BAB II BATUAN DAN MINERAL Untuk melihat bentuk butiran ini

advertisement
BAB II BATUAN DAN MINERAL
Untuk melihat bentuk butiran ini dapat dilakukan dengan bantuan
loupe (terutama untuk batupasir), dan tentukan pula kisarannya.
Contoh: batupasir menyudut-menyudut tanggung. Bentuk butir ini
mencerminkan tingkat transportasi butirannya, dalam artian bahwa jika
ia memiliki bentuk butir yang membundar maka ia cenderung telah
tertranspor jauh dari batuan asalnya.
Tabel 2.3 Skala Wentworth
c. Kemas (fabric/grain packing)
Derajat keterkaitan antar butiran penyusun batuan atau hubungan antar
butir, dan ini dapat mencerminkan viscositas (kekentalan) medianya.
Bila butirannya saling bersentuhan maka dinyatakan dengan kemas
tertutup (berarti dia diendapkan oleh media yang cair/encer, sehingga
kemungkinan mengandung semen-matrik). Bila butirannya tidak saling
bersentuhan maka dinyatakan dengan kemas terbuka (berarti dia
diendapkan oleh media yang pekat). Selain itu perhatikan pula apakah
GEOLOGI DASAR | 25
BAB II BATUAN DAN MINERAL
butirannya memperlihatkan pengarahan (imbrikasi) atau tidak. Kemas
merupakan salah satu hal penting terutama dalam pen-deskripsian
breksi atau konglomerat, dan bisa langsung diten-tukan tanpa
menggunakan loupe.
4. Struktur Sedimen
Berguna dalam menentukan top & bottom suatu lapisan, arah arus-purba
(Paleocurrent) dan lingkungan pengendapan (Gambar 2.9).
Secara garis besar struktur sedimen terbagi menjadi dua katagori, yaitu:
a. Struktur sedimen primer (depositional structures), struktur
sedimen yang terbentuk bersamaan dengan terbentuknya suatu
batuan, contohnya adalah: graded bedding, parallel lamination,
ripple mark, dune and sand wave, cross stratification, shrinkage
crack (mud crack), flacer, lenticular, dll.
b. Struktur sedimen sekunder (post-deposition structures), struktur
sedimen yang terbentuk setelah proses litifikasi.
Struktur sedimen sekunder meliputi:
- Struktur erosional, terbentuk karena erosi, contohnya: flute
cast, groove cast, tool marks, scour marks, channel, dll.
- Struktur deformasi, terbentuk oleh adanya gaya, contohnya:
slump, convolute, sand dyke, dish, load cast, nodule, dll.
- Struktur biogenik, terbentuk oleh adanya aktivitas makhluk
hidup, contohnya: bioturbation, trace fossils, rootlet bed, dll.
5. Permeabilitas
Kemampuan suatu batuan untuk meloloskan fluida.
Cara menentukannya yaitu:
a. Teteskan air di atas permukaan sampel yang akan diperiksa.
b. Perhatikan apakah air tersebut diserap atau tidak oleh batuan tersebut.
c. Bila cairan diserap dengan cepat, maka nyatakanlah bahwa
permeabilitasnya baik.
d. Bila cairan diserap dengan cukup cepat, maka nyatakanlah bahwa
permeabilitasnya sedang.
e. Bila cairannya diserap dengan lambat, maka nyatakanlah bahwa
permeabilitasnya buruk.
GEOLOGI DASAR | 26
BAB II BATUAN DAN MINERAL
Gambar 2.9 Struktur sedimen, A: Wavy; B: Cross stratification; C:Mudcrack;
D: Flute cast; E: Bioturbation; F: Load cast
6. Porositas
Perbandingan volume rongga-rongga pori terhadap volume total seluruh
batuan, dan dinyatakan dalam persen. Sedangkan dalam penentuannya di
lapangan gunakan istilah porositas baik jika permeabilitasnya baik,
porositas sedang jika permebili-tasnya sedang, dst.
