strategi komunikasi guru dalam penanaman nilai

advertisement
STRATEGI KOMUNIKASI GURU DALAM PENANAMAN NILAI-NILAI
PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA
DI SLB-C TUNAS KASIH I KABUPATEN BOGOR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh :
Rizqi Nurul Ilmi
NIM: 109051000058
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
STRATEGI KOMUNIKASI GURU DALAM PENANAMAN NILAI-NILAI
PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA
DI SLB-C TUNAS KASIH I KABUPATEN BOGOR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)
Oleh:
Rizqi Nurul Ilmi
NIM : 109051000058
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H /2013 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ABSTRAK
RIZQI NURUL ILMI
Strategi Komunikasi Guru Dalam Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Agama Pada
Anak Penyandang Tunagrahita Di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor
Strategi Komunikasi adalah paduan antara perencanaan komunikasi dengan manajemen
komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam mencapai tujuan tersebut perlu
adanya strategi komunikasi yang mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara
praktis yang harus dilakukan, artinya pendekatan bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung
pada situasi dan kondisi.
Alasan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui bagaimana dan dengan
strategi komunikasi apa saja yang guru pergunakan untuk melakukan komunikasi dengan
murid-murid SLB penyandang tunagrahita. Khususnya tentang bagaimana bentuk strategi
komunikasi guru dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang
tunagrahita di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.Komunikasi yang terjalin disini adalah
komunikasi antarpribadi yang mana guru secara langsung berinteraksi dan mengajarkan
berbagai pelajaran kepada murid penyandang tunagrahita.
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Apa bentuk strategi komunikasi
yang digunakan guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita?
Bagaimana upaya guru dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang
tunagrahita? Dan apa saja faktor penentu keberhasilan komunikasi guru dalam penanaman
nilai-nilai agama?
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif analisis dimana
penelitian ini akan mendeskripsikan apa saja fenomena yang didapatkan dan dihasilkan di
lokasi penelitian. Adapun data-data diperoleh dengan cara pencarian melalui dokumentasi
berupa data-data yang bersifat teoritis berupa buku, data-data, dari dokumen yang berupa
catatan formal, jurnal, dan sebagainya yang bersangkutan dengan judul. Penelitian juga
melakukan observasi langsung di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, sebagai lokasi
studi penelitian. Peneliti juga melakukan wawancara kebeberapa narasumber yang dianggap
tepat dalam memberikan informasi.
Teori yang penulis gunakan adalah:Teori interaksionisme simbolik dikembangkan oleh
George Herbert Mead. Teori ini mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil dari
interaksi diantara manusia, baik secara verbal maupun non verbal.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya bentuk strategi komunikasi yang
digunakan oleh guru untuk mengajar kepada murid penyandang tunagrahita, cara atau strategi
yang digunakan berupa metode ceramah yang mana guru terlihat lebih aktif untuk penanaman
nilai-nilai agama islam pada anak penyandang tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten
Bogor. Komunikasi verbal dan non verbal juga digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar
mengajar. Adanya materi agama yang diajarkan kepada murid SLB Tunas Kasih I Kabupaten
Bogor, dan materi ajar pun disesuaikan dengan kondisi anak muridnya karena keterbatasan
mental yang dimiliki menjadi upaya dan faktor penentu keberhasilan komunikasi guru dalam
penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita di SLB Tunas Kasih I
Kabupaten Bogor.
Kata kunci: Strategi, komunikasi, nilai-nilai pendidikan agama, tunagrahita.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillahirabbil’aalamin, dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah
SWT tiada kalimat yang lebih pantas diucapkan kepada-Nya, karena Dia adalah
Dzat yang telah memberikan Taufiq dan Hidayah-Nya serta memberikan banyak
nikmat serta rizki kepada penulis, sehingga dengan izin Allah dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Komunikasi Guru dalam
Penanaman
Nilai-nilai
Pendidikan
Agama
Pada Anak
Penyandang
Tunagrahitadi SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.”
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabatnya dan seluruh umatnya
hingga hari akhir nanti.
Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Universitas Islam Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Disamping itu penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini,
penulis banyak menerima bimbingan dan dorongan dari beberapa pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini izinkan penulis untuk menyampaikan rasa terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan partisipasinya sehingga penulis
bisa menyelesaikan skripsi ini, yang utama dari lubuk hari yang paling dalam
penulis sampaikan rasa hormat dan ta’zim yang setinggi-tingginya kepada
keluarga terutama kedua orang tua tercinta, ayahanda H. M. Bunyamin M.Pd dan
ibunda Hj. Pujiati Prihatiningsih, yang senantiasa selalu mendo’akan ananda
ii
dalam sujudnya kepada Allah SWT, dan telah memberikan dukungan
baik
materil maupun imateriil.Semoga ayahanda dan ibunda selalu diberikan kesehatan
dan kebahagian dunia dan akhirat oleh Allah SWT. Amin
Syukur Alhamdulillah penulis bisa menyelesaikan skripsi ini mulai dari
penelitian sampai pada penyusunannya, banyak sekali pihak-pihak yang
membantu dan mendo’akan, sehingga penulis memberikan perhargaan yang tinggi
dengan ucapan terima kasih yang tiada tara kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, M. A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Bapak Drs. Wahidin Saputra, M. A. selaku Pembantu
Dekan Akademik,
Bapak Drs. Mahmud Djalal, M. A. selaku Dekan
Bidang Administrasi dan Keuangan, dan juga Bapak Drs. Study Rizal LK,
M. A. Selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam (KPI) dan Ibu Umi Musyarofah, MA. selaku Sekretaris Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dra. Rini L. Prihatini. M.Si selaku dosen pembimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Para Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah
melayani penulis dalam memenuhi literatur dari awal perkuliahan sampai
akhir penulisan skripsi ini.
5. Dosen KPI yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis
menimba ilmu di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
iii
6. Adik-adikku tersayang, Lutfi Agustian, Januar Rivaldi, Nazqya
Khalifatunnisa, dan seluruh saudara-saudaraku yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
7. Ibu Nunung Djumarningsih, S.Pd selaku kepala sekolah SLB Tunas Kasih
I Kabupaten Bogor beserta guru-guru yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi penulis.
8. Anak-anak tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.
9. Teman-teman seperjuangan KPI 2009dan KPI B 2009.
10. Dimas Anugrah Dwisatria S. Kom. I dan Ruhiyanah S. Kom. I yang selalu
mendampingi dan memberikan supportnya kepada penulis, baik dalam
suka maupun duka.
11. Seluruh Pihak yang tidak bisa disebutkan seluruhnya yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Demikian, semoga Allah SWT memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuannya. Kritik dan saran
yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan karena penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih memiliki kelemahan dan kekurangan. Harapan penulis semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan umumnya bagi
teman-teman lainnya, dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.
Jakarta, 22 Agustus 2013
Rizqi Nurul Ilmi
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .......................................................................................
ii
DAFTAR ISI......................................................................................................
v
DAFTAR TABEL .............................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................
10
D. Tinjauan Pustaka ...........................................................................
11
E. Sistematika Penulisan ...................................................................
12
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Strategi Komunikasi Guru ...............................................................
14
1. Pengertian Strategi ............................................................
14
2. Pengertian Komunikasi .....................................................
15
3. Bentuk-bentuk Komunikasi .............................................
20
4. Pengertian Strategi Komunikasi ........................................
23
5. Strategi Komunikasi Pendidikan .......................................
24
6. Teori Interaksi Simbolik ...................................................
26
B. Nilai-nilai Agama Islam .................................................................
28
1. Pengertian Nilai Pendidikan Agama Islam........................
28
2. Metode Pendidikan Agama ...............................................
34
3. Metode Pendidikan Agama Islam Bagi Anak
Tunagrahita ........................................................................
v
35
C.
Gambaran Tentang Anak Berkebutuhan Khusus .........................
38
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus..........................
38
2. Pengertian Tunagrahita ...................................................
41
3. Karakteristik Tunagrahita................................................
42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian .........................................................................
48
B. Lokasi Dan Jadwal Penelitian .......................................................
49
C. Subyek Dan Objek Penelitian .......................................................
50
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................
52
E. Sumber Data..................................................................................
54
F. Fokus Pertanyaan Penelitian .........................................................
55
G. Teknik Analisis Data.....................................................................
55
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA PENELITIAN
A. Gambaran Umum Sekolah SLB Tunas Kasih I Kab. Bogor........
B.
58
1.
Sejarah Berdirinya SLB Tunas Kasih I ................................
58
2.
Visi, Misi, Tujuan Sekolah ...........................................
60
3.
Struktur Organisasi SLB Tunas Kasih I .......................
61
4.
Keadaan Tenaga Pengajar SLB Tunas Kasih I ............
62
5.
Keadaan Siswa SLB Tuna Kasih I................................
63
6.
Keadaan Sarana Dan Prasarana SLB Tunas Kasih I ...
63
Hasil Dan Analisis Data Penelitian ...........................................
64
1. Bentuk Strategi Komunikasi Yang Digunakan Guru
Dalam Penanaman Nilai-nilai Agama Pada Anak
Tunagrahita ....................................................................
vi
64
2. Upaya Guru Dalam Penanaman Nilai-nilai Agama
Pada Anak Tunagrahita ..................................................
3.
71
Faktor Penentu Keberhasilan Guru Dalam Penanaman
Nilai-nilai Agama Pada Anak Tunagrahita ...................
80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................
84
B. Saran. ..................................................................................
85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Murid Tunagrahita Yang Sedang Mendapatkan Pengetahuan
Agama Secara Verbal, Guru Juga Menggunakan Metode
Ceramah ................................................................................
66
Gambar 2. Murid Tunagrahita Yang Sedang Diberi Arahan Dengan
Menggunakan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ...................
66
Gambar 3. Contoh Sistem Isyarat Bahasa Indonesia Huruf Vokal ..........
67
Gambar 4. Murid Tunagrahita Yang Sedang Dibimbing Secara Perorangan,
Dimaksudkan Karena Anak Tunagrahita Memiliki Kemampuan
Yang Terbatas .......................................................................
68
Gambar 5. Murid Tunagrahita Yang Sedang Dianjarkan Kesenian
Angklung Dengan Musik Keagamaan, Ini Merupakan Salah
Satu Bentuk Komunikasi Nonverbal .....................................
68
Gambar 6. Murid Tunagrahita Yang Sedang Diberi Arahan Tentang Tata
Cara Sholat, Ini Merupakan Salah Satu Bentuk Komunikasi
Nonverbal Dengan Menggunakan Gambar ...........................
69
Gambar 7. Murid Tunagrahita Yang Sedang Mendapatkan Pengetahuan
Agama ....................................................................................
74
Gambar 8. Murid Tunagrahita Yang Sedang Berolahraga Guna Kebiasaan
Hidup Sehat Dalam Proses Penanaman Nilai-nilai
Agama Islam ..........................................................................
76
Gambar 9. Doa Sebelum Dan Sesudah Belajar Merupakan Rutinitas Murid
Tunagrahita Yang Harus Dilakukan Sebagai Bentuk Ibadah
Kepada Allah SWT ...............................................................
78
Gambar 10. Murid Tunagrahita Yang Sedang Mempraktekkan Tata Cara
Berwudhu ..............................................................................
78
Gambar 11. Murid Tunagrahita Yang Sedang Mempraktekkan Tata
Cara Shalat Yang Dibimbing Oleh Gurunya..........................
79
Gambar 12. Murid Tunagrahita Yang Sedang Salim Gurunya, Merupakan
Bentuk Penanaman Nilai-nilai Agama Islam Yaitu Kesopanan
Terhadap Guru .......................................................................
viii
83
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang aktifitas kesehariannya melakukan
hubungan komunikasi, baik itu komunikasi yang lazim digunakan menurut daerah
masing-masing maupun komunikasi yang sudah mengikuti aturan-aturan secara
ilmiah yang sudah dipelajari dibangku perkuliahan. Komunikasi pada dasarnya
adalah proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (pesan) yang
mengandung arti/makna antara komunikator dan komunikannya, dengan tujuan
mewujudkan kesamaan makna dan kebersamaan.1
Sebagai bagian dari keseharian manusia, komunikasi senantiasa digunakan
sebagai dasar dalam membangun hubungan timbal balik antara satu orang dengan
orang yang lain di lingkungannya untuk mencapai pengertian yang sama.
Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, tidak mengenal batas
usia, waktu, bahkan tempat. Kapanpun, dimanapun, dan bersama siapapun
manusia pasti akan selalu berkomunikasi. Agar komunikasi berlangsung efektif
dan informasi yang disampaikan oleh komunikator dapat diterima dan dipahami
dengan baik oleh komunikan, maka seorang komunikator perlu menetapkan pola
komunikasi yang baik pula.2
Dalam kehidupan manusia, komunikasi semakin dirasakan keberadaannya.
Hasrat dasar manusialah yang menjadikan manusia itu membutuhkan komunikasi
dengan lawan/manusia lainnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
1
2
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). h. 1-2.
Asnawir dan Basyirudin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hal.
31.
1
2
Wilbur
Shcramm,
bahwa
komunikasi
didasarkan
atas
kesangkutpautan
(relationship). Kesangkutpautan ini biasa terjadi antara dua orang atau lebih.
Berkaitan dengan fungsi komunikasi dalam pendidikan, yakni sebagai pengalihan
ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentuk
watak dan pendidikan keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua
bidang kehidupan.3 Komunikasi pendidikan adalah komunikasi antara guru
sebagai komunikator dan murid sebagai komunikan. Dalam bidang pendidikan
melibatkan komunikasi antara guru dan murid, maka satu sama lain dapat
menyampaikan pesan, maksud dan tujuan menurut caranya masing-masing.4
Pesan yang disampaikan tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu kepada
murid selaku komunikan. Pihak komunikator atau guru dalam hal ini
mengharapkan feedback dari komunikan atas ide-ide dan pesan-pesan yang
disampaikan, sehingga dengan pesan disampaikan tersebut terjadilah perubahan
sikap dan tingkah laku yang diharapkan. Seorang guru mengupayakan perubahan
sikap peserta didik selaku komunikan dalam pembentukan kepribadian
berdasarkan nilai-nilai tertentu yang disampaikan melalui proses kegiatan belajarmengajar (KBM). Begitu juga dengan sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten
Bogor, setiap materi yang diberikan oleh guru terhadap murid tunagrahita diterima
dengan hasil yang baik berupa jawaban pada setiap pertanyaan yang diberikan
kepada murid tunagrahita walaupun dengan hanya gerakan nonverbal, misalnya
menganggukkan kepala tanda bahwa mereka mengerti dan paham. Hal tersebut
3
H. A. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Askara, 1997),
h.11.
4
Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 77.
3
terjadi karena guru di sana mengetahui kondisi setiap muridnya dan dibantu
dengan bimbingan perorangan secara tatap muka.
Adapun menyampaikan suatu pesan dalam berkomunikasi dapat digunakan
dengan dua cara, yaitu:
1. Komunikasi verbal, yaitu komunikasi dengan menggunakan lambang
bahasa, ini mencakup komunikasi dengan bahasa lisan maupun bahasa
tulisan.
2. Komunikasi non verbal, yaitu komunikasi dengan menggunakan gejala
yang menyangkut gerak-gerik, sikap, ekspresi wajah, pakaian yang
bersifat simbolik, isyarat, dan gejala lain, yang tidak menggunakan
bahasa lisan dan tulisan.
Kedua cara penyampaian pesan di atas sama-sama efektif dalam
penyampaiannya, hanya saja ditinjau dari segi waktu dan tempat proses
komunikasi yang berlangsung.5 Seperti yang penulis lihat di sekolah tersebut
ketika guru menyampaikan pelajaran kepada murid tunagrahita, guru secara
langsung berkomunikasi dengan metode ceramah. Artinya guru aktif berbicara di
depan kelas kemudian dibantu dengan bahasa isyarat dan juga dibantu dengan
bimbingan perorangan setiap murid tunagrahita.
Tindakan komunikasi juga dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Bicara secara tatap muka, berbicara di depan kelas dalam proses belajar
mengajar, berbicara melalui telepon, menulis surat kepada seseorang, sekelompok
orang atau organisasi, ini adalah contoh dari tindakan komunikasi langsung.
Sementara yang termasuk tindakan komunikasi tidak langsung adalah komunikasi
5
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 92-94.
4
yang dilakukan secara perorangan tetapi melalui medium atau alat perantara
tertentu. Misalnya penyampaian informasi melalui surat kabar, majalah, radio,
TV, film, pertunjukan kesenian dan lain-lain.6 Seperti yang penulis lihat pada saat
penelitian, adanya interaksi atau cara komunikasi yang baik antara guru dengan
murid pada saat penyampaian dan penerimaan pesan dalam berkomunikasi di
kelas. Misalnya saja ketika guru sedang menerangkan pelajaran, murid tunagrahita
juga ikut mendengarkan dan menyambutnya dengan meanggukkan kepalanya.
Dari hal kecil saja misalnya guru mengucapkan salam, murid tunagrahita juga bisa
menjawabnya karena sudah biasa dilakukan dan ditanamkan sejak awal masuk
sekolah oleh gurunya.
Dalam agama islam penanaman nilai-nilai agama merupakan hal yang
sangat penting, terutama dalam menghadapi era globalisasi. Penanaman nilai-nilai
tersebut penting untuk semua anak muslim baik anak berkebutuhan umum
maupun anak berkebutuhan khusus (ABK), khususnya anak penyandang
tunagrahita. Untuk menunjukkan pentingnya nilai-nilai agama dalam kehidupan
manusia, Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW dan menjadikannya suri
tauladan yang baik bagi umat manusia. Penanaman nilai-nilai pendidikan agama
islam juga selalu ditanamkan dan diberikan kepada murid tunagrahita di SLB-C
Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, antara lain yaitu adanya jadwal pelajaran agama
pada hari jum’at dengan materi tentang doa sehari-hari, tatacara wudhu, sholat,
dan beribadah yang lainnya. Di sana Juga diajarkan bagaimana cara berakhlak
yang baik serta mengucapkan salam sebelum/sesudah melakukan kegiatan belajar
mengajar (KBM).
