1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Proses Produksi

advertisement
3
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Pengertian Proses Produksi
Produksi adalah suatu kegiatan yang bertujuan menghasilkan sesuatu,
sedangkan proses adalah suatu metode atau cara yang dilakukan. Menurut Assauri
(2008:105) proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode dan teknik untuk
menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan
sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada.
2.1.1
Jenis-jenis Proses Produksi
Menurut Assauri (2008: 184) proses produksi dapat dibedakan atas :
1. Proses produksi yang terputus-putus (intermittent process)
Perencanaan produksi dalam perusahaan pabrik yang mempunyai proses
produksi yang terputus-putus, dilakukan berdasarkan jumlah pesanan (order)
yang diterima. Oleh karena kegiatan produksi yang dilakukan berdasarkan
pesanan (order), maka jumlah produknya biasanya sedikit atau relatif kecil,
sehingga perencanaan produksi yang dibuat semata-mata tidak berdasarkan
ramalan penjualan (sales forecasting), tetapi terutama didasarkan atas
pesanan yang masuk. Perencanaan produksi dibuat untuk menentukan
kegiatan produksi yang perlu dilakukan bagi pengerjaan setiap pesanan yang
masuk. Ramalan penjualan ini membantu untuk dapat memperkirakan order
yang akan diterima, sehingga dapat diperkirakan dan ditentukan bagaimana
mesin dan peralatan yang ada agar mendekati optimum pada masa yang akan
datang, dan tindakan-tindakan apa yang perlu diambil untuk menutupi
kekurangan-kekurangan yang mungkin terdapat. Perencanaan produksi yang
disusun haruslah fleksibel, supaya peralatan produksi dapat dipergunakan
secara optimal.
2. Proses produksi yang terus-menerus (continuous process)
Perencanaan produksi pada perusahaan yang mempunyai proses produksi
yang terus menerus, dilakukan berdasarkan ramalan penjualan. Hal ini karena
kegiatan produksi tidak dilakukan berdasarkan pesanan akan tetapi untuk
memenuhi pasar dan jumlah yang besar serta berulang-ulang dan telah
mempunyai rancangan selama jangka waktu tertentu.
2.2
Pengertian Peramalan (Forecasting)
Menurut Arman Hakim(2003:25) peramalan adalah proses untuk
memperkirakan beberapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan dalam
ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka
memenuhi permintaan barang ataupun jasa.
Sedangkan menurut Jay Heizer dan Barry Render (2006:136) Peramalan
(forecasting) adalah seni atau ilmu untuk memperkirakan kejadian dimasa depan.
Menurut Render (2012, p.178) ada langkah-langkah untuk melakukan
peramalan, diantaranya adalah:
1. Menentukan kegunaan peramalan atau tujuan dari peramalan.
2. Menentukan barang yang akan diramalkan.
3. Menentukan rentang waktu peramalan.
4. Memilih metode peramalan yang akan digunakan.
5. Mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk peramalan.
6. Validasi model peramalan.
4
7. Melakukan peramalan.
8. Implementasi hasil dari peramalan.
Rentang waktu untuk melakukan peramalan dibagi menjadi 3 jenis yaitu jangka
waktu pendek, jangka waktu sedang dan jangka waktu panjang. Jangka waktu
pendek adalah peramalan untuk 1 sampai 30 hari, jangka waktu sedang adalah dari 1
bulan hingga 1 tahun sedangkan untuk jangka waktu panjang adalah peramalan yang
dilakukan untuk lebih dari 1 tahun (Render, 2012, p.178).
2.2.1 Jenis-jenis Metode Peramalan (Forecasting)
Terdapat 2 jenis metode penelitian menurut Heizer dan Render yang diterjemahkan
oleh Sungkono,C. (2009:168), yaitu:
1. Metode kualitatif yang dibagi menjadi 4 teknik peramalan yaitu:
 Jury of executive opinion
 Delphi Method
 Sales Force Composite
 Consumer Market Survey
2. Metode kuantitatif yang dibagi menjadi 2 teknik peramalan yaitu:
 Time Series Model
 Causal Model
2.2.1.1 Model Peramalan Time Series
Model peramalan time series adalah teknik statistikal yang menggunakan
data historikal dalam suatu periode waktu. Asumsi dari model ini adalah bahwa
kejadian di masa lampau mempengaruhi kejadian di masa depan. Model ini
merupakan model peramalan yang terpopuler yang paling sering digunakan
(Russel & Taylor III, 2011, p. 341).
