Menuju Penanganan Sindrom Koroner Akut yang

advertisement
Edisi
II
16 April 2016
Daftar Isi
2
ASMIHA Ke-25:
Mendorong Upaya
Pencegahan dan Promosi
Penyakit Kardiovaskular
Dr. dr. Ismoyo Sunu, SpJP(K), FIHA memimpin diskusi bersama dr. A. Sunarya Soerianata, SpJP, FIHA, dr. Pasi P. Karjalainen, dan Prof. José López-Sendón,
MD, PhD, FESC dalam joint symposium IHA-ESC.
Perkembangan Panduan
Tatalaksana Penyakit Katup
Jantung di Indonesia
Menuju Penanganan Sindrom Koroner Akut
yang Lebih Unggul
Pentingnya Diagnosis
Tepat Hipertensi Pulmonal
3
A New Perspective on
Hypertension, the Most
Common Risk Factor of
Global Death
Workshop: Meningkatkan
kualitas Pelayanan
Kardiovaskular di
Indonesia
Kontroversi Tatalaksana
Syok Kardiogenik
Pentingnya Peran
Modalitas CCTA dan MRI
dalam Revaskularisasi
4
Galeri Foto
Testimoni
Sekilas Hari Ini
S
esi pertama simposium gabungan
Indonesia Heart Association (IHA)
dan European Society of Cardiology
(ESC) pada tanggal 15 April 2016 diawali
dengan penyampaian topik “Myocardial
Revascularization Challenges of Acute
Coronary Syndrome in Indonesia”
oleh
dr.
Sunarya
Soerianata,
SPJP(K). Sunarya mengungkapkan
angka persebaran kardiologis dan lab
kateterisasi jantung tahun 2016 yang
masih terpusat di wilayah barat dan
tengah Indonesia. Tantangan pertama
datang dari Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN). Penyakit tertinggi yang harus
dibayarkan oleh JKN untuk kasus rawat
inap adalah kasus jantung, yaitu mencapai
134.821.667 USD. Padahal, pada tahun
2015, JKN masih mengalami defisit
likuiditas 433 juta USD. Tantangan telah
dicoba diatasi dengan program iSTEMI.
iSTEMI, sebuah proyek pilot di Jakarta
Barat, ditujukan untuk agar semua
pasien STEMI bisa segera mendapatkan
reperfusi. Telah dilaksanakan sejak 2014,
proyek ini membawa hasil yang baik
S
Prof. José López-Sendón, MD, PhD,
FESC
Networking, kecepatan reperfusi, dan ketepatan diagnosis menentukan keberhasilan penanganan pasien
sindrom koroner akut.
sehingga angka reperfusi bisa meningkat.
Ke depannya, iSTEMI diharapkan untuk
diperluas ke wilayah lainnya.
Prof. Pasi Karjalainen, MD,
PhD membawakan topik berikutnya
mengenai
“Non
ST
segment
Elevation in Myocardial Infarction:
Revascularization
for
Everyone”.
Kardiolog Finland ini menekankan bahwa
pendekatan invasif infark miokardium
harus dilakukan dalam waktu 2 jam
untuk pasien dengan kriteria risiko sangat
tinggi, 24 jam untuk pasien dengan risiko
tinggi, dan 72 jam untuk kriteria sedang.
Stent yang ideal harus dapat mengurangi
restenosis tanpa membutuhkan obat
toksik, bebas trombosis jangka pendek
dan panjang, tidak membutuhkan
dual antiplatelet therapy (DAPT), dan
kemampuan biomekanikal superior.
Topik terakhir bertajuk “Challenge of
Application in the New ESC Guidelines
on NSTEMI” dibawakan oleh Prof
José López-Sendón, MD, PhD, FESC.
