Teori Konflik Dalam mempelajari sosiologi dan hubungan antar

advertisement
Teori Konflik
Dalam mempelajari sosiologi dan hubungan antar masyarakat, terdapat beberapa
sudut pandang ( paradigma ) yang digunakan. Salah satu di antaranya adalah paradigma
fakta sosial. Fakta sosial itu sendiri terdiri dari 2 macam, yakni dalam bentuk material dan
non material. Perhatian utama penganut paradigma ini terpaut kepada hubungan antar
struktur sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial, serta
hubungan antara individu dengan pranata sosial. Hubungan – hubungan tersebut memilki
terminologi yang berbeda dalam mengkonseptualisasikannya.
Paradigma fakta sosial memilki empat varian teori, yakni :
1. Teori Fungsionalisme Struktural
2. Teori Konflik
3. Teori Sistem
4. Teori Sosiologi Makro
Dalam kesempatan ini kami akan membahas mengenai teori konflik. Teori Konflik
adalah penentangan secara langsung terhadap teori fungsionalisme struktural. Teori konflik
ini berasal dari teori Marxian dan pemikiran konflik sosial dari Simmel. Masalah mendasar
dalam teori ini yakni tidak pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar struktural
fungsionalnya. Karya yang paling terkenal dalam teori ini adalah karya Ralf Dahrendorf.
Teori konflik ini lebih terlihat sebagai kebalikan fungsionalisme struktural. Dahrendolf
lebih melihat pada perubahan dari pada keseimbangan, lebih memusatkan perhatian pada
konflik dari pada ketertiban, lebih menekankan upaya meneliti bagaimana cara bagian bagian masyarakat menyumbang terhadap perubahan dan bukan terhadap stabilitas, lebih
menekankan pada konflik dan penggunaan kekerasan daripada paksaan normatif.
Dahrendolf mengemukakan teori konflik ini berskala luas, perhatiannya pada otoritas,
wewenang, posisi, asosiasi yang dikoordinir secara imperatif, kepentingan, kelompok semu,
kelompok
kepentingan,
dan
kelompok
konflik,
yang
mencerminkan
orientasi
fungsionalisme
struktural.
Dahrendolf berpendapat bahwa konsep – konsep seperti kepentingan nyata dan
kepentingan laten, kelompok kepentingan dan kelompok semu, posisi dan wewenang,
merupakan unsur dasar untuk dapat menerangkan bentuk – bentuk dari konflik. Namun
dalam kondisi yang tidak ideal, terdapat konsep lain yang diperlukan, yaitu kondisi teknik
dengan personal yang cukup, kondisi politik dengan suhu yang normal, kondisi sosial
dengan adanya rantai komunikasi.
Dahrendolf mengemukakan teori konflik berskala luas yang paralel dengan teori
ketertiban berskala luas dari fungsionalisme struktural. Aspek terakhir teori konflik
Dahrendolf adalah hubungan konflik dengan perubahan sosial, maksudnya adalah bahwa
setelah konflik itu muncul kelompok itu dengan sendirinya sudah melakukan tindakan yang
menyebabkan perubahan dalam struktur sosial. Bila konflik itu hebat, perubahan yang
terjadi adalah radikal. Bila konflik disertai tindakan kekerasan, akan terjadi perubahan
struktur secara tiba - tiba. Teori konflik ini telah dikritik dengan berbagai alasan, teori
konflik dianggap mengabaikan ketertiban dan stabilitas, sedangkan fungsionalisme
struktural dianggap mengabaikan konflik dan perubahan. Teori konflik juga dikritik karena
berideologi radikal, sedangkan fungsionalisme dikritik karena ideologi konservatifnya.
Fungsionalisme struktural dan teori konflik Dahrendolf dianggap tidak memadai karena
masing - masing hanya berguna untuk menerangkan sebagian saja dari kehidupan sosial,
karena ada tuntutan yang sangat besar terhadap perspektif teoritis yang mampu
menerangkan konflik dan ketertiban sekaligus. Kritik yang dilancarkan terhadap teori
konflik dan fungsionalisme struktural menimbulkan beberapa upaya untuk mengatasi
masalahnya dengan merekonsiliasi kedua teori tersebut. Asumsinya adalah bahwa dengan
kombinasi maka kedua teori itu akan menjadi lebih kuat dari pada masing - masing berdiri
sendiri.
Sumber Bacaan :
Ritzer, George dan Goodman Douglas, J,“Teori Sosiologi Modern”,cetakan ketiga,
Jakarta,2005.
Ritzer,George,”Sosiologi Berparadigma Ganda”,Jakarta:Rajawali Pers,2009.
Download