paper GDP - Blog UB - Universitas Brawijaya

advertisement
PAPER PERAN PERTANIAN SEBAGAI KONTRIBUTOR GDP
MATAKULIAH EKONOMI PEMBANGUNAN PERTANIAN
Disusun Oleh
Kelas: B
Widya Setyoningrum
125040100111055
Yanuari Riska P. L.
125040101111107
Yenny Purdiawati N.
125040101111123
Aris Fitriyatul A.
125040101111135
Vini Zahrotul Fauziah
125040107111020
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
Peran Pertanian sebagai Kontributor GDP (Gross Domestic Product)
a. Pendahuluan
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh Rumah
Tangga Keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu
periode, biasanya selama satu tahun. Dalam ilmu ekonomi, pendapatan nasional
merupakan konsep yang menarik untuk dipelajari. Setiap kegiatan ekonomi dalam suatu
negara pasti berkaitan dengan pendapatan nasional. Tingkat perkembangan ekonomi suatu
negara juga dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya. Usaha-usaha pembangunan
ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara pasti diarahkan untuk meningkatkan dan
menstabilkan pendapatan nasional.
Manfaat utama yang diperoleh dari penghitungan pendapatan nasional adalah untuk
mengetahui dan menelaah kondisi atau struktur perekonomian suatu negara, karena dari
perhitungan pendapatan nasional kita dapat menggolongkan suatu negara sebagai negara
industri, pertanian atau jasa. Dari hal itu pula, dapat ditentukan besarnya sektor-sektor
industri, pertanian, pertambangan dan lain-lain. Berdasarkan pendapatan nasional dapat
diketahui bahwa Indonesia adalah negara pertanian atau agraris, sedangkan Amerika
Serikat, negara-negara di Eropa dan Jepang adalah negara industri.
Pertanian merupakan basis perekonomian Indonesia, meskipun dapat dikatakan
merupakan suatu “sumbangsih nisbi” (relative contribution) sektor pertanian dalam
perekonomian dimana diukur berdasarkan proporsi nilai tambahnya dalam membentuk
Produk Domestik Bruto atau pendapatan nasional tahun demi tahun kian mengecil. Hal itu
bukanlah berarti nilai dan peranannya semakin tidak bermakna. Nilai tambah sektor
pertanian dari waktu ke waktu tetap selalu meningkat dan peranan sektor ini dalam
menyerap tenaga kerja tetap terpenting. Mayoritas penduduk Indonesia, yang sebagian
besar tinggal di daerah pedesaan hingga saat ini masih menyandarkan mata pencahariannya
pada sektor pertanian.
b. Pembahasan
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa
barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu
negara (domestik) selama satu tahun.
Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan
sebagai nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah
suatu negara dalam jangka waktu setahun.
Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang
bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum
diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap
bersifat bruto/kotor.
GDP dapat dihitung dari sisi pengeluaran agregat (Agregate Spending) pelaku
ekonomi dalam suatu negara. Pengeluaran agregat ini sama dengan permintaan agregat
karena konsekuensi dari permintaan adalah adanya pengeluaran oleh rumah tangga,
investor, pemerintah dan eksportir untuk membeli barang dan jasa. Pengeluaran Agregat
dapat dikelompokkan atas empat komponen, yaitu:
1. Pengeluaran Konsumsi, merupakan bagian terbesar dari permintaan agregat yaitu
berupa permintaan dari konsumen terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari. Konsumsi ini memegang peranan penting dalam perekonomian
menurut teori Keynesian karena akan menentukan output dan pendapatan masyarakat
suatu negara. Kontribusi konsumsi terhadap pembentukan GDP di Indonesia
diperkirakan sebesar 65% dari total GDP. Konsumsi dapat dibagi atas tiga kategori
yaitu barang tanah lama (durable goods) seperti mobil, barang tidak tahan lama
(nondurable goods) dan jasa (services). Dari sisi asal barang, maka barang dan jasa
yang dikonsumsi oleh konsumen dalam negeri terdiri dari barang produksi dalam negeri
dan barang/jasa yang diproduksi oleh negara lain yang diimport ke Indonesia. Dalam
penghitungan GDP, angka import ini harus dikeluarkan dari angka GDP.
