iv. hasil dan pembahasan

advertisement
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature
Plasmid pGEM-T Easy yang mengandung cDNA GH ikan mas telah
berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran 3648
bp pada gel elektroforesis pada (Gambar 4).
kb
M
1
2
4,0 3,0 -
◄ 3,6 kb
2,5 -
Gambar 4. Hasil isolasi plasmid pGEM-T Easy yang mengandung cDNA CcGH;
M= marker, 1 dan 2= plasmid pGEM-T Easy; Tanda panah
menunjukkan posisi 3,6 kb yang merupakan ukuran plasmid pGEM-T
Easy yang mengandung cDNA CcGH; angka di sebelah kiri
merupakan ukuran marker
Setelah berhasil diverifikasi, selanjutnya plasmid pGEM-T Easy yang
membawa cDNA GH ikan mas diamplifikasi dengan PCR untuk mengisolasi
fragmen GH mature ikan mas (CcGH). Sinyal peptida pada cDNA GH ikan mas
terdapat pada posisi asam amino ke-22 dan 23 (Lampiran 2), sehingga nukleotida
ke-103 hingga ke-122 dijadikan sebagai primer forward untuk mengisolasi CcGH
mature. Berdasarkan analisis, dapat diketahui bahwa CcGH mature yang akan
dihasilkan berukuran 579 bp. Hasil menunjukkan bahwa amplifikasi PCR untuk
mengisolasi fragmen DNA CcGH mature telah berhasil dilakukan yang
ditunjukkan dengan adanya pita DNA yang muncul pada ukuran 579 bp (Gambar
5).
1
2
M
kb
- 1,0
- 0,7
- 0,5
Gambar 5. Hasil isolasi CcGH mature; M= marker, 1= CcGH mature, 2= fulllength CcGH; angka di sebelah kanan merupakan ukuran marker
4.2
Kloning Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature ke Vektor pGEM-T
Easy
Fragmen DNA penyandi CcGH mature yang sebelumnya telah berhasil
diamplifikasi dan diisolasi dari gel elektroforesis selanjutnya diligasi ke vektor
kloning pGEM-T Easy dan ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli DH5α.
Tahap ini bertujuan untuk memperbanyak sekuens CcGH mature secara in vivo
yang selanjutnya CcGH mature akan diinsersikan kedalam vektor ekspresi yaitu
pCold I.
Keberhasilan ligasi CcGH mature ke dalam vektor pGEM-T Easy (Plasmid
yang dihasilkan selanjutnya disebut sebagai T-mCcGH) dan transformasi plasmid
T-mCcGH ke dalam E. coli DH5α bisa diketahui dari perbedaan warna koloni
bakteri yang tumbuh dan cracking. Bakteri yang mengandung plasmid T-mCcGH
akan berwarna putih, sedangkan bakteri yang mengandung vektor pGEM-T Easy
tanpa insersi akan berwarna biru. Hal ini terjadi karena adanya marker LacZ yang
terdapat dalam vektor pGEM-T Easy. Marker ini akan bekerja apabila pada media
tumbuh terdapat IPTG dan X-gal. Akan tetapi, adanya insersi gen (CcGH mature)
pada vektor pGEM-T Easy akan menonaktifkan gen LacZ sehingga X-gal yang
terdapat pada media tumbuh tidak akan terurai menjadi galaktosa dan 5-bromo-4kloroindigo dan menghasilkan koloni bakteri yang berwarna putih.
Selanjutnya, bakteri putih yang ada diidentifikasi dengan metode cracking
untuk mengetahui apakah proses ligasi dan transformasi telah berhasil dilakukan.
Seperti ditunjukkan pada Gambar 6 bahwa ukuran DNA dari bakteri hasil
transformasi plasmid memiliki ukuran lebih besar daripada plasmid kontrol
(pGEM-T Easy). Hal ini menunjukkan bahwa proses ligasi CcGH mature ke
dalam vektor pGEM-T Easy dan transformasi plasmid T-mCcGH kedalam bakteri
telah berhasil dilakukan.
