1.1. Latar Belakang

advertisement
I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi
Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka
Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.
1.1. Latar Belakang
Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) adalah salah satu kacang
lokal yang umum dimanfaatkan oleh masyarakat sebgai bahan baku pembuatan
tempe. Kacang koro pedang memiliki kelebihan antara lain mudah dibudayakan
karena tahan lahan asam dan tahan kering (Gozal 2015). Selain itu, kacang ini
memiliki produktivitas yang sangat tinggi yaitu sebesar 1-4,5 ton per hektar
(Suyanto 2014).
Kacang koro merupakan salah satu jenis kacang-kacangan lokal yang
memiliki beragam varietas dan bisa digunakan sebagai bahan baku pengganti
kedelai. Kandungan gizi koro tidak kalah dengan kedelai yaitu karbohidrat dan
protein yang tinggi serta kandungan lemak yang rendah. Akan tetapi koro juga
mengandung beberapa senyawa yang bersifat toksik yaitu glukosianida. Jenis koro
lokal antara lain: Koro Benguk (Mucuna pruriens), Koro pedang biji putih
(Cannavalia ensiformis), Koro pedang biji merah (Sanavalia gladiate), Koro
glinding (Phaseolus lunatus), dan Koro putih (Phaseolus lunatus) (Sudiyono,
2010).
1
2
Kacang koro pedang biasanya di manfaatkan dalam hal pembuatan tempe,
tahu, yoghurt dan lain-lain. Dalam pembuatan yoghurt nabati, kacang koro dapat
digunakan karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi.
Kacang koro pedang putih (Canavalia ensiformis (L) merupakan salah
satu kelompok kacang polong (legume) yang berpotensi tinggi untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk olahan pangan.
Namun demikian, potensi kacang koro belum dimanfaatkan secara maksimal dan
umumnya dijual dalam bentuk pangan siap santap sebagai camilan ringan atau
dimanfaatkan sebagai pengganti kacang kedelai untuk pembuatan tempe. Selain
mudah untuk diolah menjadi berbagai jenis pangan, kandungan nutrisi kacang
koro pedang putih cukup tinggi. Kacang koro pedang putih memiliki kandungan
protein 27,4 %, karbohidrat 66,1 % dan lemak 2,9 %. (Suryaningrum dan
Kusuma, 2013)
Kacang koro jarang diolah sebagai makanan karena adanya kandungan
HCN pada bijinya yang dapat mengakibatkan keracunan bahkan sampai kematian.
Sebenarnya, kadar HCN dapat ditekan sampai dibawah kadar toleransi dengan
cara yang sederhana dan mudah sehingga dapat dikonsumsi dengan aman
(Sudiyono,2010).
Selain adanya kandungan HCN, kacang koro juga mengandung senyawa
merugikan salah satunya adalah asam fitat yang merupakan senyawa anti gizi,
dampak negatif asam fitat bagi kesehatan adalah kemampuannya mengikat
mineral dan protein yang menyebabkan nilai kecernaannya dalam tubuh menjadi
rendah (Paramita, 2008)
3
Biji koro pedang mengandung HCN sebesar 11,2 mg/100 gam berat kering
(Akpapunam dan sefa-dedeh, 1997). Kandungan HCN memiliki batas normal
konsumsi yaitu <50 ppm atau mg/kg (Suciati, 2012).
Selain itu menurut Irmansyah (2005) bahwa dengan cara merebus,
mengupas, mengiris kecil-kecil, merendam dalam air, hingga kemudian dimasak
adalah proses untuk mengurangi kadar sianida. Proses pencucian dalam air
mengalir dan pemanasan yang cukup, sangat ampuh untuk mencegah
terbentuknya sianida yang beracun.
Menurut Marthia (2013) metode yang paling efektif dalam menurunkan
sianida pada kacang koro yaitu metode perendaman dengan NaCl dimana kadar
sianidanya sebesar 17,28% mg/kg dan kadar proteinnya sebesar 16,26%.
Penurunan kadar sianida dalam kacang koro bisa di turunkan dengan
menggunakan alat yang disediakan di Kampus Universitas Pasundan Bandung
Fakultas Teknik Program Studi Teknologi Pangan yaitu alat SMS ( sirkulasi
mixing sistem).
Kacang koro dapat di diversifikasikan menjadi olahan pangan berupa
minuman probiotik yaitu Yoghurt. Yoghurt biasanya berasal susu yang
merupakan sumber protein hewani, namun dengan adanya kacang koro, maka
yoghurt bisa dibuat dengan memanfaatkan sumber protein nabati.