2. Pengeluaran Pemerintah, adalah semua pengeluaran pemerintah yang diperlukan agar
roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Pengeluaran pemerintah ini tercantum
dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Nasional (APBN). Barang dan jasa yang
dibeli oleh pemerintah tidak dihitung nilai tambahnya (value added) seperti halnya pada
barang konsumsi karena barang dan jasa yang diproduksi oleh pemerinatah pada
umumnya adalah gratis. Pengeluaran pemerintah seperti uang pensiun (transer of
payment) tidak dihitung dalam GDP karena pengeluaran tersebut bukan merupakan
pembelian terhadap barang atau jasa yang baru diproduksi.
3. Pengeluaran Investasi, adalah tambahan terhadap akumulasi modal (physical stock of
capital) ditambah dengan perubahan persediaan (inventory changes). Tetapi transaksi
saham tidak termasuk dalam penambahan stok modal. Jadi investasi adalah aktivitas
yang bisa meningkatkan kemampuan ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa di
masa mendatang. Contohnya adalah pembelian barang investasi, peralatan dan
pembangunan rumah baru. Sewa dari rumah tersebut dihitung sebagai konsumsi.
4. Permintaan Ekspor Bersih (Net Export), adalah net export yaitu selisih antara ekspor
dan impor (X – M). Ekspor merupakan GDP dari dalam negeri karena merupakan
barang atau jasa yang diproduksi di dalam negeri, tetapi tidak dikonsumsi di dalam
negeri. Barang ekspor akan dibeli atau dikonsumsi oleh rumah tangga, investor, atau
pemerintah negara asing sedangkan impor adalah barang yang diproduksi di luar negeri
yang artinya adalah GDP negara asing. Dalam GDP yang dihitung adalah net export
untuk menghindari penghitungan dua kali (double counting). Barang dan jasa yang
dibeli oleh rumah tangga, investor dan pemerintah tidak semuanya diproduksi di dalam
negeri tetapi beberapa barang yang dibeli tersebut berasal dari luar negeri.
Jadi, komponen pengeluaran agregat yang diuraikan di atas pengeluaran rumah
tangga, investor dan pemerintah sebagiannya adalah barang yang diproduksi di luar negeri
yang mana adalah GDP bagi negara asing atau bukan merupakan GDP Indonesia.
Teori ekonomi pembangunan modern umumnya sepakat bahwa semakin berkembang
suatu negara, maka akan semakin kecil kontribusi sektor pertanian atau sektor tradisional
dalam PDB. Jika pendapatan meningkat, maka proporsi pengeluaran terhadap bahan
makanan akan semakin menurun. Dalam istilah ekonomi, elastisitas permintaan terhadap
makanan semakin kecil dari satu atau tidak elastis (inelastic). Karena fungsi sektor
pertanian yang paling penting adalah untuk menyediakan bahan-bahan makanan, maka
peningkatan terhadap bahan makanan tidaklah sebesar permintaan terhadap barang-barang
hasil industri dan jasa. Dengan sendirinya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB akan
semakin kecil dengan semakin besarnya tingkat pendapatan pada sektor non-pertanian.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam PDB, maka
pemerintah harus mampu menciptakan integrasi kebijakan industrialisasi nasional yang
berbasis pada pertanian. Kebijakan yang lebih memilih berpihak pada sektor industri
dengan mengabaikan integrasi antara industri dan pertanian harus diubah. Pengambil
kebijakan selama ini menganggap bahwa pembangunan adalah identik dengan
pertumbuhan ekonomi sehingga kebijakan yang diambil juga, menurut Lypton dalam
Momose (2001) adalah bias perkotaan yang dicirikan: 1) memprioritaskan industri
daripada pertanian, 2) pengalokasian sumber daya yang lebih besar ke masyarakat kota
daripada masyarakat desa. Sebagai negara agraris seharusnya sektor pertanian
diprioritaskan lebih dulu, jika industrialisasi akan dilakukan. Keberhasilan sektor industri
tergantung dari suatu pembangunan pertanian yang dapat menjadi landasan pertumbuhan
ekonomi.
Menurut rahardjo (1990), ada dua alasan mengapa sektor pertanian harus dibangun
terlebih dahulu:
1. Barang-barang hasil industri memerlukan dukungan daya beli masyarakat petani yang
merupakan mayoritas penduduk Indonesia, maka pendapatan mereka perlu ditingkatkan
melalui pembangunan pertanian
2. Industri juga membutuhkan bahan mentah yang berasal dari sektor pertanian dan karena
itu produksi hasil pertanian menjadi basis bagi pertumbuhan industri itu sendiri
Alasan kedua di atas dapat memberikan petunjuk bahwa industri yang cocok untuk
negara agraris adalah industri yang berbasis pada pertanian atau agroindustri. Masingmasing industri harus mempunyai keterkaitan antara hulu sampai ke hilir. Kenyataan
sekarang ini dari ketiga subsistem yang ada, yaitu hulu (penyedia sarana produksi), on
farm (usahatani) dan hilir (pengolah hasil) dalam semua sub-sektor komoditi berjalan
tersekat-sekat. Masing-masing berjalan sendiri-sendiri dan memikirkan keuntungan
sendiri. Sebagai pihak yang lemah petani sering menjadi objek eksploitasi dari subsistem
hulu dan hilir.
