BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka
mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi
pekerjaan dari organisasi tempat mereka bekerja (Tangkilisan, 2005).
Berdasarkan Robbins (2003), kepuasan kerja adalah suatu sikap umum
terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang
diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya
mereka terima. Kepuasan terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu
sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan
dikaitkan dengan karyawan; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh
karyawan yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka
yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan.
Senada dengan pengertian kepuasan kerja yang diajukan oleh
Handoko (2001), yaitu keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dengan mana seseorang memandang pekerjaan
mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif terhadap pekerjaan dan
segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
9
10
Locke juga berpendapat bahwa tenaga kerja yang puas dengan
pekerjaannya merasa senang dengan pekerjaannya. Locke selanjutnya
berpendapat bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan dengan
kepuasan atau ketidakpuasan kerja cenderung lebih mencerminkan
penaksiran dari tenaga kerja tentang pengalaman-pengalaman kerja pada
waktu sekarang dan lampau daripada harapan-harapan untuk masa yang
akan datang (Munandar, 2006).
Menurut Smith, Kendall & Hulin (dalam Luthans, 2006) ada
beberapa dimensi kepuasan kerja yang dapat digunakan untuk
mengungkapkan karakteristik penting mengenai pekerjaan, dimana orang
dapat meresponnya. Dimensi itu adalah: a. Pekerjaan itu sendiri (Work
Itself), setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta
perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan
pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
b. Atasan (Supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai
pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai
figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya. c. Teman sekerja (CoWorkers), merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara
pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama
maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. d. Promosi (Promotion),
merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan
untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. e. Gaji/Upah (Pay),
11
merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap
layak atau tidak.
2.2. Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional adalah sikap yang dimiliki karyawan untuk
tetap loyal terhadap perusahaan dan bersedia untuk tetap bekerja dengan
sebaik mungkin (Robbins dan Judge, 2008; Mathis dan Jackson, 2011).
Meyer dan Allen (1991) merumuskan definisi mengenai komitmen
organisasional
sebagai
konstruk
psikologis
yang
menjelaskan
karakteristik hubungan anggota dengan organisasi dan memiliki
implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaan
dalam organisasi tersebut, anggota yang memiliki komitmen terhadap
organisasinya akan lebih dapat bertahan dan melakukan yang terbaik
untuk organisasi. Dalam penelitian ini, yang mengukur hubungan tipe
komitmen dengan OCB adalah pilihan tipe-tipe komitmen sesuai dengan
pendapat Meyer dan Allen (1997), yaitu :
1. Komitmen yang berpengaruh (affective commitment) meliputi
keadaan emosional dari karyawan untuk menggabungkan diri,
menyesuaikan diri, dan berbaur langsung dalam organisasi. Dengan
kata
lain
seseorang
menjadi
anggota
organisasi
sebab
ia
menginginkannya (want to).
2. Komitmen
berkelanjutan
(continuance
commitment)
meliputi
komitmen yang didasarkan pada penghargaan yang diharapkan
karyawan untuk dapat tetap berada dalam organisasi. Dengan kata
12
lain seseorang menjadi anggota organisasi sebab ia merasa
membutuhkannya (need to).
3. Komitmen normatif (normative commitment) meliputi perasaan
karyawan terhadap kewajiban untuk tetap tinggal dalam organisasi.
Seseorang menjadi anggota organisasi sebab ia merasa harus
melakukan sesuatu (ought to do).
2.3. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Menurut Organ dalam Jie Chen Peng dan Sun Fen Chiu (2010),
Organizational Citizenship Behavior adalah salah satu prilaku karyawan
yang melebihi peran yang diwajibkan yang secara tidak langsung
menguntungkan organisasi dan memberikan dampak yang efektif bagi
organisasi. Menurut Robbins (2003) Organization Citizenship Behavior
(OCB) adalah perilaku diskresioner yang bukan merupakan bagian dari
persyaratan-persyaratan jabatan formal seorang karyawan, meskipun
demikian hal itu mempromosikan jabatan formal seseorang karyawan,
meskipun demikian hal itu mempromosikan pemfungsian efektif atas
organisasi.
