LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI

advertisement
LAPORAN
HASIL KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VI DPR-RI
KE PROVINSI BALI
MASA SIDANG I TAHUN SIDANG 2014-2015
Tanggal 30 Nopember s.d. 2 Oktober 2014
PENDAHULUAN
1. Dasar
a. Rapat Intern Komisi VI DPR-RI tanggal 5 Nopember 2014 mengenai Program
Kerja Komisi VI DPR RI pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2014-2015.
b. Surat Tugas No ST. 03/Komisi VI DPR RI/XI/2014 mengenai Penugasan
Perjalanan Dinas Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR-RI pada tanggal 30
Nopember sd 2 Desember 2014 pada Masa Persidangan I Tahun Sidang
2014-2015ke Provinsi Bali meninjau Pasar Tradisional (Pasar Sindhu Sanur
dan Pasar Badung)
2. Maksud dan Tujuan
Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan
hasil Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR-RI yang terkait dengan bidang
tugasnya di Propinsi Bali dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan
sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR-RI ini dengan tujuan sebagai bahan
masukan bagi pemerintah untuk ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja
Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek :
1. Pengawasan terhadap pelaksanaan program/peran Pemerintah dalam
memaksimalkan program revitalisasi pasar tradisional.
2. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang
berkaitan dengan program revitalisasi pasar tradisional.
4. Waktu dan Acara Kunjungan Kerja : tanggal 30 Nopember sampai dengan 2
Desember 2014.
5. Anggota Tim Kunjungan Kerja
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Dodi Reza Alex Noerdin ,LIC .ECON, MBA
DR.IR.H. Lili Asdjudiredja, SE,Ph.D
GDE Sumarjaya Linggih, SE
Betti Shadiq Pasadigoe, SE,Ak,MM
Eka Sastra
H. Mohammad Suryo Alam, AK, MBA
M. Sarmuji, SE, M.SI
Dwie Aroem Hadiatie, SE, Kom
1
A-244
A-255
A-296
A-239
A-257
A-289
A.287
A.247
Ketua Tim/Pimp. F. PG
F. PG
F. PG
F. PG
F. PG
F. PG
F. PG
F. PG
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
I.
Abdul Wachid
IR.H.Bambang Haryo Soekartono
Wahyu Sanjaya, SE
Dra.HJ. Tina Nur Alam, MM
Primus Yustisio
Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, S,Th.I
Drs.H. Adang Daradjatun
H. Usman Ja’far
Drs. Nyat Kadir
Dwian Pujaswati
Dedi
Adi Somara
Mira Sukandar
Rizka Arinindya
A-354 F. Gerindera
A-364 F. Gerindera
A-408 F.PD
A-504 F. PAN
A-473 F. PAN
A-45 F.PKB
A-97 F.PKS
A-537 F.PPP
A-10 F. Nasdem
Sekretariat Komisi VI
Sekretariat Komisi VI
Sekretariat Komisi VI
Sekretariat Komisi VI
Pemberitaan
PERMASALAHAN-PERMASALAHAN
Sebutan pasar tradisional sangat berkonotasi dan identik dengan gambaran pasar
yang kumuh, ruwet tidak teratur dan bau tidak sedap yang khas. Mungkin hal
tersebut setidaknya yang menjadikan banyak orang saat ini sudah mulai
meninggalkannya dan beralih belanja ke pasar modern. Namun pemerintah sudah
mulai memikirkan kelanjutan dan eksistensi pasar tradisional yang menjadi tulang
punggung dan urat nadi perekonomian sebagian besar masyarakat.
1. Pasar Tradisonal Sindhu Sanur
Pasar Sindu adalah pusat perdagangan berbasis tradisi telah digagas
sejak tahun 1969, dan mulai dibangun pada 1971. Corak utamanya adalah
menjadi tempat jual-beli kebutuhan sehari-hari, pasar seni, gerai pakaian dan
mainan, serta pusat kuliner (di Bali biasa disebut pasar senggol) di kala malam.