Kardiologis asal Spanyol ini menyorot
pedoman ESC tahun 2015 untuk
penanganan sindrom koroner akut (ACS)
pada pasien tanpa elevasi segmen ST
persisten. Ada sepuluh hal penting yang
harus dipertimbangkan dalam guideline
ACS yang baru, yaitu EKG, hs-Troponin,
antiplatelet, antikoagulan, stratifikasi
risiko, pemilihan rumah sakit, strategi
invasif atau konservatif, jalur pungsi
arteri radialis, revaskularisasi komplit,
dan prevensi sekunder. Langkah awal
utama untuk diagnosis adalah EKG. HsTroponin adalah poin diagnosis penting
lainnya. Penanda enzim jantung ini
sensitif karena memiliki negatif palsu
rendah, namun positif palsu terbilang
tinggi. Jose juga turut menekankan akan
pemilihan antiplatelet. Selain aspirin,
inhibitor P2Y12 direkomendasikan
diberikan selama 12 bulan kecuali ada
kontraindikasi risiko perdarahan. Untuk
stratifikasi risiko, ESC menggunakan
skoring GRACE dan CRUSADE. Terakhir
adalah pemilihan rumah sakit. Apabila
diagnosis memang mengarah ke NSTEACS, sebaiknya pasien langsung dirujuk
ke rumah sakit dengan fasilitas PCI.
Professor Jose: Emphasize on New ESC NSTEMI Guideline
ince new research data keeps on
emerging, the guidelines used by
health professional in diagnosing
and treating their patients also need to be
renewed. Professor José López-Sendón,
MD, PhD, FESC, the chief of cardiology
department at La Paz University Hospital
in Madrid, was one of the contributor of
2015 ESC Guidelines for the management
of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment
elevation.
According to Jose, the rate of
NSTEMI has increased due to the
overall longer life expectancy, so that
the atherosclerotic plaque has enough
time to develop and produce NSTEMI.
Jose emphasized several major changes
in the new guideline compared to the
previous one. First, all cases of acute
coronary syndrome with presentation of
poor condition, ventricular arrythmia,
or unmanagable chest pain should be
immediately sent to cath-lab.
Secondly, radial aproach becomes
more promising than the femoral one.
Radial artery-catheterization may arise
some manipulation obstacles due to
smaller vessel’s diameter and more
complicated route to reach the heart,
hence makes it unsuitable for patients
with small body size. However, this
method significantly lowers mortality
rate by reducing risk of bleeding and
results in better outcomes. Lastly,
secondary preventions such as healthy
diet and physical exercises should
be extensively promoted. These two
approaches combined with the use of
certain medications such as statin is
recommended for patients with chronic
ischemic heart disease.
There will surely be many challenges
in implementing this new guideline, but
Jose hoped that this guideline can be
applied, especially in Indonesia, where the
prevalence of acute coronary syndrome is
very high.
Edisi II
25th ASMIHA
1
ASMIHA ke-25: Mendorong Upaya
Pencegahan dan Promosi Penyakit
Kardiovaskular
A
nnual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association
(ASMIHA) kembali diadakan
untuk yang ke-25 pada tanggal 14-16
April 2016. Pembukaan acara yang dihadiri oleh 1575 peserta dari kalangan
dokter umum, spesialis jantung, dan
spesialis lainnya ini dilangsungkan di
Ballroom 2, Hotel Ritz Carlton, Mega
Kuningan, Jakarta. Pembukaan ini dihadiri oleh Direktur Jenderal Kesehatan Republik Indonesia, Ketua Ikatan
Dokter Indonesia (IDI), Ketua Perhimpunan Spesialis Kardiovaskular
Indonesia (PERKI), Ketua Kolegium
Kardiovaskular Indonesia, dan Ketua ASHIMA ke-25. Di awal upacara
pembukaan, hadirin bersama-sama
menyanyikan lagu Indonesia Raya dan
MARS PERKI, dipandu oleh Pacemaker Choir dengan dr. Radityo Prakoso,
SpJP(K) sebagai konduktor.