6
Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), cet.
Ke-4, h.2.
5
Sebelum menuju pembahasan tentang tunagrahita, akan dijelaskan terlebih
dahulu tentang anak berkelainan atau anak berkebutuhan khusus. Istilah
berkelainan dikonotasikan sebagai sesuatu yang menyimpang dari rata-rata
umumnya. Penyimpangan tersebut mempunyai nilai lebih atau kurang, baik dalam
hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya.
Anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan dalam aspek fisik,
meliputi kelainan indera penglihatan (tunanetra), kelainan indera pendengaran
(tunarungu), kelainan kemampuan berbicara (tunawicara), dan kelainan fungsi
anggota tubuh (tunadaksa). Kelainan dalam aspek mental meliputi tunagrahita dan
anak jenius. Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki, kelemahan mental
sedangkan anak jenius adalah anak yang memiliki kelebihan dalam hal kecerdasan
IQ. Anak yang memiliki kelainan dalam aspek sosial adalah anak yang memiliki
kesulitan dalam menyesuaikan perilakunya terhadap lingkungan sekitarnya, anak
yang termasuk dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan tunalaras.7
Penelitian ini akan membahas anak berkelainan dalam aspek mental atau
tunagrahita.
Dalam
pelaksanaannya
pendidikan
anak
tunagrahita
harus
dikhususkan atau dibedakan dari anak-anak normal pada umumnya yaitu dengan
diadakan bimbingan-bimbingan yang lebih khusus seperti bimbingan Islam.
Pentingnya bimbingan Islam bagi anak tunagrahita yakni agar anak tunagrahita
memiliki kepercayaan kepada Allah SWT, mereka dapat mengembangkan potensi
diri dan mampu mengatasi persoalan yang dihadapinya sebagai perwujudan diri
secara optimal dan mampu melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya,
karena secara garis besar bimbingan agama islam adalah membantu individu
7
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), h. 3.
6
mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.8
Penanaman nilai-nilai agama bertujuan untuk menuntun siswa agar meniru
akhlak yang ditujukan Allah melalui RasulNya dan siswa juga tidak mengalami
penyimpangan perilaku, sehingga memiliki akhlak terpuji. Suatu perubahan
terpuji menurut pandangan akal dan syara (hukum Islam) disebut akhlak yang
baik.9 Untuk itu, komunikasi yang dijalankan perlu diatur dengan perencanaan,
pelaksanaan sampai dengan evaluasi, juga haruslah seimbang dengan intelektual,
cita, rasa, karsa dan tingkah laku. Sehingga pesan yang disampaikan mudah
dipahami, dan berjalan dengan baik. Seperti halnya yang penulis lihat pada saat
penelitian berlangsung, adanya aktivitas nilai-nilai agama seperti dibiasakannya
do’a bersama sebelum dan sesudah belajar dan pada saat aktivitas berlangsung
lainnya.
Namun hal ini berbeda bagi para penyandang tunagrahita, mereka memiliki
keterbelakangan fisik dan mental. Sehingga sulit untuk mengapresiasikan apa
yang mereka inginkan dalam lingkungan sosial. Dari keterbatasan kemampuan
secara fisik dan mental, keadaan yang tidak normal yang disebabkan oleh
penyakit atau cacat sejak lahir dapat membuat orang tersebut menjadi kurang
memiliki kepercayaan diri, serta sulit untuk mengembangkan potensi diri.
Anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual
di bawah rata-rata. Selain itu juga mengalami hambatan terhadap perilaku adaptif
selama masa perkembangan hidupnya dari 0 tahun hingga 18 tahun, sesuai dengan
8
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press,
2001), h. 35.
9
Hafidz Dasaki, Dkk, Dewan Redaksi EI, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1997), cet. Ke-4, h.102.
7
batasan dari American Asociation on Mental Deficiency (AAMD). AAMD (1983)
mengisyaratkan adanya kemampuan intelektual jika diukur dengan WISC-RIII,
mempunyai skor IQ 70, dan mempunyai hambatan pada komponen yang tidak
bersifat intelektual, yakni perilaku adaptif (adaptif behavior).10
Dalam kondisi apapun semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik
untuk buah hatinya, dengan memberikan perhatian dan kasih sayang yang
membuat anak menjadi merasa aman. Bagi anak-anak tunagrahita, komunikasi
juga merupakan hal yang sangat penting, mengingat cara berkomunikasi yang
lumrah atau biasa tidak bisa mereka ikuti. Artinya komunikasi juga bisa dapat
dilakukan oleh anak tunagrahita walaupun dengan segala keterbatasannya, dan
dalam hal pelajaran yang mereka terima, tentu saja tidak sama dengan kebanyakan
anak lainnya yang dapat belajar membaca, berhitung, pelajaran seni dan lain-lain
yang didapatkan pada sekolah biasa. Mereka memang lahir dan hidup dalan
kondisi kekurangan dan memiliki beragam kelainan, namun mereka berhak untuk
mendapatkan kasih sayang, pengobatan, perawatan serta dapat mengembangkan
kemampuannya secara optimal. Untuk itu dibutuhkan orang dan cara yang khusus
agar dapat berkomunikasi dengan mereka, sehingga apa yang diharapkan yaitu
komunikasi
efektif
akan
terjadi
meskipun
dengan
keterbatasan
dan
ketidaksempurnaan seseorang secara fisik.
Orangtua yang memiliki anak berkelainan, dalam hal merawat, mengasuh,
berinteraksi, dan berkomunikasi dengan anak penyandang cacattidaklah mudah
dan sangat berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya. Oleh karena itu
banyak orang tua yang memiliki anak-anak dengan kekurangan ini akhirnya
10
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT. Refika
Aditama,2006), h.15.
8
menitipkannya ke sekolah atau yayasan anak berkebutuhan khusus. Sekolah
tersebut merupakan sekolah atau yayasan berbadan hukum dan bergerak dibidang
sosial, baik milik pemerintah maupun milik swasta.
Pemaparan di atas membuat penulis tertarik dan ingin meneliti tentang
strategi komunikasi guru dalampenanaman nilai-nilai agama pada anak
penyandang tunagrahita di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Karena
sekolah ini sangat berperan penting bagi pembentukan dan perkembangan anak
penyandang tunagrahita. Lembaga ini juga bertujuan untuk mengembangkan
potensi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus sekaligus merupakan salah
satu wadah yang signifikan dalam membentuk sarana keagamaan pada diri
seorang penyandang tunagrahita. Penulis melihat di SLB ini memiliki peranan
penting dalam membina anak-anak yang menyandang tunagrahita dalam
mengaktualisasikan nilai-nilai agama kepada muridnya agar mereka mampu
mengenali dan merealisasikan tujuan dalam hidupnya sebagaimana umat Islam
yang digariskan beribadah kepada Allah SWT. Karena pada masa anak-anak
merupakan langkah awal dalam pembentukan kepribadian yang baik dengan cara
memberikan penanaman nilai-nilai agama islam dalam proses pembelajarannya.
Sekolah ini memiliki dominan siswa penyandang tunagrahita dan prestasi
yang diraih juga cukup membanggakan. Di antaranya, juara I deklamasi putera A
PORSENI SLB III sewilayah II Bogor tahun 1993, juara I tari daerah B puteri
PORSENI SLB III sewilayah II Bogor tahun 1993, juara II lomba menyanyi siswa
SLB A peringatan hari anak nasional Bogor tahun 1994, juara III solo putera A
PORSENI SLB IV sewilayah II Bogor tahun 1996, juara II tari daerah C
9
PORSENI SLB IV sewilayah II Bogor tahun 1996, dan juara umum III tunanetra
PORSENI SLB ke IV sewilayah II Bogor pada tahun 1996.11
Berdasarkan pemaparan di atas, akhirnya penulis tertarik untuk membahas
dan mendalami skripsi yang berjudul:
“Strategi Komunikasi Guru dalam Penanaman Nilai-nilai Pendidikan
Agama Pada Anak Penyandang Tunagrahita di SLB-C Tunas Kasih I
Kabupaten Bogor”.
B.
Batasan dan Rumusan Masalah
Banyak hal yang dapat dibahas dalam strategi komunikasi penanaman nilai-
nilai agama pada anak penyandang tunagrahita, akan tetapi agar pembahasan ini
tidak meluas, dan tetap terarah, penulis tetap fokus pada ruang lingkupnya yaitu
bentuk komunikasi yang digunakan antara guru dengan murid penyandang
tunagrahita dalam penanaman nilai-nilai agama.
Adapun rumusan masalahnya, sebagai berikut:
1. Apa bentuk strategi komunikasi yang digunakan guru dalam penanaman
nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita?
2. Bagaimana upaya guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak
penyandang tunagrahita?
3. Apa faktor penentu keberhasilan guru dalam penanaman nilai-nilai
agama pada anak tunagrahita?
11
Dokumen sekolah (lemari piala penghargan) SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001.
10
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian:
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk komunikasi yang dilakukan
oleh guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang
tunagrahita.
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan upaya guru dalam penanaman nilainilai agama pada anak penyandang tunagrahita.
3. Mendeskripsikan
dan
menjelaskan
faktor
penentu
keberhasilan
komunikasi guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak
penyandang tunagrahita.
Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
a. Secara teoritis, diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu komunikasi,
karena dalam skripsi ini akan dibahas mengenai bagaimana strategi
komunikasi yang baik terhadap anak-anak yang memiliki hambatan
khusus tunagrahita.
b. Secara akademis dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
penelitian melalui pendekatan ilmu komunikasi sebagai alat bantu utama
pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam.
c. Secara Praktis diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan pegangan bagi
orang yang ingin mendalami ilmu komunikasi dan pendidikan, baik guru,
orang tua, dan masyarakat dalam berkomunikasi terhadap anak-anak
berkebutuhan khusus, khususnya anak tunagrahita. Sehingga pembaca
dapat mengerti, berinteraksi dan lebih peduli terhadap mereka.
11
D.
Tinjauan Pustaka
Dalam menyusun karya ilmiah ini, penulis terlebih dahulu mengkaji karya
ilmiah yang mempunyai judul hampir sama dengan yang akan penulis teliti.
Dimaksudkan agar penelitian yang akan dilakukan berbeda permasalahannya
dengan penelitian sebelumnya.
Perlu diakui bahwa penulis banyak menemukan skripsi yang judulnya
hampir sama dengan yang akan penulis lakukan, yang lebih mengarah kepada
unsur komunikasi dan nilai-nilai pendidikan agama islam, dan agar lebih efektif
penulis hanya mengambil beberapa tinjauan saja. Skripsi tersebut antara lain:
1. “Efektivitas Komunikasi Verbal dan Non Verbal Dalam Proses
Pembinaan Akhlak Terhadap Anak Pra Sekolah Taman Kanak-Kanak
Islam Al Istiqomah Tangerang”, yang disusun oleh Faridlatun Nikmah
pada tahun 2009. Dalam skripsi ini membahas tentang gambaran
keefektifan komunikasi verbal dan non verbal dalam proses pembinaan
akhlak dan perkembangan seorang anak agar mendapatkan perubahan
perilaku agama dan perilaku sosial di TKIT Al Istiqomah Tangerang.
2. “Pola Komunikasi Pramurawat Terhadap Anak Penyandang Cacat
Ganda Majemuk Pada Proses Perawatan Di Wisma Tuna Ganda
Palsigunung, Cimanggis-Depok”, yang disusun oleh Rezki Puji Lestari
pada tahun 2012. Dalam skripsi ini membahas tentang bagaimana pola
komunikasi yang digunakan oleh pramurawat dalam proses perawatan
tuna ganda di Palsigunung, Depok.
3. “Upaya Guru Dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam
Pada anak Penyandang Autis Di Sekolah Autis River Kids Malang”,
12
yang disusun oleh Dewi Imroatul Azizah pada tahun 2009. Dalam skripsi
ini membahas tentang upaya apa saja yang dilakukan dalam menanamkan
nilai-nilai pendidikan agama islam pada anak penyandang autis di
sekolah autis River kids Malang.
Perbedaan ketiga penelitian diatas dengan penelitian yang akan penulis
lakukan adalah dapat dilihat dari subjek, objek dan lokasi penelitian. Penelitian ini
lebih mengarah kepada bentuk komunikasi yang digunakan oleh guru dalam
penanaman nilai-nilai agama baik di dalam maupun di luar kelas, objek dan lokasi
pun berbeda dengan penelitian sebelumnya, objek yang akan diteliti oleh penulis
yaitu anak tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.
E.
Sistematika Penulisan
Guna mengetahui gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang diuraikan
dalam penulisan ini, maka peneliti membagi sistematika penyusunan kedalam
lima bab, masing-masing bab dibagi kedalam sub bab dengan perincian sebagai
berikut:
Bab I. Pendahuluan
Merupakan bab pendahuluan yangberisi empat sub bab, antara lain: latar
belakang masalah, batasan penelitian dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
Bab II. Landasan Teoritis
Landasan
teoritis
mengenai
pengertian
komunikasi,
unsur-unsur
komunikasi, bentuk-bentuk strategi komunikasi, dan teori interaksi simbolik. Lalu
menjelaskan tentang pengertian nilai-nilai agama, pengertian anak penyandang
13
tunagrahita, serta strategi komunikasi pembelajaran untuk murid penyandang
tunagrahita.
Bab III. Metodologi Penelitian
Bab ini merupakan penjelasan metode yang digunakan dalam penelitian.
Meliputi lokasi dan jadwal penelitian, subjek dan objek penelitian, model
penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data, fokus pertanyaan penelitian,
dan teknik analisis data.
Bab IV. Temuan Dan Analisis Data
Bab ini berisi sejarah berdirinya SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.
Meliputi tujuan, visi dan misi, sarana dan prasarana, program kegiatan sekolah,
dan struktur organisasi pendidik di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Lalu
berisi temuan dan analisis data mengenai strategi komunikasi guru yang
digunakan dalam penanaman nilai-nilai agama di SLB Tunas Kasih I Kabupaten
Bogor.
Bab V. Penutup
Berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan, sebagai kesimpulan
jawaban masalah yang telah dipaparkan secara singkat, kemudian dilengkapi
dengan saran-saran yang berkaitan dengan hasil temuan dalam penelitian yang
dilakukan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Strategi Komunikasi Guru
1.
Pengertian Strategi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, strategi adalah ilmu dan seni
bagaimana menggunakan semua sumber daya bangsa-bangsa untuk melaksanakan
kebijakan tertentu dalam keadaan perang dan damai atau rencana yang cermat
mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.1
Onong Uchjana Effendi mengatakan, strategi pada hakekatnya adalah
perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan.2 Sedangkan
menurut William F. Glueck bahwa strategi adalah rencana yang dipersatukan,
komprehesif terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi perusahaan
atau lembaga terhadap tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk
meyakinkan bahwa sasaran dasar perusahaan akan dicapai dengan pelaksanaan
tepat oleh organisasi itu.3
Berbeda dengan Syarif Usman, mendefinisikan strategi yaitu sebagai
kebijaksanaan menggerakkan dan membimbing seluruh potensi (kekuatan, daya,
dan kemampuan) bangsa untuk mencapai kemakmuran dan kebahagiaan. 4 Dalam
suatu organisasi, kesuksesan sangat ditentukan oleh strategi yang digunakan oleh
organisasi atau lembaga tersebut. Jika strategi yang digunakan sesuai dan baik
1
Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2004), edisi III, h. 1092.
2
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1992), cet. Ke-4, h. 32.
3
William F. Glueck, Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan, (Jakarta: Erlangga,
1987), edisi II, h. 24.
4
Syarif Usman, Strategi Pembangunan Indonesia dan Pembangunan dalam Islam,
(Jakarta: Firma Djakarta), cet. Ke-1, h. 6.
14
15
maka hasilnya pun akan mudah tercapai, sebaliknya jika strategi salah aturan atau
kurang efektif, maka hasilnya pun kemungkinan besar akan gagal dan tidak
menuju sasaran.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa strategi itu
adalah cara yang tepat untuk memperoleh hasil yang memuaskan dalam mencapai
suatu tujuan tertentu.
2.
Pengertian Komunikasi
Kata atau istilah “komunikasi” merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
Communication yang dikembangkan di Amerika Serikat dan komunikasipun
berasal dari unsur persurat kabaran, yakni Journalism. Adapun definisi
komunikasi dapat dilihat dari dua sudut, yaitu: dari sudut bahasa (etimologi) dan
dari sudut istilah (terminologi).
Pengertian komunikasi secara etimologi ini memberi pengertian bahwa
komunikasi yang dilakukan hendaknya dengan lambang-lambang atau bahasa
yang mempunyai kesamaan arti antara orang yang memberi pesan dengan orang
yang menerima pesan. Jadi jika komunikasi itu menggunakan lambang atau
bahasanya tidak dimengerti oleh yang menerima, maka bukanlah komunikasi
yang efektif. Bahasa bisa saja sama, tetapi maknanya mungkin berbeda. Contoh:
kata “cokot”, dalam bahasa Jawa berarti “gigit”, dalam bahasa Sunda berarti
“ambil”. Selama orang yang memberi pesan dengan yang menerima pesan tidak
menyamakan maknanya, maka tidaklah terjadi komunikasi yang komunikatif. 5
Secara etimologi atau bahasa, menurut Onong Uchjana Effendy kata
komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communication yang berarti sama atau
5
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2007), h. 19-20.