Namun, diakui, sebelum direnovasi, kondisinya sangat memprihatinkan, yakni
kumuh, kebersihannya kurang diperhatikan. Alur belanjanya tak nyaman,
penataan barang asal-asalan, plus sistem pembuangan buruk, keamanannya
pun tak maksimal.
Proses renovasi dan revitalisasi Pasar Sindu dilakukan berdasar pada
Peraturan Menteri Perdagangan RI tentang Penilaian Pasar Tradisional untuk
Kategori Pasar Desa. Terletak di lahan seluas 5.200 meter persegi, bangunan
utamanya seluas 3.700 meter persegi diperuntukkan bagi 150 unit los dan 78
toko, sisanya pedagang musiman seperti yang menjual aneka makanan. Untuk
pedagang di los ditata sesuai dengan jenis dagangan yang di jual sehingga
masyarakat lebih mudah untuk berbelanja. Disamping itu dengan penataan
sesuai dengan jenis dagangan dapat mempermudah menjaga kebersihan pasar.
Los dalam pasar Sindu terbagi menjadi 3 los yaitu los A khusus untuk para
pedangan menjual alat upacara dan buah, los B untuk pedagang menjual
sembako dan jajan Bali. Sedangkan los C untuk pedagang menjual daging.
Setiap los di pasar tersebut disediakan 3 set bak sampah yang diperuntukan
sampah organik, jenis plastik dan sisa makanan. Fisik bangunan utama sangat
prima, dibangun dengan rangka dan atap baja. Dalam kesehariannya, masingmasing penjual dikenai uang sewa Rp 2.500 per hari. Di tengah proses
revitalisasi pasar tradisional yang masih seret, apalagi dana pemerintah pusat
juga sangat terbatas, pembangunan kembali Pasar Sindu, Sanur, Denpasar, Bali
yang menelan biaya renovasi Rp 4 miliar tersebut ibarat sebuah oase dan
2
peresmian renovasi pasar Sindhu Sanur dilaksanakan pada Rabu 4 Agustus
2010.
Mengacu dengan sistem pasar bersih, kawasan itu dilengkapi 8 toilet plus
pos keamanan. Lahan sisanya diperuntukkan untuk parkir di siang hari,
sementara malam harinya untuk operasional pasar senggol. Tempat itu mampu
menampung 54 pedagang baju serta mainan dan 32 pedagang makanan.
Penerapan pengolahan limbah ala hotel (modern) pada pasar Sindu merupakan
satu-satunya di Indonesia. Mengacu pada standar pengolahan limbah, yakni di
bawah 20, berdasarkan rekomendasi biological oxygen demand (BOD) dan di
bawah 35 standar chemical oxygen demand (COD). Semua limbah hasil pasar
diolah kemudian digunakan untuk keperluan lain seperti menyiram tanaman.
Yang menarik, total dana revitalisasi itu berasal dari dana Yayasan
Pembangunan Sanur (YPS). Dari usaha beberapa sekolah, pasar, hibah-hibah,
dan pembagian 50 persen dari deviden usaha milik desa yang dikembalikan lagi
bagi seluruh warga desa. Istilah pasar tradisional diganti dengan pasar ramah
dan segar. karena “Sebutan pasar ramah dan segar sangat sesuai dengan
program revitalisasi pasar modern sebagai salah satu pusat perekonomian, ”
dan diharapkan barang yang dijual adalah barang lokal, jangan pasar tradisional
justru menjual produk Cina,”
2. Pasar Tradisional Badung
Pasar Badung merupakan pusat perekonomian kota dan merupakan
pasar yang terbesar di kota Denpasar, berlokasi di Jalan Gajah mada, yaitu jalan
utama yang menjadi pusat pertokoan ibu kota propinsi Bali sebelum berkembang
seperti sekarang ini. Pasar Badung yang berhadapan dengan Pura Desa yaitu
salah satu Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Denpasar pada awalnya tidak
semegah seperti sekarang ini karena telah mengalami perubahan dan perbaikan
beberapa kali untuk disesuaikan dengan kebutuhan, dan perkembangan kota.