“ASMIHA merupakan acara kesehatan yang terbesar dan prestigious
di Indonesia yang dengan fokus di
kesehatan jantung dan pembuluh darah yang melibatkan dokter dan dokter spesialis jantung, penyakit dalam,
dan bedah jantung, serta ilmuwan dari
berbagai Indonesia,” terang dr. Daniel
PL Tobing, SpJP, FIHA dalam sambutannya selaku ketua panitia ASMIHA
ke-25. Beliau menambahkan bahwa
terdapat 198 abstrak diterima yang
dipublikasikan di European Heart Journal. Selain itu, terdapat 210 pembicara,
moderator, dan panelis dari Indonesia
serta tujuh puluh pembicara dari luar
negeri pada ASMIHA tahun ini.
Acara kemudian dilanjutkan dengan kata sambutan oleh Ketua PERKI,
dr. Anwar Santoso, PhD, SpJP(K),
FIHA. Dalam sambutannya, dr. Anwar
mengingatkan bahwa sudah seharusnya pencegahan terhadap penyakit
kardiovaskular menjadi kesadaran
seluruh dokter terutama di layanan
kesehatan primer. “Sebanyak 17,3 juta
orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular”, tambah dr. Anwar.
Sambutan terakhir dibawakan
oleh dr. Ina Rosalina, SpA(K), M.Kes,
M.H.Kes, mewakili Direktur Jenderal
Kesehatan Republik Indonesia. Di
awal sambutannya, Ina memberikan
apresiasi kepada penyelenggara ASMIHA dan berharap pertemuan ini dapat
memberikan rekomendasi terhadap
perkembangan layanan kesehatan di
bidang jantung dan pembuluh darah
di Indonesia. Dr. Ina berkata bahwa diperlukan kerja sama yang baik
antara Kementerian Kesehatan dan
organisasi kesehatan seperti PERKI,
PAPDI, dan IDAI untuk memberikan
usaha promosi dan pencegahan di bidang kardiovaskular. Ia berharap agar
organisasi profesi menjadi lini utama
dalam perkembangan terkini di bidang
kesehatan.
Dengan bergemanya pukulan gong
oleh perwakilan Dirjen Kesehatan RI,
ketua PERKI, dan ASMIHA, symposium ASMIHA ke-25 resmi dibuka.
Akhirnya, acara pembukaan ASMIHA
ke-25 ditutup dengan dua buah lagu
merdu, Angin Mamiri dan Di Bawah
Sinar Bulan Purnama oleh Pacemaker
Choir.
dr. Ina Rosalina, SpA(K), M.Kes, M.H.Kes dan dr. Anwar Santoso, PhD, SpJP(K), FIHA
membunyikan gong dalam pembukaan ASMIHA ke-25
S
Sesi tanya jawab dalam Joint Symposium Indonesian Heart Association - ASEAN federation of
Cardiology
G
uideline atau panduan seringkali
dipakai dokter untuk menentukan tata laksana seorang pasien.
Panduan yang digunakan biasanya berasal dari luar negeri. Namun, adanya perbedaan karakteristik populasi
masyarakat Indonesia dengan negara
lainnya menyebabkan panduan tersebut terkadang kurang cocok untuk diaplikasikan di Indonesia. Masalah ini
diangkat oleh Dr. dr. Amiliana M.S,
SpJP(K) dalam simposium berjudul
“Valvular Heart Disease in Indonesia:
Do We Need Our Own Guidelines?”.
Penyakit jantung reumatik di Indonesia memiliki predominansi di mitral.
Fakta ini berbeda dengan pasien di
Eropa yang lebih sering mengalami
gangguan di katup aorta terkait proses
degenerasi.
Sistem skoring penyakit katup jantung yang digunakan Amerika Serikat yaitu STS dan Eropa yaitu EURO
SCORE, tidak dapat memprediksi
angka mortalitas pasien di Indonesia.
Kedua sistem skoring tersebut tidak
memasukan poin Tricuspid Annular
Plane Systolic Excursion (TAPSE) sebagai indikator fungsi ventrikel kanan.