Produk fermentasi susu dengan berbagai jenis terus meningkat. Hal
tersebut menunjukan bahwa produk-produk susu fermentasi merupakan bagian
yang penting dalam konsumsi makanan bagi manusia dari berbagai bangsa
diseluruh dunia. Kini produk hasil fermentasi susu telah semakin berkembang dan
bervariasi, misalnya diberi aroma, diberi buah-buahan, dikeringkan, dibekukan
4
dan sebagainya. Yoghurt merupakan salah satu produk susu fermentasi yang
paling dikenal dimasyarakat ( Rahman et al., 1992).
1.2. Identifikasi Masalah
Masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang di atas
adalah :
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi susu skim terhadap karakteristik Yoghurt
kacang koro ?
2. Bagaimana pengaruh suhu fermentasi terhadap karakteristik yoghurt kacang
koro?
3. Bagaimana pengaruh interaksi susu skim dan suhu fermentasi terhadap
karakteristik yoghurt kacang koro?
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengembangan produk
baru atau diversifikasi pangan dari komoditi kacang koro yaitu proses pembuatan
yoghurt dari kacang koro.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari
pembuatan yoghurt dengan menggunakan bahan baku kacang koro dengan
berbagai campuran konsentrasi susu skim dan variasi suhu fermentasi sehingga
didapatkan hasil yoghurt kacang koro yang dapat diterima dan disukai oleh
konsumen.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
5
1. Untuk memberikan informasi mengenai manfaat kacang koro bagi penulis
maupun pembaca.
2. Untuk menambah nilai ekonomis kacang koro sebagai sumber pangan
nabati.
3. Untuk memanfaatkan kacang koro yang masih minim pengembangannya.
1.5. Kerangka Pemikiran
Koro pedang merupakan salah satu jenis kacang koro yang dapat
digunakan sebagai sumber protein nabati dengan kandungan karbohidrat sebesar
55% dan protein 27,4%. Namun, kendala yang dihadapi pada pengolahan kacang
koro yaitu banyaknya senyawa toksik yang terkandung didalamnya salah satunya
adalah kandungan asam sianida (HCN) yang cukup tinggi dan sangat berbahaya
terhadap kesehatan tubuh jika masuk kedalam tubuh secara berlebihan. Hal ini
menyebabkan masyarakat ragu memanfaatkan kacang koro sebagai bahan baku
produk makanan, namun proses pengolahan yang tepat dapat menurun kan sianida
pada kacang koro seperti proses pencucian, perendaman serta fermentasi (Suciati,
2012).
Menurut Kasim (2010), pengolahan yang baik seperti perendaman,
perebusan, maupun fermentasi akan nyata pengaruhnya terhadap kandungan
sianida pada kacang koro pedang. Perlakuan perendaman dilakukan dengan
menggunakan air bersih selama 24-72 jam (setiap 6-8 jam sekali dilakuan
pergantian air) (Haryoto,2000).
Sebanyak 1093 g kacang koro pedang putih yang diperoleh dari petani
Lawang-Malang digiling dan dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing 333,
250, 200, 167, dan 143 g. Masing-masing kelompok dilumatkan dalam blender
6
dengan 1 l air. Setelah disaring, dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer, dipanaskan
pada suhu 75°C selama 30 menit, dan ditambahkan 10% susu skim. Setelah
didinginkan sampai mencapai suhu 43°C, masing-masing campuran ditambah 2%
indukan bakteri yang terdiri atas bakteri S. thermophillus dan L. Bulgaricus
dengan rasio 1:1. Campuran dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 37°C, RH
34% selama 12 jam. Pengamatan kadar karbon dan nitrogen, jumlah bakteri,
kekentalan dan sifat organoleptik dilakukan pada akhir proses fermentasi.
(Suryaningrum dan Kusuma, 2013)
Kacang koro pedang putih (Canavalia ensifomis L) berpotensi digunakan
sebagai bahan baku pembuatan yoghurt. Takaran kacang koro yang optimum
digunakan untuk pembuatan yoghurt adalah 200 g/l media (Suryaningrum dan
Kusuma, 2013).
Untuk menurunkan kandungan HCN pada kacang koro dilakukan dengan
menggunakan alat CMS (Circulation Mixing System). Menurut Widiantara (2014)
prinsip alat ini adalah adanya sistem pengadukan (mixing) yang diberikan pada
koro pedang yang direndam dengan waktu tertentu. Metode sirkulasi mixing
sistem ini merupakan kombinasi antara metode perendaman dan metode
pengadukan yang dibantu dengan adanya sirkulasi dari larutan perendamannya.