2.2.1.2 Metode Moving Average
Metode Moving Average merupakan metode peramalan yang
menggunakan rata-rata permintaan dalam urutan periode waktu yang tetap.
Kelebihan dari Moving Average adalah sifatnya stabil dan cocok untuk
permintaan yang sifatnya stabil. Semakin panjang rentang waktu rata-rata maka
hasilnya akan semakin stabil dan halus (Russel & Taylor III, 2011, p. 343).
Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam metode Moving Average
(Render, 2012, p.185):
Keterangan:
= Peramalan untuk bulan berikutnya
= Permintaan aktual periode t
= jumlah periode
2.2.1.3 Metode Weighted Moving Average
Metode Weighted Moving Average mirip dengan metode Moving
Average. Perbedaan kedua metode ini adalah setiap data yang terdekat
diberikan bobot yang terbesar dengan asumsi data dari waktu yang terdekat
memberikan kontribusi atau pengaruh yang lebih besar (Russel & Taylor III,
2011, p. 345). Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam metode
Weighted Moving Average (Render, 2012, p.185):
5
Keterangan:
= Peramalan untuk bulan berikutnya
2.2.1.4 Metode Exponential Smoothing
Metode Exponential Smoothing juga merupakan metode peramalan yang
menghitung rata-rata dari data, data terbaru akan diberikan bobot lebih besar.
Digunakan konstanta yang disebut smoothing constant yang merupakan faktor
yang memberikan beban pada peramalan metode Smoothing Constant (Russel
& Taylor III, 2011, p. 347). Berikut ini adalah persamaan yang digunakan
dalam metode Exponential Smoothing (Render, 2012, p.188):
Keterangan:
= Peramalan untuk bulan berikutnya
= Permintaan aktual periode t
= Peramalan untuk periode t
= smoothing constant
2.2.2 Perhitungan Akurasi Peramalan
Tidak ada metode peramalan yang akurasinya tepat dan sempurna,
metode yang tepat untuk suatu data belum tentu tepat untuk pola data yang lain.
Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan akurasi peramalan. Beberapa
kriteria dari ketepatan ramalan yang sering digunakan untuk menghitung
akurasi dari metode peramalan model time series diantaranya adalah Mean
Absolute Deviation (MAD), Mean Square of Error (MSE), dan Mean Absolute
Percentage of Error (MAPE) (Baroto, 2002, p.31).
2.2.2.1 Mean Absolute Deviation (MAD)
Mean Absolute Deviation atau MAD adalah pengukuran untuk
ketidaktepatan peramalan yang termudah dan yang paling sering digunakan.