Sementara itu, sistem skoring di Indonesia memasukan TAPSE untuk populasinya.
Masalah lainnya adalah distribusi
fasilitas kesehatan yang tidak merata.
Heart Valve Clinic (HVC) merupakan
solusi yang dapat dicoba untuk diaplikasikan di Indonesia. HVC merupakan klinik khusus untuk menangani
pasien dengan kelainan katup jantung.
Klinik ini memiliki heart team, tim
yang tersusun atas kardiologis, spesia-
Pentingnya Diagnosis Tepat Hipertensi Pulmonal
imposium tujuh yang diadakan
di Ballroom 1 pada hari kedua
ASMIHA memiliki tema “Current
evidence in diagnosis and management
of pulmonary hypertension”. Pembicara
pertama adalah Prof. dr. Noriaki
Emoto dari Universitas Kobe, Jepang,
yang membawakan mengenai cara
diagnosis dan tata laksana hipertensi
pulmonal. Prof. Noriaki mengatakan
bahwa pasien yang menderita hipertensi
pulmonal
seringkali
terlambat
didiagnosis. Manifestasi klinis dari
penyakit hipertensi pulmonal antara
lain dispnea, nyeri dada, pusing, dan
2
Perkembangan Panduan Tatalaksana
Penyakit Katup Jantung di Indonesia
Edisi II
25th ASMIHA
sinkop. Pemeriksaan penunjang yang
dapat digunakan adalah pemeriksaan
EKG, radiologi, ekokardiografi, scan
paru, dan angiografi pulmonal.
Selanjutnya, Dr. Lucia Kris Dinarti
SpPD, SpJP (K) menyampaikan
mengenai
hipertensi
pulmonal
idiopatik, dengan patogenesis berupa
adanya vasokonstriksi dan adanya
thrombosis in situ. Hipertensi pulmonal
pada penyakit jantung bawaan (PJB)
dibawakan oleh Prof. dr. Ganesja M.
Harimurti SpJP (K). “Di Indonesia ada
sekitar 40.000 bayi lahir dengan PJB,
namun yang ditata laksana hanya 1000.
Jadi, kemungkinan besar insidensi
PJB dengan hipertensi pulmonal di
Indonesia cukup tinggi.” tutur Prof.
Ganesja. Diperlukan diagnosis dini
dan tatalaksana secara cepat dan tepat
untuk mencegah progresi PJB agar
tidak berkembang menjadi hipertensi
pulmonal.
dr. Lucia Kris Dinarti, SpPD, SpJP(K) dalam
simposium Current Evidence in Diagnosis and
Management of Pulmonary Hypertension
lis bedah jantung, dan disiplin lainnya
yang berkaitan. Adanya heart team ini
diharapkan dapat menjadi pengambil
keputusan terakhir untuk pedoman
tata laksana pasien katup jantung di
Indonesia yang masih membutuhkan
validasi. Sayangnya, HVC belum bisa
diwujudkan.
Sebelum HVC dapat terealisasi,
dokter masih menjadi pemegang
keputusan terakhir dalam memilih
intervensi, yaitu antara teknik perkutan atau teknik bedah konvensional.
MitraClip merupakan alat yang dimasukkan secara perkutan dan dapat menjepit katup mitral sehingga
mengurangi derajat regurgitasi mitral.
Menurut dr. Dafsah A. Juzar SpJP(K),
FIHA, teknik perkutan tidak inferior
dibandingkan dengan teknik bedah,
namun data menunjukkan bahwa
penggunaan MitraClip tidak menurunkan permintaan akan operasi. Hal
ini dikarenakan rasio cost-benefit
teknik perkutan tidak sepadan dengan
teknik bedah. Selain itu, teknik perkutan memiliki risiko stroke akibat kalsifikasi annulus yang tergeser oleh katup
prostetik. Oleh sebab itu, MitraClip
diindikasikan untuk pasien yang tidak
dapat dioperasi. Di sisi lain, teknik bedah sudah mengembangkan metode
jahitan minimal dengan sayatan hanya
4 cm. Dr. Arianto Bono Adji, SpBTKV menjelaskan bahwa metode ini
dapat mengangkat kalsium sehingga
tidak berisiko menyebabkan stroke.