Menurut Organ, dkk (2006), OCB terdiri dari lima dimensi adalah
sebagai berikut:
1. Altruism, yaitu prilaku membantu meringankan pekerjaan yang
ditunjukan kepada individu lain dalam suatu organisasi, misalnya
membantu rekan kerja yang tidak sehat.
13
2. Courtesy, yaitu membantu temen kerja mencegah timbulnya
masalah sehubungan dengan pekerjaannya dengan cara memberi
konsultasi dan informasi serta menghargai kebutuhan mereka,
atau memahami dan ber empati walaupun saat dikeritik.
3. Sportsmanship, yaitu toleransi pada situasi yang kurang ideal
ditempat kerja tanpa mengeluh, misalnya ikut menanggung
kegagalan proyek tim munkin akan berhasil dengan mengikuti
nasehat anggota.
4. Civic virtue, yaitu terlibat dalam kegiatan–kegiatan organisasi dan
peduli pada kelangsungan hidup organisasi, misalnya rela
mewakili perusahaan untuk program bersama.
5. Conscientiousness, yaitu melakukan hal-hal yang menguntungkan
organisasi, misalnya mematuhi peraturan-peraturan diorganisasi
dan bersedia lembur untuk menyesaikan proyek.
Salah satu kunci keberhasilan organisasi di era globalisasi saat ini
adalah sejauh mana orang-orang atau warga organisasi secara sinergis
mampu berkontribusi positif, baik dalam perencanaan maupun dalam
proses pengimplementasian tugas dan tanggung jawab sebagai warga
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Organizational Citizenship
Behavior (OCB) merupakan perilaku positif dari warga organisasi.
Perilaku ini terekspresikan dalam bentuk kesediaan secara sadar dan
sukarela untuk bekerja serta memberikan kontribusi lebih dari apa yang
14
dituntut secara formal oleh organisasi. Oleh karena itu penelitian yang
menguji faktor-faktor yang dapat mendorong warga organisasi untuk
menunjukkan OCB sangat perlu dilakukan.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang memiliki persamaan topik dengan penelitian
ini, antara lain:
Tabel 2.1. Penelitian Empiris Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Novliadi (2007) Organizational
Citizenship Behavior (OCB) berkembang sejalan dengan seberapa besar
perhatian organisasi terhadap kontribusi karyawan, sehingga karyawan
15
akan memiliki persepsi yang positif terhadap organisasi dan akan
memberikan umpan baliknya (feed back) dengan terlibat dalam OCB.
Organizational Citizenship Behavior dipengaruhi oleh faktor kepuasan
kerja dan komitmen organisasional, dimana seorang karyawan yang
merasa puas terhadap pekerjaan serta berkomitmen terhadap organisasi
tempatnya bekerja, akan cenderung menunjukkan performa kerja yang
lebih baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap
pekerjaan dan organisasinya (Robbins & Judge, 2007).
2.5. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka tersebut diatas, maka
dapat dibangun kerangka penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Penelitian
Sumber: Lung Tang, 2008
Pada Gambar 1. dapat terlihat bahwa ada Pengaruh Kepuasan
Kerja dan Komitmen Organisasional terhadap Organizational Citizenship
16
Behavior (OCB). OCB merupakan perilaku sukarela yang tidak ada
paksaan terhadap hal-hal yang menunjang kepentingan organisasi serta
tidak berkaitan dengan reward secara langsung. Dasar kepribadian OCB
merefleksikan ciri karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian
dan
bersungguh-sungguh,
sedangkan
dasar
sikap
karyawan
mengindikasikan bahwa karyawan terlibat dalam OCB untuk membalas
tindakan organisasi (Luthans, 2006). Seperti yang telah diketahui bahwa
OCB akan terlaksana dan terpenuhi apabila beberapa variabel yang
mempengaruhi mendukung.