MAD adalah rata-rata antara peramalan dengan permintaan aktual. Semakin
kecil nilai MAD maka semakin tinggi akurasi dari peramalan (Russel & Taylor
III, 2011, p. 357). Persamaan yang digunakan untuk menghitung MAD adalah
sebagai berikut (Render, 2012, p.182):
Keterangan:
MAD
forecast error
n
= Mean Absolute Deviation
= selisih antara hasil peramalan dengan permintaan aktual
= jumlah kesalahan peramalan
2.2.2.2 Mean Square of Error (MSE)
Mean Square of Error atau MSE adalah pengukuran untuk ketidaktepatan
peramalan yang menghitung pangkat dari kesalahan peramalan (Russel &
Taylor III, 2011, p. 361). Persamaan yang digunakan untuk menghitung MSE
adalah sebagai berikut (Render, 2012, p.183):
6
Keterangan:
MSE
forecast error
n
= Mean Square of Error
= selisih antara hasil peramalan dengan permintaan aktual
= jumlah kesalahan peramalan
2.2.2.3 Mean Absolute Percentage of Error (MAPE)
Mean Absolute Percentage of Error atau MAPE adalah pengukuran untuk
ketidaktepatan peramalan yang menghitung persentase kesalahan dari
peramalan, lebih mudah dipahami karena dalam bentuk persentase (Baroto,
2002, p.49). Persamaan yang digunakan untuk menghitung MAPE adalah
sebagai berikut (Render, 2012, p.183):
Keterangan:
MAPE
forecast error
actual
n
2.3
= Mean Absolute Percentage of Error
= selisih antara hasil peramalan dengan permintaan aktual
= permintaan aktual
= jumlah kesalahan peramalan
Pengertian Persediaan (Inventory)
Menurut Freddy Rangkuty (2004:1) persediaan merupakan suatu aktiva yang
meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu
periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan
atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu
penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Pengendalian dan pemeliharaan persediaan merupakan permasalahan umum
bagi organisasi dalam berbagai sektor ekonomi dan industri. Persediaan atau
inventory adalah bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi, bahan pembantu,
bahan pelengkap, komponen yang disimpan dalam antisipasinya terhadap
pemenuhan permintaan (Baroto, 2002, p.52).
Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku
dan waktu proses diperlukan persediaan, sehingga terdapat empat faktor yang
dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan yaitu (Yamit, 2005, pp.5-6):
1. Faktor waktu, menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum
barang jadi sampai kepada konsumen. Persediaan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan selama waktu tunggu (lead time).
2. Faktor ketidakpastian waktu, berasal dari supplier menyebabkan perusahaan
memerlukan persediaan agar tidak menghambat proses produksi maupun
keterlambatan pengiriman kepada konsumen.
3. Faktor ketidakpastian pengguna, berasal dari dalam perusahaan yang
disebabkan oleh kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin,
keterlambatan operasi, bahan cacat, dan berbagai kondisi lainnya.
4. Faktor ekonomis adalah adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan
alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli item dengan
menentukan jumlah yang paling ekonomis.
7
2.3.1
Fungsi Persediaan
Fungsi persediaan menurut Freddy Rangkuti (2004:15) adalah sebagai
berikut:
1. Fungsi Batch Stock (Lot Size Inventory)
Merupakan upaya penyimpanan persediaan pada suatu perusahaan dalam
jumlah besar karena pertimbangan potongan harga pada pembelian dalam
kuantitas besar dan adanya efisiensi produksi pada penghematan biaya
angkutan.
2. Fungsi Decoupling
Fungsi untuk menyiapkan persediaan pengelompokan operasional secara
terpisah.
3. Fungsi Antisipasi
Fungi untuk alternatif jika mengalami keterlambatan restock bahan material
dari pemasok agar menjaga proses produksi tetap berjalan lancar tidak
terhambat oleh persediaan material yang terlambat.
2.3.2
Reorder Point atau Titik Pemesanan
Berkaitan dengan kapan persediaan harus diisi, kita memerlukan
pertimbangan keputusan untuk memperhitungkan lamanya waktu tunggu
ataupun jangka waktu pengiriman. Waktu kapan memesan persediaan biasanya
diekspresikan sebagai istilah ROP atau Reorder Point yang menunjukkan pada
tingkat persediaan manakah pemesanan harus dilakukan (Render, 2012, p.205).
Persamaan mengasumsikan permintaan selama waktu tunggu (d) dan lead
time (L) itu sendiri bersifat konstan. Adapun persamaan untuk menghitung
ROP dan mendapatkan nilai dari permintaan selama waktu tunggu adalah:
ROP = d x L
Keterangan:
ROP
= Reorder Point
d
= demand atau permintaan per hari
L
= lead time atau waktu tunggu pemesanan (dalam hari)
D
= Permintaan dalam satu tahun atau satu periode
Teori persediaan khususnya model Reorder Point memberikan kontribusi
sebagai dasar untuk studi kasus yang diangkat pada PT. Diva Mitra Bogatama.
Reorder Point membantu memberikan gambaran dalam menentukan kapan
pihak perusahaan perlu melakukan pemesanan sebelum barang tersebut habis.