16
sama makna mengenai suatu hal. Komunikasi akan berlangsung apabila antara
komunikan dan komunikator terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang
dikomunikasikan.6
Menurut Deddy Mulyana, kata komunikasi atau communication dalam
bahasa Inggris dari kata Latin communis yang berarti sama, communico,
communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common).
Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata
komunikasi yang merupakan akar kata dari bahasa Latin yang mirip. Komunikasi
menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara
sama.7
Sedangkan secara terminologi komunikasi merupakan proses menyampaian
suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Adapun menurut Carl I
Hovland, komunikasi adalah proses dimana seorang individu mengoper stimuli
(biasanya lambang kata-kata) untuk merubah tingkah laku individu lainnya.8
Berbeda dengan kutipan Alo Liliweri dari Saundra Hibels dan Richard L. Weafer
II, bahwa komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan, dan
perasaan. Proses itu meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya lisan dan
tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, atau
menggunakan alat bantu di sekeliling kita untuk memperkaya sebuah pesan.9
6
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1992), cet. Ke-22, h. 6.
7
Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), h. 46
8
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992),
cet. Ke-22, h. 3-4.
9
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Lkis, 2003),
h.3.
17
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang yang berkomunikasi
berarti mengharapkan orang lain ikut berpartisipasi atau bertindak sesuai dengan
tujuan, dalam kegiatan komunikasi harus memiliki kesamaan arti dan harus samasama mengetahui hal yang dikomunikasikan. Baik dengan lambang bahasa
maupun dengan isyarat, gambar, gaya, yang antara keduanya sudah terdapat
kesamaan makna. Jika tidak demikian, maka kegiatan komunikasi tersebut tidak
akan berlangsung dengan baik.
Menurut Stewart L. Tubbs dan Silva Moss ciri-ciri komunikasi yang baik
dan efektif paling tidak menimbulkan hal:
a. Pengertian, yaitu penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti apa
yang dimaksud oleh komunikator.
b. Kesenangan, yaitu menjadikan hubungan yang hangat dan akrab serta
menyenangkan.
c. Mempengaruhi sikap, yaitu dapat mengubah sikap orang lain sehingga
bertindak sesuai dengan kehendak komunikator tanpa merasa terpaksa.
d. Hubungan sosial yang baik, yaitu menumbuhkan dan mempertahankan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi.
e. Tindakan, yaitu membuat komunikan melakukan suatu tindakan yang
sesuai dengan stimuli.10
10
Onong Uchjana Effendi, Dinamika komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992),
cet. Ke-22, h. 6.
18
Dengan demikian dalam komunikasi akan menimbulkan empat tindakan,
yaitu:
1. Membentuk pesan, artinya menciptakan sesuatu ide atau gagasan, yang
terjadi dalam benak kepala seseorang melalui proses kerja sistem syaraf.
2. Menyampaikan,
artinya
pesan
yang
telah
dibentuk
kemudian
disampaikan kepada orang lain, baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Bentuk pesannya dapat berupa pesan-pesan verbal dan non
verbal.
3. Menerima, artinya disamping membentuk dan menyampaikan pesan,
seseorang akan menerima pesan yang disampaikan oleh orang lain.
4. Mengolah, artinya pesan yang telah diterima, kemudian akan diolah
melalui sistem syaraf dan diinterpretasikan. Setelah diinterpretasikan
pesan dapat menimbulkan tanggapan atau reaksi dari orang tersebut.11
Dalam prosesnya komunikasi dibangun oleh tiga unsur yang fundamental,
yaitu orang yang berbicara/komunikator, materi pembicaraan/pesan, dan orang
yang menerima pesan/komunikan.
1) Komunikator
Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan. Komunikator
memiliki fungsi sebagai encoding yakni orang yang memformulasikan pesan atau
informasi yang kemudian akan disampaikan kepada orang lain.
Komunikator merupakan unsur yang sangat menentukan, proses komunikasi
harus memiliki persyaratan dan menguasai bentuk, model dan strategi komunikasi
11
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2007), h. 20-21.
19
untuk mencapai tujuannya. Faktor-faktor tersebut akan dapat menimbulkan
kepercayaan dan daya tarik komunikan kepada komunikator.
Syarat-syarat yang diperlukan oleh komunikator di antaranya:
a) Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikan
b) Kemampuan berkomunikasi
c) Mempunyai pengetahuan yang luas
d) Sikap
e) Memiliki daya tarik.
2) Pesan
Pesan adalah keseluruhan dari pada apa yang disampaikan oleh
komunikator. Pesan harus mempunyai inti pesan sebagai pengarah didalam usaha
mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan yang disampaikan
komunikator adalah pernyataan sebagai paduan pikiran dan perasaan, dapat ide,
informasi, keluhan, dan lain sebagainya. Pesan dapat diarahkan kepada tujuan
akhir dari komunikasi.12
Adapun pesan yang dianggap berhasil disampaikan oleh komunikator harus
memenuhi beberapa syarat berikut ini:
a) Pesan harus direncanakan (dipersiapkan) secara baik serta sesuai dengan
kebutuhan.
b) Pesan dapat menggunakan bahasa yang dimengerti kedua belah pihak.
c) Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta
menimbulkan efek.
12
Onong Uchjana Effendi, Dinamika komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992),
cet.Ke-22, h. 6.
20
3) Komunikan
Komunikan merupakan orang yang menerima pesan. Fungsinya sebagai
decoding, yaitu orang yang menginterpretasikan, menerjemahkan dan menganalisi
isi pesan yang diterimanya. Jika komunikan dapat memberikan reaksi atau umpan
balik, maka akan terjadi komunikasi dua arah.13
Dari ketiga komponen proses komunikasi tersebut merupakan satu
rangkaian aktifitas komunikasi yang tidak dapat dipisahkan,karena komunikasi
yang kita lakukan sehari-hari secara otomatis membentuk proses komunikasi yang
efektif, komunikator yang menyampaikan pesan, lalu diterima dengan baik oleh
komunikan.
3.
Bentuk-bentuk Komunikasi
Komunikasi dapat digolongkan dalam empat bentuk, yaitu komunikasi
pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa dan komunikasi medio.14
Dari empat bentuk-bentuk komunikasi diatas dalam skprsi ini hanya dipakai
tiga yaitu, komunikasi pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi medio.
1) Komunikasi Pribadi (Personal Communication)
Komunikasi pribadi, terbagi dua macam, diantaranya:
a). Komunikasi Intrapersonal
Menurut Wilbur Schrarmm, yang dikutip oleh Phil. Astrid S.
Susanto, bahwa manusia apabila dihadapi dengan suatu pesan untuk
mengambil keputusan menerima ataupun menolaknya akan mengadakan
13
Ending Lestari dan Maliki, Komunikasi yang Efektif: Bahan Ajar Diklat Prajabatan
Golongan III, (Jakarta: Lembaga Admintrasi Negara, 2003) h. 8.
14
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 7
21
terlebih dahulu suatu “komunikasi dengan dirinya”. Khususnya
menimbang untung rugi usul yang diajukan oleh komunikator.15
Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan
menggunakan perasaan yang disadari, sebaliknya komunikasi akan gagal
jika sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tindak terkontrol.
b). Komunikasi Interpersonal
Menurut Onong Uchjana Effendy, komunikasi antrapersonal adalah
komunikasi antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi jenis ini
dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau
prilaku seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan.
Komunikasi antrapersona dampaknya dapat dirasakan pada waktu itu
juga oleh pihak yang terlibat.
Hubungan
antarpersonal
adalah
hubungan
yang
langsung,
keuntungan dari padanya ialah bahwa reaksi atau arus balik dapat
diperoleh segera. Dalam hubungan antarpersonal, proses komunikasi
semakin jelas dan dalam komunikas antarpersonal, komunikan dapat
memberikan arus balik secra langsung kepada kemunikator.
2) Komunikasi Kelompok
Komunikasi
kelompok
adalah
komunikasi
antara
seseorang
(komunikator) dengan sejumlah orang (komunikan) yang berkumpul
bersama-sama dalam bentuk kelompok.16
15
16
Phil Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, h. 7
Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni, 1986), h. 5
22
Komunikasi kelompok terbagi dua, yaitu:
a) Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi kelompok kecil adalah kelompok komunikan yang
dalam situasi komunikasi terdcapat kesempatan untuk memberi
tanggapan secara verbal dengan lain perkataan dalam komunikasi
kelompok kecil. Komunikator dapat melakukan komunikasi intrapersonal
dengan salah satu anggota kelompok.17 Banyak kalangan menilai
komunikasi kelompok kecil ini sebagai tipe komunikasi antarpribadi
karena pertama, anggota-anggotanya terlibat dalam suatu proses
komunikasi yang berlangsung secara tatap muka. Kedua, pembicara
berlangsung secara terpotong-potong dimana semua peserta bisa
berbicara dalam kedudukan yang sama, dengan kata lain tidak ada
pembicara tunggal yang mendominasi situasi. Dan ketiga, sumber dan
penerima sulit diidentifikasi, dalam artian semua anggota bisa menjadi
sumber dan juga sebagai penerima.
Dalam situasi kelompok kecil, seorang komunikator haruslah
memperhatikan umpan balik dari komunikan sehingga ia dapat segara
mengubah gaya komunikasinya. Karena komunikasi kelompok kecil
bersifat tatap muka, maka tanggapan komunikan dapat segara diketahui.
b) Komunikasi Kelompok Besar
Komunikasi kelompok besar adalah proses komunikasi dimana
pesan-pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di
depan khalayak yang lebih besar.
17
Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 88
23
Komunikasi kelompok besar mempunyai ciri-ciri yaitu: dalam
komunikasi ini penyampaian pesan berlangsung secara continue, dapat
diidentifikasi sikap yang pembicara dan siapa pendengarnya. Interkasi
antara sumber dan penerima sangat terbatas, dan jumlah khalayak
relative besar. Sumber sering kali tidak dapat mengidentifikasi satu
persatu pendengarnya.
c) Komunikasi Medio
Komunikasi medio adalah komunikasi yang maknanya sama dengan
media umum yaitu media yang dapat digunakan oleh segala bentuk
komunikasi. Contohnya surat, telepon dan lain sebagainya. 18
4.
Pengertian Strategi Komunikasi
Strategi Komunikasi adalah paduan antara perencanaan komunikasi dengan
manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu adanya strategi komunikasi yang mampu menunjukkan
bagaimana operasionalnya secara praktis harus dilakukan. Dalam arti kata bahwa
pendekatan bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi.19
Dengan demikian strategi komunikasi adalah keseluruhan perencanaan, taktik,
cara
yang
akan
dipergunakan
guna
melancarkan
komunikasi
dengan
memperhatikan segala aspek yang ada pada proses komunikasi untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Dalam strategi komunikasi, peran komunikator sangatlah penting. Strategi
haruslah bersifat dinamis, sehingga komunikator sebagai pelaksana dapat segera
mengadakan perubahan jika ada suatu faktor yang mempengaruhi proses
18
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 34-35.
Onong Uchjana Effendi, Dinamika komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002),
cet. Ke-6, h. 28.
19
24
pencapaian kesuksesan. Begitupun dengan komunikan yang memiliki kemampuan
dan strategi untuk melakukan perubahan sikap, pendapat, dan tingkah laku
komunikasinya melalui daya tarik. Jika seorang komunikator menyampaikan
keinginannya dengan baik dan komunikan merasa ada kesamaan tujuan, maka
akan menimbulkan ketertarikan dan rasa simpatik dari komunikan kepada
komunikator sebagai peran utama dari sebuah strategi komunikasi.20
5.
Strategi Komunikasi Pendidikan
Ada banyak strategi dalam proses pembelajaran, strategi-strategi tersebut di
antaranya ceramah, diskusi kelas, kerja kelompok, dan kegiatan berbasis sumber
belajar. Pada semua strategi tersebut, komunikasi efektif guru penting untuk
pembelajaran.
a)
Guru sebagai Penceramah
Ceramah merupakan strategi yang paling sering digunakan guru dalam
komunikasi pembelajaran. Akan tetapi ceramah juga dipandang metode
pembelajaran yang kurang efektif karena siswa diposisikan pasif, hanya
menyimak dan kurang mendorong kegiatan tahap pembelajaran tingkat tinggi
seperti aplikasi analasis atau evaluasi. Dengan demikian guru perlu memiliki
pengetahuan dan mengkomunikasikannya dengan cara yang mudah dipahami.
Materi ceramahnya terorganisasi sehingga mudah diikuti, menarik, sesuai dengan
konteks siswa.21
20
Onong Uchjana Effendi, Dinamika komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002),
cet. Ke-6, h. 29.
21
Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 76.
25
b)
Guru sebagai Moderator
Salah satu ciri kelas yang efektif adalah adanya interaksi positif antara guru
dengan murid serta diantara sesama siswa. Peran guru di kelas yang interaktif
adalah sebagai moderator, dan guru tersebut perlu memiliki keterampilan
sehingga menjadi moderator yang baik.
c)
Dalam
Guru sebagai Manajer
membangun
suasana
belajar
dan
mengefektifkan
proses
pembelajaran, biasanya guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok
belajar. Siswa yang belajar dalam kelompok biasanya terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran, melatih, dan meningkatkan kemampuan siswa dalam
komunikasi interpersonal, dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran.
Sebagai manajer sumber belajar, guru memutuskan komposisi tugas
kelompok dan cara siswa dikelompokkan. Guru mengatur komposisi siswa yang
ada dalam satu kelompok sehingga siswa yang berada dalam kelompok cukup
beragam yakni siswa yang berkemampuan diatas rata-rata, rata-rata, dan dibawah
rata-rata. Tujuannya agar menjaga keseimbangan interaksi antarkelompok.22
d)
Guru sebagai Kordinator dan Inovator
Komunikasi pembelajaran tidak hanya membutuhkan kemampuan verbal
dalam berkomunikasi, tetapi juga kemampuan mendesain sumber belajar dan
media pembelajarannya. Bagi guru yang kreatif dan inovatif, apa saja yang ada di
kelas bisa menjadi alat bantu pembelajaran. Di era digital seperti sekarang, ada
banyak hal yang bisa dijadikan sebagai sumber belajar dan alat bantu
22
Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 76-77.
26
pembelajaran seperti email, jejaring sosial, dan blog. Keberadaan media tersebut
memudahkan guru mengkomunikasikan pembelajaran.23
6.
Teori Interaksi Simbolik
Setelah melihat penjelasan diatas mengenai strategi komunikasi dan
bentuknya, penulis meninjau teori yang sesuai dengan bahasan apa yang akan
diteliti. Selama penelitian berlangsung, penulis melihat adanya interaksi yang
baik antara guru dengan murid tunagrahita ketika berkomunikasi dalam kegiatan
belajar mengajar. Selain guru berbicara langsung terhadap muridnya, guru juga
menggunakan gambar dan sistem isyarat bahasa Indonesia yang digunakan untuk
anak berkebutuhan khusus. Ini artinya ada interaksi yang dibentuk oleh guru
dengan murid tunagrahita dengan menggunakan simbol-simbol tertentu baik itu
berupa gambar/mimik tubuh seorang guru. Sehingga teori yang digunakan dalam
penelitian yang berjudul Strategi Komunikasi Dalam Penanaman Nilai-nilai
Pendidikan Agama Pada Anak Penyandang Tunagrahita di SLB Tunas
Kasih I Kabupaten Bogor yaitu teori interaksi simbolik. Jadi, setiap makna
yang dibentuk dan dimiliki oleh anak tunagrahita itu sesuai dengan lambang atau
simbol yang diterima dari komunikator ketika mereka saling berinteraksi.
Teori interaksi simbolik dikembangkan oleh George Herbert Mead. George
Herbert Mead memiliki pemikiran orisinal dan melakukan kontribusi penting bagi
ilmu sosial dengan memperkenalkan perspektif teoritis yang kemudian dikenal
sebagai interaksioinisme simbolik atau symbolic interactionis.24George Herbert
Mead mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil dari interaksi diantara
23
Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 77.
24
Muhammad Budyatna dan Lelia Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2011), cet. I, h. 189-190.
27
manusia, baik secara verbal maupun non verbal. Ide dasar teori ini menyatakan
bahwa lambang atau simbol kebudayaan dipelajari melalui interaksi, orang
memberi makna terhadap segala hal yang akan mengontrol sikap mereka. Teori
ini memfokuskan perhatiannya pada cara-cara yang digunakan manusia untuk
membentuk makna dan struktur masyarakat melalui percakapan.25
Perilaku manusia dapat dimengerti dengan mempelajari bagaimana para
individu memberi makna pada informasi simbolik yang mereka pertukarkan
dengan pihak lain. Interaksi simbolik didasarkan pada pemikiran bahwa para
individu bertindak terhadap objek atas dasar pada makna yang dimiliki objek itu
bagi mereka.26
Ada sejumlah asumsi pokok dari teori Interaksi Simbolik:
1. Individu dilahirkan tanpa memiliki konsep diri. Konsep diri dibentuk dan
berkembang melalui komunikasi dan interaksi sosial.
2. Konsep diri terbentuk ketika seseorang bereaksi terhadap orang lain dan
melalui persepsi atau perilaku tersebut.
3. Konsep diri, setelah mengalami perubahan, menjadi motif dasar dari
tingkah laku.
4. Manusia
adalah
makhluk
yang
unik
karena
kemampuannya
menggunakan dan mengembangkan simbol untuk keperluan hidupnya.
5. Manusia bereaksi terhadap segala sesuatu tergantung bagaimana ia
mendefinisikan sesuatu tersebut.
25
Morissan, M.A., Teori Komunikasi Massa, (Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2010), h. 126
Muhammad Budyatna dan Lelia Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2011), cet. Ke-1, h. 189-190.
