Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan

advertisement
KeterkaitanKecerdasanEmosionaldenganKinerjaSDM
Oleh: Dra. Maria F.Lies Ambarwati, M.M.
Peran sumber daya manusia dalam sebuah organisasi sejak dulu hingga saat ini
tidak pernah surut sedikitpun. Teknologi yang terus berkembang dan semakin canggih tetap
tidak dapat menggantikan peran sumber daya manusia secara keseluruhan.
Manusia-
manusia yang handal dibutuhkan dalam merancang dan melaksanakan konsep manajemen;
mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga pengawasan dan evaluasi.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan sumber yang signifikan bagi keunggulan
kompetitif yang merupakan bagian penting dari strategi dan dapat mempengaruhi kinerja
sebuah organisasi. Di dalam organisasi modern, unit atau bagian yang berfungsi sebagai
koordinator karyawan adalah divisi, departemen atau unit SDM. Unit SDM memiliki
beberapa fungsi yang saling terkait dan bersifat trade-off; antara lain rekrutment, seleksi,
penilaian, kompensasi, pendidikan dan pelatihan.
Steven J. Stein dan Howard setelah melakukan penelitian terhadap 42.000 orang
dari 36 negara mengungkapkan hubungan tak terbantahkan antara kecerdasan emosional
dan kesuksesan. Steven menggunakan ukuran EQ (Emotional Quotient – kecerdasan
emosional) temuan Reuven yaitu EQ-I, dan hasilnya tidak ditemukan perbedaan yang
signifikan antara skor rata-rata kecerdasan emosional antar etnik. Temuan ini menunjukkan
bahwa kelompok etnik manapun dengan latar belakang budaya yang berbeda dapat
memanfaatkan EQ-I. Kecerdasan emosional tidak bersifat permanen, melainkan dapat
ditingkatkan. Semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang, semakin
besar kemungkinan untuk sukses (Steven J. Stein dan Howard, 2001).
Penelitian Howard juga memberi pemahaman mengapa pada beberapa kelompok
pekerja yang memiliki IQ (Intellectual Quotient – kecerdasan intelektual) tinggi, mengalami
perbedaan dalam meraih sukses dalam karir mereka.
Serangkaian studi yang dilakukan
oleh Robert K. Cooper dan Ayman (2001) menunjukkan bahwa orang yang secara
1
intelektual cerdas belum tentu berhasil dalam pekerjaan atau karir mereka. Seorang
profesional yang secara teknis unggul dan memiliki kecerdasan emosional tinggi adalah
orang yang mampu mengatasi konflik, melihat hubungan tersembunyi antara masalah
dengan peluang yang ada, dan yang mampu menyelesaikan pekerjaan secara lebih
cekatan, tepat, dan cepat dibandingkan orang lain.
Prestasi Kerja
Prestasi kerja yang didapatkan oleh para pekerja organisasi perusahaan merupakan
suatu harapan yang mutlak. Prestasi kerja yang baik tidak mudah dicapai karena banyak
kriteria serta usaha yang keras yang akan dijalani oleh para pekerja. Motivasi karyawan
untuk bekerja, mengembangkan kemampuan pribadi, dan meningkatkan kemampuan
dipengaruhi oleh umpan balik kinerja masa lalu dan pengembangan kinerja yang akan
datang.
Hal-hal yang terkait erat dengan prestasi kerja dalam sebuah organisasi adalah:
1.
Ciri-Ciri orang yang termotivasi.
Orang-orang yang termotivasi untuk berprestasi memiliki tiga macam ciri umum
sebagai berikut:
a. Memiliki preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan
moderat.
b. Menyukai situasi-situasi yang dapat meningkatkan kinerja. Situasi yang dimaksud
adalah situasi yang muncul karena upaya-upaya dari dalam diri mereka sendiri,
bukan karena faktor-faktor lain di luar dirinya.
c. Menginginkan lebih banyak umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan
mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
2.
Penilaian Prestasi Kerja
Salah satu kegiatan dalam rangka menyesuaikan diri dengan perubahan dan
perkembangan di era global adalah dengan memberikan pembinaan dan
pengembangan kepada karyawan, baik bagi karyawan lama maupun karyawan baru.
2
Pembinaan dan pengembangan karir para karyawan dilakukan dengan penilaian
terhadap pelaksanaan pekerjaan karyawan.
Menurut Soeprihanto penilaian prestasi kerja adalah suatu sistem yang
digunakan untuk menilai dan mengetahui sejauh mana seorang karyawan telah
melaksanakan perkerjaannya masing-masing secara keseluruhan. Sedangkan
Martoyo menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah proses sebuah
organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan yang dimilikinya.
Dengan demikian, penilaian prestasi kerja pada dasarnya merupakan
pengukuran yang sistematik terhadap penampilan kerja karyawan dan terhadap taraf
potensi karyawan dalam upaya mengembangkan diri untuk kepentingan perusahaan
/organisasi. Penilaian prestasi kerja yang dilaksanakan dengan baik tertib dan sesuai
dengan ketentuan akan dapat meningkatkan motivasi kerja dan sekaligus juga
meningkatkan loyalitas para karyawan.