2.3.3
Safety Stock atau Persediaan Pengaman
Untuk menghindari kehabisan persediaan yang dapat terjadi akibat
permintaan yang tidak konstan, diberikan rekomendasi berupa persediaan
dalam jumlah tertentu yang disebut dengan safety stock (SS). Titik pemesanan
kembali ditentukan menggunakan persamaan dengan safety stock sebagai
berikut (Baroto, 2002, pp. 77-78):
ROP = d x L + SS
Dimana,
Keterangan:
SS
= jumlah safety stock
8
z
= nilai dari tabel kurva normal berdasarkan tingkat pelayanan
= standar deviasi permintaan
Tabel 2.1 Nilai Z berdasarkan Tingkat Pelayanan
Tingkat Pelayanan (%)
Nilai Z
90
1.28
91
1.34
92
1.41
93
1.48
94
1.55
95
1.65
96
1.75
97
1.88
98
2.05
99
2.33
99,99
3.72
Sumber: (Render, 2012, p.245)
2.4 Pengertian Sistem Informasi
Menurut Jogiyanto (2005,2) Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen
yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan informasi dapat
diartikan sebagai data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih
berarti bagi yang menerimanya.(Jogiyanto,2005;8).
Menurut O’Brien(2003:8) sistem adalah sekumpulan komponen yang saling
berhubungan yang bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan dengan
menerima input dan menghasilkan output melalui proses tertentu.
Mengacu pada definisi dari Robert A.Leitch yang diterjemahkan
(Jogiyanto,2005:11) “Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi
yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi,
bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak
luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian sistem informasi adalah kumpulan
beberapa komponen atau elemen yang saling terkait didalam suatu organisasi dimana
dari setiap yang terkait tersebut mendukung kegiatan operasional manajerial dari
suatu organisasi.
Aktifitas dasar dari Sistem Informasi menurut Laudon (2010, p46) adalah
sebagai berikut:
1. Input
Proses yang melibatkan pengumpulan data-data mentah dari dalam organisasi
atau dari lingkungan eksternal untuk pengolahan dalam suatu sistem
informasi.
2. Process
Aktivitas ini merupakan proses mengkonversi input mentah ke bentuk yang
lebih bermakna.
3. Output
Memberikan hasil dari data-data mentah yang telah di proses menjadi
informasi kepada orang atau aktivitas yang akan digunakan.
4. Feedback
Output yang telah diterima dikembalikan kepada organisasi untuk kemudian
dievaluasi atau melakukan perbaikan pada tahap Input.
9
2.5
Perbedaan Sistem Informasi Dengan Teknologi Informasi
Menurut Laudon (2010:50) teknologi informasi adalah salah satu alat
yang digunakan untuk mengatasi perubahan yang terjadi. Dalam hal ini
perubahan merupakan perubahan informasi yang sudah diproses dan
dilakukan penyimpanan ke dalam komputer.
Sedangkan menurut Rahardjo (2002:74) teknologi informasi adalah
informasi yang diolah dengan menggunakan teknologi tersebut. Dalam hal
ini, teknologi sudah memiliki nilai jual.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa teknologi informasi merupakan
suatu alat yang dapat digunakan untuk mengolah informasi untuk mengatasi
perubahan dengan menggunakan teknologi (perangkat keras dan perangkat
lunak) untuk dilakukan penyimpanan ke dalam komputer sehingga memiliki
nilai jual. Sehingga perbedaannya dengan sistem informasi yaitu teknologi
informasi menekankan dalam perancangan dan pengembangan informasi
dengan menggunakan teknologi sedangkan sistem informasi merupakan
kemampuan dalam merancang dan menerapkan sistem informasi sehingga
dapat diintegrasikan kedalam proses bisnis sesuai dengan kebutuhan
organisasi.
