makalah skizofrenia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh psikiatri dan neurologi
yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan gangguan dengan istilah dementia
prekok yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal.
Istilah skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk menggambarkan
munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi dan perilaku pada pasien yang mengalami gangguan ini.
Bleuler mengindentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi,
Afek, Autisme dan Ambivalensi.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk dunia menderita
psikotik selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia lebih sering terjadi pada Negara industri terdapat
lebih banyak populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi rendah.
Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia seringkali ditemukan di
gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan untuk merawat diri, hilangnya tilikan dan
pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan diruang gawat darurat atau tempat praktek disebabkan
oleh halusinasi yamg menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya
maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan penelantaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau “pecah”, dan “phren” yang
artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan
perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif,
simptom negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan
perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat
yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan
persepsi , serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih
(clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam hidupnya. Di
Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan
terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit
skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan
angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada lakilaki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit
yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.
ETIOLOGI
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa
seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh
lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang
terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh
epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.
Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa orang tersebut
dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat
menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk
membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan
berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.
(A) Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak
tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak
tertentu ddengan munculnya simptom skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi
patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut
saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer
pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan
neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan
dan sosial.
(B)Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter
dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine,
terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine,
atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa : Ada
korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai
antagonis reseptor dopamine D2.Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti
amphetamine-dapat menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.
(C)Faktor Genetika
Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah satu
penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita skizofren akan
menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika
hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik
melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.
(D)Faktor Psikososial
1 Teori Tentang Individu Pasien
Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang muncul lebih awal
daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis
merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan
kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien
skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego-yang mungkin
merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari
teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi
dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal
yangyang etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu
yang salah, yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi
interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi.
Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak.
Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya
fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah
hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi
realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang
dimilikinya.
Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik setelahnya lebih
mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus
menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan
stress dalam hubungan interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon
terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan
erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan
gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga
berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.
Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan
pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham
kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini,
hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.
Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada model yang
buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang
sebenarnya juga memiliki masalah emosional.
2. Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrik-berasal dari keluarga
dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress
emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain:
Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan keluarga dimana anak
menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun
perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian
ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu.
Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua,
salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan
pada pola keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu
orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi
dari salah satu orang tua.
Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan
komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut
terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat ingin ikut campur
urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi
(dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien
skizofrenia
3. Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam
menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam
mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.
GEJALA KLINIS
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu primer dan
sekunder.
Gejala-gejala primer :
Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama ialah
asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau terdapat
pemindahan maksud, umpamanya maksudnya “tani” tetapi dikatakan “sawah”.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan “merah” bila dimaksudkan “berani”. Atau
terdapat “clang association” oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya
piring-miring, atau “…dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya lari…”. Semua ini menyebabkan
jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan
inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya seorang
perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga dimarahi dan
dipukuli.
Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan “blocking”,
biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari.
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir, timbul
ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau “pressure of thoughts”. Bila suatu ide berulangulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada hubungan
antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan
pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih
dapat diikuti, masih bertujuan.
Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :
Kedangkalan afek dan emosi (“emotional blunting”), misalnya penderita menjadi acuh tak acuh
terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa depannya.
Perasaan halus sudah hilang.
Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa
sedih atau marah.Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi
dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan “incongruity of affect” dalam bahasa
Belanda hal ini dinamakan “inadequat”.Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak
mempunyai kesatuan, umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari,
tetapi mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia.
Gangguan afek dan emosi lain adalah :
Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita yang sedang bermain
sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan
hubungan emosi yang baik (“emotional rapport”). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan
penderita.
Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat bersamasama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ; atau menangis dan tertawa tentang
satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek.Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil
keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun
alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau
mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan. Perilaku demikian
erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama, umpamanya
mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat tangan, tetapi belum sampai
tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia
mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar, sehingga
ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini oleh Bleuler
dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja,
maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku. Penderita dalma keadaan
stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-
bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita
mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga
oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang
sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus bergerak
saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan atau membuat
kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya menarik-narik
rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat
berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata
atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat
dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Fleksibilitas cerea:
bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin.
Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh.
Otomatisme komando (“command automatism”) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme : semua
perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia
(penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru perbuatan
atau pergerakan orang lain).
Gejala-gejala sekunder :
Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi penderita tidak
menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.
Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia
raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer
gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham sekunder, waham
sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Menurur MayerGross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab
ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata “dunia akan
kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk
menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau
ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.
Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang
hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan sskizofrenia ialah halusinasi
(oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang
terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan
(taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang
menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya Halusinasi penglihatan
agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak
organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang
berwarna atau muka orang yang menakutkan.
Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak menurun pada
skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas pengalamannya dan perasaannya.
Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau “double personality”, misalnya penderita
mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak adalagi. Atau
pada double personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri didalamnya atau
yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu.
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar ia seakan-akan
hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya.
Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala primer. Tetapi
ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya afek dan kemauan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia adalah:
(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya tidak ada
simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia mungkin ditemukan
pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat
ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang
esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu
pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari perawatan sebelumnya (yang lalu). Bahkan
dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin berubah.
(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang sosial budaya
pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu mungkin dipandang
sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang
biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan
gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.
DIAGNOSIS
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau lebih bila
gejala-gejala itu kurang jelas :
(a) “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau
- “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam pikirannya
(insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal); dan
- “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
(b) - “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dati luar;
atau
- “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar;
atau
- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari
luar;
(tentang ‘dirinya”: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan
atau penginderaan khusus);
- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya,
biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan
sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai
ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
(f)Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation), yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(g)Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh tertentu (posturing),
atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(h) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang
menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan
menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih
(tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari
beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup
tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
KLASIFIKASI
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III
skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang
kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a)Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik
tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
(b)Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c)Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar
yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata
/ menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau
katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20
atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati
penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari
kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga
dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat
menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi
oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset
biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak
harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau
3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling)
atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi
hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau
(pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi
dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless)
dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat
terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran
pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a)stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas
spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b)Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli
eksternal)
(c)Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh
tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d)Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya
untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
(e)Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang
dapat dibentuk dari luar); dan
(g)Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah),
dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis
skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala
lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia.
Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obatobatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat
untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin
ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh
dirinya sendiri.
4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe.
PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ
III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a)Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12
bulan terakhir ini;
(b)Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan
(c)Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode
depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala
skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia
yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua
(a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas
menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi
pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi
suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b)Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk
diagnosis skizofenia;
(c)Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang
nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom
“negative” dari skizofrenia;
(d)Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau
institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan
skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe
lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis,
dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi
ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan
perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala “negative” yang khas dari skizofrenia
residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik,
danmdisertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara
sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks
adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada
permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi
pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur,
atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak berdasarkan
DSM IV TR), antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari
tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi
Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam
penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi diagnostic
skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk mendapatkan diagnosis
skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak
terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering
merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut
mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus
memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline
schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien sangat kebingungan
dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah “skizofrenik oneiroid” telah
digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk
mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhatihati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”. Dalam pemakaian lain
istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara progresif atau adanya system
waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam
mengkomunikasikan informasi.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan, fobia, obsesi, dan
kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh
gejala panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti
pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (freefloating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi
psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu asosiasi longgar,
halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang
normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu pendataran
atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking),
dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit
perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap
pengobatan.
PERJALANAN PENYAKIT
Tanda awal dari skizofrenia adalah simtom-simtom pada masa premorbid. Biasanya simtom ini muncul
pada masa remaja dan kemudian diikuti dengan berkembangnya simtom prodormal dalam kurun waktu
beberapa hari sampai beberapa bulan. Adanya perubahan social / lingkungan dapat memicu munculnya
simtom gangguan. Masa prodormal ini bisa langsung sampai bertahun-tahun sebelum akhirnya muncul
simtom psikotik yang terlihat.
Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi. Setelah sakit yang pertama
kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk waktu lama (remisi), keadaan ini diusahakan dapat
terus dipertahankan. Namun yang terjadi biasanya adalah pasien mengalami kekambuhan. Tiap
kekambuhan yang terjadi membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke
fungsi sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi depresi, dan ini bisa
berlangsung seumur hidup.
Seiring dengan berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada, sedangkan simtom
negative relative sulit hilang bahkan bertambah parah.
Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah Mempunyai anggota keluarga yang
menderita skizofrenia, terutama jika salah satu orang tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita
skizofrenia, kesulitan pada waktu persalinan yang mungkin menyebabkan trauma pada otak, terdapat
penyimpangan dalam perkembangan kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang sangat pemalu,
menarik diri, tidak mempunyai teman, amat tidak patuh, atau sangat penurut, proses berpikir
idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan, mempunyai orang tua denga sikap paranoid dan gangguan
berpikir normal, memiliki gerakan bola mata yang abnormal, menyalahgunakan zat tertentu seperti
amfetamin, kanabis, kokain, Mempunyai riwayat epilepsi, memilki ketidakstabilan vasomotor, gangguan
pola tidur, control suhu tubuh yang jelek dan tonus otot yang jelek.
PROGNOSIS
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan
psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat
digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang
buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood
berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang
tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan
prognosis yang baik.
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan yang
beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani kehidupan yang
agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien
terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.
Download