�=
volume pori − pori
� 100%
Volume total batuan
GEOLOGI DASAR | 27
BAB II BATUAN DAN MINERAL
Sedangkan dalam penentuannya di lapangan digunakan istilah porositas
baik jika permeabilitasnya baik, porositas sedang jika permebilitasnya
sedang, dst.
7. Pemilahan (Sorting)
Tingkat keseragaman besar butir penyusun batuan, mencerminkan
viskositas media pengendapan serta energi mekanik/arus gelombang
medianya. Jika pemilahannya baik maka ia diendapkan oleh media yang
cair/encer dengan energi arus yang kecil, dan begitu pula dengan
sebaliknya.
Gunakan istilah:
a. Terpilah baik (well sorted) jika besar butirannya seragam.
b. Terpilah sedang (medium sorted) jika besar butirannya relatif seragam.
c. Terpilah buruk (poorly sorted) jika besar butirannya tidak seragam.
Dan untuk menentukan pemilahan ini dapat dibantu dengan menggu-nakan
loupe (misalnya untuk Batupasir).
8. Kandungan CaCo 3
Ditentukan dengan jalan meneteskan larutan HCl 0,1 N pada permukaan
sampel batuan yang masih segar, jika ia berbuih/bereaksi (ngecos) maka
batuan tersebut bersifat karbonatan (calcareous), dan begitu pula
sebaliknya.
Gambar 2.10 Pemilahan batuan
GEOLOGI DASAR | 28
BAB II BATUAN DAN MINERAL
9. Kandungan Mineral
Mineral-mineral sekunder yang umum terdapat dalam batuan sedimen
misalnya kalsit (bereaksi oleh HCl, sedangkan kuarsa tidak), aragonit
(memiliki habit yang menjarum), pirit (kuning pucat seperti emas dengan
bentuk kristal kubik), glaukonit (berwarna hijau kotor), kaolinit (serbuk
putih seperti bedak), dll.
10. Kandungan Fosil
Yang dapat ditentukan di lapangan tentu saja fosil-fosil yang bersifat
makro (besar). Dalam penentuannya, sebutkan minimal kelas atau
filumnya, jika ia berongga maka itu adalah koral (filum coelenterata,
artinya rongga), jika ia memiliki dua cangkang yang tidak sama besar
(memiliki bagian ventral dan dorsal) maka itu adalah brachiophoda, jika
ia memiliki dua cangkang yang sama besar, maka itu adalah moluska. Jika
ia berbentuk menyerupai keong mas, maka itu adalah gastrophoda, dan
jika ia berbentuk seperti bintang laut, maka itu adalah echinodermata, dll.
11. Kekerasan
Merupakan tingkat kekuatan partikel batuan terhadap disagregasi.
Gunakan istilah:
a. Kompak, bila tidak dapat dicungkil dengan jarum penguji.
b. Keras, bila masih dapat dicungkil dengan jarum penguji.
c. Agak keras, bila dapat hancur ketika ditekan dengan jarum penguji.
d. Lunak, bila dapat dipotong-potong dengan mudah menggunakan
jarum penguji.
e. Dapat diremas, bila dapat diremas dengan jari tangan.
f. Spongi, bila sifatnya seperti karet busa, yaitu jika ditekan kembali
lagi ke bentuk asal.
12. Kontak (Hhubungan dengan batuan sekitarnya)
Perhatikan hubungan tiap satuan batuannya, apakah ia selaras (tentukan
kontaknya apakah tegas, gradasi, atau interkalasi) atau tak selaras (ditandai
dengan
bidang
erosi:
angular
unconformity,
disconformity,
paraconformity, atau nonconformity).