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan
salah satu faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan
efisien.
3.
Elemen-elemen Pokok Sistem Prestasi Kerja
Motivasi memiliki peran yang sangat besar dalam dalam pencapaian kualitas
kerja. Keterkaitan motivasi dengan para pekerja dan organisasi, terutama dalam
manajemen SDM sangat nyata sejak awal terbentuknya manajemen. Salah satu
faktor yang dirasakan sangat penting di dalam penentuan keberhasilan serta
kelangsungan hidup organisasi adalah tingkat kemampuan dan keterampilan dari
para pekerja.
Pada kenyataannya tidak semua karyawan memiliki kriteria sesuai dengan
yang diharapkan organisasi.
Selain itu masih terdapat pekerja yang memiliki
kemampuan dan keterampilan yang tinggi tetapi tidak memiliki semangat kerja yang
tinggi. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa organisasi belum dapat menciptakan
suasana kerja yang baik yang dapat meningkatkan kualitas dan prestasi kerja.
3
Pada umumnya setiap organisasi memiliki kepentingan serta tujuan yang
berbeda-beda, oleh karena itu perhatian dari para pimpinan di organisasi atau
perusahaan sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas kerja sumber daya
manusia yang dimiliki agar tujuan organisasi dapat tercapai dan dapat bersaing di
dunia usaha dan industri.
Beberapa hal yang dapat dijadikan alat bagi organisasi untuk memotivasi
agar karyawan bersemangat dalam melaksanakan pekerjaan. antara lain adalah:
a. Upaya untuk melibatkan atau mengikut-sertakan karyawan agar berprestasi
secara efektif dalam setiap aktivitas perusahaan sesuai porsinya, terutama dalam
proses operasi dan produksi organisasi.
b. Upaya untuk berkomunikasi, yaitu memberikan informasi secara jelas dan
terarah tentang strategi dan tujuan yang ingin dicapai organisasi. Informasi
tersebut juga memasukkan cara-cara pencapaian strategi beserta kemungkinan
buruk berupa kendala yang mungkin akan dihadapi.
c. Upaya untuk memberi pengakuan, yaitu berupa pemberian penghargaan dan
pengakuan yang tepat dan wajar kepada karyawan atas prestasi kerja yang telah
dicapai.
d. Upaya melaksanakan pendelegasian wewenang, yaitu berkaitan dengan
kebebasan untuk mengambil keputusan dan kreatifitas karyawan.
e. Upaya untuk memberikan perhatian timbal balik, yaitu berkaitan dengan
pengungkapan atas harapan dan keinginan pemilik atau pimpinan dan pengelola
organisasi terhadap karyawan. Seiring dengan hal tersebut adalah kesediaan
dan
upaya
pemilik
atau
pengelola
dan
pimpinan
untuk
memahami,
memerhatikan, dan memenuhi kebutuhan karyawan.
Karena melibatkan individu dan organisasi, maka memotivasi pekerja untuk dapat
bekerja
sesuai
dengan
harapan merupakan suatu
kerumitan
yang harus dicari
penyelesaiannya. Sumber kerumitan adalah faktor-faktor yang bersumber dari karyawan
4
seperti kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, sikap, dan kemampuan. Sedangkan faktorfaktor yang bersumber dari organisasi antara lain adalah imbal jasa atau gaji, keamanan
pekerja, hubungan sesama pekerja, pengawasan, perhatian, dan pekerjaan itu sendiri.
Pengaruh Emosi terhadap Prestasi Kerja
Kata emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak
menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak
dalam emosi. Daniel Goleman menyatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan
pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan
untuk bertindak.
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi
terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu; sebagai contoh emosi gembira
mendorong perubahan suasana hati seseorang sehingga orang tersebut tertawa atau
terlihat ceria, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis, emosi marah atau
jengkel mendorong orang untuk meluapkan suasana hatinya dengan sikap atau kata-kata
yang mengungkapkan kejengkelan atau kemarahan.
Stephen
P.
Robbins
mengungkapkan
bahwa
kinerja
dipengaruhi
dan
mempengaruhi motivasi, kemampuan (ability), dan kesempatan. Hal tersebut ditunjukkan
pada gambar Dimensi Kerja.
5
KINERJA
KEMAMPUAN
MOTIVASI
KESEMPATAN
Gambar Dimensi Kerja
Sumber: Stephen P. Robbins, 2002.
Gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Hubungan Emosi dengan Kemampuan SDM
Seluruh kemampuan pada hakikatnya tersusun atas dua faktor, yaitu kemampuan
fisik dan intelektual. Berdasarkan pengalaman dan bukti-bukti empiris lainnya, kecerdasan
dalam dunia usaha tidak lagi hanya bertumpu pada kecerdasan intelektual (IQ – Intellectual
Quotient), tetapi lebih pada kecerdasan emosional (EQ – (EQ - Emotional Quotient) yang
termasuk di dalamnya kecerdasan praktis dan kreatif (Robert K. Cooper dan Ayman, 2001).