Pengadukan akan membantu kontak bahan dengan larutan perendam lebih merata
dan simultan. Aliran sirkulasi larutan perendaman secara kontinyu, dapat
mengurangi mengendapnya residu sianida pada larutan perendam sehingga
menghindari pergantian larutan perendaman secara berkala
7
Semakin tinggi konsentrasi susu skim dan waktu fermentasi akan
meningkatkan kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar total asam laktat dan
kadar berat kering tanpa lemak (Dewi dan Arif, 2006).
Fermentasi dapat menimbulkan citarasa baru dan membentuk tekstur
beberapa makanan sehingga mampu memperbaiki penerimaan produk kedelai.
Sewaktu fermentasi akan terbentuk asam-asam organik yang menimbulkan
citarasa khas pada soyghurt. Hal penting yang harus diperhatikan dalam
pembuatan soyghurt adalah jenis karbohidrat dalam susu kedelai sangat berbeda
dengan karbohidrat yang terdapat pada susu sapi. Karbohidrat yang ada pada susu
kedelai terdiri golongan oligosakarida, yaitu rafinosa dan stakiosa dengan
kandungan gula yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang berperan
dalam proses pembuatan soyghurt sangat terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan
penambahan sumber gula yang lain. Apabila susu kedelai langsung diinokulasi
tanpa penambahan gula tidak akan menghasilkan soyghurt yang berkualitas baik
hal ini ditandai dengan masih tingginya nilai pH dan tidak terjadi penggumpalan
protein. Sumber gula yang dapat ditambahkan adalah sukrosa, laktosa, glukosa
atau fruktosa. Jenis gula yang berbeda akan menghasilkan asam-asam organik
yang berbeda yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya perbedaan
kualitas soyghurt yang dihasilkan. Hasil metabolisme karbohidrat (gula) berupa
asam-asam organik akan mempengaruhi citarasa dan ikut menentukan kualitas
yoghurt. ( Rahman dkk, 1992 )
Menurut Buckle et al ( 1987) dalam Sinaga (2007), penambahan susu skim
kedalam susu sebelum diinokulasi akan meningkatkan gizi yoghurt dan
memberikan hasil dengan konsistensi dan bentuk yang baik.
8
Pada dasarnya proses pembuatan yoghurt meliputi beberapa proses,
diantaranya yaitu Pemanasan susu, pendinginan, inokulasi dan inkubasi
(Hadiwiyoto, 1983) dalam Sinaga (2007)
Proses pembuatan Yoghurt, starter yang digunakan adalah Streptococcus
termopilus dan Lactobacillus bulgaricus, yaitu bakteri laktik yang bersifat
termodurik, selektif dan homofermentatif (Wibowotomo, 1990) dalam Sinaga
(2007)
Pembuatan Yoghurt, proses fermentasi berlangsung pada suhu 37°C
selama lebih kurang 24 jam. Suhu fermentasi dapat lebih tinggi misalnya 45°C
dengan waktu fermentasi 3 – 4 jam (Foster et al 1987) dalam Sinaga (2007).
Pengolahan susu melalui proses fermentasi telah banyak dilakukan untuk
mendapat susu yang bersifat asam. Buckle et al (1987), menyatakan bahwa salah
satu produk susu fermentasi adalah yoghurt. Berabad-abad yang lalu masyarakat
dieropa membiarkan susu tercemar secara alami oleh bakteri sehingga menjadi
asam pada susu 40-50°C, cara tersebut telah berevolusi dengan menambahkan
bakteri asam laktat secara sengaja pada susu sehingga susu mengalami fermentasi
menjadi asam.
Yoghurt yang dibuat dari sari kacang-kacangan memerlukan penambahan
susu skim. Fungsi utama susu skim adalah sumber laktosa dalam proses
fermentasi oleh bakteri. Selain itu untuk meningkatkan kekentalan, arome,
keasaman, dan protein. Proses fermentasi oleh bakteri Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus thermophillus tidak akan terjadi apabila tidak terdapat laktosa
(Astawan, dkk 1991).
9
1.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan Kerangka pemikiran diduga bahwa :
1. Konsentrasi susu skim berpengaruh terhadap karakteristik yoghurt kacang koro
yang dihasilkan.
2. Suhu fermentasi berpengaruh terhadap karakteristik yoghurt kacang koro yang
dihasilkan.
3. Interaksi antara konsentrasi susu skim dan suhu fermentasi berpengaruh
terhadap karakteristik yoghurt kacang koro yang dihasilkan.
1.7. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan bulan September 2016 sampai dengan selesai di
Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Jalan
Setiabudi No.193 Bandung.
Download