T
1
2
3
4
5
T
3,0 kb -
Gambar 6. Hasil cracking T-mCcGH dari bakteri konstruksi E. coli DH5α; T=
vektor pGEM-T Easy tanpa insersi, 1-5= hasil cracking klon bakteri
E. coli DH5α yang disisipi T-mCcGH; 3,0 kb merupakan ukuran
vektor pGEM-T Easy tanpa insersi
15
Hasil cracking menunjukkan bahwa sebagian besar koloni bakteri
membawa plasmid T-mCcGH. Hal ini terlihat dari munculnya pita DNA pada gel
elektroforesis dan penambahan ukuran pita DNA jika dibandingkan dengan vektor
pGEM-T Easy tanpa insersi (3 kb). Koloni bakteri yang positif membawa plasmid
T-mCcGH selanjutnya diremajakan pada media 2xYT yang telah ditambahkan
ampisilin untuk diperbanyak secara in vivo (Gambar 7).
Gambar 7. Klon bakteri konstruksi E. coli DH5α yang membawa T-mCcGH
4.3
Isolasi Fragmen DNA Penyandi Fragmen CcGH Mature
Plasmid T-mCcGH yang berukuran 3,5 kb dan telah berhasil diperbanyak
pada bakteri E. coli DH5α kemudian diisolasi. Hasil isolasi plasmid tersebut
selanjutnya dielektroforesis untuk mengetahui keberhasilannya (Gambar 8). Dari
gambar tersebut bisa diketahui bahwa plasmid T-mCcGH telah berhasil diisolasi
dari bakteri E. coli DH5α.
T-mCcGH
M
kb
- 4,0
M
- 3,0
- 2,5
Gambar 8. Elektroforesis plasmid T-mCcGH hasil isolasi dari bakteri E. coli
DH5α; T-mCcGH= hasil isolasi plasmid T-mCcGH dari E. coli DH5
α, M= marker; angka di sebelah kanan merupakan ukuran marker
Setelah
berhasil
diisolasi,
plasmid
T-mCcGH
didigesti
dengan
menggunakan enzim BamH I dan Sal I sesuai dengan situs restriksi yang telah
disisipkan pada primer untuk mengisolasi fragmen DNA penyandi CcGH mature.
Setelah didigesti, dilakukan elektroforesis untuk mengetahui hasil digesti dan
16
mengisolasi fragmen CcGH mature (Gambar 9). Hasil menunjukkan bahwa
digesti tersebut menghasilkan dua pita DNA; pita pertama merupakan fragmen
plasmid pGEM-T Easy yang berukuran 3,0 kb dan pita kedua merupakan fragmen
CcGH mature yang berukuran sekitar 0,5 kb.
kb
M
M
4,0 3,0 -
◄ pGEM-T Easy
1,0 ◄ CcGH mature
0,5 -
Gambar 9. Hasil digesti plasmid T-mCcGH dengan enzim restriksi BamH I dan
Sal I; M= marker; hasil digesti menghasilkan dua pita DNA yaitu
vektor pGEM-T Easy pada posisi 3,0 kb dan CcGH mature pada
posisi sekitar 0,6 kb; angka di sebelah kanan merupakan ukuran
marker
4.4
Preparasi Vektor Ekspresi pCold I
Vektor pCold I yang akan digunakan sebagai vektor ekspresi merupakan
vektor yang berbentuk sirkular. Oleh karena itu, sebelum disisipi oleh gen yang
akan digunakan (CcGH mature), vektor ini perlu didigesti dengan menggunakan
enzim restriksi yang terdapat pada multiple cloning site (MCS) vektor tersebut
tetapi tidak memotong sekuens CcGH mature. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan program GENETYX versi 7, akhirnya ditentukan dua enzim
restriksi yang digunakan yaitu BamH I dan Sal I. Penggunaan dua enzim restriksi
tersebut bertujuan untuk menghasilkan fragmen yang berbentuk sticky end dan
ujung nukleotida yang berbeda sehingga lebih mempermudah penempelan
fragmen CcGH mature dan vektor pCold I pada saat ligasi serta meminimalisir
kemungkinan fragmen CcGH mature tertempel dengan orientasi yang salah pada
vektor pCold I. Hasil digesti vektor pCold I dengan menggunakan enzim BamH I
dan Sal I dapat dilihat pada Gambar 10.