Sektor
pertanian
telah
berperan
dalam
perekonomian
nasional
melalui
sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan ekspor, penyediaan
tenaga kerja dan penyediaan pangan nasional. Selain sumbangan tersebut, sektor pertanian
juga memiliki kontribusi dalam memperkuat keterkaitan antarindustri, konsumsi dan
investasi.
Hasil pembangunan pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, pada tahun 2004
telah menghasilkan pertumbuhan sektor pertanian sebesar 4,1% dan 3,8% pada tahun 2005.
Kemampuan sektor pertanian untuk menyerap tenaga kerja sebesar 40,6 juta dan 40,7 juta
pada periode yang sama dan kontribusi terhadap PDB sebesar 15,4% di tahun 2004 dan
15,3% di tahun 2005. Khusus untuk sub-sektor perikanan, pada tahun 2003, memberikan
kontribusi sebesar 2,5% dari PDB nasional, belum termasuk pengolahan produk
perikanannya. Dalam tahun 2004 dan 2005 diperkirakan kontribusi subsektor perikanan
terhadap PDB nasional naik masing-masing menjadi 2,7% dan 2,8%.
Sumbangan terbesar pembangunan pertanian selama PJP I adalah tercapainya
swasembada pangan, khususnya beras. Dari hal tersebut, Indonesia mampu mengekspor
beras ke beberapa negara miskin sehingga dapat menambah devisa. Dampak nyata dari
swasembada pangan adalah meningkatnya pendapatan masyarakat, kualitas gizi, serta
penghematan devisa negara. Selain itu, swasembada pangan juga telah meningkatkan
kestabilan ekonomi nasional.
Sumbangan sektor pertanian terhadap pembangunan dan devisa negara ditentukan
oleh produktivitas dari sektor ini. Karena masih cukup besarnya sumbangan sektor
pertanian terhadap perekonomian nasional, rendahnya produktivitas sektor pertanian dapat
mempengaruhi produktivitas perekonomian secara keseluruhan. Selain itu, rendahnya
produktivitas di sektor pertanian akan memperdalam kesenjangan. Keadaan itu dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kestabilan ekonomi dan kualitas lingkungan hidup.
Rendahnya produktivitas sektor pertanian, selain disebabkan oleh masih rendahnya
kualitas sumber daya manusia yang bekerja di sektor ini, juga disebabkan oleh masih
besarnya proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian. Sekitar 49% dari angkatan
kerja bekerja di sektor pertanian. Padahal, pangsa produk domestik bruto pertanian dalam
produk domestik bruto nasional hanyalah sekitar 22% pada tahun 1990. Apabila kondisi
tersebut berlanjut, produktivitas sektor pertanian akan terus menurun. Demikian pula,
kesenjangan produktivitas antara sektor pertanian dengan sektor lain terutama industri
makin melebar. Permasalahan lain yang masih dihadapi adalah kemampuan sektor nonpertanian untuk menyerap tenaga kerja di pedesaan masih terbatas. Selain itu, kualitas
tenaga kerja yang tersedia juga belum dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk
dapat bekerja di sektor industri. Oleh karena itu, untuk dapat menuju tercapainya
pertumbuhan sektor pertanian agar dapat memberikan sumbangan bagi devisa negara,
tantangan pembangunan pertanian selanjutnya adalah meningkatkan produktivitas tenaga
kerja di samping memperluas kesempatan kerja di sektor pertanian.
Selama ini sektor pertanian merupakan penghasil devisa non-migas yang penting.