Perkembangan pasar Badung tidak bisa dilepaskan dari adanya sebuah
pasar yang ada di seberang sungai Badung yaitu pasar Kumbasari, karena di
jaman dahulu masyarakat yang datang berbelanja ke pasar Badung merasa tidak
lengkap dengan barang belanjaannya kalau mereka tidak datang berbelanja ke
Pasar Kumbasari, terutama bagi mereka yang berbelanja untuk kepentingan
upacara, sebab antara pasar Badung dan Kumbasari pada jaman sebelum
terbentuk seperti sekarang ini mempunyai spesialisasi jenis-jenis barang yang di
jual.
Pasar Badung telah menjelma menjadi ruang interaksi sosial antara
masyarakat lokal dan pendatang. Ada transaksi tukar-menukar dan jual beli
produksi pertanian, barang kerajinan, perlengkapan upacara adat atau agama
dan industri rumah tangga. Pasar Badung menyimpan sejarah nan panjang.
Konon tukad Badung jadi lintasan pasukan ekspedisi Belanda yang bergerak
menuju Pamecutan dari Denpasar pada peristiwa Puputan Badung, 20
September 1906. Aktivitas ekonomi yang tinggi sejalan citra Denpasar sebagai
kota budaya yang ramai dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri. Secara
tidak langsung turut berpengaruh peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan
pokok dan barang. Wisatawan kerap belanja di pasar itu. Sebagai ibu kota
propinsi, Pasar Badung yang dibangun tahun 1977menjadi penyangga nadi
ekonomi pedagang kecil dan penyedia kebutuhan pokok yang murah meriah.
3
Perubahan bentuk Pasar Badung dari bentuk semula menjadi bentuk
bertingkat seperti sekarang diresmikan pada tanggal 24 April 1984. kemudian
setelah mengalami musibah kebakaran diperbaiki pada tahun 2000 dan kembali
direnovasi yang berakhir tahun 2001 dan terjadi kebakaran kembali pada tahun
tahun 2007. Pasar Badung pagi hari dibuka pukul 5 pagi dan ditutup sore hari
pukul 5 sore, kemudian diganti dengan pasar sore yang dibuka pukul 5 sore
sampai 5 keesokan harinya.
Bangunan Pasar Badung dengan konstruksi arsitektur Bali tergolong
bangunan monolit, berlantai 4, berdiri di atas lahan 6.230 m2, dengan luas lantai
8.016.00 m2. Gedung induk memiliki 8 tangga; 6 di pojok-pojok gedung, 1 di
tengah dan 1 di barat. Pasar Badung kini menampung banyak pedagang, yang
menempati 308 kios, 1387 los, 495 di pelataran dan 7 kios yang dibangun
pedangan di tanah kosong dalam kompleks pasar. Lantai I digunakan untuk
pedagang canang, bunga, buah, sayur dan jenis kue (bagian depan dan tengah),
ikan, unggas, telur dan daging (bagian belakang). Lantai II bagi pedagang beras,
kacang atau sembako. Lantai III (depan dan tengah) untuk pedagang kain, baju,
pakaian sembahyang ke pura dan perlengkapan upacara, serta bagian selatan
(belakang) ditempati pedagang makanan dan minuman.
Khusus lantai IV untuk kegiatan perkantoran PD Pasar Kota Denpasar,
yang dilengkapi ruang aula, pertemuan terbatas, sekpri, dirut, dirut I, Dirut II,
bagian umum, keuangan, teknik, pengawasan, kebersihan dan pertamanan,
koperasi, pelayanan kesehatan reproduksi milik Yayasan Rama Sesana (YRS),
kepala unit Pasar Badung, Dharma Wanita Persatuan dan toilet. Di 3 sudut
bangunan (lantai bawah) ada 3 buah toilet publik (di barat laut, barat daya dan
tenggara). Rancangan arsitektur memang menjelimet namun ada terobosan
elegan dan holistik. Menyiasati suasana gelap di beberapa sisi ruangan lantai II
dan III ada gubahan dinding terbuka yang didukung dua buah void (lubang),
salah satunya tembus ke lantai satu, sehingga masuknya penerangan sinar
matahari dan udara segar dari luar. Pasar Badung memang dikenal sebagai
pasar yang padat dan ramai. Di dalam areal pekarangan, membludak mobil dan
sepeda motor pembeli dan penjual, dekat Posko Informasi, Keamanan dan
Trantibnas.
