Kul-11 Komunikasi Nonverbal

advertisement
KOMUNIKASI NON VERBAL
Sangat sering, dan bahkan mayoritas
relasi antar manusia dilakukan dengan
sentuhan, gerakan, tekanan suara,
bahkan ekspresi wajah untuk memperkuat
komunikasi verbal yang dilakukannya.
Dari mulai bertemu hingga berpisah,
manusia mengobservasi satu sama lain
dengan segala rasa, pendengaran serta
intonasi, serta tampilan dan apa yang
dikenakannya,
seperti
layaknya
mempersepsi komunikasi verbal yang
juga dilakukannya.
Komunikasi nonverbal sangat penting karena manusia menggunakan sistem
penyampaian pesannya melalui ekspresi sikap dan juga emosinya. Untuk itu
manusia sangat sering, secara sengaja maupun tidak, secara sadar maupun
tidak, manusia menilai dan mengambil keputusan juga ditentukan dengan
interpretasi dari nonverbal lawan komunikasinya. Emosi manusia dapat
terekspresikan pada gerak tubuh, eskpresi wajah, dan juga mata, mengartikan
kesedihan, ketakutan, kemarahan bahkan kegembiraan.
Komunikasi nonverbal juga sangat penting dalam relasi antar manusia karena
nonverbal ini berperan dalam menciptakan impresi. Bahkan terkadang
seringkali pesan nonverbal hadir mendahului pesan verbal, dan juga
mempengaruhi alur dari komunikasi yang terjadi. Pengalaman manusia
membuktikan bahwa betapa sering manusia memberi penilaian pada
seseorang berdasarkan warna kulit, ekspresi wajah, cara berpakaian dan lainlain, bahkan bagaimana manusia memilih teman dan pasangannya
berdasarkan impresi pertama.
Dalam berkomunikasi, pesan nonverbal lebih tua usianya (lebih dahulu) dari
pada komunikasi verbal, karena kita lebih awal melakukannya, paling tidak
sebelum usia 18 bulan, sehingga sebenarnya manusia lebih berpengalaman
dalam mengirimkan pesan secara nonverbal. Albert Mehrabian mengatakan
bahwa efektifitas komunikasi ditentukan oleh sekitar 7% faktor verbal (katakata), 38% suara (intonasi,vokal) dan 55% faktor non verbal (bahasa tubuh,
ekspresi wajah, gerakan tangan, kaki, dan lain-lain).
Ahli lain, Ray L. Birdwhistell mengatakan didalam percakapan langsung, faktor
verbal menentukan kurang dari 35% dan lebih dari 65% komunikasi dilakukan
secara non verbal, sedangkan Allan Pease menegaskan bahwa sebagian
peneliti setuju bahwa faktor verbal terutama digunakan untuk memberikan
informasi, sementara faktor non verbal mencerminkan sikap antar pribadi dan
dalam beberapa kasus digunakan sebagai penggganti pesan verbal.
Komunikasi nonverbal itu bersifat multidimensi. Ini dikarenakan pesan
nonverbal seringkali berlangsung bersamaan dengan pesan verbal. Fungsi
dari pesan nonverbal ini dapat mempengaruhi pesan verbal yang juga
dilakukan dalam proses yang bersamaan dalam suatu proses komunikasi.
Fungsi-fungsi tersebut diantaranya adalah untuk :
Mengulang (repeating), perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku
verbal, misalnya kita menganggukan kepala ketika mengatakan ”ya”, atau
menggelengkan kepala ketika mengatakan ”tidak”, atau juga mengangkat
tangan sambil berkata berhenti.
Melengkapi (complementing), atau juga memperteguh atau menekankan
perilaku verbal. Misalnya ketika kita melambaikan tangan seraya
mengucapkan ”Selamat Jalan”, ”Sampai jumpa lagi, ya”, atau menggunakan
gerakan tangan, nada suara yang meninggi, atau suara yang lambat ketika
berpidato di hadapan khalayak. Juga seperti memuji seseorang sambil
menepuk-nepuk pundak orang tersebut, mengucapkan maaf dengan
ekspresi wajah yang juga turut mendukung.
Menggantikan (substituting), perilaku nonverbal dapat menggantikan
perilaku verbal, misalnya dengan menggoyangkan tangan dengan telapak
tangan sebagai pengganti kata ”tidak”, ketika seorang pengamen
mendatangi mobil atau menunjukan letak ruang dekan dengan jari tangan,
tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada seorang mahasiswa baru
yang bertanya, ”di mana ruang dekan, Pak?”, juga meletakkan jari telunjuk
kearah bibir untuk meminta orang tidak ribut, atau melotot untuk
menggambarkan marah.
Mengatur (regulating), Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal.
Misalnya seorang mahasiswa mengenakan jaket atau membereskan bukubuku, atau melihat jam tangannya menjelang atau ketika kuliah berakhir,
sehingga dosen segera menutup kuliahnya atau mengangguk untuk
membenarkan pernyataan orang lain dalam suatu diskusi, atau diam untuk
memberikan pesan pada yang lain agar mendengarkan seseorang, atau juga
pandangan mata seorang ibu langsung kepada mata anaknya yang
mengartikan melarang anaknya melakukan tindakan tertentu.