Karyawan yang puas akan lebih mungkin berbicara positif
tentang organisasi, membantu orang lain, dan jauh melebihi harapan yang
normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu karyawan menjadi bangga
melebihi tuntutan tugas karena mereka ingin membalas pengalaman
positif mereka (Robbins, 2003). Hal ini didukung dengan beberapa
penelitian yang telah dilakukan oleh Smith, Bateman dan Organ (1983),
mengadakan penelitian pertama kali tentang “The Antecedent Of
Organizational Citizenship Behavior” menemukan bahwa kepuasan kerja
menjadi prediktor terbaik. Selanjutnya, penelitian Puffer dalam (Organ,
1987), menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap
Organizational Citizenship Behavior.
Individu yang merasa perlakuan organisasinya baik, akan
membalas dan meningkatkan kerja melebihi permintaan organisasinya,
namun sebaliknya jika organisasi memandang tenaga kerjanya dalam
17
jangka pendek maka karyawan akan membalas dengan hanya melakukan
tugasnya saja dan meminimalisasi perilaku citizenship, karena pada
dasarnya kepuasan kerja akan mendorong seseorang memperlihatkan
perilaku Organizational Citizenship Behavior.
Selain itu, komitmen organisasi ditunjukkan dalam sikap
penerimaan, keyakinan yang kuat terhadap nilai–nilai dan tujuan
organisasi, dan adanya dorongan yang kuat dari dalam diri untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi demi tercapainya tujuan
organisasi (Gibson, 1988). Salah satu hal yang dapat mendorong
munculnya
komitmen
organisasi
pada
diri
seseorang
adalah
menjadikannya seperti keluarga besar dalam organisasi. Dalam hal ini
komitmen organisasi yang tinggi akan berakibat pada berbagai sikap dan
perilaku positif, dimana sikap dan perilaku positif tersebut muncul
sebagai aspek dari OCB misalnya seperti, menghindari tindakan
mengeluh dan sikap yang dapat merugikan organisasi (Sportmanship),
bersedia meluangkan waktu untuk membantu rekan kerja dalam
permasalahan pekerjaan (Altruism), bersedia bekerja melebihi deskripsi
kerja yang ada dan patuh terhadap peraturan organisasi melebihi
karyawan pada umumnya (Conscientiousness), senantiasa menghargai
dan memperhatikan orang lain (Courtessy), dan selalu mengedepankan
kepentingan bersama seperti peduli terhadap keberhasilan organisasi
serta kegiatan fungsional organisasi (Civic Virtue).
18
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Scholl dan Schappe
(dalam Elfina, 2004), mengemukakan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dari komitmen organisasi terhadap OCB, serta menemukan
komitmen organisasional merupakan prediktor yang lebih signifikan di
bandingkan kepuasan kerja. Komponen komitmen afektif berpengaruh
positif dan signifikan terhadap dimensi Altruism, Conscientiousness,
Courtesy, dan Civic virtue serta OCB total. Berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa karyawan yang
memiliki OCB akan membalas tindakan organisasi dan bekerja melebihi
deskripsi kerja yang telah ditetapkan, sehingga dapat diketahui bahwa
kepuasan kerja dan komitmen kerja merupakan faktor penentu
munculnya perilaku OCB.
2.6.
Hipotesis
2.6.1.