Hubungan teknik industri dengan sistem informasi yaitu teknik
industri gunakan untuk mengelola dan memelihara sumber daya yang terdiri
dari manusia, mesin, material, energi dan sistem informasi dapat berjalan
dengan efektif dan efisien
2.6
Jenis-Jenis Sistem Informasi
Pada umumnya sistem informasi dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya
yaitu :
1. Sistem Informasi Manajemen (Management Information Systems)
Sistem informasi manajemen menurut Barry E.Cushing yang
diterjemahkan oleh (Jogiyanto,2005,14) adalah kumpulan dari manusia dan
sumber daya modal di dalam suatu organisasi yang bertanggung jawab
mengumpulkan dan mengolah data untuk menghasilkan informasi yang
berguna untuk semua tingkatan manajemen di dalam kegiatan perencanaan
dan pengendalian.
Sedangkan menurut Frederick H. Wu sistem informasi manajemen
adalah kumpulan-kumpulan dari sistem-sistem yang menyediakan informasi
untuk mendukung manajemen (Jogiyanto,2005,14)
Dari beberapa definisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa
sistem informasi manajemen merupakan kumpulan dari sumber-sumber
didalam suatu organisasi yang di olah untuk menyediakan informasi yang
mendukung manajemen pada semua tingkatan.
2. Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support Systems)
Menurut Raymond McLeod, Jr. (2007) sistem pendukung keputusan
merupakan sebuah sistem yang menyajikan kemampuan untuk penyelesaian
permasalahan yang bersifat semi terstruktur. Sistem pendukung keputusan ini
membantu pengambilan keputusan manajemen dengan menggabungkan data,
model-model dan alat-alat analisis serta perangkat lunak ke dalam suatu
sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan. Sistem pendukung
keputusan ini dapat digunakan untuk tambahan informasi ataupun saran
kedua namun tidak untuk menggantikan keputusan manajemen dalam
pengambilan keputusannya.
10
3. Sistem Informasi Eksekutif (Executive Information Systems)
Menurut O’Brien (2003:7) sistem informasi eksekutif adalah sistem
informasi yang menyediakan informasi strategis yang sesuai dengan
kebutuhan pihak eksekutif dan para pengambil keputusan lainnya.
4. Sistem Pemrosesan Transaksi (Transaction Process Systems)
Sistem pemrosesan transaksi (Transaction Processing Systems) adalah
sistem informasi yang digunakan untuk menghimpun, menyimpan dan
memproses data transaksi dalam jumlah besar pada suatu level organisasi.
2.7
Perancangan Sistem Informasi
Dalam melakukan perancangan dan perencanaan suatu sistem informasi
dibutuhkan persiapan yang matang. Perancangan sistem informasi dilakukan setelah
tahapan analisis sistem dilakukan, maka analisis sistem telah mendapat informasi
dengan jelas apa yang harus dikerjakan dan memikirkan bagaimana bentuk suatu
sistem tersebut.
Menurut George M.Scott (2001, p534) “Perancangan sistem informasi adalah
menentukan bagaimana mencapai sasaran yang ditetapkan yang melibatkan
pembentukan (configuring) perangkat lunak dan komponen perangkat keras sistem
dimana setelah pemasangan sistem akan memenuhi spesifikasi yang dibuat pada
akhir fase analisis sistem”. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa perancangan
sistem informasi merupakan perencanaan yang menjelaskan deskripsi dari
pembentukan sistem yang dibutuhkan baik dari segi arsitektur aplikasi (software)
maupun dari segi arsitektur teknologi (hardware).
Pada proses perancangan sistem informasi digunakan pendekatan yang
disebut System Development Life Cycle (SDLC) (Satzinger, 2010, p38).
2.8
System Development Life Cycle (SDLC)
Pengertian System Development Life Cycle menurut Satzinger (2010, p39)
adalah proses membangun, merancang, menggunakan dan mengembangkan sistem
informasi.
Sedangkan menurut O’Brien (2003, p383) definisi System Development Life
Cycle adalah aplikasi penerapan dari penemuan permasalahan (problem solving)
yang didapat dari pendekatan sistem (system approach) menjadi pengembangan dari
solusi sistem informasi terhadap masalah bisnis. Jadi dapat diambil kesimpulan
metode SDLC merupakan tahapan-tahapan pengembangan sistem informasi yang
dilakukan oleh analisis sistem untuk membangun sebuah sistem informasi.