Meskipun demikian, risiko perdarahan meningkat dan rawat inap menjadi lebih lama.
B
A New Perspective on Hypertension, the Most Common Risk
Factor of Global Death
eing the most common condition
seen in the medical care, hypertension becomes the ultimate risk
factors in causing various complications
including stroke, myocardial infarction,
renal failure and death. Focusing on this
topic, three inspirational speakers shared
their knowledge in the joint symposium
between Indonesian Heart Association
(IHA) and ASEAN Federation of Cardiology (AFC) held on Friday 15th April
2016.
dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro,
Sp.JP opened the symposium with the
encouraging topic, “What is the ‘True’
Blood Pressure Parameter?” Blood
pressure is a non-static parameters of
cardiovascular risks. Several methods
have been established such as Home
Blood Pressure Monitoring (HBPM)
and Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM). Ario emphasized the 5
category of night vs noon BP which are
extreme dipper, dipper, slight dipper,
Discussion Session from Joint Symposium Indonesian Heart Association - ASEAN federation of
Cardiology
no change, and riser where people with
highest increase at night has the higher
chance to cardiovascular disease. Nevertheless, there is still no specific guideline
addressed to these new parameters yet.
Dr. Achmad Fauzi Yahya, Sp.JP(K),
as the second speaker presented the attractive topic about resistant hypertension, Obstructive Sleep Apnea (OSA),
and cardiovascular Disease. People
with resistant hypertension is unrespon-
sive to combination of appropriate lifestyle modification, diuretic, and two other antihypertensive drugs. True resistant
hypertension may originate from some
causes, one of which is OSA. Resistant
hypertension found in people with OSA
is primarily systolic and has a higher
chance to worsen at night. This condition can be managed by antihypertensive
drugs, spironoloactone, and continuous
positive airway pressure (CPAP).
“Challenge in Hypertension: Intensive vs Standard Hypertension
Treatment” as the last session was given
by Prof. dr. Wan Azman Wan Ahmad,
the representative of AFC. He shared the
latest news of the conflicting hypertension management according to SPRINT
trial (2015) in 9361 hypertensive adults
≥50 years of age. The main finding was
primary composite outcome of cardiovascular disease and death was reduced
by approximately 25% in the intensive
treatment (SBP target of <120 mmHg)
group compared to the standard treatment (SBP target of <140 mmHg) group.
Nevertheless, the serious adverse events
are more common in the intensive
group. This result shows that the benefits
of intensive therapy outweigh its adverse
effects.
The whole symposium gave us new
perspective and knowledge regarding
diagnosis and management of hypertension. It did remind us that hypertension,
if not detected early and treated appro-
Workshop: Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kardiovaskular
di Indonesia
B
eberapa tahun belakangan,
animo peserta terhadap workshop yang diadakan oleh ASMIHA meningkat. Hal ini membuat
hari pertama pelaksanaan ASMIHA
ke-25 berakhir sukses. Sebanyak dua
belas workshop yang dilaksanakan
hari Kamis, 14 April 2016 mendapatkan respons yang baik dari peserta. Bercita-cita menciptakan pelayanan
kardiovaskular yang efektif dan efisien,
workshop tahun ini banyak ditujukan
untuk melatih dokter umum sebagai
ujung tombak pelayanan kardiovaskular. Dr. dr. Amiliana M.S, SpJP(K),
selaku PIC Workshop ASMIHA ke25, mengatakan bahwa menciptakan
pelayanan kardiovaskular yang baik
merupakan peran semua pihak, bukan
Workshop Penyakit Jantung Bawaan
S
Kontroversi Tatalaksana Syok
Kardiogenik
imposium enam pada tanggal 15
April 2016 yang berjudul Controversies in The Management of
Cardiogenic Shock dilaksanakan di
Mutiara Ballroom. Dr. Siska Suridanda Danny, SpJP(K), menyampaikan
bahwa kestabilan hemodinamik merupakan hal terpenting untuk mempertahankan suplai oksigen dalam jaringan
dalam sesi menarik berjudul “How to
optimize hemodynamic management.”