26
28
6. Makna merupakan kesepakatan bersama di lingkungan sosial sebagai
hasil interaksi.27
Dengan demikian semakin sering kita berinteraksi melaui simbol yang
berupa kata, gerak tubuh, peraturan, dan peran dengan suatu lingkungan atau
suatu masyarakat, kita akan dapat memaknai dan menginterpretasikan lingkungan
tersebut.
B.
Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam
1.
Pengertian Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam
Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan.28 Sedangkan pengertian dari nilai-nilai agama islam itu sendiri
merupakan sifat-sifat atau hal-hal yang melekat dalam agama islam yang
digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup yaitu mengabdi
kepada Allah SWT, dan nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak
kecil karena pada masa itulah yang tepat untuk menanamkan prilaku yang baik.
Sebelum melangkah pada pengertian pendidikan Islam akan dibahas arti
pendidikan terlebih dahulu. Menurut H. M. Arifin, pendidikan adalah usaha orang
dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta
kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non
formal.29
27
Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. Ke-1,
hal. 150.
28
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa indonesia Edisi Kedua,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 690.
29
H. M. Arifin, Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 12.
29
Adapun Ahmad D. Marimba mengartikan pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.30
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terperinci, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk
dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan,
pengalaman, intelektual, dan keberagaman orang tua (pendidik) dalam kandungan
sesuai dengan fitrah manusia agar dapat berkembang sampai pada tujuan yang
dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian
yang utama.
Terkait dengan pengertian pendidikan agama islam menurut Nur Uhbiyati
adalah bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada terdidik dalam masa
pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim. Nur Uhbiyati juga mengutip
pendapatnya Ahmad D Marimba yang mengartikan pendidikan Agama Islam
adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama
Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.31
Dari sekian banyak pengertian pendidikan Islam yang dapat kita petik, pada
dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada
tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia
berdasarkan hukum-hukum Islam hingga terbentuknya manusia ideal yang
berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat
mencapai kebahagiaan dunia dan di akherat.
30
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: PT. Al-maarif, 1989), h.
31
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1996), h. 11.
19.
30
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan nilai-nilai pendidikan Islam
adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang
digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu
mengabdi kepada Allah SWT. Dan nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak
sejak kecil, karena pada masa itulah yang tepat utuk menanamkan kebiasaan yang
baik padanya.
Pokok-pokok pendidikan agama islam yang harus ditanamkan pada anak
didik yaitu, keimanan, kesehatan, dan ibadah.
1. Keimanan (Aqidah Islamiyah)
Iman adalah kepercayaan yang terhujam dalam hati dengan penuh
keyakinan, tak ada perasaan ragu-ragu serta mempengaruhi orientasi kehidupan,
sikap, dan aktivitas keseharian.
Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati
dan mengamalkan dengan anggota badan.32 Pendidikan keimanan termasuk aspek
pendidikan yang patut mendapat perhatian pertama dan utama dari orang tua dan
iman merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang.
Pembentukan iman harus diberikan pada anak sejak kecil, sejalan dengan
pertumbuhan kepribadiannya. Nilai-nilai keimanan harus dimulai diperkenalkan
pada anak dengan cara:
32
Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agam Islam dan Pondok Pesantren, Aqidah
Akhlak”rukun iman”, (Jakarta Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam dan Pesantren,
2004), h. 1.
31
a. Memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya
b. Memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui
kisah-kisah teladan
c. Memperkenalkan ke-Maha Agungan Allah SWT.33
Anak berkebutuhan khusus juga perlu diajarkan tentang keimanan seorang
muslim. Nilai-nilai keimanan yang dikenalkan atau diajarkan di sekolah anak
berkebutuhan khusus harus sesuai juga dengan kemampuan anak didiknya. Mulai
dari mengetahui nama Tuhan dan Rasul-Nya, mengetahui siapa pencipta alam
raya ini, dan mengetahui ke-Maha Agungan Allah SWT, merupakan hal kecil
yang wajib mereka ketahui sejak dini.
2. Kesehatan
Kesehatan adalah masalah penting dalam kehidupan manusia, terkadang
kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang biasa dalam dirinya. Orang baru sadar
akan pentingnya kesehatan bila suatu saat dirinya atau keluarganya sakit. Dengan
kata lain arti kesehatan bukan hanya terbatas pada pokok persoalan sakit,
kemudian dicari obatnya.
Kesehatan dibutuhkan setiap orang, apalagi orang-orang Islam. Dengan
kesehatan aktifitas keagamaan dan dunia dapat dikerjakan dengan baik. Orang
bekerja memerlukan tubuh yang sehat, begitu juga dalam melaksanakan ibadah
kepada Allah SWT. Semua aktifitas didunia memerlukan kesehatan jasmani dan
rohani. Mengingat pentingnya kesehatan bagi umat Islam apalagi dalam era
modern seperti sekarang ini banyak sekali penyakit baru yang bermunculan. Maka
33
M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2002), cet. Ke-2, h. 176.
32
perlu kiranya bagi orang tua muslim untuk lebih memperhatikan anak-anaknya
dengan memasukkan pendidikan kesehatan sebagai unsur pokok.
Usaha penanaman kebiasaan hidup sehat dapat dilakukan dengan cara
mengajak anak gemar berolahraga, memberikan keteladanan dalam menjaga
kebersihan diri dan lingkungan serta memberikan pengetahuan secukupnya
tentang pentingnya kebersihan. Ajaran Islam sangat memperhatikan tentang
kebersihan dan kerapihan umat setiap anak harus diajarkan hidup yang bersih,
karena Allah SWT menyukai orang-orang yang bersih.34
Dengan demikian Islam menganjurkan agar orang tua menjaga kesehatan
anak dimulai sejak dini atau masih bayi, karena membiasakan hidup bersih dan
sehat dapat dibiasakan sejak kecil. Maka mulailah membangun hidup sehat dan
bersih sejak anak dilahirkan dan terus dididik hingga menjadi kebiasaan dalam
hidupnya.
3. Ibadah
Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang muslim dalam meyakini dan
mempedomani aqidah Islamiyah. Sejak dini anak-anak harus diperkenalkan
dengan nilai-nilai ibadah dengan cara:
a) Mengajak anak ke tempat ibadah.
b) Memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah.
c) Memperkenalkan arti ibadah.
34
M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2002), cet. Ke-2, h. 176.
33
Pendidikan anak dalam beribadah dianggap sebagai penyempurna dari
pendidikan aqidah. Karena nilai ibadah yang didapat dari anak akan menambah
keyakinan kebenaran ajarannya. Semakin tinggi nilai ibadah yang ia miliki maka
akan tinggi nilai keimanannya. Ibadah merupakan penyerahan diri seorang hamba
pada Allah SWT. Ibadah yang dilakukan secara benar sesuai dengan syari’at
Islam merupakan implementasi secara langsung dari sebuah penghambaan diri
pada Allah SWT.
Manusia merasa bahwa ia diciptakan di dunia ini hanya untuk menghamba
kepada-Nya, pembinaan ketaatan ibadah pada anak juga dimulai dalam keluarga
kegiatan ibadah yang dapat menarik bagi anak yang masih kecil adalah yang
mengandung gerak. Anak-anak suka melakukan solat, meniru orang tuanya
kendatipun ia tidak mengerti apa yang dilakukannya itu. Ibadah bagi anak akan
membiasakan melaksanakan kewajiban.35
Ibadah dalam Islam bertujuan membawa manusia agar selalu ingat kepada
Allah, oleh karena itu ibadah merupakan tujuan hidup manusia diciptakan-Nya
dimuka bumi. Ibadah yang dimaksud adalah ibadah dalam arti umum dan khusus,
yaitu segala amalan yang diizinkan Allah SWT dan ibadah yang segala sesuatunya
tetlah ditetapkan Allah SWT. Salah satu kewajiban yang dapat dilihat dalam
kehidupan sehari-hari adalah sholat lima waktu. Orang tua wajib mendidik anakanaknya melaksanakan solat. Orang tua dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan
ibadah pada anak dan berharap kelak ia akan tumbuh menjadi insan yang tekun
beribadah secara benar sesuai ajaran Islam.
35
M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2002), cet. Ke-2, h. 176.
34
2. Metode Pendidikan Agama
Kata metode berasal dari dua kata, yaitu meta berarti melalui, dan hodos
yang berarti jalan atau cara. Metode berarti cara atau jalan yang harus dilalui
untuk mencapai sutu tujuan. Menurut Abuddin Nata, metode pendidikan Islam
adalah jalan untuk menanamkan pengetahuan Islam pada diri seseorang sehingga
terlihat dalam dalam pribadi sasaran, yaitu pribadi Islami.36
Dalam menyampaikan materi pendidikan Islam, Alquran menawarkan
berbagai macam pendekatan metode, diantaranya:
a. Metode teladan
Metode ini dilakukan dengan cara memberi contoh berupa tingkah laku,
sifat, dan cara berfikir.
b. Metode pembiasaan
Metode pembiasaan dilakukan dengan membiasakan melakukan sesuatu
secara bertahap termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan tidak
sesuai dengan norma susila. Metode ini perlu ditanamkan sejak anak masih kecil,
karena kebiasaan akan tertanam kuat dan sulit berubah.
c. Metode nasehat
Nasehat adalah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan. Dengan
memberi nasehat, pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik pada anaknya.
36
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 78.
.
35
d. Metode motivasi
Metode ini banyak digunakan oleh masyarakat luas. Alquran juga
menggunakan metode ini ketika menggambarkan surga dengan kenikmatannya
dan neraka dengan kepedihan siksanya, serta melipatgandakan pahala bagi orang
yang melakukan amal baik dan membalas keburukan dengan keburukan yang
setimpal.
e. Metode hukuman
Metode ini merupakan metode terburuk, karena membuat anak menjadi
patah semangat. Akan tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan.37
3. Metode Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita
Dalam penanaman nilai-nilai agama yang diajarkan pada anak tunagrahita
memiliki banyak hambatan, berdasarkan atas kemampuan mental dan adaptasi
sosial, maka siswa penyandang tunagrahita memerlukan pendidikan khusus.
Mereka sulit mengikuti pendidikan sekolah dasar bersama siswa-siswa normal,
sehingga perlu adanya metode pendidikan Islam untuk anak berkebutuhan khusus,
yaitu diantaranya:
1. Metode ceramah
Metode ceramah ialah cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara
lisan atau penjelasan secara langsung kepada sekelompok siswa. Dengan kata lain
dapat pula diartikan bahwa metode ceramah adalah suatu cara penyajian atau
penyampaian informasi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru
37
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 78.
36
terhadap peserta didiknya. Metode ceramah banyak dipakai, karena mudah
dilaksanakan. Nabi Muhammad dalam memberikan pelajaran terhadap umatnya
banyak mempergunakan metode ceramah disamping metode lain.
2. Metode tanya jawab
Metode tanya jawab ialah suatu cara mengajar seorang guru mengajukan
beberapa pertanyaan kepada murid tentang pelajaran yang telah diajarkan atau
bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berpikir diantara
murid-murid.38
3. Tugas
Tugas adalah suatu pekerjaan yang harus dilakukan baik tugas datangnya
dari orang lain maupun dari dalam diri kita sendiri. Di sekolah biasanya datang
dari guru atau kepala sekolah. Tugas ini biasanya bersifat edukatif dan bukan
berunsur pekerjaan.
4. Belajar
Perubahan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh apa yang dimiliki
seseorang itu seperti: sifat, pengalaman, pengetahuan, keterampilan, keadaan
jasmaniah, dan juga dipengaruhi oleh lingkungan. Hasil belajar dipengaruhi pula
oleh motif bahan yang dipelajari dengan mempergunakan alat-alat, waktu, cara
belajar, dan sebagainya.
38
Ramayulis, Metode Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 245-285.
37
5. Resitasi
Resitasi adalah penyajian kembali sesuatu yang sudah dimiliki, diketahui,
atau dipelajari. Metode ini sering disebut metode pekerjaan rumah.
6. Metode demonstrasi
Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk menggambarkan suatu
cara mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu keja fisik atau
pengoprasian peralatan barang atau benda. Dalam mengajarkan praktek-praktek
agama, Nabi Muhammad sebagai pendidik agung banyak mempergunakan metode
ini, seperti mengajarkan cara berwudhu, sholat, haji, dan sebagainya. Seluruh
cara-cara ini dipraktekkan oleh Nabi ketika menerangkan sesuatu hal kepada
umatnya.39
7. Mengajar beregu
Mengajar beregu ialah suatu sistem mengajar yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih dalam mengajar sejumlah peserta didik yang mempunyai perbedaan
minat, kemampuan atau tingkat kelas.
8. Metode latihan
Metode latihan dimaksudkan untuk memperoleh ketangkasan atau
keterampilan latihan terhadap apa yang dipelajari, karena hanya dengan
melakukan secara praktis suatu pengetahuan dapat disempurnakan.
39
Ramayulis, Metode Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 245-285..
38
9. Metode karya wisata.
Metode karya wisata adalah metode pengajaran yang dilakukan dengan
mengajak siswa keluar kelas untuk mengunjungi suatu tempat yang ada kaitannya
dengan pokok bahasan. Sebelum keluar, guru memberitahu aspek-aspek yang
harus diperhatikan siswa.40
C.
Gambaran Umum Tentang Anak Berkebutuhan Khusus
1.
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kelainan fisik,
mental, tingkah laku (behavioral) atau inderanya memiliki kelainan yang
sedemikian sehingga untuk mengembangkan secara maksimum kemampuannya
(capacity) membutuhkan pendidikan luar biasa.41 Mereka memiliki hak yang
sama dengan anak normal untuk tumbuh dan berkembang ditengah lingkungan
keluarga, maka sekolah luar biasa harus dikemas dan dirancang sedemikian rupa
sehingga program dan layanannya dekat dengan lingkungan ABK.
Anak berkebutuhan khusus dapat dibagi kedalam dua kelompok untuk
keperluan pendidikan luar biasa, yaitu:
1. Masalah dalam Sensorimotor.
Anak yang memiliki kelainan sensorimotor secara umum lebih mudah
diidentifikasi dan menemukan kebutuhannya dalam pendidikan, karena efek
terhadap kemampuan melihat, mendengar, dan bergeraknya. Sebagian besar anak
40
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
2002), h. 53-55.
41
Hargio Santoso, Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus,
(Yogyakarta: Goysen Publishing, 2012), h. 4.
39
yang mengalami masalah dalam sensorimotor dapat belajar dan bersekolah
dengan baik seperti anak yang tidak mengalami kelainan.
Tiga jenis kelainan yang termasuk masalah sensorimotor, yaitu:
a. Hearing disonders (kelainan pendengaran/tunarungu)
b. Visual impairment (kelainan penglihatan/tunanetra)
c. Physical disability (kelainan fisik/tunadaksa)
2. Masalah dalam belajar dan tingkah laku.
Kelompok Anak Berkebutuhan Khusus yang mengalami masalah belajar
adalah:
a. Intellectual disability (keterbelakangan mental/tunagrahita)
b. Learning disability (ketidakmampuan belajar/kesulitan belajar khusus)
c. Behaviour disonders (anak nakal/tunalaras)
d. Giftet dan talented (anak berbakat)
e. Multy handicap (cacat lebih dari satu/tunaganda)42
Penyebab umum terjadinya kelainan pada anak berkebutuhan khusus
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Pre Natal (sebelum kelahiran)
Didalam kandungan sebelum kelahiran dapat terjadi disaat konsepsi atau
bertemunya sel sperma dari bapak bertemu dengan sel telur ibu, atau juga dapat
terjadi pada saat perkembangan janin dalam kandungan. Kejadian tersebut
disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor genetik dan keturunan.
42
Hargio Santoso, Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus,
(Yogyakarta: Goysen Publishing, 2012), h. 5-6.
40
Penyebab kelainan prenatal dari faktor eksternal dapat berupa benturan pada
kandungan ibu, jatuh sewaktu hamil, atau akibat makanan atau obat yang
menciderai janin dan sebagainya.
2. Natal (saat kelahiran)
Penyebab kelainan pada anak bisa terjadi pada saat ibu sedang melahirkan
menjadi misalnya kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, infeksi karena ibu
mengidap Sepilis dan sebagainya.
3. Post natal (setelah diluar kandungan)
Kelainan yang disebabkan oleh faktor-faktor setelah anak ada diluar
kandungan. Ini dapat terjadi karena kecelakaan, bencana alam, sakit, keracunan,
dan sebagainya.43
Klasifikasi pendidikan bagi anak berkelainan adalah sebagai berikut:
a) SLB A untuk kelompok anak tunanetra.
b) SLB B untuk kelompok anak tunarungu.
c) SLB C untuk kelompok anak tunagrahita.
d) SLB D untuk kelompok anak tunadaksa.
e) SLB E untuk kelompok anak tunalaras.
f) SLB F untuk kelompok anak dengan kemampuan diatas rata-rata
g) SLB G untuk kelompok anak tunaganda.44
43
Hargio Santoso, Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus,
(Yogyakarta: Goysen Publishing, 2012), h. 6-7.
44
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), h. 31.
41
2.
Pengertian Tunagrahita
Anak Tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual
di bawah rerata. Selain itu juga mengalami hambatan terhadap perilaku adaptif
selama masa perkembangan hidupnya dari 0 tahun hingga 18 tahun, sesuai dengan
batasan dari American Asociation on Mental Deficiency (AAMD).45 Tunagrahita
sering disebut juga dengan keterbelakangan mental (retardasi mental).