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap OCB
Pengaruh
yang
signifikan
antara
kepuasan
kerja
dan
Organizational Citizenship Behavior (OCB) terdapat dalam literaturliteratur mengenai organisasi, antara lain oleh Organ (1988); Organ &
Ryan (1995); Podsakoff, et al (1993, 2000). Kepuasan kerja merupakan
determinan penting yang mendorong seseorang memperlihatkan perilaku
Organizational
Citizenship
Behavior
(OCB),
disebabkan
karena
individu-individu yang mendapatkan kepuasan dalam pekerjaannya, akan
cenderung memaknai pekerjaan dan tugas-tugas yang ia laksanakan
19
dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi. Sehingga hampir tidak ada
perdebatan yang berarti di kalangan para peneliti tentang pengaruh
kepuasan kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Penelitian oleh Jehad Mohammad, dkk (2011) menyimpulkan
bahwa faktor kepuasan kerja baik eksternal maupun internal sangat
berperan penting sebagai pemicu terjadinya Organizational Citizenship
Behavior (OCB) pada karyawan. Murphy, James dan Neville (2001)
dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa kepuasan kerja
mempunyai hubungan yang signifikan dengan OCB. Berdasarkan atas
rumusan masalah, kajian teori serta penelitian terdahulu yang relevan,
maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
H1: kepuasan kerja berpengaruh positif tehadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan STIKES Bethesda
Yakkum Yogyakarta.
2.6.2.
Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap OCB
Penelitian yang dilakukan Unuvar (2006), menyimpulkan antara
lain bahwa selain kepuasan kerja, komitmen organisasi terbukti
berpengaruh positif dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Penelitian Danan dan Hasanbasri (2007), yang dilakukan pada karyawan
di Politeknik Kesehatan Banjarmasin membuktikan bahwa variabel
komitmen
organisasi
mempunyai
hubungan
Organizational Citizenship Behavior (OCB).
positif
terhadap
20
C.O. Reilly dan J. Chatman (1986) dalam Luthans (2006) menyatakan
bahwa
komitmen
organisasi
secara
jelas
berpengaruh
dengan
Organizational Citizenship Behavior (OCB). Porter, Mowday dan Steer
(1982) menyatakan bahwa orang yang berkomitmen dengan organisasi
adalah orang yang bersedia memberikan sesuatu sebagai kontribusi bagi
organisasi sehingga kinerjanya akan meningkat. Mac Kenzie (1997) juga
mengemukakan bahwa komitmen organisasi mempengaruhi kinerja.
Schell (1981), Schappe (1998) dalam Debora (2004) juga menyatakan
bahwa komitmen organisasi menpunyai pengaruh yang signifikan
terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Berdasarkan atas
rumusan masalah, kajian teori serta penelitian terdahulu yang relevan,
maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
H2:
komitmen
organisasional
berpengaruh
positif
terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan
STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.
2.6.3.
Pengaruh kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional
terhadap OCB
Penelitian oleh Jehad Mohammad, dkk (2011) menyimpulkan
bahwa faktor kepuasan kerja baik eksternal maupun internal sangat
berperan penting sebagai pemicu terjadinya Organizational Citizenship
Behavior (OCB) pada karyawan. Murphy, James dan Neville (2001)
21
dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa kepuasan kerja
mempunyai hubungan yang signifikan dengan OCB.
C.O. Reilly dan J. Chatman (1986) dalam Luthans (2006)
menyatakan bahwa komitmen organisasi secara jelas berpengaruh dengan
Organizational Citizenship Behavior (OCB). Porter, Mowday dan Steer
(1982) menyatakan bahwa orang yang berkomitmen dengan organisasi
adalah orang yang bersedia memberikan sesuatu sebagai kontribusi bagi
organisasi sehingga kinerjanya akan meningkat. Mac Kenzie (1997) juga
mengemukakan bahwa komitmen organisasi mempengaruhi kinerja.
Schell (1981), Schappe (1998) dalam Debora (2004) juga menyatakan
bahwa komitmen organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Berdasarkan atas
rumusan masalah, kajian teori serta penelitian terdahulu yang relevan,
maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
H3: kepuasan kerja dan komitmen organisasional berpengaruh positif
terhadap
Organizational
Citizenship
Behavior
Karyawan STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.
(OCB)
pada
Download