Menurut Jogiyanto (2005:209-210) Secara garis besar metode SDLC dibagi
dalam 5 fase yaitu :
1. Fase Planning
Pada fase ini dilakukan perencanaan, pengaturan dan penjadwalan dalam
membangun sebuah system, sehingga didapatkan perencanaan jangka pendek
dan perencanaan jangka panjang. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk
menentukan dan mendefinisikan sistem informasi apa yang akan dirancang
sehingga dapat memberikan keuntungan dan nilai bagi proses bisnis.
2. Fase Analisis
Pada fase ini dilakukan pendekatan secara menyeluruh mengenai
permasalahan dan kebutuhan pada proses bisnis, dengan mendefinisikan
penggunaan dari suatu sistem untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
permasalahan-permasalahan yang terjadi serta kebutuhan-kebutuhan yang
11
diharapkan, sehingga dapat diusulkan perbaikan-perbaikan. Langkah-langkah
dalam melakukan analisis sistem diantaranya yaitu :
a. Mengidentifikasi masalah
b. Menganalisa kebutuhan pengguna
c. Solusi-solusi apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
dan dapat aplikasikan ke dalam perancangan atau modifikasi sistem.
3. Fase Design
Pada fase ini dilakukan pembangunan sistem yang dilakukan dengan
menerjemahkan kebutuhan dari fase analisis kedalam suatu struktur program
dan algoritma. Tahap ini merupakan konfigurasi dari komponen-komponen
perangkat keras dan perangkat lunak sehingga saat akan di implementasi
sistem akan benar-benar dapat memenuhi kebutuhan dari permasalahan
proses bisnis.
4. Fase Implementasi
Fase ini merupakan proses menerapkan sistem ke dalam bentuk secara nyata
sehingga dapat dioperasikan dan digunakan pada permasalahan proses bisnis
yang berjalan. Tahapan dalam fase implementasi diataranya yaitu :
a. Membangun dan menguji database
b. Membangun dan menguji sistem
c. Implementasi dan pengujian sistem baru
5. Fase Support
Pada fase ini dilakukan proses pemeliharaan sistem yang telah
diimplementasikan dan juga melakukan perbaikan jika sistem tersebut
memerlukan suatu penambahan. Fase ini penting untuk dilakukan karena ada
kemungkinan suatu sistem menyisakan kesalahan-kesalahan yang tidak
terdeteksi pada saat pengujian sistem.
2.9 Object Oriented Analysis And Design (OOAD)
Konsep analisis dan design berbasis objek menurut Michael Heaney
(1995:135) yaitu konsep pemodelan yang berorientasi pada objek yang menekankan
identifikasi entitas pada dunia nyata dan hubungannya, yang harus tetap stabil
meskipun pelaksanaannya dapat berubah.
Menurut Whitten et al (2004, p31) konsep OOAD adalah alat dan teknologi
untuk mengembangkan suatu sistem yang mengidentifikasi objek dalam membangun
sistem dan softwarenya.
Sedangkan menurut Satzinger (2010, p60) object oriented analysis and
design adalah pemodelan untuk menentukan semua objek yang dibutuhkan dalam
suatu sistem dan bagaimana hubungannya dengan orang-orang sehingga dapat
menunjukkan bagaimana suatu objek dapat diimplementasi dalam pelaksanaannya.
Jadi dapat diambil kesimpulan object oriented analysis and design yaitu suatu
konsep model yang digunakan untuk mengidentifikasi objek dan hubungannya pada
sistem untuk membangun dan mengimplementasi sistem.
2.10
Konsep Unified Modeling Language (UML)
Menurut Nugroho (2010, p6) definisi UML adalah bahasa pemodelan untuk
sistem atau perangkat lunak yang berparadigma (berorientasi objek). Pemodelan
sesungguhnya digunakan untuk penyerdehanaan permasalahan-permasalahan yang
kompleks sedemikian rupa sehingga lebih mudah dipelajari dan dipahami.