Tunagrahita atau cacat mental adalah mereka yang memiliki kemampuan
intelektual (IQ) dan keterampilan dibawah rata-rata teman seusianya.46
Menurut AAMR (American Assosiation on Mental Retardartion) adalah
keterbelakangan mental menunjukkan adanya keterbatasan dalam fungsi
intelektual yang dibawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada
dua atau lebih dari keterampilan adaftif seperti komunikasi, merawat diri sendiri,
keterampilan sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu luang dan
lain-lain. Keadaan ini tampak sebelum usia 18 tahun.47
Sedangkan menurut ICD WHO Geneve, retardasi mental adalah suatu
keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap yang ditandai
oleh
adanya
hendaya
(Impairment),
keterampilan
(skill)
selama
masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensi, yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.48
45
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT. Refika
Aditama,2006), h.15.
46
Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), cet.
Ke-1, h. 102.
47
Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Luar Biasa, (Jakarta: LPSP 3 UI, 1998),
cet. Ke-1, h. 102.
48
Lumbantobing, Anak Dengan Mental Terbelakang, (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI), h. 2.
42
3.
Karakteristik Tunagrahita
Karakteristik anak dengan hendaya perkembangan (tunagrahita), meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial, dan emosional sama seperti
anak-anak yang tidak menyandang tunagrahita.
b. Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali
melakukan kesalahan (expectancy for filure).
c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi
kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness).
d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.
e. Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social
behavioral).
f. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar.
g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.
h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik.
i. Kurang mampu untuk berkomunikasi.
j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak.
k. Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya gejala-gejala
depresif.49
Drs. Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih di dalam bukunya yang berjudul
“Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa SPG/SPO/KPG” menyebutkan ciri-ciri anak
tunagrahita dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
49
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT. Refika
Aditama,2006), h.17.
43
a. Ciri-ciri jasmaniah anak tunagrahita.
1. Anak tunagrahita ringan.
Keadaan fisik anak tunagrahita ringan (mampu didik) pada umumnya masih
sama dengan anak normal maupun anak lambat belajar. Bentuk kepala, mata,
hidung, bentuk tubuhnya tidak ada bedanya. Jadi, dengan melihat keadaan fisik
saja tidak dapat membedakan mana anak yang mampu didik, mana anak yang
menentukan seseorang anak itu tergolong mampu didik setelah mengadakan
observasi dan tes psikologi.50
2. Anak tunagrahita sedang.
Keadaan fisik anak mampu latih (tunagrahita sedang) pada umumnya
berbeda dengan anak normal. Letak perbedaannya mungkin pada kepala, mata,
bentuk muka, mulut, dan pada bentuk badannya. Ada yang tubuhnya kecil, bentuk
mukanya bulat telur, bibirnya tebal dan selalu terbuka, kadang-kadang air liurnya
selalu keluar, serta adapula yang kepalanya lebih besar dari kepala anak normal
dan tidak seimbang dengan badannya. Para guru SLB-C dan para pengasuh yang
sudah berpengalaman akan dengan mudah mengenal anak mampu latih.
3. Anak tunagrahita berat.
Keadaan fisik anak perlu rawat (tunagrahita berat) seperti halnya anak
mampu latih. Beda dengan anak mampu didik dan anak lambat belajar, bahkan
perbedaannya lebih menonjol. Orang awam akan dapat membedakan anak perlu
dirawat daripada anak normal. Akan tetapi, mereka tidak akan mengerti bahwa
anak itu tergolong anak perlu rawat yang diketahuinya bahwa anak itu gila.
50
Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa
SPG/SPO/KPG, (Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988), cet. Ke-1, h. 42-44.
44
b. Ciri-ciri rohaniah/mental/intelektual anak tunagrahita.
1. Anak tunagrahita ringan.
Kemampuan berfikir anak tunagrahita ringan (mampu didik) lebih rendah
dibandingkan dengan kemampuan berfikir anak lambat belajar, sehingga mereka
selalu mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu masalah, walaupun masalah
itu
sederhana,
perhatian
dan
ingatannya
lemah.
Mereka
tidak
dapat
memperhatikan sesuatu hal dengan serius dan lama, sebentar saja perhatiannya
akan berpindah kepada soal lain. Apalagi dalam hal memperhatikan pelajaran
mereka lekas jemu. Pada umumnya mereka mampu mengingat peristiwa 3 bulan
yang lalu, mereka hanya mampu mengingat kurang lebih 10% dari bahan bacaan
yang telah dibaca sebanyak dua kali itupun lekas lupa.51
2. Anak tunagrahita sedang.
Kemampuan berfikir anak tunagrahita sedang(mampu latih) sangat rendah
sehingga tidak mampu melihat suatu masalah. Terhadap masalah yang sederhana
saja mereka akan mengalami kesulitan. Anak usia 6 tahun tidak mampu
menghitung 1-5, pada umumnya mereka hanya mampu menghitung 1-2 saja dan
juga tidak dapat menyebutkan nama-nama saudara-saudaranya secara lengkap.
Sudah jelas tidak akan mampu menyebutkan nama-nama anggota badannya
sendiri, perhatian, dan ingatannya sangat lemah dapat dikatakan mereka hanya
hidup pada saat ini. Masa lampau hampir terlupakan sama sekali, hanya sedikit
yang dapat diingat. Mereka tidak mempunyai imajinasi untuk masa yang akan
51
Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa
SPG/SPO/KPG, (Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988), cet. Ke-1, h. 42-44.
45
datang dan dalam proses belajar-mengajar di sekolah apa yang diajarkan guru
pada pagi hari akan terlupakan pada sore hari.52
3. Anak tunagrahita berat
Kemampuan berfikir anak tunagrahita berat (perlu rawat) hampir tidak ada.
Biarpun sudah berusia 15 tahun anak itu tidak dapat berhitung, tidak dapat melihat
suatu masalah sehingga segala sesuatu dibiarkan dengan acuh tak acuh. Biar lapar
itu hanya dapat merasakan perutnya lapar tetapi tidak mengerti lapar itu dan
bagaimana meminta makanan.
Ingatan anak perlu rawat sangat lemah hampir tidak mampu lagi
mengungkap kesan-kesan dari apa yang dilihat/didengar. Mereka sulit untuk
menirukan sesuatu kata yang panjang. Misalnya disuruh menirukan kata Indonesia
tetapi yang terucapkan enak, karena anak itu baru mengucap kata enak.
c. Ciri-ciri sosial anak tunagrahita
1. Anak tunagrahita ringan
Keadaan sosial anak tunagrahita ringan mengalami hambatan, mereka
kurang dapat mengendalikan diri, hal ini dikarenakan terbatasnya kemampuan
mereka. Karena mereka tidak mampu mempertimbangkan baik dan buruk, boleh
dan tidak boleh. Mereka tidak dapat menghayati norma-norma sosial yang berlaku
didalam masyarakat, pada umumnya anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan
dalam penyesuaian diri dengan masyarakat luas, mereka hanya mampu
menyesuaikan diri dengan saudara-saudaranya didalam keluarga dan temantemannya.
52
Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa
SPG/SPO/KPG, (Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988), cet. Ke-1, h. 45-48.
46
Anak tunagrahita ringan masih mampu menghitung uang dalam pecahan
mata uang yang kecil, menghitung jual-beli makanan di sekolah masih dapat
dilakukan tetapi mereka tidak akan dapat belajar di pasar/di toko.
2. Anak tunagrahita sedang
Anak tunagrahita ringan dan sedang tidak dapat mengendalikan diri, apa
yang diinginkannya dan dilakukannya mereka tidak mempertimbangkan baik
buruk, sopan dan tidak sopan, untung-rugi, suka mengganggu temannya, tetapi
kalau ia diganggu akan lekas marah. Sehingga sering terjadi pertengkaran, hampir
setiap hari di SLB-C ada anak yang menangis karena tidak dapat mengendalikan
dirinya maka pada umumnya anak tunagrahita sedang tidak dapat menyesuaikan
diri dalam pergaulan sosial.53
Pada umumnya sikap dan tingkah lakunya lebih lamban bila dibandingkan
dengan anak tunagrahita ringan. Akan tetapi, ada kalanya terjadi sebaliknya.
Banyak gerakan-gerakan anggota tubuhnya tidak terkendali, kadang-kadang
suaranya juga tidak terkendali, bahkan mereka bicara semaunya.
3. Anak tunagrahita berat
Anak tunagrahita berat tingkah lakunya tidak wajar, oleh karena tidak ada
dorongan untuk meniru dan tidak dapat menanggapi suatu masalah. Maka
sikapnya diam saja, hidupnya kosong tanpa gairah sedikitpun. Biasanya gerakangerakan yang dilakukan hanya untuk memenuhi kepuasan atau untuk mencapai
kenikmatan, kalau dengan mengerak-gerakkan salah satu kakinya terasa nikmat,
maka ia akan terus menggerak-gerakkan kaki itu.
53
Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa
SPG/SPO/KPG, (Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988), cet. Ke-1, h. 49-52.
47
Ada suatu dugaan dari sementara orang bahwa dengan gejala dan tingkah
lakunya seperti diatas, anak tunagrahita berat tidak mempunyai kesadaran ruang
dan waktu, mereka tidak mengetahui dimana dan kapan suatu peristiwa atas
dirinya sendiri, kesadaran akan rasa panas dan sakit masih dimiliki. Buktinya jika
dikenai api dapat menghindarkan diri dan jika dicubit masih merasakan
kesakitan.54
54
Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa
SPG/SPO/KPG, (Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988), cet. Ke-1, h. 49-52.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Kata “metodologi” berasal dari Yunani methodologia yang berarti “teknik”
atau “prosedur”. Metodologi sendiri merujuk kepada alur pemikiran umum atau
menyeluruh (general logic) dan gagasan teoritis (theoritic perspective) suatu
penelitian. Sedangkan kata metode menunjuk pada teknik yang digunakan dalam
sebuah penelitian seperti survey, wawancara atau observasi. 1 Maka secara umum
dapat dimengerti bahwa metode penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang
memiliki langkah-langkah yang perlu dilalui secara bertahap.
A.
Metode Penelitian
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan representatif dalampenelitian
ini, maka penulis menggunakan metode Deskriptif Analisis melalui pendekatan
kualitatif. Penelitian komunikasi kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk
memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala
komunikasi, mengemukakan prediksi-prediksi, atau menguji teori apapun, tetapi
lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran-gambaran atau pemahaman
(understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas
komunikasi terjadi.2Dimana pendekatan kualitatif ini akan mendeskripsikan atau
menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor,
sifat, serta hubungan antara fenomena yang diteliti dan data yang akan dihasilkan
berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
1
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Janis, Karakter dan Keunggulannya, (Jakarta: PT
Grasindo, 2010), h. 1.
2
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKIS, 2007), cet. Ke-1, h. 35.
48
49
Peneliti terlibat dalam penelitian dengan melakukan observasi dan
wawancara tentang kegiatan penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang
tunagrahita. Peneliti juga tidak memberikan arahan atau masukan apapun pada
guru yang bersangkutan, ataupun anak penyandang tunagrahita sendiri sebagai
objeknya. Hal ini dimaksudkan agar hasil penelitian yang didapat benar-benar
akurat sesuai yang ada di lokasi penelitian. Kegiatan keseharian yang dilakukan
oleh guru akan terlihat bagaimana sebernarnya tantangan yang dihadapi mereka
mengenai faktor penentu dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak
penyandang tunagrahita.3
B.
Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, yang
terletak di Jl. Karehkel No. 9,kecamatan Leuwiliang,kabupaten Bogor.
Dalam mendapatkan data dan hasil yang akurat, maka penulis membutuhkan
waktu yang tidak sebentar untuk melakukan penelitian langsung ke lapangan
lokasi). Adapun lamanya penelitian ini, yaitu enam bulan dimulai dari bulan
Januari 2013 hingga bulan Juli 2013
Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini didasari oleh pertimbanganpertimbangan sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian tersebut cukup strategis, sehingga mudah dijangkau.
Disamping itu juga dapat hemat biaya dan tenaga.
2. SLB Tunas Kasih ini merupakan SLB pertama dan satu-satunya di
kabupaten Bogor.
3
Lexy, J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 2007),h. 9-10.
50
3. SLB Tunas Kasih ini merupakan sarana yang signifikan untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaan kepada anak penyandang
tunagrahita.
C.
Subyek dan Objek Penelitian
Subjek peneliti adalah orang yang dapat memberikan informasi. Proses
penentuan subjek dan atau sumber data dalam penelitian kualitatif umumnya
menampilkan karateristik (1) diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar,
melainkan kasus-kasus yang tipikal sesuai dengan kekhususan masalah penelitian;
(2) tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam
jumlah maupun karateristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual
yang berkembang dalam penelitian, dan (3) tidak diarahkan pada keterwakilan
dalam arti jumlah atau peristiwa acak, melainkan dalam kecocokan konteks.4
Subyek dalam penelitian ini adalah guru sebagai komunikator yang juga
menyampaikan informasi. Dan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah
murid SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor sebagai penerima pesan/informasi.
Dengan demikian, berdasarkan pemilihan informan di atas adalah dari
kepala sekolah, pertama memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti
kemudian dianalisis, setelah itu peneliti mengembangkan informasi atas data yang
diberikan oleh subjek pertama. Kemudian subjek pertama memberikan petunjuk
atau saran siapa yang layak menjadi subjek selanjutnya berkenaan dengan data
yang diinginkan peneliti.
4
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Depok:
LPSP3 Universitas Indonesia, cet ke- 4, 2011), h. 109-110.
51
Informasi dilanjutkan oleh peneliti dalam mengumpulkan data-data untuk
dianalisis kemudian dicari persamaan dan perbedaan dalam pemberian informasi
oleh beberapa subjek tersebut diatas. Ketika dirasakan cukup dalam perolehan
data-data atas informasi yang diperlukan barulah peneliti dapat menyimpulkan apa
yang menjadi kajian peneliti.
Penetapan subjek pertama dimulai dari kepala sekolah yang merupakan guru
sekaligus pembina di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Dengan adanya
informasi tersebut bertujuan menggali informasi sebanyak-banyaknya mengenai
strategi komunikasi guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak
penyandang tunagrahita yang akan diteliti oleh peneliti sehingga mendapatkan
informasi yang mendalam. Informan terpilih sesuai dengan kriteria yang ada
antara lain: Nunung Djumarningsih, S.Pd selaku kepala sekolah, Hodijah S. Pd
selaku guru penyandang tunagrahita, Wiwit Wiriawan S.Pd selaku guru
penyandang tunagrahita, dan Sunifah selaku pembimbing kelas tunagrahita di
SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor,
Teknik informan sendiri tertuju kepada orang yang dianggap paling
mengetahui dan terlibat secara langsung pada aktivitas kegiatan belajar mengajar
dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita
berdasarkan informasi dari responden sebelumnya.
Peneliti terlibat dalam penelitian dengan melakukan observasi dan
wawancara tentang kegiatan penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang
tunagrahita. Peneliti juga tidak memberikan arahan atau masukan apapun pada
guru yang bersangkutan, ataupun anak penyandang tunagrahita sendiri sebagai
52
objeknya. Hal ini dimaksudkan agar hasil penelitian yang didapat benar-benar
akurat sesuai yang ada di lokasi penelitian. Kegiatan keseharian yang dilakukan
oleh guru akan terlihat bagaimana sebenarnya tantangan yang dihadapi mereka
mengenai upaya dan faktor penentu dalam proses penanaman nilai-nilai agama
pada anak penyandang tunagrahita.
D.
Teknik Pengumpulan data
Dalam penelitian ini, data merupakan perwujudan dari informasi yang digali
dan dikumpulkan untuk mendeskripsikan suatu peristiwa atau kegiatan lainnya.
Sehingga penulis menekankan pada observasi dan wawancara mendalam dalam
menggali data, serta menggunakan dokumentasi.
a)
Observasi
Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap
fenomena yang diselidiki.5Dalam praktik penggunaannya, metode observasi dapat
dibedakan menjadi dua jenis sesuai dengan tingkat keterlibatan peneliti dalam
atau terhadap proses penelitian yaitu, observasi dengan ikut terlibat dalam
kegiatan komunitas yang diteliti (participant observation) dan observasi tidak
terlibat (nonparticipant observation). Participant observation dibagi menjadi dua
jenis: pertama, peneliti yang melibatkan diri secara total dalam setiap proses dan
aktivitas masyarakat yang ditelitinya (total participant observation), yang kedua
peneliti ikut mengambil bagian sampai tingkat tertentu dalam kegiatan-kegiatan
5
Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, (Yogyakarta: Andi offset, 1992), cet. Ke-2 h.129.
53
penting, namun hanya sebatas melakukan pengamatan (active participant
observation).6
Observasi yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
totalparticipant observation. Peneliti akan ikut serta dalam segala kegiatan yang
terjadi disekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, khususnya pada kegiatan
belajar mengajar. Hal ini peneliti lakukan agar mengerti dan memahami fenomena
yang ada di sekolah tersebut, juga menemukan strategi komunikasi, upaya, dan
faktor penentu keberhasilan komunikasi guru dalam penanaman nilai-nilai agama.
b)
Wawancara
Disamping pengamatan, wawancara juga merupakan teknik pengumpulan
data yang sering digunakan untuk mendapatkan informasi dalam situasi praktis.
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil tatap muka antara sipenanya dan sipenjawab atau
responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara).7 Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah, guru wali kelas, serta
pembimbing kelas di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor. Maka dengan
wawancara tersebut diharapkan dapat memperoleh jawaban atau keterangan dari
responden sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan metode ini penulis gunakan
untuk mencari dan mengungkap data sedalam-dalamnya dan sebanyak-banyaknya
tentang rumusan yang digali dalam penelitian.
115.
6
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, cet. Ke-1, (Yogyakarta: LKIS, 2007), h. 114-
7
M.hajir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalis Indonesia,1985), h. 63.
