.1
Pada akhir tahun 90an di Amerika serikat, survival expectancy untuk bayi prematur.
dengan berat 750-1000 g dan 500-749 g masing-masing 85% dan 45%. Sedangkan di Brasil
pada periode yang sama menunjukkan survival rates 66-73% untuk berat lahir antara 7501000 g dan 9-44% untuk berat lahir antara 500-749 g.2
Saat ini dengan perbaikan pada perawatan medis menunjukkan peningkatan luaran
dari bayi berat lahir 1500 g atau kurang.3
Bayi kurang bulan (BKB) adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang dari
37 minggu. Pada BKB organ-organ belum cukup matang untuk kehidupan di luar rahim.
Oleh karena itu pada BKB sering timbul penyulit yang berhubungan dengan
kekurangmatangan oragan-organ tersebut. Penyulit-penyulit yang dapat terjadi pada bayi
kurang bulan diantaranya adalah asfiksia, penyakit membran hialin, apnea prematuritas,
displasia bronkopulmoner, perdarahan intrakranial, periventrikular leukomalasia, duktus
arteriosus persisten, enterokolitis nekrotikans, ikterus dan sepsis neonatorum.4
Menurut Herini tahun 2010, bayi prematur, setelah pulang dari rumah sakit, perlu
dilakukan pemantauan untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah kemungkinan
untuk komplikasi. Komplikasi diantaranya adalah masalah pertumbuhan, perkembangan,
masalah respirasi, masalah gastrointestinal, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran.5
Bayi prematur memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami problem pertumbuhan
dan perkembangan, seperti: pertumbuhan yang lambat, penglihatan, pendengaran, palsi
serebral, keterlambatan perkembangan, dan problem kognitif jangka panjang. Berdasarkan
risiko timbulnya problem jangka pendek dan jangka panjang pada bayi prematur, maka
penting untuk dilakukan pemantauan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak secara
2
kontinyu yang bertujuan untuk identifikasi dini adanya gangguan sehingga dapat dilakukan
intervensi seawall mungkin untuk mencapai perkembangan anak yang optimal, sehingga
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada bayi prematur.6
Di Amerika serikat, insidensi berbagai kelainan jantung kongenital adalah 0,8% dari
populasi dan sekitar 7% dari populasi ini mempunyai kelainan defek yang berupa defek sekat
atrium (sekitar 1 dari 1500 kelahiran). Prevalensi defek sekat atrium bertambah secara
progresif pada populasi yang hidup di tempat yang tinggi. Sebesar 70% defek sekat atrium
tipe sekundum (tipe II) terjadi pada perempuan. Gajala yang sering timbul meliputi aritmia
atrium, intoleransi terhadap latihan, dyspnea dan kelelahan. Pada pemeriksaan fisik, berat
badan dan tinggi badan pasien seringkali di bawah normal. Komplikasi yang mungkin timbul
adalah hipertensi pulmonal yang dapat melanjut menjadi Eisenmenger’s. Penelitian
menunjukkan bahwa 87% defek akan menutup rata-rata pada umur 265 hari. Kondisi ini
bergantung pada besarnya defek. Pada defek yang berukuran < 3 mm, 100% akan menutup
sendiri. Bila ukuran defek 3-5 mm, 87% akan menutup sendiri, ukuran 5-8 mm 80% akan
menutup sendiri, sedangan defek berukuran > 8 mm tidak ada satupun yang menutup dari 4
kasus yang ada.7
Hidrosefalus kongenital terjadi pada 3 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan
ditemukan lebih banyak di Negara berkembng seperti Brazil yaitu sebanyak 3,16 dari 1000
kelahiran. Sedangkan di Indonesia ditemukan sebanyak 40% hingga 50% dari kunjungan
berobat atau tindakan operasi bedah saraf. Kematian pasien hidrosefalus terjadi akibat
herniasi tonsilar yang dapat menyebabkan penekanan pada batang otak dan terjadinya henti
nafas. Sedangkan ketergantungan pada shunt sebesar 75% dari kasus hidrosefalus yang
diterapi dan 50% pada anak dengan hidrosefalus komunikans. Pada anak dengan hidrosefalus
obstruktif yang memiliki korteks serebral intak, perkembangan yang adekuat dapat dicapai
hanya dengan Endoscopic third ventriculostomy (ETV), meskipun pencapaian tersebut lebih
lambat.8
Berbagai permasalahan kesehatan yang mungkin timbul pada bayi premature seperti
duraikan di atas menjadi alas an kami untuk melakukan pemantauan pada pasien ini. Pasien
yang dijadikan subyek pemantauan adalah BBLER yang lahir di RSUP Dr. Sardjito dan
bertempat tinggal di Yogyakarta sehingga relatif dekat, mudah dijangkau, dan pemantauan
lebih mudah dilakukan.