17
kb
M
1
2
4,0 3,0 2,0 -
Gambar 10. Hasil digesti vektor pCold I; M= marker, 1= vektor pCold I yang
tidak didigesti, 2= vektor pCold I yang didigesti dengan enzim
BamH I dan Sal I; angka di sebelah kiri merupakan ukuran marker
Berdasarkan Gambar 10, diketahui bahwa digesti vektor pCold I telah
berhasil dilakukan. Hal ini terlihat dari perbedaan posisi pita DNA antara vektor
pCold I yang tidak didigesti dengan vektor pCold I yang didigesti. Pita DNA
vektor pCold I yang didigesti lebih tinggi dibandingkan dengan vektor pCold I
yang didigesti karena perbedaan bentuk keduanya. Vektor pCold I yang didigesti
berbentuk linear sedangkan vektor pCold I yang tidak didigesti berbentuk sirkular.
Fragmen DNA yang berbentuk sirkular memiliki mobilitas yang lebih tinggi di
dalam gel agarosa dibandingkan dengan fragmen DNA yang berbentuk linear
sehingga vektor pCold I yang didigesti terlihat memiliki ukuran yang lebih besar
bila dibandingkan dengan vektor pCold I yang tidak didigesti.
4.5
Kloning Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature ke Vektor pCold I
Fragmen DNA penyandi CcGH mature yang sebelumnya telah berhasil
diisolasi dari vektor pGEM-T Easy selanjutnya diligasi dengan vektor pCold I
yang telah didigesti dengan menggunakan enzim yang sama (plasmid yang
dihasilkan selanjutnya disebut sebagai C-mCcGH). Selanjutnya, konstruksi
plasmid C-mCcGH ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli DH5α untuk
diperbanyak secara in vivo. Bakteri hasil transformasi yang tumbuh kemudian
diidentifikasi dengan metode cracking (Gambar 11).
18
T
1
2
3
√
√
√
4
5
T
Gambar 11. Hasil cracking C-mCcGH dari bakteri konstruksi E. coli DH5α; T=
vektor pGEM-T Easy tanpa insersi, 1-5= hasil cracking klon bakteri
E. coli DH5α, √= klon bakteri E. coli DH5α yang tersisipi oleh CmCcGH
Berdasarkan hasil cracking (Gambar 11) diketahui bahwa cukup banyak
koloni bakteri yang membawa plasmid C-mCcGH. Hal tersebut bisa dilihat dari
ukuran pita DNA 3 koloni yang lebih besar bila dibandingkan dengan vektor
pCold I tanpa insersi. Selanjutnya, koloni bakteri yang positif membawa plasmid
C-mCcGH diremajakan pada media 2xYT yang telah ditambahkan ampisilin
(Gambar 12).
Gambar 12. Klon bakteri konstruksi E. coli DH5α yang membawa plasmid CmCcGH
4.6
Isolasi Plasmid C-mCcGH dan Analisis Urutan Nukleotida
Plasmid C-mCcGH diisolasi dari bakteri E. coli DH5α dan selanjutnya
dilakukan sekuensing untuk menganalisa urutan nukleotidanya. Urutan nukleotida
dari plasmid C-mCcGH yang disekuensing dapat dilihat pada Lampiran 3 dan
Lampiran 4. Selanjutnya, hasil urutan nukleotida yang diperoleh disejajarkan
dengan sekuens CcGH mature dengan menggunakan program GENETYX versi 7
(Lampiran 5). Hasil pensejajaran urutan nukleotida plasmid C-mCcGH memiliki
tingkat kesamaan 99% dengan sekuens CcGH mature. Hal ini menandakan bahwa
19
sekuens CcGH mature telah berhasil diligasi ke dalam vektor pCold I. Perbedaan
1% yang terdapat dalam sekuens diduga terjadi akibat adanya variasi genetik pada
template yang digunakan.
4.7
Transformasi Plasmid C-mCcGH ke Bakteri E. coli BL21 (DE3)
Plasmid C-mCcGH yang telah berhasil diisolasi dari bakteri E. coli DH5α
dan urutan nukleotidanya memiliki tingkat kesamaan yang tinggi dengan sekuens
CcGH mature selanjutnya ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli BL21 (DE3)
yang merupakan salah satu strain E. coli yang dapat digunakan sebagai host
ekspresi yang bagus. Strain ini memiliki defisiensi protease lon dan ompT.