2.2.2 Deskripsi Batuan Sedimen Klatika Halus
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah batulanau, batulempung, napal,
serpih. Pada kelompok ini yang tidak dideskripsi adalah tekstur, pemilahan,
porositas, dan permeabelitas. Namun ada pula yang harus ditambahkan dalam
GEOLOGI DASAR | 29
BAB II BATUAN DAN MINERAL
pendeskripsiannya, yaitu kilap (luster). Kilap dapat membantu pembedaan asal
warna. Istilah – istilah yang dipakai untuk ini adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Dull : Mati atau warnanya gelap
Earthy: Seperti tanah
Scoty : Seperti jelaga (katel gosong)
Oily : Seperti minyak
Silky : Seperti sutra
Velvel : Seperti beludru
Resinous: Seperti lemak
Waxy : Seperti lilin
Soapy : Seperti sabun
2.2.3 Deskprisi Konglomerat, Breksi, Breksi Gunungapi, Aglomerat
Untuk breksi, konglomerat, begitu pula breksi gunungapi dan agglomerat
(detritus kasar), yang harus dideskripsi adalah komponen dan matriknya.
Komponen
Dalam mendeskripsikan komponen pada breksi atau konglomerat, dilakukan
secara biasa, namun yang perlu diperhatikan:
a. Komposisi, apakah monomik (jika klastika terdiri dari satu tipe litologi),
Oligomik (terdiri dari 2-3 tipe klastika), polimik (klastika terdiri lebih
dari 3 jenis litologi). Dan tentukan pula jenis – jenis batuannya, jika batuan
beku tentukan sifatnya apakah basaltis atau andesitis.
b. Ukuran komponen, tentukan ukuran maksimal dan minimal dari besar
komponennya.
c. Kemas, tentukan kemasnya (terbuka atau tertutup). Dan lihat jika ada
imbrikasi
d. Kekompakan, apakah komponennya lepas – lepas, atau monolitik
(komponen dan matriks tak dapat dipisahkan).
Gambar 2.11 Bagian dalam breksi dan konglomerat
GEOLOGI DASAR | 30
BAB II BATUAN DAN MINERAL
Matriks
Dalam pendeskripsian matrik pada breksi dan konglomerat, dilihat apakah terdiri
satu jenis batuan atau campuran, kemudian deskripsi seperti biasa.
2.2.4 Deskripsi Batuan Karbonat (Batugamping)
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mengandung mineral
karbonat lebih dari 50%. Pada umumnya, mineral karbonat adalah kalsit (CaCO 3 )
dan dolomit (CaMg (CO 3 ) 2 ). Batuan karbonat umumnya terdiri atas batugamping
(kalsit sebagai mineral utama) dan batudolomit (dolostone).
Secara umum, beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
akumulasi maksimum sedimen karbonat adalah lingkungan yang mempunyai:
1. Kedalaman yang cukup (umumnya pada laut dangkal <40m)
2. Hangat dengan penetrasi cahaya yang baik (25 – 30 C)
3. Kadar garam yang relatif stabil (27 – 40 /mil)
4. Aliran air yang jernih, agar proses fotosintesis sempurna
Klasifikasi batuan karbonat mempunyai banyak ragamnya. Sampai saat ini
belum ada satu klasifikasi yang dapat memuaskan semua pihak, seperti halnya
pada batuan klastika (seperti batupasir misalnya). Beberapa klasifikasi yang akan
disajikan di bawah ini merupakan klasifikasi yang lebih umum dipakai oleh para
ahli geologi
Secara konvensional batuan karbonat juga diklasifikasikan menurut ukuran
butiranya, seperti klasifikasi sedimen klastik berdasarkan skala ukuran butir
Wentworth. Batuan karbonat dengan ukuran butir >2 mm dinamakan kalsirudit
(disebut konglomerat pada sedimen non-karbonat), 63 mikron - 2 mm disebut
kalkarenit (disebut batupasir pada sedimen non-karbonat), dan yang ukuran
butirnya <63 mikron dinamakan kalsilutit (setara dengan batulempung).