3
B. Deskripsi Kasus Singkat
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. MJ
Nama Ayah
: Bpk. M
Tanggal Lahir
: 17 Juli 2013
Umur
: 28 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: SLTP
Alamat
: Ngijo, Bantul
Pekerjaan
: Buruh
Nama ibu
: Ny. S
Umur
:34 tahun
No. CM
: 00.73. 96.42
Pendidikan
: SLTP
Tanggal diperiksa
: 23 Desember 2013
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Usia saat ini
: 5 bulan 6 hari
Usia koreksi
: 2 bulan 22 hari.
Anak lahir dari ibu usia 34 tahun, P1A0, umur kehamilan kurang bulan (30+2 minggu),
lahir secara seksio cesarea atas indikasi Pre Eklampsi Berat , ditolong dokter SpOG di RSUP
Dr. Sardjito. Tidak didapatkan ketuban pecah dini, air ketuban jernih, BBL: 982 gram, PBL
:38 cm dan LK : 28 cm. Setelah lahir bayi tidak langsung menangis. Bayi kemudian dirawat
di Neonatal intensive care unit (NICU) selama 45 hari, Diagnosis saat pulang : Berat Bayi
lahir ekstrim rendah, newborn affected by caesarean delivery, kecil masa kehamilan, simetris,
duktus arteriosus persisten, penyakit membran hialin, sepsis neonatorum, hipoglikemia.
Usia kronologis 2 bulan anak kembali mondok di NICU RSUP Dr. Sardjito dengan
keluhan tidak mau menetek. Diagnosis saat itu sepsis ec. Stafilokokus lugdunensis,
hidrosefalus obstruktif, duktus arteriosus persisten dan hipoglikemia. Anak dirawat selama 22
hari, dikelola dengan manajemen sepsis pada neonatus. Saat itu dilakukan CT scan kepala
dengan hasil: hidrosefalus obstruktivus dengan penyumbatan setinggi aquaductus sylvii,
ensefalopati dengan gangguan perkembangan otak bifrontotemporoparietalis, ukuran kepala
kurang dari ukuran kepala normal anak usia 1-4 bulan menurut Fortscher. Ukuran lingkar
kepala (LK): 31 cm (normal sesuai fenton).
Dari alloanamnesis dengan ibu pasien didapatkan keterangan bahwa selama hamil ibu
kontrol rutin di bidan, mendapatkan vitamin dan tablet tambah darah serta mendapatkan
4
suntikan Tetanus toksoid (TT) dua kali. Keluhan selama hamil: tidak didapatkan demam,
muntah berlebihan, keputihan. Didapatkan kaki bengkak saat usia 7 bulan, dan 1 minggu
sebelum melahirkan dikatakan tekanan darah meningkat.
Riwayat pasca persalinan : setelah pulang dikatakan kontrol di RSUP Dr. Sardjito.
Tidak terdapat faktor risiko penyakit yang diturunkan dan tidak terdapat faktor risiko
penyakit yang ditularkan dalam keluarga.
Gambar 1. Pedigree
keluarga pasien
Riwayat makanan sejak lahir sampai umur 1,5 bulan anak mendapatkan ASI setiap 2-3
jam. Sejak umur 1,5 bulan hingga sekarang mengkonsumsi ASI dan susu BBLR.
Riwayat imunisasi pasien, saat ini anak belum mendapatkan imunisasi BCG, imunisasi
Hepatitis B 0 saat umur 3 bulan, imunisasi DPT-HiB-Hepatitis B (Pentabio) pertama pada
umur 4 bulan, imunisasi Polio-1 pada umur 4 bulan. Imunisasi Pentabio-2 dan Polio-2 sudah
dilakukan saat anak berusia 5 bulan. Untuk imunisasi BCG direncanakan bulan ke-6 setelah
dilakukan tes PPD. Hasil tes PPD: negatif.