Revaskularisasi merupakan tujuan utama pada tata laksana syok
kardiogenik. “Pemberian vasopresor tidak menciptakan kondisi reperfusi yang membaik, justru membuat kondisi infark miokard akut jika
digunakan secara tidak bijak,” tutur
Siska. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kondisi hemodinamik
pada syok kardiogenik, dapat dilaku-
kan dukungan mekanik dimana Intra Aortic Balloon Pump (IABP).
Sesi kedua dilanjutkan dengan presentasi berjudul “Intra Aortic Balloon
Pump: Still useful or should we bury it?”
yang dibawakan oleh dr. Sunanto Ng,
MSc, PhD, FIHA. Penggunaan IABP
menguntungkan pada kasus syok dan
pasien dengan komplikasi mekanik.
Oleh karena itu, penggunaan IABP sangat dianjurkan namun harus mengikuti algoritma penggunaan IABP.
Secara garis besar, kemampuan untuk mendeteksi dan mengklasifikasi syok merupakan modal penting untuk keberhasilan
tatalaksana syok. Pemelihan modalitas untuk revaskularisasi segera menjadi penentu utama untuk mengembalikan stabilitas hemodinamik.
S
hanya kardiolog, sehingga penting untuk meningkatkan kompetensi dokter
umum sebagai lini pertama pelayanan
kesehatan.
Respons positif dari
peserta menjadi alasan bagi ASMIHA
untuk menggunakan konsep yang
sama tahun depan.
Akhir kata, dr. Amiliana berharap workshop tahun ini memberikan
dampak positif bagi peserta. Tujuannya satu : meningkatkan kaliber pelayanan kardiovaskular di Indonesia.
Beliau berharap pada penyelenggaraan
selanjutnya peserta tidak mendaftar
terlalu dekat dengan deadline untuk
menjaga mutu dari workshop. Beliau
juga menantikan evaluasi dari peserta
demi peningkatan kualitas pelaksanaan tahun depan.
Pentingnya Peran Modalitas CCTA
dan MRI dalam Revaskularisasi
imposium 9 diselenggarakan
oleh Working Group Tract on
Cardiac Imaging di Mutiara
Ballroom. Pada symposium ini, dr.
Jeffrey Wirianta, SpJP menyampaikan
tentang Coronary CT Angiography
(CCTA) sebelum revaskularisasi
dapat memberikan informasi anatomi
arteri koroner. Beberapa kelainan
anatomi seperti kalsifikasi yang
ekstensif atau chronic total occlusion
(CTO) membutuhkan alat dan strategi
intervensi yang spesifik. Oleh karena
itu, dalam beberapa kasus, CCTA
sangat bermanfaat dalam membantu
interventionist
mempersiapkan
strategi revaskularisasi.
Pada sesi selanjutnya, dr. Sony
Hilal Wicaksono, SpJP memaparkan
pentingnya MRI dalam memastikan
iskemi dan viability miokardium,
sehingga dapat memprediksi apakah
revaskularisasi akan memberikan
keuntungan bagi pasien. Pemeriksaan
iskemia dilakukan dengan sequence
perfusion CMR dan pemeriksaan
viability dengan LGE CMR. Pada
LGE CMR dinilai transmurality yaitu
persentase tebal area infark terhadap
tebal total dinding miokardium.
Transmurality dibagi menjadi 4 tingkat,
25, 50, 75 dan 100%. Transmurality
dibawah 25%, merupakan indikasi
kuat untuk dilakukan revaskularisasi,
sementara diatas 75% sudah tidak
layak
dilakukan
revaskularisasi,
sedangkan antara 25-75% mungkin
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan
dobutamine stress cine CMR.