Protease lon berfungsi untuk mendegradasikan protein normal dan juga protein
yang tidak terlipat, sedangkan ompT merupakan protease yang terdapat pada
membran terluar E. coli yang berfungsi untuk mendegradasi protein ekstraselular
(BIOMOL 2004).
Setelah ditransformasikan, bakteri E. coli BL21 (DE3) yang diduga
membawa konstruksi plasmid C-mccGH ditumbuhkan pada media 2xYT yang
telah ditambahkan ampisilin (Gambar 13). Dari Gambar 13, dapat terlihat bahwa
ada banyak koloni bakteri yang diduga mengandung plasmid C-mCcGH karena
dapat tumbuh pada media yang mengandung ampisilin. Selanjutnya, koloni
bakteri tersebut diidentifikasi dan diseleksi dengan menggunakan metode
cracking untuk mengetahui apakah koloni bakteri yang ada benar telah disisipi
oleh plasmid C-mCcGH (Gambar 14).
Gambar 13. Hasil transformasi plasmid C-mCcGH ke dalam E. coli BL21 (DE3)
20
kb
M
1
2
√
√
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
√
√
13
14
15
16
4,0 -
√
Gambar 14. Hasil cracking C-mCcGH dari bakteri E. coli BL21 (DE3); M=
marker, 1-16= hasil cracking klon bakteri E. coli BL21 (DE3), √=
klon bakteri E. coli BL21 (DE3) yang tersisipi oleh C-mCcGH;
angka di sebelah kiri merupakan ukuran marker
Dari hasil cracking (Gambar 14), koloni bakteri yang terindikasi positif
membawa plasmid C-mCcGH selanjutnya diamplifikasi dengan menggunakan
primer forward pCold I dan primer reverse CcGHP-R untuk verifikasi arah
orientasi penempelan fragmen CcGH mature pada vektor pCold I (Gambar 15).
Berdasarkan pita DNA yang muncul, dapat diketahui bahwa ada 5 klon dengan
arah orientasi yang benar, yaitu klon nomor 1, 2, 4, 5, dan 6.
1
2
3
4
5
6
M
kb
- 1,0
- 0,7
√
√
√
√
√
- 0,5
Gambar 15. Hasil uji orientasi fragmen CcGH mature pada vektor pCold I; M=
marker, 1-6= hasil PCR klon bakteri E. coli BL21 (DE3), √= klon
bakteri E. coli BL21 (DE3) dengan orientasi C-mCcGH yang benar;
angka di sebelah kanan merupakan ukuran marker
Bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa fragmen CcGH mature dengan
orientasi yang benar selanjutnya ditumbuhkan pada media 2xYT yang telah
ditambahkan ampisilin (Gambar 16).
21
Gambar 16. Klon bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa konstruksi plasmid
C-mCcGH
4.8
Ekspresi dan Analisis Protein rGH
Berdasarkan hasil analisis SDS-PAGE (Gambar 17), terdapat pita yang
muncul pada posisi 25 kDa yang diduga merupakan protein rGH ikan mas.
Berdasarkan hasil tersebut, bisa disimpulkan bahwa protein rGH ikan mas telah
berhasil diproduksi. Dari 200 ml media 2xYT dapat dihasilkan 0,93 g pellet
bakteri yang mengandung rGH. Dari pellet bakteri yang diproduksi, diperkirakan
ada sebanyak 10,51% protein rGH dari total protein yang dihasilkan (diprediksi
dengan menggunakan program Totallab TL 120). Cheng (1995) menyatakan
bahwa rGH yang diproduksi oleh E. coli sekitar 8-10% dari total protein yang
dihasilkan.