Pada perkembangan motorik kasar didapatkan anak mulai bisa miring-miring usia 4
bulan, hingga saat ini sudah bisa tengkurap sendiri tetapi belum bisa mengangkat kepala.
Untuk perkembangan motorik halus anak: mulai dapat menggenggam pada usia 3 bulan
hingga sekarang. Sedangkan pada perkembangan bahasa saat ini anak baru dapat bersuara
tanpa arti sejak usia 4 bulan. Pada perkembangan sosial didapatkan anak bisa tersenyum sejak
usia 3 bulan hingga saat ini.
Anak tinggal bersama ayah, ibu, paman, sepupu dan nenek di rumah seluas 7x8 m2,
terletak di wilayah perkotaan. Rumah terbuat dari dinding tembok dengan lantai keramik,
5
jendela cukup, ventilasi kurang, pencahayaan baik, sumber air berasal dari sumur, memasak
menggunakan kompor gas. Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan ayah bekerja
sebagai buruh.
Pada saat kontrol umur kronologis 3 bulan, berat badan: 1,8 kg, PB: 43 cm, LK:34,5
cm, LD: 30 cm, LLA: 8,5 cm. kondisi anak gerak aktif, menagis kuat, didapatkan bising
jantung ejeksi sistolik di sela iga 2-3 linea parasternalis kiri. Diagnosis saat itu BBLER, KB,
SMK Sc ai ibu PEB, PDA, hidrosefalus obstruktif. Pasien juga kontrol ke poli kardiologi,
membawa hasil Ekokardiografi: ASD sekundum sedang L to R shunt, PDA menutup.
Diagnosis: defek septum atrium sedang. Diberikan terapi captopril 2x0,3 mg/kgbb/kali dan
disarankan untuk ekokardiografi ulang 3 bulan lagi.
Saat umur kronologis anak 3,5 bulan, anak kontrol ke poli respirologi dengan keluhan
batuk dan pilek sejak 3 hari, tidak didapatkan demam. Pemeriksaan fisik: BB: 2,4 kg, denyut
nadi 120 kali per menit, frekuensi napas 54 kali per menit dan suhu 36,8 C. Anak didiagnosis
sebagai common cold, hidrosefalus obstruktif. Diberikan tetes hidung dan edukasi OT
kemudian disarankan untuk selanjutnya kontrol ke poli neurologi.
Pada saat kontrol umur kronologis anak 4 bulan 11 hari, saat itu tidak ada keluhan,
dikatakan untuk imunisasi. Untuk perkembangan motorik kasar: anak sudah bisa miringmiring, motorik halus: menggenggam tangan sendiri, bahasa: mengoceh aah/uuhh, social:
tersenyum spontan. Dari pemeriksaan fisik: BB: 2,5 kg, PB: 48,5 cm, LK:34 cm
(normosefal), LD: 32 cm, LLA: 9 cm. LK: 33 cm. Status gizi kurang. Untuk pemeriksaan
fisik masih didapatkan bising jantung ejeksi sistolik di sela iga 2-3 linea parasternalis kiri,
sedangkan pemeriksaan lain tidak didapatkan kelainan.
Usia kronologis 5 bulan anak kontrol ke poli kardiologi, saat itu tidak ada keluhan.
Dari pemeriksaan fisik: berat badan: 3,2 kg, denyut nadi 100 kali per menit, frekuensi napas
32 kali per menit, Didiagnosis sebagai defek septum atrium, diberikan captopril
2x0,3
mg/kgbb/kali dan disarankan untuk ekokardiografi ulang sesuai saran sebelumnya. Saat itu
anak juga kontrol ke poli neurologi, anak didiagnosis suspek infeksi kongenital dengan
rencana untuk pelacakan serologi rubella. Hasil pemeriksaan penunjang: IgM rubella: 0,16
(<0,80: negatif), BERA: nilai ambang dengar AS: 60 dB (abnormal), AD: 60 dB (abnormal).