54
c)
Dokumentasi
Dokumentsi merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif. Dokumentasi berasal dari kata
dokumen, yang berarti barang-barang tertulis. Maka teknik ini dapat dikatakan
sebagai teknik pengumpulan data dengan cara mencari data mengenai hal-hal
yang berupa catatan, transkrip, buku, majalah, surat kabar, prasasti, notulen rapat,
agenda, serta foto-foto kegiatan. Segala bentuk informasi dapat memperkuat data
penelitian, dan data ini juga diperoleh dari SLB Tunas Kasih I Bogor Barat.
d)
Catatan Lapangan
Catatan yang berisi tentang hal-hal yang diamati, yang oleh penulis
dianggap penting. Catatan lapangan harus dibuat secara lengkap dan deskriptif
dengan keterangan tanggal dan waktu, juga menyertakan informasi-informasi
dasar seperti di mana observasi dilakukan, siapa saja yang hadir, bagaimana fisik
lingkungan, interaksi sosial, aktifitas apa saja yang berlangsung dan lain
sebagainya.8
E.
Sumber Data
Dalam penelitian ini, yang dijadikan sumber data adalah sebagai berikut:
1.
Data Primer
Data yang diperoleh melalui observasi atau pengamatan langsung, berperan
serta, sebagai pengamat dan wawancara langsung lagi mendalam kepada
responden, yaitu dari guru dan anak penyandang tunagrahita SLB Tunas Kasih I
Kabupaten Bogor.
8
h. 135.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya ,2002),
55
2.
Data Sekunder
Data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen yang berkaitan
dengan penelitian baik dari instansi pemerintah swasta atau berbagai referensi
buku, majalah, surat kabar yang bersangkutan dalam penelitian ini.9
F.
Fokus Pertanyaan Penelitian
1. Strategi Komunikasi Guru
a. Metode komunikasi pendidikan.
b. Komunikasi verbal dan nonverbal.
c. Komunikasi langsung dan tak langsung.
2. Upaya guru dalam penanaman nilai-nilai agama
a. Materi yang diberikan kepada murid tunagrahita.
b. Metode yang digunakan pada proses penanaman nilai-nilai agama.
c. Media yang digunakan pada proses penanaman nilai-nilai agama.
G.
Teknik Analisis Data
Setelah penulis mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan,
maka dalam analisisnya teknik yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, permusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul
dari catatan-catatan lapangan. Reduksi dialakukan sejak pengumpulan data,
dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat
gugus, menulis memo, dan lain sebagainya dengan maksud menyisihkan
9
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya ,2002),
h. 135.
56
data/informasi yang tidak relevan, dan mengorganisasikan data sedemikian
rupa sehingga akhirnya data yang terkumpul dapat diverifikasi. Disini
penulis melihat terlebih dahulu mana saja data yang akan dijadikan bahan
yang akan diteliti, lalu dirangkum hingga semuanya terlihat akurat. Data
tersebut didapat dari observasi di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.
2. Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam teks naratif. Penyajian
juga dapat berbentuk matriks, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya
dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk
yang padu dan mudah dipahami. Penyajian data dimaksudkan agar penulis
dan pembaca mengerti apa yang disajikan dalam bab analisis, karena dibuat
dengan berurutan dan berbentuk narasi.
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan diakhir penelitian
kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan verifikasi, baik dari
segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh subjek
tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna yang dirumuskan peneliti dari
data harus diuji kebenaran, kecocokan, dan kekokohannya.10 Penulis
menarik kesimpulan dari data wawancara responden, tinjauan teori, dan
mencantumkan data yang sudah akurat hingga dijadikan sebagai kesimpulan
dari jawaban rumusan masalah.
Apabila seluruh data telah terkumpul maka untuk menganalisisnya
digunakan teknik analisis deskriptif,yaitu peneliti berupaya mendeskripsikan
10
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), cet. Ke-1, h. 85-87.
57
kembali data-data yang telah terkumpul mengenai persepsi dan pemahaman
tentang strategi komunikasi guru dalam penanaman nilai-nilai agama. Upaya guru
dalam proses penanaman nilai-nilai agama, serta faktor penentu keberhasilan
dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita di
SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.
Sebagaimana pandangan Bogdan Biklen menyebutkan bahwa analisis data
kualitatif ialah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting, dan menemukan
apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.11
11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya
,2002), h. 248.
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA PENELITIAN
A.
Gambaran Umum SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor
1. Sejarah Berdirinya SLB Tunas Kasih I
Berdasarkan data di kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 1987 anak
berkebutuhan khusus ada 64 orang. Berdasarkan hasil penjaringan mahasiswa
IKIP D3 jurusan PLB bersama kepala/guru SLB Sejahtera di beberapa Desa,
ditemukan anak tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita yang belum sekolah. Orang
tua belum mengerti bahwa anaknya masih bisa dikembangkan potensinya melalui
pendidikan. Tetapi jika harus menyekolahkan ke SLB Sejahtera di Jalan Gunung
Batu Bogor, mereka keberatan karena jaraknya 20 km sehingga merasa kesulitan
transportasi dan banyak dari keluarga yang tidak mampu. Jika ada SLB di
Leuwiliang, mereka mau menyekolahkan anaknya.1
Hasil penjaringan tersebut dilaporkan oleh Bapak Hanan Abidin selaku
Kepala TK Sejahtera Jl. Gunung Batu Bogor dilaporkan kepada kepala kantor
Departemen Pendidikan Kebudayaan Kecamatan Leuwiliang Bapak Anang
Supriatna BA untuk dicarikan solusinya sehingga anak berkebutuhan khusus di
Leuwiliang bisa sekolah. Kepada pengurus yayasan keluarga Sejahtera perwakilan
kabupaten Bogor dan yayasan keluarga Sejahtera Provinsi Jawa Barat dilaporkan
dan diusulkan agar didirikan SLB Sejahtera di Leuwiliang. Pengurus yayasan
keluarga Sejahtera Provinsi Jawa Barat berkeberatan karena tidak ada dana,
1
Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001.
58
59
bahkan menyarankan agar kepala SLB Sejahtera mendirikan yayasan untuk
mengelolanya.
Tindak Lanjut:
1. Masalah anak berkebutuhan khusus di Leuwiliang dikemukakan pada
rapat Kepala Sekolah Sejahtera (TK, SLB, SMP, SMA). Alhamdulillah Kepala
Sejahtera Leuwiliang akan menyediakan 1 ruang kelas untuk dipakai belajar anak
berkebutuhan khusus, selama belum memiliki gedung sendiri.
2. Dengan momentum hari anak-anak Nasional pada tanggal 23 Juli 1987
Bapak Hanan Abidin menghadap Bapak Anang Supriatna Kepala Kandepdikbud
Kecematan Leuwiliang untuk meminta izin memulai kegiatan belajar anak
berkebutuhan khusus disalah satu ruangan TK Sejahtera yang ada di komplek SD
1 Negeri dekat Kantor Kandepdikbud Kecamatan Leuwiliang.
3. Berdasarkan kerjasama, koordinasi dan bantuan Kepala Kandepdikbud
Kecamatan Leuwiliang, Kepala TK Sejahtera dan Kepala SD 1 Negeri Leuwiliang
pada hari senin awal Agustus dimulai kegiatan belajar SLB. Tetapi hari senin
calon murid tidak datang, guru yang disiapkan ada tiga orang. Pada hari selasa
murid pertama tunarungu yaitu Delia cucunya Ibu Hj. Marzuki warga setempat.
Berdasarkan peraturan bahwa sekolah swasta harus mempunyai yayasan.
Mengingat tersebut maka Bapak Hanan Abidin menghubungi beberapa pejabat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, orang tua murid, Lions Club, Liones
Club untuk menjadi pengurus yayasan.2
2
Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.
60
Adapun calon pengurus yang telah terkumpul di yayasan itu, antara lain:
1. Bapak Anang Supriatna BA Kepala Kemdepdikbud Kecamatan
Leuwiliang
2. Bapak Dudung Ijudin bagian rumah tangga Kandepdikbud Kab. Bogor
3. Bapak Ito Sasmita orang tua murid
4. Ibu Pauline Sahertian Presiden Liones Bogor
5. Bapak D. Z. Sahertian anggota Lions Club Bogor
6. Ibu Hj. Muryati anggota liones Bogor
7. Bapak Hanan Abidin Kepala SALB Sejahtera Kab. Bogor.
Setelah beberapa kali pertemuan maka terbentuklah Yayasan Tunas Kasih
pada tanggal 2 Mei 1988 dengan akta Notaris no. 1 dengan notaris Harvey t.
Sondak SH. Dan sekarang SLB Tunas Kasih I Bogor Baratterletak di Jl. Karehkel
No. 9. Kecamatan Leuwiliang,kabupaten Bogor.
Lokasinya sangat strategis karena tidak begitu jauh dari pusat kota, dan juga
mudah dijangkau oleh angkutan umum. Sehingga para murid yang berasal dari
daerah sekitar Kecamatan Leuwiliang mudah menemukannya. Dengan keadaan
geografis yang juga tenang dan jauh dari keramaian maupun polusi, sehingga
dapat mendukung proses belajar mengajar anak berkebutuhan khusus yang perlu
adanya suasana yang tenang dan damai.3
2.
Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah
Sebagai langkah awal untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pendidikan
di lembaga sekolah anak berkebutuhan khusus, perlu adanya visi dan misi yang
3
Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001.
61
merupakan gambaran visual yang dinyatakan dalam kata-kata. Adapun visi dan
misi SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor adalah:
Visi
SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor sebagai pusat dukungan layanan anak
berkebutuhan khusus dan berbasis teknologi di wilayah Kabupaten Bogor bagian
Barat tahun 2015.
Misi
Untuk mewujudkan visi sekolah ditetapkan misi sekolah sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
yang berbasis teknologi.
2. Mengembangkan nilai-nilai luhur pendidikan karakter bangsa.
3. Meningkatkan dan mengembangkan mutu tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan yang berorientasi pada kompetensi dan kecakapan hidup.
4. Menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai.
Tujuan Sekolah:
1. Membentuk peserta didik yang beriman, bertakwa, dan berkepribadian.
2. Mempersiapakan peserta didik agar mampu memiliki kecakapan hidup
dan dapat beradaptasi dengan lingkungan dan berbudaya.
3. Menciptakan lingkungan sekolah yang ramah.
4. Memiliki tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional.
Mempersiapkan peserta didik ke jenjang yang lebih tinggi dan atau
5.
memasuki dunia kerja.4
4
Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001.
62
3.
Struktur Organisasi SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor
Organisasi merupakan gambaran tentang hubungan kerjasama yang
harmonis dan didasarkan atas tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama.
Adanya struktur organisasi yang jelas, akan dapat memudahkan untuk
melaksanakan tanggung jawab yang ada dalamsuatu lembaga. Hal ini akan
bermuara pada tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga tersebut.
Keberadaan organisasi dalam suatu lembaga merupakan hal yang sangat
urgen. Dengan adanya suatu organisasi yang baik, seluruh tugas dan tanggung
jawab akan mudah dan cepat terselesaikan. Begitu juga dengan organisasi yang
ada di SLB Tunas Kasih Iyang telah jelas pembagian tugas dan tanggung jawab
masing-masing anggota sekolah tersebut, sehingga sedikit kemungkinan akan
terjadi tumpang tindih tugas dan tanggung jawab. Dengan demikian programprogram yang telah direncanakan akan berjalan dengan baik. Adapun struktur
organisasi SLB Tunas Kasih I yaitu sebagai berikut:
1. Kepala sekolah: Nunung Djumarningsih, S. Pd, M. M.
2. Bidang kurikulum: Wiwit Wiriawan, M. Pd.
3. Bidang Kesiswaan: Sri Mulyaningsih, S. Pd.
4. Bidang sarana: M. Rafli.
5. Bidang Humas: Hodijah, S. Pd.5
4.
Keadaan Tenaga Pengajar SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor
Keberadaan tenaga pengajar yang sesuai dengan bidang keilmuannya yang
diajarkan pada anak didik akan mendukung terhadap upaya peningkatan kualitas
belajar anak. Oleh karena itu SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor telah
5
Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001.
63
menetapkan tenaga pengajar yang kompeten dalam dibidangnya. Akan tetapi lebih
ditekankan pada komitmen masing-masing tenaga pengajar, karena yang paling
diperlukan dalam diri seorang pengajar terutama dalam penanganan anak
tunagrahita adalah mau menerima dan melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dengan sepenuh hati dan disertai rasa kasih sayang dan juga banyak
belajar untuk memperbanyak pengetahuan dan wawasan. Untuk mengetahui
secara jelas nama-nama tenaga pengajar yang ada di SLB Tunas Kasih 1
Kabupaten Bogor dapat dilihat pada lampiran tabel 1.
5.
Keadaan Siswa SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor
Keadaan murid tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor setiap
tahunnya mengalami penambahan, adapun untuk jumlah murid pada saat ini
mencapai 22 anak yang mengalami gangguan tunagrahita, dan latar belakangnya
rata-rata dari kalangan menengah kebawah.6 Untuk daftar nama murid tunagrahita
di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor dapat dilihat pada lampiran tabel 2.
6.
Keadaan sarana dan Prasarana SLB Tunas Kasih I Kabupaten
Bogor
Dalam proses terapi, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Akan
tetapi hal ini tidak bisa maksimal dikarenakan terbatasnya alokasi dana untuk
sarana dan prasarana, yang didalamnya termasuk alat peraga. Adapun daftar
sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor
terdapat pada lampiran tabel 3.
6
Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001.
64
B.
Hasil dan Analisa Data Penelitian
1. Bentuk strategi komunikasi yang digunakan guru dalam penanaman
nilai-nilai pendidikan agama pada anak tunagrahita.
SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor merupakan sekolah yang mencoba
untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus seperti anak penyandang
tunagrahita agar mereka dapat sekolah seperti anak-anak lain di sekolah formal.
Karena pendidikan begitu penting bagi anak normal pada umumnya juga penting
bagi anak berkebutuhan khusus agar membantu mereka dalam merubah tingkah
laku dan perkembangannya. Dalam proses penanaman nilai-nilai agama islam
untuk anak tunagrahita perlu bimbingan khusus agar mereka mudah mengerti apa
itu penanaman nilai-nilai agama islam. Sehingga komunikasi yang digunakan oleh
guru pun lebih banyak.
Setelah melakukan observasi langsung di sekolah tersebut, penulis melihat
komunikasi yang digunakan oleh guru terhadap murid tunagrahita yaitu dengan
komunikasi verbal dan non verbal. Bentuk komunikasi di sekolah tersebut juga
merupakan komunikasi kelompok kecil yaitu kelompok komunikan yang dalam
situasi komunikasi terdapat kesempatan untuk memberi tanggapan secara verbal
dengan lain perkataan dalam komunikasi kelompok kecil. Komunikator dapat
melakukan komunikasi intrapersonal dengan salah satu anggota kelompok.7
Banyak kalangan menilai komunikasi kelompok kecil ini sebagai tipe komunikasi
antarpribadi karena pertama, anggota-anggotanya terlibat dalam suatu proses
komunikasi yang berlangsung secara tatap muka. Kedua, pembicara berlangsung
secara terpotong-potong dimana semua peserta bisa berbicara dalam kedudukan
7
Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 88.
65
yang sama, dengan kata lain tidak ada pembicara tunggal yang mendominasi
situasi. Dan ketiga, sumber dan penerima sulit diidentifikasi, dalam artian semua
anggota bisa menjadi sumber dan juga sebagai penerima.
Dalam
situasi
kelompok
kecil,
seorang
komunikator
haruslah
memperhatikan umpan balik dari komunikan sehingga ia dapat segara mengubah
gaya komunikasinya. Karena komunikasi kelompok kecil bersifat tatap muka,
maka tanggapan komunikan dapat segara diketahui. Begitu juga di sekolah
tersebut, setiap guru cukup profesional dalam menyampaikan materinya kepada
murid tunagrahita karena anak tunagrahita itu perlu bimbingan khusus. Hal kecil
yang penulis lihat, guru di sekolah tersebut memberikan penjelasan secara
langsung dan tatap muka dan dibantu dengan bimbingan langsung terhadap
muridnya karena keterbatasan yang dimiliki murid tunagrahita. Ketika guru
mengetahui anak tersebut kurang memahami, ia langsung mendekati anak tersebut
dan membimbingnya satu persatu.
Komunikasi verbal yang digunakan di SLB Tunas Kasih I Kabupaten
Bogor dengan cara metode ceramah yang dilakukan oleh guru secara lisan
menjelaskan pelajaran kepada muridnya, dan dengan tulisan yang dituangkan di
papan tulis. Misalnya mengenalkan dan menjelaskan apa itu agama islam, siapa
Tuhan kita, apa saja rukun Islam dan rukun iman itu, serta diajarkan huruf-huruf
hijaiyah. Kemudian komunikasi non verbal yang dilakukan berupa sistem isyarat
bahasa Indonesia yang biasa diguankan untuk anak berkebutuhan khusus. Seperti
diungkapkan oleh guru anak penyandang tunagrahita. Ia mengatakan:
66
“Ibu biasanya menjelaskan dengan lisan terus ditambah dengan sistem
isyarat bahasa indonesia untuk anak tunagrahita. Mereka itu harus
dijelaskan berulang-ulang supaya mengerti penjelasan ibu, soalnya kan
susah ya kalau anak berkebutuhan khusus itu”8
Gambar 1.Murid Tunagrahita yang sedang mendapatkan pengetahuan
agama secara verbal, guru juga menggunakan metode ceramah.
8
Wawancara Ibu Hodijah, 19 April 2013, 09.45 WIB, di ruang kelas.