22
kDa
M
1
2
58 -
30 -
25 17 -
◄ rGH
Gambar 17. Hasil SDS-PAGE protein rGH; M= marker, 1= protein dari bakteri E.
coli BL21 (DE3) yang membawa pCold I tanpa insersi, 2= protein
dari bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa plasmid C-mCcGH;
tanda panah menunjukkan protein rGH ikan mas; angka di sebelah
kiri menunjukkan ukuran marker
Berdasarkan Gambar 17, dapat diketahui bahwa bakteri E. coli BL21 (DE3)
yang membawa plasmid C-mCcGH menghasilkan rGH yang berukuran sekitar 25
kDa (ditunjukkan dengan tanda panah). Berbeda dengan protein yang dihasilkan
dari bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa pCold I tanpa insersi, tampak
tidak ada protein pada ukuran 25 kDa. Tetapi, protein lain yang diproduksi relatif
sama. Berat molekul protein yang dihasilkan lebih besar dari rGH yang diduga
berdasarkan asumsi yaitu 21 kDa karena adanya penambahan dari His Tag yang
terdapat di dalam vektor pCold I (Chan et al. 2003; Roberts et al. 2004).
Penebalan pita protein pada posisi selain 25 kDa yang tidak terdapat pada protein
dari bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa pCold I tanpa insersi diduga
merupakan struktur lain GH.
4.9
Uji Bioaktivitas rGH Ikan Mas
Bioaktivitas rGH ikan mas yang diproduksi dapat diketahui dengan
membandingkan pertumbuhan mutlak ikan mas yang disuntikkan rGH ikan mas
dan ikan mas yang disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi. Dari Gambar 18
dapat terlihat bahwa ikan mas yang disuntikkan dengan rGH ikan mas memiliki
23
pertumbuhan yang lebih besar bila dibandingkan dengan ikan mas yang
disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi. Hal ini menandakan bahwa rGH ikan
mas yang diproduksi aktif dan dapat memacu pertumbuhan ikan.
20.00
18.00
16.00
Bobot Ikan (g)
14.00
pCold I
12.00
10.00
mCcGH
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
1
2
3
4
5
Minggu ke-
6
7
8
Gambar 18. Bobot ikan mas yang disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi
(pCold I) dan rGH ikan mas (mCcGH) yang dipelihara selama 8
minggu. Dosis penyuntikkan 1 μg GH/10 μl PBS/g bobot
tubuh/minggu selama 4 minggu
Pada akhir penelitian, penyuntikan rGH ikan mas meningkatkan
pertumbuhan sebesar 106,56% bila dibandingkan dengan ikan mas yang
disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dilaporkan pada ikan sebelah, 24% (Jeh et al. 1998), juvenil ikan
gilthead seabream, 29-33% (Ben-Atia et al. 1999), dan ikan mas koki, 43%
(Promdonkoy et al. 2004), tetapi lebih rendah dibandingkan dengan yang
dilaporkan oleh Mahmoud et al. (1998) pada ikan mas yaitu 120% dan Acosta et
al. (2007) pada ikan nila yaitu 171%. Perbedaan peningkatan pertumbuhan
tersebut diduga terkait dengan jenis dan ukuran ikan uji, sumber GH yang
digunakan, dan metode pemberian GH.
Pertumbuhan mutlak ikan yang disuntikkan dengan rGH sebesar 12,98±0,56
g. Lebih tinggi bila dibandingkan dengan ikan yang disuntikkan dengan pCold I
24
tanpa insersi yaitu 6,28±4,69 g (Gambar 19). Walaupun uji statistik tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0,05) (Lampiran 6), tetapi
berdasarkan trend pertumbuhan yang didapatkan, terdapat indikasi bahwa rGH
yang dihasilkan aktif secara biologi dan dapat digunakan untuk memacu
pertumbuhan
organisme
akuakultur
sehingga
dapat
mempercepat
masa
pemeliharaan untuk mendapatkan ukuran ikan yang diinginkan. Kedepannya,
untuk kemudahan dalam mengaplikasikannya, pemberian rGH dapat dilakukan
melalui perendaman larva atau juvenil ikan dalam larutan rGH (Acosta et al.
2007) maupun mencampurkannya dengan pakan yang akan diberikan (Ben-Atia et
al. 1999; Promdonkoy et al. 2004).
14.00
Pertumbuhan mutlak (g)
12.00
10.00
8.00
pCold I
6.00
mCcGH
4.00
2.00
0.00
Perlakuan
Gambar 19. Pertumbuhan mutlak ikan mas yang disuntikkan dengan protein dari
pCold I tanpa insersi (pCold I) dan rGH ikan mas (mCcGH)
25
Download