Edisi II
25th ASMIHA
3
Galeri Foto
Editor-In-Chief
dr. Sony Hilal Wicaksono,
SpJP, FIHA
Sub-Editors
Hiradipta Ardining
Patria Wardana Yuswar
Paulina Livia Tandijono
Medical Writers
Clara Gunawan
Felix Kurniawan
Heryanto Khiputra
Novitasari Suryaningjati
Tiroy Junita
Tommy Toar
Graphic Design
Andreas Michael
Annisaa Yuneva
Anyta Pinasthika
Arlinda Eraria Hemasari
Robby Hertanto
1.
2.
3.
4.
5.
ASMIHA ke-25 dibuka oleh dr. Daniel PL Tobing, SpJP(K), FIHA, selaku ketua ASMIHA ke-25
dr. Anwar Santoso, PhD, SpJP(K), FIHA, presiden PERKI memberikan sambutan dalam upacara pembukaan ASMIHA ke-25
Joint symposium IHA-ESC bersama dr. Pasi Karjalainen
dr. Radityo Prakoso, SpJP, FIHA, konduktor Pacemaker Choir
Dr. dr. Ismoyo Sunu, SpJP(K), FIHA memimpin diskusi bersama Dr. A. Sunarya Soerianata, SpJP, FIHA, Dr. Pasi P. Karjalainen,
dan Prof. José López-Sendón, MD, PhD, FESC
6. Penampilan dari Pacemaker Choir pada upacara pembukaan ASMIHA ke-25
Photography
Annisaa Yuneva
Anyta Pinasthika
Bagus Radityo Amien
Robby Hertanto
Project Management
Media Aesculapius
(medaesculapius@gmail.
com)
Testimoni
Topiknya menarik: concern pelayanan kardiovaskular
di berbagai daerah. Hari ini banyak joint simposium
yang tidak membahas terapi tapi guideline yang mendalam dan menarik. Sangat tertarik dengan simposium
besok. - dr. Eka Adip Pradipta, Jakarta
Secara umum berlangsung bagus. Presentasi up to date
mengenai berbagai bidang baru
Bermanfaat untuk spesialis jantung dan dokter umum
contohnya pulmonary hypertension saat partus yang
dapat menyebabkan tromboemboli dan gagal jantung
kanan. - dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K)
Sekilas Hari Ini
BREAKFAST SYMPOSIUM 2
Ballroom 2 (08.00 - 08.20)
Current Condition HG in Indonesia:
Still a Challenge forNew
Beta Blocker?
Nani Hersunarti
PLENARY SESSION 2
Ballroom 1 (09.00 - 09.30)
Pharmacoinvasive strategy in STelevation myocardial infarction
management
John K
4
Edisi II
25th ASMIHA
PLENARY SESSION 3
Ballroom 2 (09.00 - 09.30)
SYMPOSIUM 14
Ballroom 2 (12.00 - 12.20)
Novel biomarkers in cardiovascular
disease: Updates in 2016
Alan S Maisel
LpPLA2 in development and
progression atherosclerosis: Newest
original findings
SYMPOSIUM 19
Ballroom 2 (15.20 - 15.40)
The leadless pacemaker,
where are we?
Dicky Hanafy
SYMPOSIUM 12
Ballroom 2 (10.40 - 12.00)
SYMPOSIUM 16
Ballroom 2 (14.00 - 15.20)
Joint Symposium IHA-APSC
Chai Ping
FELLOWSHIP OF INDONESIAN
HEART ASSOSIATION
CONVOCATION
Ballroom 2 (18.20)
Joint Symposium IHA-ACC
SYMPOSIUM 13
Ballroom 2 (10.40 - 11.00)
Myocardial aging in women: Silent
killer
SYMPOSIUM 18
Ballroom 1 (16.00 - 16.20)
Use of BNP in heart failure
Download