67
Gambar 2. Murid tunagrahita yang sedang diberi arahan dengan
menggunakan sistem isyarat bahasa Indonesia.
Gambar 3. Contoh sistem isyarat bahasa Indonesia huruf vokal (bawah ke
kanan atas).
68
Komunikasi yang dilakukan juga bersifat langsung, artinya pelajaran yang
disampaikan oleh guru secara langsung dan dijelaskan secara tatap muka dengan
anak tunagrahita. Serta komunikasi yang dilakukan secara tidak langsung, yaitu
guru menjelaskan kepada murid secara perorangan dengan menggunakan media
tertentu misalnya alat peraga/gambar dan kesenian. Seperti yang dikatakan oleh
Ibu Ida selaku guru murid tunagrahita:
“Nah dikelas kita sebagai guru kalau menjelaskan pelajaran untuk anak
tunagrahita perlu dibina secara tatap muka dan juga memakai media
komunikasi misalnya dengan gambar tata cara wudhu dan sholat, juga
memakai alat kesenian angklung”9
Gambar 4. Murid tunagrahita yang sedang dibimbing secara perorangan,
dimaksudkan karena anak tunagrahita memiki kemampuan yang terbatas.
9
Wawancara Ibu Hodijah, 19 April 2013, 09.45 WIB, di ruang kelas.
69
Gambar 5. Murid tunagrahita yang sedang diajarkan kesenian angklung
dengan musik keagamaan (Lagu aku cinta Allah), ini merupakan salah
satu bentuk komunikasi nonverbal.
Gambar 6. Murid tunagrahita yang sedang diberi arahan tentang tata cara
sholat, ini merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal dengan
menggunakan gambar.
70
Dalam penanaman nilai-nilai agama, guru lebih lama dalam menjelaskan
tentang pemahaman agama islam. Karena anak berkebutuhan khusus berbeda
dengan anak normal pada umumnya. Ia harus banyak mengulang apa yang telah
disampaikan oleh gurunya. Guru juga harus menjelaskan secara perorangan baik
menggunakan komunikasi verbal maupun nonverbal. Hal ini sesuai apa yang
dikatakan oleh ibu kepala sekolah dalam wawancara:
“Ya apalagi kalau dalam memberikan pemahaman tentang penanaman
nilai-nilai agama islam, anak tunagrahita itu butuh bimbingan khusus
satu persatu. Jangankan tentang agama islam, yang bahasan umum saja
anak tunagrahita itu harus diulangi setiap materinya. Makanya harus
ditulis juga di papan tulis materinya itu...”10
Komunikasi
verbal
yang
dilakukan
oleh
guru
dilakukan
secara
langsung/tatap muka dengan murid tunagrahita dengan menggunakan metode
ceramah. Guru terlebih dahulu mengenalkan dan menjelaskan apa itu agama
islam, siapa Tuhan kita, apa saja rukun Islam dan rukun iman itu, serta diajarkan
huruf-huruf hijaiyah. Kemudian komunikasi nonverbal yang dilakukan berupa
materi yang dituangkan di papan tulis, adanya bahasa isyarat yang biasa
digunakan anak berkebutuhan khusus, pengenalan huruf hijaiyah yang
menggunakan alat peraga/gambar, lalu tata cara wudlu dan solat juga
menggunakan gambar selain dijelaskan secara langsung kepada murid tunagrahita.
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan
sudah terlihat sesuai teori yang digunakan, yaitu teori interaksi simbolik yang
dikembangkan oleh George Herbert Mead. Teori ini mengajarkan bahwa makna
muncul sebagai hasil dari interaksi diantara manusia, baik secara verbal maupun
10
sekolah.
Wawancara Ibu Nunung Djumarningsih,19 April 2013, 08.15 WIB, di ruang kepala
71
non verbal. Ide dasar teori ini menyatakan bahwa lambang atau simbol
kebudayaan dipelajari melalui interaksi, orang memberi makna terhadap segala
hal yang akan mengontrol sikap mereka. Teori ini memfokuskan perhatiannya
pada cara-cara yang digunakan manusia untuk membentuk makna dan struktur
masyarakat melalui percakapan.11 Interaksi yang dilakukan oleh guru dengan
murid tunagrahita juga memperlihatkan interaksi yang baik karena guru
memberikan materi penanaman nilai-nilai agama menggunakan komunikasi
verbal dan nonverbal dengan metode ceramah, juga ditambah dengan bimbingan
perorangan. Sehingga murid tunagrahita pun mengerti apa makna dari materi dan
arahan yang diberikan oleh gurunya.
2. Upaya guru dalam penanaman nilai-nilai agama pada anak tunagrahita
Penanaman nilai-nilai agama islam sejak dini sangat berperan penting agar
anak dapat mengendalikan hawa nafsunya. Dalam proses penanaman nilai-nilai
agama islam, aktualisasi nilai-nilai agama islam sesungguhnya dalam keseharian
kegiatan belajar mengajar menjadi hal yang sangat urgen. Islam menghendaki
agar manusia dididik agar mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana
yang telah digariskan oleh Allah SWT.
Aplikasi nilai-nilai Islam menjadi aspek penting untuk meraih manusia
menjadi manusia yang bertakwa yang hanya diciptakan semata-mata untuk
beribadah kepada Allah SWT. Dalam proses ibadah tentunya dengan keteladanan
dan kebiasaan menjadi faktor penting terbentuknya kepribadian anak didik. Begitu
pula dalam proses pelaksanaan penanaman nilai-nilai agama islam dalam segala
aspek kehidupan.
11
Morissan, M.A., Teori Komunikasi Massa, (Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2010), h. 126
72
Sekolah luar biasa ini telah menanamkan nilai-nilai agama islam pada anak
didiknya dengan berbagai bentuk penanaman nilai-nilai agama islam yang juga
dilakukan oleh anak normal pada umumnya.Hal ini diperjelas oleh ibu kepala
sekolah selaku guru anak tunagrahita:
“penting sekali, kami mengupayakan penanaman nilai-nilai agama islam
tetap tertanam oleh semua anak didik tidak hanya anak normal pada
umumnya. Akan tetapi anak bekebutuhan khusus penyandang
tunagrahita juga perlu ada basic agama islam”12
Materi yang disampaikan juga tidak memberatkan anak tunagrahita. Karena
disesuaikan dengan kemampuan anak didik. Hal ini sesuai apa yang dikatakan ibu
Ida dalam wawancara:
“Materinya pun kita tidak susah-susah karena kita mulai dari nol.
Misalnya pengenalan Tuhan, nama agama kita apa? Barulah
diperkenalkan huruf-huruf hijaiyah. Kalau sudah cukup mengerti, baru
anak diperkenalkan doa sehari-hari, gerakan wudhu dan sholat”13
Selain upaya diatas, kepala sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor
juga menambahkan upaya dalam penanaman nilai-nilai agama islam yang
dilakukan di sekolah. Dengan cara mengulang materi yang sudah diberikan oleh
guru dipraktekkan pada pada hari tertentu yaitu hari jumat. Ia mengatakan:
“Dari materi-materi yang sudah disampaikan oleh guru, setiap hari
jumat mereka diajarkan secara konsep atau praktik dalam penanaman
nilai-nilai agama islam. Baik melalui media gambar maupun media
lainnya”14
Sarana yang digunakan dalam penanaman nilai-nilai agama islam di SLB
Tunas Kasih I Kabupaten Bogor juga merupakan penunjang dalam upaya
12
Wawancara Bapak Wiwit Wiriawan, 20 April 2013, 09.45 WIB, di ruang guru.
Wawancara Ibu Hodijah, 19 April 2013, 09.45 WIB, di ruang kelas.
14
Wawancara Ibu Nunung Djumarningsih, 19 April 2013, 08.15 WIB, di ruang kepala
sekolah.
13
73
penanaman nilai-nilai agama. Berupa papan tulis, alat kesenian, dan alat solat.
Seperti yang dijelaskan oleh ibu Sunifah selaku pembimbing di kelas:
“Media papan tulis, alat kesenian dan alat sholat merupakan media
pendukung dalam proses penanaman nilai-nilai agama islam. Misalnya
saja alat kesenian angklung dipakai untuk merelaxasi anak tunagrahita
akan tetapi dengan lagu islami yang memperkenalkan rukun islam dan
rukun iman”15
Pokok-pokok pendidikan agama islam yang harus ditanamkan pada anak
didik yaitu, keimanan, kesehatan, dan ibadah. Ketiga pokok ajaran agama tersebut
juga diberikan kepada murid tunagrahita yang ada di SLB Tunas Kasih I
Kabupaten Bogor.
1. Keimanan (aqidah islamiyah)
Iman adalah kepercayaan yang terhujam dalam hati dengan penuh
keyakinan, tak ada perasaan ragu-ragu serta mempengaruhi orientasi kehidupan,
sikap, dan aktivitas keseharian.
Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati
dan mengamalkan dengan anggota badan.16 Pendidikan keimanan termasuk aspek
pendidikan yang patut mendapat perhatian pertama dan utama dari orang tua dan
iman merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang.
Pembentukan iman harus diberikan pada anak sejak kecil, sejalan dengan
pertumbuhan kepribadiannya. Nilai-nilai keimanan harus dimulai diperkenalkan
pada anak dengan cara:
15
Wawancara Ibu Sunifah, 20 April 2013, 11.13 WIB, di ruang kelas.
Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agam Islam dan Pondok Pesantren, Aqidah
Akhlak”rukun iman”, (Jakarta Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam dan Pesantren,
2004), h. 1.
16
74
a. Memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya.
b. Memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui
kisah-kisah teladan.
c. Memperkenalkan ke-Maha Agungan Allah SWT.17
Gambar 7. Murid Tunagrahita yang sedang mendapatkan pengetahuan agama.
Di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor anak didiknya dibekali
pembentukan iman yang harus diberikan. Karena hal itu sangat penting dan tidak
hanya diberikan pada anak normal saja. Setidaknya mereka mengetahui Tuhan
mereka, agama mereka apa, serta pembelajaran ibadah sesuai yang diajarkan oleh
agama islam.
2.
Kesehatan
Kesehatan adalah masalah penting dalam kehidupan manusia, terkadang
kesehatan dipandang sebagi sesuatu yang biasa dalam dirinya. Orang baru sadar
17
M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2002), cet. Ke-2, h. 176.
75
akan pentingnya kesehatan bila suatu saat dirinya atau keluarganya sakit. Dengan
kata lain arti kesehatan bukan hanya terbatas pada pokok persoalan sakit,
kemudian dicari obatnya. Kesehatan dibutuhkan setiap orang, apalagi orang-orang
Islam.
Dengan kesehatan aktifitas keagamaan dan dunia dapat dikerjakan dengan
baik. Orang bekerja memerlukan tubuh yang sehat, begitu juga dalam
melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Semua aktifitas didunia memerlukan
kesehatan jasmani dan rohani. Mengingat pentingnya kesehatan bagi umat Islam
apalagi dalam era modern seperti sekarang ini banyak sekali penyakit baru yang
bermunculan. Maka perlu kiranya bagi orang tua muslim untuk lebih
memperhatikan anak-anaknya dengan memasukkan pendidikan kesehatan sebagai
unsur pokok.
Usaha penanaman kebiasaan hidup sehat dapat dilakukan dengan cara
mengajak anak gemar berolahraga, memberikan keteladanan dalam menjaga
kebersihan diri dan lingkungan serta memberikan pengetahuan secukupnya
tentang pentingnya kebersihan. Ajaran Islam sangat memperhatikan tentang
kebersihan dan kerapihan ummat setiap anak harus diajarkan hidup yang bersih,
karena Allah SWT menyukai orang-orang yang bersih. Melihat pentingnya
kesehatan dalam penanaman nilai-nilai agama islam, SLB Tunas Kasih I
Kabupaten Bogor juga memiliki jadwal olah raga pada setiap hari kamis, dengan
tujuan agar anak didik tunagrahita juga sehat jasmani dan rohani.Seperti yang kita
lihat pada gambar berikut.
76
Gambar 8. Murid tunagrahita yang sedang berolahraga guna kebiasaan hidup
sehat dalam proses penanaman nilai-nilai agama islam.
3.
Ibadah
Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang muslim dalam meyakini dan
mempedomani aqidah Islamiyah. Sejak dini anak-anak harus diperkenalkan
dengan nilai-nilai ibadah dengan cara:
a) Mengajak anak ke tempat ibadah
b) Memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah
c) Memperkenalkan arti ibadah18
Pendidikan anak dalam beribadah dianggap sebagai penyempurna dari
pendidikan aqidah, karena nilai ibadah yang didapat dari anak akan menambah
keyakinan kebenaran ajarannya. Semakin nilai ibadah yang ia miliki maka akan
18
M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2002), cet. Ke-2, h. 176.
77
tinggi nilai keimanannya. Ibadah merupakan penyerahan diri seorang hamba pada
Allah SWT. Ibadah yang dilakukan secara benar sesuai dengan syari’at Islam
merupakan implementasi secara langsung dari sebuah penghambaan diri pada
Allah SWT.
Manusia merasa bahwa ia diciptakan didunia ini hanya untuk menghamba
kepada-Nya pembinaan ketaatan ibadah pada anak juga dimulai dalam keluarga
kegiatan ibadah yang dapat menarik bagi anak yang masih kecil adalah yang
mengandung gerak. Anak-anak suka melakukan solat, meniru orang tuanya
kendatipun ia tidak mengerti apa yang dilakukannya itu. Ibadah bagi anak akan
membiasakan melaksanakan kewajiban.19
Dalam proses penanaman nilai-nilai agama islam, SLB Tunas Kasih I
Kabupaten Bogor juga tidak hanya memberi penjelasan secara teori, akan tetapi
juga dilaksanakan langsung atau dipraktekkan dalam kesehariannya. Selain di
sekolah, anak didik juga dibiasakan untuk mengulang materi penanaman nilainilai agama islam yang dibimbing oleh orang tuanya sendiri.Membaca doa
sebelum dan sesudah belajar merupakan kewajiban murid tunagrahita agar mereka
terbentuk menjadi insan yang mulia. Seperti yang kita lihat pada gambar berikut
ini:
19
M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2002), cet. Ke-2, h. 176.
78
Gambar 9. Berdoa sebelum dan sesudah belajar merupakan rutinitas murid
tunagrahita yang harus dilakukan sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Gambar 10. Murid tunagrahita yang sedang mempraktekkan tata cara
berwudhu.
79
Gambar 11. Murid tunagrahita yang sedang mempraktekkan tata cara
sholat yang dibimbing oleh gurunya.
Kesimpulannya, upaya yang dilakukan guru dalam penanaman nilai-nilai
agama antara lain diberikannya materi keagamaan yang disesuaikan dengan
kondisi anak berkebutuhan khusus.Yaitu diajarkan tentang kesopanan, Tuhan
mereka siapa, agama mereka apa, doa sehari-hari, tata cara wudhu dan sholat.
Upaya lain yaitu materi yang sudah diberikan biasanya dipraktekkan pada hari
jumat karena jadwal materi dan praktek agama, juga dilengkapi dengan sarana
80
yang cukup memadai. Antara lain papan tulis, gambar tata cara solat, alat solat
dan alat kesenian angklung.
3. faktor penentu keberhasilan dalam penanaman nilai-nilai agama pada
anaktunagrahita.
Menurut Abuddin Nata, metode pendidikan Islam adalah jalan untuk
menanamkan pengetahuan Islam pada diri seseorang sehingga terlihat dalam
dalam pribadi sasaran, yaitu pribadi Islami.20
Dalam menyampaikan materi pendidikan Islam, Alquran menawarkan
berbagai macam pendekatan metode, diantaranya:
1. Metode teladan
Metode ini dilakukan dengan cara memberi contoh berupa tingkah
laku, sifat, dan cara berfikir.
2. Metode pembiasaan
Metode pembiasaan dilakukan dengan membiasakan melakukan
sesuatu secara bertahap termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang buruk
dan tidak sesuai dengan norma susila. Metode ini perlu ditanamkan sejak
anak masih kecil, karena kebiasaan akan tertanam kuat dan sulit berubah.
3. Metode nasehat
Nasehat adalah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan.
Dengan member nasehat, pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik
pada anaknya.
20
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 78
81
4. Metode motivasi
Metode ini banyak digunakan oleh masyarakat luas. Alquran juga
menggunakan
metode
ini
kenikmatannya
dan
neraka
ketika
menggambarkan
dengan
melipatgandakan pahala bagi orang
kepedihan
surga
siksanya,
dengan
serta
yang melakukan amal baik dan
membalas keburukan dengan keburukan yang setimpal.
5. Metode hukuman
Metode ini merupakan metode terburuk, karena membuat anak menjadi
patah semangat. Akan tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan..21
Dari kelima metode tersebut, guru di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor
perlu mengerti bagaimana kondisi anak. Sehingga mengkomunikasikannya pun
lebih mudah. Metode teladan dilakukan agar anak mengerti bagaimana contoh
sikap atau tingkah laku yang baik. Metode pembiasaan dilakukan dengan tujuan
agar anak tidak lupa terhadap materi agama yang disampaikan. Metode nasehat
dilakukan agar anak tetap terjaga dengan sikap dan tingkah laku yang baik.
Metode motivasi dilakukan agar anak tetap semangat dan senang dalam menerima
arahan penanaman niali-nilai agama islam. Lalu metode hukuman ini ada di SLB
Tunas Kasih I Kabupaten Bogor akan tetapi berupa peringatan agar anak tidak
melakukan kesalahan lagi. Faktor lain yaitu dari materi yang diberikan kepada
anak tunagrahita berupa pengetahuan tentang agama islam. Diantaranya
pengenalan nama Tuhan, agama yang dianut, rukun Islam, rukun iman, dan
praktek tentang wudhu serta tatacara sholat.