Penerimaan devisa tersebut sebagian besar diperoleh dari ekspor komoditas tradisional
seperti karet, kopi, teh dan komoditas perkebunan lainnya, sedangkan ekspor komoditas
pertanian lain seperti produk perikanan dan peternakan baru mencapai tahap
perkembangan awal. Terbukanya perekonomian nasional ke dalam situasi perdagangan
internasional dengan persaingan yang makin ketat, disertai oleh perubahan yang makin
cepat, merupakan permasalahan yang perlu diamati secara seksama. Dalam memasuki
pasar dunia, permasalahannya terletak pada kemampuan meningkatkan daya saing atau
keunggulan bersaing. Mengingat peningkatan daya saing di pasar internasional merupakan
faktor utama untuk dapat meningkatkan penerimaan devisa dari ekspor, tantangan dalam
meningkatkan penerimaan devisa dari ekspor hasil pertanian adalah meningkatkan daya
saing komoditas ekspor yang dimiliki Indonesia. Hal itu berarti meningkatkan mutu dan
nilai tambah hasil pertanian Indonesia.
Pembangunan
pertanian
menempati
prioritas
utama
pembangunan
dalam
pembangunan ekonomi nasional. Karena itu, sektor pertanian merupakan sektor utama
pembangunan ekonomi nasional. Dalam pendekatan perhitungan pendapatan nasional,
sektor pertanian terdiri dari sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan,
peternakan, perikanan dan kehutanan. Selain sektor pertanian, terdapat delapan sektor
ekonomi lainnya yang secara bersama menentukan besarnya pertumbuhan ekonomi bangsa
melalui pendapatan domestik (GDP) dan pendapatan nasional (GNP).
Kontribusinya melalui GDP, peran sektor pertanian dalam pembangunan nasional
dapat dilihat dari peran sektor pertanian yang sangat luas, mencakup beberapa indikator
antara lain:
a) Pertama, pertanian sebagai penyerap tenaga kerja yang terbesar. Data Sakernas
menunjukkan bahwa pada tahun 1997, dari sekitar 87 juta jumlah tenaga kerja yang
bekerja, sekitar 36 juta diantaranya bekerja di sektor pertanian.
b) Kedua, pertanian merupakan penghasil makanan pokok penduduk. Peran ini tidak dapat
disubstitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya, kecuali apabila impor pangan
menjadi pilihan.
c) Ketiga, komoditas pertanian sebagai penentu stabilitas harga. Harga produk-produk
pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen sehingga
dinamikanya sangat berpengaruh terhadap inflasi.
d) Keempat, akselerasi pembangunan pertanian sangat penting untuk mendorong ekspor
dan mengurangi impor. Pembangunan pertanian mencakup pemasaran dan perdagangan
komoditas. Dalam sistem rantai agribisnis, pemasaran dan perdagangan komoditas
pertanian sangat penting dalam menentukan nilai tambah produk. Dengan pemasaran
baik di dalam maupun ke luar negeri maka harga dan nilai tambah pertanian yang
diterima oleh petani produsen akan semakin tinggi. Sebaliknya, dengan adanya impor
maka produk dalam negeri akan bersaing dalam merebut pasar domestik. Dengan
produk domestik yang berdaya saing tinggi maka ekspor dapat dipacu dan akhirnya
menghasilkan devisa bagi pembangunan. Namun dengan rendahnya daya saing maka
barang impor akan masuk ke dalam negeri, dan devisa negara harus dibelanjakan ke luar
negeri.
e) Kelima, komoditas pertanian merupakan bahan industri manufaktur pertanian. Masih
dalam suatu sistem rantai agribisnis, industri manufaktur (pengolahan) pertanian, baik
yang mengolah komoditas pertanian maupun yang menghasilkan input pertanian
menduduki tempat yang penting. Kegiatan industri manufaktur pertanian hanya bisa
berjalan apabila memang ada kegiatan produksi yang sinergis. Dengan demikian
kehadiran sektor pertanian adalah prasyarat bagi adanya sektor industri manufaktur
pertanian yang berlanjut.
f) Keenam, pertanian memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi. Keterkaitan antara sektor
pertanian dengan sektor lain dapat dilihat dari aspek keterkaitan produksi, keterkaitan
konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan fiskal. Berdasarkan sifat keterkaitan
maka dikenal keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan
(forward linkage). Di Indonesia, sektor pertanian mempunyai keterkaitan ke belakang
yang kuat dalam menciptakan titik temu antar sektor yang lebih efektif dari pada
keterkaitan ke depan.
Sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor dalam perekonomian Indonesia
yang ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap PDB nasional. Nilai PDB dan kontribusi
PDB setiap sektor perekonomian disajikan pada Tabel 1. Kontribusi PDB sektor pertanian
termasuk perikanan dan kehutanan dalam lima tahun terakhir adalah sebesar (13-14%) dari
nilai total PDB nasional. Angka tersebut relatif besar karena kontribusi sektor pertanian
tersebut menempati urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan (27-28%) dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran (14-16%). Bahkan pada tahun 2008 menempati urutan
kedua setelah sektor industri pengolahan.