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsi batugamping antara lain:
1 Nama Batuan, disesuaikan dengan klasifikasi yang digunakan
2 Warna, deskripsikan warna segar dan warna lapuknya.
3 Feature, dari lapangan tentukan apakah batugamping berlapis atau
terumbu
4 Dominasi, deskripsikan didominasi oleh skletal atau Non skletal
5 Organisme, deskripsikan organisme dari batuan per kelas, (Gastropoda,
Alga, Coral, Bivalve, Foram)
6 Tekstur, penentuan tekstur mengunakan klasifikasi Folk, Dunham, Embry
& Klovan, atau secara konvensional.
GEOLOGI DASAR | 31
BAB II BATUAN DAN MINERAL
7
Struktur, kenali struktur yang terdapat pada batugamping tersebut
(Gambar 2.15).
Gambar 2.12 Klasifikasi Folk (1959, 1962)
Gambar 2.13 Klasifikasi Dunham (1962)
GEOLOGI DASAR | 32
BAB II BATUAN DAN MINERAL
Gambar 2.14 Klasifikasi Embry dan Klovan (1971)
Gambar 2.15 Struktur sedimen pada batugamping, A: Cavity structures;
B: Stromatolites; C: Tepees; D: Hardground
GEOLOGI DASAR | 33
BAB II BATUAN DAN MINERAL
Grafik Log
Metode standar yang digunakan untuk merekonstruksi dalam
pengumpulan data lapangan pada batuan sedimen adalah dengan menggunakan
grafik log. Grafik log memberikan kenampakan visual suatu singkapan (stasiun),
dan merupakan cara yang mudah untuk membuat korelasi dan perbandingan
antara suatu singkapan (stasiun) yang berbeda (pengulangan fasies, siklus
sedimen, dll).
Gambar 2.16 Grafik log (Tucker, 1993)
GEOLOGI DASAR | 34
BAB II BATUAN DAN MINERAL
Gambar 2.17 Simbol yang digunakan dalam pembuatan grafik log
(Tucker, 1993)
GEOLOGI DASAR | 35
BAB II BATUAN DAN MINERAL
2.3
Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses metamorfisme
pada batuan yang telah ada sebelumnya. Batuan asalnya (yang telah ada
sebelumnya) dapat berupa batuan beku, sedimen maupun metamorf. Proses
metamorfosisme adalah proses yang menyebabkan perubahan komposisi mineral,
tekstur dan struktur pada batuan karena panas dan tekanan tinggi, serta larutan
kimia yang aktif.
Proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan
pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di
dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses
tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa. Proses metamorfisme ini
meliputi: Rekristalisasi, Reorientasi, dan pembentukan mineral baru (dari unsur
yang telah ada sebelumnya).
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu:
1. Metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism)
2. Metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism)
Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa
diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku),
sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak
nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur
malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).
Gambar 2.18 Batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah –
medium – dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986)
GEOLOGI DASAR | 36
BAB II BATUAN DAN MINERAL
Berdasarkan pengaruh pembentukannya batuan metamorf dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Metamorfisme kontak/thermal, batuan metamorf yang terbentuk karena
pengaruh suhu yang tinggi, misalnya metamorfisme kontak terjadi pada
zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi)
dengan lebar antara 2 – 3 km (Gambar 2.19), contoh batuannya hornfels.
Gambar 2.19 Kontak di sekitar intrusi batuan beku
2. Metomorfisme dinamik, terjadi akibat adanya tekanan yang tinggi,
misalnya metamorfisme diinamik terjadi pada daerah sesar besar/ utama
yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan.
3. Metamorfisme regional, dimana batuan metamorf ini mendapat pengaruh
dari suhu dan tekanan yang tinggi, biasanya metamorf jenis ini terdapat
pada daerah dengan zona subduksi (Gambar 2.20).
Gambar 2.20 Penampang lokasi terbentuknya batuan ubahan
GEOLOGI DASAR | 37
Download