Pasar Badung memiliki dua keunikan. Pertama, bertebaran para WTS
(wanita tukang suun) yang menawarkan jasanya untuk mengangkat barang
(suun) belanjaan dari konsumen. Jasa ini kian marak karena penataan parkir
yang cukup baik di sekitar areal pasar, yang justru menyebabkan jarak tempuh
dari pasar dan tempat parkir jadi cukup jauh. Apalagi bila ada konsumen yang
harus membawa belanjaan dari dalam pasar sedangkan parkir mobil ada di Jl
Kartini. Lumayan jauh jarak yang ditempuh para wanita tukang suun dengan
patokan harga Rp 5000, Rp 10.000 sampai Rp 20.000.
Keunikan kedua; ada tempat suci (unsur parahyangan) pasar atau pura
pasar, yang lazim disebut Pura Melanting. Dalam balutan arsitektur Bali, areal
Pasar Badung dibatasi tembok panyengker gaya Badung/Denpasar. Di sebelah
Utara bangunan ada Pura Melanting Sari Buana, dan di Selatan ada Pura Beji
Pasar Badung. Aspek ini sejalan dengan religiositas masyarakat Hindu Bali yang
selalu berpegang pada konsep Tri Hita Karana, dengan berlandaskan ajaran
Agama Hindu guna tercapainya hubungan yang harmonis dan selaras antara
manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan manusia, serta manusia
dengan alam lingkungan.
4
II. REKOMENDASI
Rekomendasi untuk mengatasi masalah yang terkait dengan Revitalisasi Pasar
Tradisional :
1. Komisi VI DPR RI meminta kepada Pemerintah untuk lebih memaksimalkan
Revitalisasi Pasar Tradisional diseluruh Indonesia.
2. Komisi VI DPR RI mendukung keberadaan pasar tradisional di tengah-tengah
masyarakat. Untuk itu, perlu diberi perlindungan dan pembinaan yang
berkelanjutan. "Tradisi baik yang telah berjalan, ada koperasi para penjual dan
pengelolaan dengan manajerial yang bagus harus dipertahankan.
3. Pemerintah daerah dan semua pihak yang terkait wajib mengawasi dan
mengatur keberadaan mini market dan tempat perbelanjaan modern, ditata
jangan sampai menjadi penghalang kemajuan pasar tradisional,"
4. Mengamati suasana harian di kompleks bangunan pasar, PD Pasar perlu
meningkatkan standar pengawasan sanitasi pasar tradisional yang meliputi
pembuangan limbah, sampah, kebersihan MCK, sirkulasi, pencapaian,
penanggulangan bahaya kebakaran, keamanan dan kenyamanan konsumen
dalam berbelanja.
III. PENUTUP
Dari hasil Kunker Spesifik Ke provinsi Bali, Komisi VI DPR RI bahwa
sebenarnya pasar tradisional memiliki keunggulan dibandingkan dengan pasar
modern, yakni pasar tradisional masih mempertahankan nilai-nilai sosial dan
budaya yang hidup di tengah masyarakat. Di samping itu, berbelanja di pasar
tradisional masih ada unsur seninya yakni, adanya budaya tawar menawar.
‘'Kkeunggulan ini harus mampu dimaksimalkan, sehingga keberadaan pasar
tradisional sebagai pusat perputaran perekonomian masyarakat akan tetap eksis
dan terjaga,''
‘'Revitalisasi pasar desa merupakan program unggulan Pemkot Denpasar
dalam meningkatkan perekonomian masyarakat, karena dengan adanya pasar
yang refresentatif akan dapat menumbuhkan daya bisnis masyarakat,''
Jakarta, 5 Desember 2014
KETUA TIM KUNKER SPESIFIK
KE PROVINSI BALI,
ttd
DODI REZA ALEX NOERDIN
A-244
5
Download