Jika kecerdasan emosional semakin tinggi, kemampuan akan meningkat yang berarti bahwa
kinerja juga akan meningkat.
b. Hubungan Emosi dengan Motivasi SDM
Salah satu aspek memanfaatkan pegawai ialah pemberian motivasi (daya
perangsang) kepada pegawai, dengan istilah populer sekarang pemberian kegairahan
bekerja kepada pegawai.
Dengan demikian motivasi merupakan kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh
kemampuan upaya dalam memenuhi beberpa kebutuha individual. Tinggi rendahnya
6
motivasi dipengaruhi oleh energi yang dimilikinya. Emosi berlaku sebagai sumber energi dan
semangat manusia yang paling kuat dan dapat memberikan sumber kebijakan intuitif.
Kecerdasan emosional
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada 1990 oleh psikolog Peter
Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk
menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai: “himpunan bagian dari
kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang
melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan
informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998:8).
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap,
dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada
masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun
keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia
nyata. Selain itu, Kecerdasan emosional tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.
Gardner mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang penting untuk
meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan
tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik,
interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai
kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional.
Kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja,
bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra
pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut
adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri
7
serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan
secara efektif.
Inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup kemampuan untuk membedakan dan
menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.
Dengan memerhatikan ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional terdiri atas lima kemampuan utama, yaitu:
a. Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari
kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai
metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri adalah
waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang
waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh
emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun
merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu
mudah menguasai emosi.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan
agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan
dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan
kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan
intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita. Kemampuan ini mencakup
kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau
ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya, serta kemampuan untuk
bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
c. Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi dimulai dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, Hal ini berarti
memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap keinginan untuk bersikap semaunya,
8
dapat mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai motivasi yang positif, yaitu
antusiasme, gairah, sikap optimis dan kepercayaan diri.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Kemampuan seseorang untuk
mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu
yang memiliki kemampuan empati, lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial
tersembunyi yang mengisyaratkan hal-hal yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih
mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain, dan
lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu
membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan diri secara
emosional, lebih populer, dan lebih mudah bergaul. Nowicki, seorang ahli psikologi,
menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan
emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi. Seseorang yang mampu
membaca emosi juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada
emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang
tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.
e. Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang
menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Keterampilan
dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina
hubungan. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan akan
sukses dalam bidang apapun. Seseorang dapat berhasil dalam pergaulan karena
mampu berkomunikasi dengan lancar dengan orang lain. Orang-orang ini populer dalam
lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya
berkomunikasi. Ramah, baik hati, hormat, dan disukai orang lain dapat dijadikan
petunjuk positif bagaimana karyawan mampu membina hubungan dengan orang lain.
9
Sejauh mana kepribadian karyawan berkembang dilihat dari banyaknya hubungan
interpersonal yang dilakukannya.
Kesimpulan
Perkembangan dunia usaha dan industri yang semakin pesat serta persaingan dunia
kerja yang ketat membutuhkan bakat, kemampuan, dan keterampilan yang tinggi untuk
dapat bertahan hidup. Kecerdasan emosional sangat diperlukan dalam meningkatkan
prestasi kerja. Pesatnya peningkatan tekanan-tekanan kompetitif dalam dunia kerja memberi
nilai tambah baru kepada orang-orang yang mampu memotivasi diri, menunjukkan inisiatif,
mempunyai dorongan batin untuk berusaha lebih keras, dan cukup optimistis ketika
mengahdapi halangan dan kemunduran.
Melalui model Dimensi Kerja dapat diperoleh kesimpulan bahwa peran kecedasan
emosional adalah pada peningkatan kemampuan dan peningkatan motivasi sumber daya
manusia. Dengan demikian, kecerdasan emosional yaitu kemampuan seseorang untuk
mengenali dan mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain
(empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain dapat
memberi peran yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja SDM sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai secara optimal.
10
DAFTAR BACAAN
Cooper, Robert K. dan Sawaf, Ayman, 2002. Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan
Organisasi (terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, Daniel. 2004. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional Mengapa EQ Lebih
Penting Daripada IQ). Jakata: PT Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, Daniel, 2003. Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Gottman, John, 2001. Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional
(terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Robbins, Stephen P., 2010. Perilaku Organisasi, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Robbins, Stephen P., dan Coulter, Mary. 2001. Manajemen (terjemahan), Jilid 1. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Sabardini, Sri Ekanti, Peningkatan Kinerja Melalui Perilaku Kerja Berdasarkan Kecerdasan
Emosional. Yogyakarta: Jurnal Telaah Bisnis, Volume 7, No. 1. ISSN 1411-6375.
Juli 2006.
11
Download