Pada pemeriksaan fisik ketika datang usia kronologis 5 bulan 6 hari dan usia koreksi 2
bulan 22 hari, didapatkan anak tampak kecil dibandingkan usianya, gerak aktif, denyut
jantung 122x/menit, frekuensi napas 28/menit, suhu tubuh 37,20C, berat badan 3,8 kg,
6
panjang badan 51 cm, LK: 39 cm (<-3SD menurut nelhauss) dengan dengan status gizi BB/U
Z score < -3 SD; TB/U Z score < -3 SD ; BB/TB <-3 SD status gizi: gizi buruk. Pada
pemeriksaan daerah leher tidak teraba pembesaran limfonodi servikal. Pada dinding dada
simetris, tidak ada ketinggalan gerak, tidak terdapat retraksi, suara jantung I tunggal dan
suara jantung II split tak konstan, bising jantung ejeksi sistolik di sela iga 2-3 linea
parasternalis kiri,. Pada pemeriksaan paru didapatkan suara pernapasan vesikular, tidak
didapatkan suara tambahan berupa ronki, krepitasi dan wheezing di kedua lapang paru.
Dinding abdomen supel dengan suara peristaltik normal, hepar dan, lien tidak teraba. Akral
hangat, perfusi jaringan baik, ujung-ujung jari tidak sianosis. Pada pemeriksaan kepala, ubunubun besar (UUB) teraba 2,5 x 2,5 cm2 tidak membonjol, tidak terdapat sianosis pada bibir
dan ujung jari. Diagnosis saat ini: defek septum atrium, hidrosefalus obstruktif, gizi buruk
tipe marasmik.
C.
Tujuan
Untuk memperdalam pengetahuan dan ketrampilan mengenai perawatan pada bayi
riwayat BBLER dan kurang bulan, ASD sekundum sedang, hidrosefalus obstruktif dan gizi
buruk serta permasalahan yang menyertai seperti meningkatnya resiko kejadian infeksi atau
komplikasi akibat dari penyakitnya seperti gangguan tumbuh kembang maupun komplikasi
terhadap organ lain melalui intervensi klinis sesuai pedoman medis dan rujukan pustaka
yang ada.
D.
Manfaat
Manfaat untuk pelayanan terhadap pasien adalah dengan pemantauan dan intervensi
yang baik, diharapkan pasien bayi riwayat BBLER dan kurang bulan, defek septum atrium,
hidrosefalus obstruktif dan gizi buruk mendapatkan tata laksana sebaik-baiknya baik jangka
pendek maupun jangka panjang, serta permasalahan maupun komplikasi penyakit dapat
dideteksi sedini mungkin sehingga dapat dilakukan intervensi yang sesuai. Dengan demikian
diharapkan dapat memberikan prognosis yang lebih baik, anak memiliki kualitas hidup yang
baik serta dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan mencapai kemandirian dalam
melakukan aktivitasnya.
7
Manfaat untuk keluarga dan lingkungannya antara lain keluarga dapat mengetahui dan
memahami mengenai penyakit anak baik kondisi-kondisi terkait, komplikasi, prognosis dan
manajemen yang diterapkan sehingga dapat bekerja sama dan berkolaborasi dalam
penanganan penyakit anak. Hal ini disebabkan peranan keluarga sangat penting dalam
keberhasilan tatalaksana anak dengan riwayat BBLER dan kurang bulan, defek septum
atrium, hidrosefalus obstruktif dan gizi buruk Kemauan dan kemampuan orang tua dalam
perawatan di rumah, mengenali tanda bahaya dan melakukan pertolongan awal sebelum
dibawa ke rumah sakit merupakan hal yang penting dan perlu terus diberikan motivasi agar
perawatan jangka panjang dapat berjalan optimal.
Manfaat untuk pendidikan bagi peserta PPDS antara lain dapat mengetahui
manajemen bayi riwayat BBLER dan kurang bulan, defek septum atrium, hidrosefalus
obstruktif dan gizi buruk sejak penegakan diagnosis, prognosis dan pengenalan
komplikasinya sehingga dapat merencanakan dan melaksanakan penanganan yang
berkelanjutan, dapat melakukan pemantauan pada anak dengan riwayat BBLER dan kurang
bulan, ASD sekundum sedang, hidrosefalus obstruktif dan gizi buruk, mengenali komplikasi
sehingga dapat mencapai hasil yang seoptimal mungkin dengan terapi yang komprehensif.
Manfaat bagi rumah sakit antara lain dengan melakukan pemantauan dan tatalaksana
anak dengan riwayat BBLER dan kurang bulan, defek septum atrium, hidrosefalus obstruktif
dan gizi buruk yang komprehensif, maka mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat
ditingkatkan dan dapat memberikan luaran yang seoptimal mungkin.
Download