Menyangkal
(contradicting),
Perilaku
nonverbal
dapat
membantah atau bertentangan
dengan
perilaku
verbal.
Misalnya
seorang
suami
mengatakan ”Bagus! Bagus!”
ketika dimintai komentar oleh
istrinya mengenai gaun yang
baru dibelinya, seraya terus
membaca surat kabar atau
menonton
televisi.
Tetapi
karena mata dan gerak tubuh
tidak dapat menipu, meskipun
kita berkata sesuatu, bila
sebenarnya tidak demikian
maksudnya, maka mata kita,
atau ekspresi wajah kita akan
mengatakan yang lain.
Klasifikasi non verbal sampai saat ini para ahli belum memiliki kesepakatan →
hal ini disebabkan karena perspektif para ahli yang berbeda. Salah satu
klasifikasi adalah yang dikemukakan oleh Edward T. Hall, yaitu :
Visual, yaitu pesan nonverbal yang terlihat, terbagi dalam
Kinesik, yaitu gestural (gerakan anggota tubuh seperti gerakan tangan, kepala,
jari tangan dan-lain-lain), postural (yaitu posisi tubuh seperti dalam posisi tegap,
terlentang, tengkurap dan lain-lain) dan facial (yaitu gerakan wajah, seperti
pupil mata, hidung mulut, dahi dan lain-lain).
Proksemik, ini berkait dengan jarak antar peserta komunikasi. Jarak proksemik
ini dapat dibagai menjadi fixed-feature space (yaitu pandangan dan perilaku
terhadap perubahan struktur ruang yang tidak dapat digerakan tanpa
persetujuan kita. Kemudian semi fixed-feature space ( yaitu struktur yang
sebagian bisa digerakan atas keinginan kita), dan yang terakhir adalah featured
space (yaitu struktur ruang yang sepenuhnya bisa kita gerakan sesuai dengan
keinginan kita, seperti dalam jarak intim 0-40 cm, jarak personal 40-120 cm,
jarak sosial 120-350 cm, dan jarak public diatas 350 cm)
Artifaktual, hal ini berkait dengan aksesori yang melekat pada diri seseorang,
seperti pakaian, kosmetik, rumah, mobil, dan lain-lain.
Audial, yaitu pesan nonverbal yang terdengar. Dalam hal ini berkait dengan
paralinguistik. Terdapat tiga klasifikasi yang membagi paralinguistik kedalam
bentuk vokal, yaitu
Vocal qualifiers (seperti volume suara, tekanan suara, ritme suara,
waktu/tempo, resonansi dan lain-lain).
Vocal characterizers (seperti tertawa, menangis, menguap, mengeluh,
membantah, berteriak, dan lain-lain)
Vocal segregates (suara-suara yang dihasilkan oleh mulut tetapi tidak dalam
bentuk kata formal, seperti ‘shhhh’ untuk membuat orang lain diam, ‘ooohh’
untuk mengatakan mengerti, ‘wahhh’ untuk mengatakan kekaguman, dan lainlain).
Non Visual, Non Audial, yaitu pesan nonverbal yang tidak terlihat dan tidak
terdengar. Pesan nonverbal ini terbagi atas
Hapstics atau sentuhan. Menurut Heslin, terdapat lima kategori sentuhan, yang
merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal hingga yang sangat
personal. Kategori-kategori tersebut adalah
Fungsional-profesional. Disini sentuhan bersifat “dingin” dan berorientasi bisnis,
misalnya pelayan toko membantu pelanggan memilih pakaian.
Sosial-sopan. Perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh
pengharapan, aturan dan praktik sosial yang berlaku, misalnya jabat tangan.
Persahabatan-kehangatan. Kategori ini meliputi setiap sentuhan yang
menandakan afeksi atau hubungan yang akrab, misalnya dua orang yang saling
merangkul setelah mereka lama berpisah.
Cinta-keintiman. Kategori ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan
keterikatan emosional atau ketertarikan, misalnya mencium pipi orangtua dengan
lembut; orang yang sepenuhnya memeluk orang lain; orang eskimo yang saling
menggosokan hidung.
Rangsangan seksual. Kategori ini berkaitan erat dengan kategori sebelumnya,
hanya saja motifnya bersifat seksual. Rangsangan seksual tidak otomatis
bermakna cinta atau keintiman.
Odoritik atau smell atau bau-bauan. Meskipun kita menerima pesan
mayoritas dari pendengaran dan penglihatan, bau yang tercium juga dapat
dimaknai dan dipersepsi.
Victor Hugo mengatakan bahwa tidak ada yang mampu membangunkan kita
dari kesadaran layaknya bau-bauan (nothing awakens a reminiscence like
an odor). Meskipun setiap orang memiliki pengalaman mencium bau-bauan
dengan menggunakan organ yang sama, budaya yang melingkupi manusialah yang membedakan reaksi terhadap bau-bauan tersebut.
Download