Menurut Whitten (2004, p430) diagram UML merupakan kumpulankumpulan konvensi permodelan yang digunakan untuk menjabarkan sistem
12
perangkat lunak dalam konteks objek. Sehingga dapat disimpulkan diagram UML
merupakan suatu pemodelan berorientasi objek yang digunakan dalam
pengembangan sistem dengan cara menjabarkan sistem dan permasalahanpermasalahan sehingga lebih mudah dipelajari.
Menurut Simona Ferrante (Stefano Bonacina dan Francesco Pinciroli,
2013:43) Model UML merupakan pemodelan visual dan bahasa spesifikasi yang
mana digunakan untuk memberikan penjabaran multidimensi menjadi sebuah proses
yang kompleks dengan menggunakan behavioural, conceptual dan physical
abstractions.
Beberapa diagram-diagram yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan
sistem antara lain yaitu :
1. Use Case Diagram
Menurut (Satzinger, 2005, p.244) use case diagram digunakan untuk
menunjukkan interaksi pengguna (actors) dengan suatu sistem. Use case
diagram secara grafis mengambarkan interaksi antara sistem, sistem eksternal
dan pengguna. Dengan kata lain use case diagram mendeskripsikan siapa
yang akan menggunakan sistem tersebut dan dalam cara apa pengguna
mengharapkan interaksi dengan sistem itu.
2. Class Diagram
Menurut Whitten (2004:455) Class diagram merupakan deksripsi grafis dari
struktur objek sistem statis, yang menunjukkan objek kelas yang membangun
sebuah sistem beserta hubungan satu sama lain. Sedangkan menurut
Satzinger (2005:185), class diagaram memiliki tiga bagian penting yaitu :
a. Class Name, yang merupakan nama dari suatu class.
b. Attribute, yang merupakan atribut-atribut yang dimiliki oleh suatu
class
c. Method, yang menjelaskan apa saja yang bisa dilakukan oleh objekobjek di dalam suatu class.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa Class diagram menggambarkan
struktur objek dari sistem. Diagram ini menunjukkan class objek yang
menyusun sistem dan juga hubungan antara class objek tersebut.
3. Sequence Diagram
Menurut Satzinger (2005:214) sequence diagram merupakan diagram yang
menunjukkan urutan pesan antara aktor eksternal dan sistem pada saat
skenario atau use case tertentu. Sequence diagram secara grafis
menggambarkan bagaimana objek berinteraksi dengan satu sama lain melalui
pesan pada sekuensi sebuah use case atau operasi.
4. State Chart Diagram
Menurut Whitten (2004:700-701) state chart diagram merupakan diagram
yang menggambarkan kombinasi status asumsi objek pada masa waktu
aktifnya, kejadian yang memicu transisi antar state dan aturan yang
memperbolehkan transisi antar objek. State chart diagram digunakan untuk
memodelkan behaviour objek khusus yang dinamis. Diagram ini
mengilustrasikan siklus hidup objek berbagai keadaan yang dapat
diasumsikan oleh objek dan event-event (kejadian) yang menyebabkan objek
beralih dari satu state ke state yang lain.
5. Activity Diagram
Activity diagram menurut Whitten (2004:450) adalah diagram yang
digunakan untuk menggambarkan secara grafis aliran proses bisnis, langkah
dari use case, atau logika dari method sebuah objek. Sedangkan menurut
13
Satzinger (2005:142) activity diagram merupakan jenis workflow diagram
yang menggambarkan aktivitas pengguna di dalam sistem secara berurutan.
Sehingga dapat diambil kesimpulan menurut teori tersebut adalah Activity
diagram digunakan untuk menggambarkan rangkaian aliran aktivitas baik
proses bisnis maupun secara use case. Activity diagram dapat juga digunakan
untuk memodelkan action yang akan dilakukan saat sebuah operasi
dieksekusi, dan memodelkan hasil dari action tersebut.
6. Package Diagram
Package Diagram adalah sebuah diagram tingkat tinggi yang memungkinkan
perancang menghubungkan setiap kelas grup.
7. Navigation Diagram
Navigation Diagram adalah proses mengakses objek dari suatu interface yang
saling berkaitan dan dibentuk dengan diagram.
Download