21
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 78.
82
Dalam penanaman nilai-nilai agama islam yang menjadi faktor penentu
keberhasilan agar materinya tersampaikan dengan baik yaitu sesuai kemampuan
tenaga pengajar dalam mengerti kondisi anak, artinya guru menyampaikan materi
disesuaikan dengan kecerdasan anak didiknya. Sehingga tidak ada paksaan yang
memberatkan anak tunagrahita. Hal ini sesuai wawancara dengan kepala sekolah
SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor:
“Yang menentukan keberhasilan penanaman nilai-nilai agama islam ya
guru nya sendiri. Guru itu harus ngerti kemampuan muridnya, supaya
materi yang disampaikan juga tidak memberatkan dan tumpang tindih”22
Selain faktor dari guru, orang tua juga menjadi faktor penentu karena setiap
materi nilai-nilai agama yang diajarkan disekolah, orang tua wajib mengingatkan
anaknya agar rutin diulang sehingga anak menjadi paham dari teori dan praktek di
rumah. Hal ini juga dijelaskan oleh Pak Wiwit yang juga selaku guru SLB-C:
“Orang tua merupakan faktor penentu setelah guru karena apa yang
disampaikan oleh guru harus diulang dirumah, apalagi anak tunagrahita
itu cepat lupa. Praktek dirumahlah yang menentukan anak itu paham
atau tidak dengan kebiasaan yang sering dilakukan”23
Adanya perubahan sikap yang awalnya murid tunagrahita tidak biasa
mengucapkan salam ketika masuk/keluar ruangan, berdoa sebelum dan sesudah
kegiatan belajar mengajar. Akan tetapi perlahan setelah ditanamkannya nilai-nilai
agama islam, murid tunagrahita menjadi biasa mengucapkan salam, dan berdoa
sebelum/sesudah kegiatan belajar mengajar dilakukan. Hal ini dikatakan juga oleh
ibu Sunifah selaku pembimbing di kelas:
22
Wawancara Ibu Nunung Djumarningsih, 19 April 2013, 08.15 WIB, di ruang kepala
sekolah.
23
Wawancara Bapak Wiwit Wiriawan, 20 April 2013, 09.45 WIB, di ruang guru.
83
“Dulu itu anak-anak ga ngucapin salam kalau masuk kelas, tapi karna
diberi pemahaman tentang tata cara masuk ruangan dan harus
mngucapkan salam, akhirnya lama-kelamaan anak terbiasa dan sudah
mengerti. Begitupun dengan bacaan doa sebelum/sesudah kegiatan
belajar mengajar, murid juga diajarkan seperti itu”24
Gambar 12. murid tunagrahita yang sedang salim kepada gurunya,
merupakan bentuk penanaman nilai-nilai agama islam yaitu kesopanan
terhadap guru.
Kesimpulannya, faktor penentu keberhasilan komunikasi dalam proses
penanaman nilai-nilai agama islam di SLB Tunas kasih I Kabupaten Bogor antara
lain faktor dari metode pengajaran guru yang dilakukan disesuaikan dengan
kecerdasan anak, materi yang disampaikan juga tidak memberatkan anak didik
tunagrahita. Serta dibantu oleh orang tua yang mengingatkan anaknya untuk
mengulang setiap materi yang telah disampaikan agar dapat dipraktekkan di
rumah.
24
Wawancara Ibu Sunifah, 20 April 2013, 11.13 WIB, di ruang kelas.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan observasi, menganalisis data, dan menjawab rumusan
masalah dalam skripsi ini, maka penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Bentuk strategi komunikasi yang digunakan oleh guru di SLB Tunas Kasih I
Kabupaten Bogor yaitu antara lain komunikasi kelompok kecil, komunikasi
verbal dan nonverbal dengan metode ceramah. Komunikasi verbal yang
dilakukan oleh guru terhadap murid tunagrahita yaitu dengan memberikan
materi dan arahan secara lisan dan ceramah, artinya guru yang aktif
berbicara di depan murid tunagrahita. Kemudian komunikasi nonverbal
yang dilakukan diantaranya yaitu ketika guru memberikan materi
penanaman nilai-nilai agama, guru menggunakan gambar dan sistem bahasa
isyarat yang biasa digunakan oleh anak berkebutuhan khusus.
2. Upaya guru dan pembimbing kelas dalam penanaman nilai-nilai agama pada
anak penyandang tunagrahita, yaitu seperti apa yang telah peneliti amati
selama observasi dan wawancara yaitu antara lain adanya materi agama
islam dan praktek langsung oleh murid penyandang tunagrahita setiap hari
jumat.Kemudian guru juga menyesuaiakan kondisi murid tunagrahita
sehingga materi penanaman nilai-nilai agama islam dipahami dengan baik.
Selain upaya tersebut guru juga menggunakan media yang tepat, seperti
menggunakan alat peraga/gambar tata cara solat dan papan tulis sebagai
media utama.
84
85
materi keagamaan yang disesuaikan dengan kondisi anak berkebutuhan
khusus. Yaitu diajarkan tentang kesopanan, Tuhan mereka siapa, agama
mereka apa, doa sehari-hari, tata cara wudlu dan solat. Upaya lain yaitu
materi yang sudah diberikan biasanya dipraktekkan pada hari jumat karena
jadwal materi dan praktek agama, juga dilengkapi dengan sarana yang
cukup memadai. Antara lain papan tulis, gambar tata cara solat, alat solat
dan alat kesenian angklung.
3. faktor penentu keberhasilan komunikasi dalam proses penanaman nilai-nilai
agama islam di SLB Tunas kasih I Kabupaten Bogor antara lain faktor dari
metode pengajaran guru yang dilakukan disesuaikan dengan kecerdasan
anak, materi yang disampaikan juga tidak memberatkan anak didik
tunagrahita.Serta dibantu oleh orang tua yang mengingatkan anaknya untuk
mengulang setiap materi yang telah disampaikan agar dapat dipraktekkan di
rumah, sehingga anak tersebut menjadi terbiasa dan mudah mengerti
terhadap pelajaran yang telah mereka terima.
B. Saran
1. Strategi komunikasi yang digunakan oleh guru di SLB Tunas Kasih I
Kabupaten Bogor sudah cukup bagus, akan tetapi jika anak sudah terlihat
aktif dan mengerti apa yang dipelajarinya di sekolah, perlu ditambah dengan
media yang lebih canggih sehingga anak bekebutuhan khusus juga
menerima media tekonologi baru yang dan tetap menjaga keharmonisan
komunikasi
antara
guru
dengan
murid
tunagrahita
karena
tidak
menghilangkan unsur metode ceramah yang digunakan sebelumnya. Hal
kecil saja misalnya murid tunagrahita diberikan pengetahuan teknologi, dan
86
untuk prakteknya bisa dilakukan study tour ke gedung IPTEK di TMII
Jakarta. Selain itu, pelatihan komunikasi terhadap anak penyandang
tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor sangat diperlukan agar
mereka semakin lancar dalam berbicara dan bersosialisasi. Singkatnya, guru
harus profesional dalam menyampaikan pelajaran yang disesuaikan dengan
kondisi anak tunagrahita.
2. Kualitas dan tenaga pendidik di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor harus
lebih ditingkatkan agar kemampuan komunikasi anak didik dalam
bersosialisasi juga bisa lebih meningkat dari sebelumnya. Hal tersebut bisa
dilakukan dengan cara mengikuti pelatihan komunikasi atau public speaking
bagi guru anak berkebutuhan khusus, dan bisa dipraktekkan di kelas
bersama murid tunagrahita.
DAFTAR PUSTAKA
Dasaki, Hafidz, Dkk, Dewan Redaksi EI, Ensiklopedia Islam, Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1997.
Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung: PT. Refika
Aditama,2006.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa indonesia Edisi
Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2004.
Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001.
Effendi, Onong Uchjana, Dinamika komunikasi, Bandung: Remaja Rosda Karya,
1992.
_____________________, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002.
_____________________, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1992.
Effendy, Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Faisal, Yusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press,
1995.
Faqih, Aunur Rahim, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta: UII
Press, 2001.
Glueck, William F., Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan, Jakarta:
Erlangga, 1987.
H. M. Arifin, Timbal Balik Pendidikan Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Reseach, Yogyakarta: Andi offset,1992.
Halim M. Nippan, Abdul,Anak Shaleh Dambaan Keluarga, Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2002.
87
88
Heriyanto, Sandjaja dan Albertus, Panduan Penelitian, Jakarta: Prestasi
Pustakarya, 2006.
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya
,2002.
Liliweri, Alo,Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: Lkis,
2003.
Lumbantobing, Anak Dengan Mental Terbelakang, Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran UI.
M. Hajir, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalis Indonesia,1985.
M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2002.
Maliki, dan Ending Lestari,Komunikasi yang Efektif: Bahan Ajar Diklat
Prajabatan Golongan III, Jakarta: Lembaga Admintrasi Negara, 2003.
Mangunsong, Frieda, Psikologi dan Pendidikan Luar Biasa, Jakarta: LPSP 3 UI,
1998.
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT. Al-maarif,
1989.
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2006.
Mona Ganiem, Muhammad Budyatna dan Lelia, Teori Komunikasi Antarpribadi,
Jakarta: Prenada Media Group, 2011.
Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah, Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1997.
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Ramayulis, Metode Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Santoso, Hargio, Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus,
Yogyakarta: Goysen Publishing, 2012.
89
Sendjaja, Sasa Djuarsa, Pengantar Komunikasi, Jakarta: Universitas Indonesia,
1993.
Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004.
Syaripudin, Yosal Iriantara dan Usep, Komunikasi Pendidikan, Bandung:
Reamaja Rosdakarya, 2013.
Tamsih Udin AM dan E. Tejaningsih, Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa
SPG/SPO/KPG, Bandung: Epsilon Grup Bandung Anggota IKAPI, 1988.
Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agam Islam dan Pondok Pesantren, Aqidah
Akhlak ”rukun iman”, Jakarta Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan
Agama Islam dan Pesantren, 2004.
Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 1996.
Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat
Press, 2002.
Usman, Syarif, Strategi Pembangunan Indonesia dan Pembangunan dalam Islam,
Jakarta: Firma Djakarta, tt
Wawancara bapak Wiwit Wiriawan, 20 April 2013, 09.45 WIB, di ruang guru.
Wawancara ibu Hodijah, 19 April 2013, 09.45 WIB, di ruang kelas.
Wawancara ibuNunung Djumarningsih, 19 April 2013, 08.15 WIB, di ruang
kepala sekolah.
Wawancara ibu Sunifah, 20 April 2013, 11.13 WIB, di ruang kelas.
Widjaja,H. A. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Askara,
1997.
Yosal Iriantara dan Usep Syaripudin, Komunikasi Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013.
TABEL I
Daftar Nama Tenaga Pengajar SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor
NO
1
NAMA
PENDIDIK/TENAGA
KEPENDIDIKAN
TEMPAT
LAHIR
TGL.
LAHIR
JABATAN
PENDIDIKAN
TERAKHIR
Bahasa Sunda,
S2 A.IV/M.M.
Olahraga Kepala
/2011
Sekolah
NunungDjumarningsih,
S.Pd
Bandung,
24-05-1963
Kepala
Sekolah
Bandung,
29-06-1964
Guru PNS
Sri Mulyaningsih, S.Pd
2
3
Wiwit Wiriawan, S.Pd
4
Hodijah, S.Pd
5
Moch.Rafly Herdiansyah
6
Yeti Muspiroh
7
Elida Rahayu
8
Sunifah
S1
A.IV/PPKN/
2008
TUGAS
MENGAJAR
SDLB-B,
Bendahara
Umum,Kesiswaan
SMALB,Urusan
S1 A.IV/PLB/
Kurikulum,Urusan
2004
Humas
SDLB-C,
Bogor,
S1 A.IV/PLB/ Pembina
Guru PNS
10-09-1971
2008
Pramuka,Sarana
Prasarana,
Sumedang,
SMPLB, TU
Guru Honor SMU
13-11-1985
SDLB-D1,Ka
Bogor,
Guru Honor SMU
Gudep Putra,
30-04-1991
Perpustakaan
SDLB-D1,Ka
Bogor,
Guru Honor SMU
Gudep Putri,
19-02-1991
Inventaris Barang
Semarang,
Petugas
Pembimbing
SMP
16-11-1964 Kebersihan
Bandung,
16-05-1981
Guru PNS
TABEL 2
Daftar Nama Murid SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor
NO
1
2
3
4
NAMA
ANAK/SISWA
TEMPAT
LAHIR
TGL. LAHIR
NOMOR
INDUK
SISWA
PEKERJAAN ORANG TUA
Sri Rahayu
Bogor, 23-04-98
C.00534
PNS
Maemunah
Bogor, 24-04-00
C.00535
Pedagang
Rohmi Nazylla
Pekalongan,
10-95
C.00328
Pedagang
Oki Muzikal
Bogor, 22-10-94
C.00432
Wiraswasta
11-
5
6
7
8
Siti Latifah
Bogor, 09-04-01
C.01048
Wiraswasta
Annisa
Bogor, 05-05-00
C.01049
Wiraswasta
M. Dzakwan
Bogor, 29-06-01
C.01050
Bidan
9
Arya Mahdi
Bogor,
05-08C00942
2002
Bogor, 23-06-03
C.01045
10
Raina Restu
Bogor, 26-03-01
C.00944
Guru
11
M. Halimi
Bogor, 16-05-02
C.01052
Buruh
AzrielAra Yanuar
Bogor, 19-12-02
C.01053
Karyawan
A. SirojulMunir
Bogor, 30-03-04
C.01150
Wiraswasta
Windu
Jakarta, 21-06-99
C.01151
Karyawan
Bella Spica Mumu
Jakarta, 09-02-97
C.01152
Swasta
Veronya Aurelia
12
13
14
15
16
Nurul Halizar
17
Sugiarta Nugraha
18
Iqbal
19
Irpan
20
Panji
21
Muhammad
Kadavi
22
Nazwa
Bogor, 28 -11C.01153
2002
Bogor,
07-11C.01154
2001
Bogor,
15-18C.01155
1993
Garut,14-03-1998
Bogor,
1993
Bogor,
2003
28-0623-02-
Wiraswasta
Satpam
Wiraswasta
Guru
C.01156
Buruh
C.01157
PNS
C.01358
Buruh
C.01359
Buruh
1
1
Pedagang
Dokumen sekolah SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, 2001.
TABEL 3
Daftar Sarana dan Prasaran SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor
NO NAMA BARANG
BANYAKNYA KEADAAN
1
Meja Guru
1
Baik
2
Kursi Guru
1
Baik
3
Meja Siswa
6
Baik
4
Kursi Siswa
6
Baik
5
Lemari guru
1
Kurang Baik
6
Lemari Siswa
6
Baik
7
Radio
1
Rusak
8
Jam Dinding
1
Baik
9
Papan Tulis
1
Kurang Baik
10
Kunci Kelas
1
Hilang
11
Kipas Angin
1
Baik
12
Bingkai foto presiden dan wakil presiden
2
Baik
13
Bingkai lambang dan pancasila
1
Baik
14
Gunting
6
Baik
15
Buku gambar
6
Habis
16
Hitngan
6
Rusak
17
Gambar dinding
10
Baik
18
Penggaris lingkaran
6
Baik
19
Buku gambar
6 pack
Baik
20
Buku Tulis
6 pack
Baik
21
Buku Halus
6 buah
Baik
22
Buku Kotak
12 buah
Baik
23
Pensil warna
6 buah
Baik
24
Gunting siswa
6 buah
Baik
25
Gunting guru
1 buah
Baik
26
Buku besar
1 buah
Baik
27
Sampul 1
100 lembar
Baik
28
Binder Clip
1 lusin
Baik
29
Penghapus white board
1 buah
Baik
30
Hitungan besar
6 buah
Baik
31
Hitungan Kecil
6 buah
Baik
32
Tissu
1 pack
Baik
33
Handuk kecil siswa
6
Baik
34
Handuk besar siswa
6
Baik
35
Handuk kecil guru
2
Baik
36
Handuk besar guru
2
Baik
37
Lem fox
6
Baik
38
Lem biasa
6
Baik
39
Bindex
1
Baik
40
Pensil siswa
2 lusin
Baik
41
Pulpen siswa
2 lusin
Baik
42
Pulpen merah
1 lusin
Baik
43
Lilin mainan
1 lusin
Baik
44
Penghapus siswa
18 biji
Baik
45
Tipex siswa
6
Baik
46
Penggaris
1
Baik
47
Kipas angin
1
Baik
48
Jam dinding
1
Baik
49
Papan tulis
1
Baik
50
Pulpen guru hitam
4 biji
Baik
51
Pulpen guru merah
2 biji
Baik
52
Pensil 2B
4 biji
Baik
53
Spidol white board merah
2 biji
Baik
54
Spidol white board hitam
4 biji
Baik
55
Lilin mainan guru
3 buah
Baik
56
Penghapus guru
3 buah
Baik
57
Stapler
1 buah
Baik
58
Isi stapler
1 buah
Baik
59
Meja guru
1 buah
Baik
60
Kursi guru
1
Baik
61
Komputer
1
Baik
62
Meja komputer
1
Baik
63
Jam dinding
1
Baik
64
Rak sepatu
1
Baik
65
Tempat sampah
1
Baik
66
Sapu
3
Habis
67
Bingkai foto dan pancasila
3
Baik
68
Papan tulis
1
Kurang baik
69
Lemari guru
1
Kurang Baik
70
Lemari siswa
6
Baik
71
Penghapus papan tulis
1
Baik
72
Kapur tulis
2
1 pack habis
73
Kapur berwarna
1
Cukup
74
Radio
1
Rusak
75
Kaset senam
1
Rusak
76
Gambar dinding
10
Baik
Download