Tabel 1. Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha
(Milyar Rupiah)
Peranan tahun 2007 kontribusi sektor pertnian terhadap PDB sebesar (13,7%) dan
meningkat menjadi (14,4%) pada tahun 2008. Begitu pula kontribusi sektor industri
pengolahan terhadap PDB mengalami peningkatan yaitu (27,1%) pada tahun 2007 menjadi
(27,8%) pada tahun 2008. Apabila dilihat laju pertumbuhannya, dalam empat tahun
terakhir PDB sektor pertnian selalu mengalami peningkatan dan tumbuh sebesar (4,77%)
pada tahun 2008 (Tabel 2). Laju pertumbuhan berada di bawah sektor-sektor lainnya
kecuali sektor pertmbangan dan penggalian yang hanya tumbuh sebesar (0,51%) dan
Industri Pengolahan yang tumbuh (3,66%) di tahun 2008.
Tabel 2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000
menurut Lapangan Usaha (Persen)
Sumber: Berita Resmi Statistik No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014
Peranan besar yang dimiliki sektor pertanian dalam pertumbuhan PDB memberikan
sinyal positif bagi Indonesia untuk lebih serius dan secara konsisten menerapkan
revitalisasi pembangunan pertanian terutama dalam memecahkan masalah kemiskinan dan
penggangguran. Revitalisasi pertanian memiliki tiga pilar pengertian, yaitu (Krisnamurthi,
2006):
a. Sebagai kesadaran akan pentingnya pertanian
b. Bentuk rumusan harapan masa depan akan kondisi pertanian
c. Sebagai kebijakan dan strategi besar melakukan proses "revitalisasi pertanian" itu
sendiri
Peran revitalisasi pertanian tidak hanya sebatas membangun kesadaran pentingnya
pertanian semata, tetapi juga terkait dengan adanya perubahan paradigma pola pikir
masyarakat yang memandang pertanian tidak hanya sekedar bercocok tanam menghasilkan
komoditas untuk dikonsumsi. Sektor pertanian mempunyai efek pengganda (multiplier
efect) yang besar terkait dengan adanya keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward
and backward linkages) dengan sektor-sektor lainnya, terutama industri pengolahan dan
jasa. Disamping itu, kontribusi sektor pertanian harus diartikan secara lebih luas, sebagai
suatu kegiatan penciptaan nilai tambah mulai dari usahatani (kandang) hingga makanan
yang tersaji di atas meja kita, from farm to table business.
c. Kesimpulan
Gross Domestic Bruto (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah
produk, baik yang berupa barang maupun jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di
dalam batas wilayah suatu negara (domestik) ataupun barang dan jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan selama satu
tahun. Pengeluaran GDP yang dilakukan oleh pelaku perekonomian dalam suatu negara
antara lain adalah untuk pengeluaran konsumsi, pengeluaran pemerintah, pengeluaran
investasi dan permintaan ekspor bersih.
Saat ini, pemerintah belum mampu menciptakan integrasi kebijakan industrialisasi
nasional yang berbasis pada pertanian. Kebijakan dari pemerintah hanya mengedepankan
kepentingan di bidang idustri, sedangkan di bidang pertanian kurang begitu diperhatikan.
Sebagai negara agraris, sudah seharusnya pertanian merupakan sektor utama yang harus
diperhatikan oleh pemerintah. Ada beberapa hal yang harus diingat, salah satunya yaitu
bahwa hasil dari pertanian mendominasi dalam segi penyediaan bahan baku kegiatan
industri yang ada. Keberhasilan sektor industri tergantung dari suatu pembangunan
pertanian yang dapat menjadi landasan pertumbuhan ekonomi.
Apabila ditilik lebih lanjut, sektor pertanian mempunyai peran besar dalam
sumbangsih terhadap PDB, diantaranya yaitu sektor pertanian sebagai penyedia lapangan
kerja paling besar, sektor pertanian sebagai pemasok komoditas pangan dan serat, hasil
dari sektor pertanian sebagai bahan baku industri dan bio energi serta sebagai komoditas
ekspor. Maka, sudah saatnya pemerintah lebih melihat ke arah sektor pertanian untuk lebih
memperhatikan kemajuannya sebagai pendongkrak sektor industri.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin Syam dan Saktyanu K. Dermoredjo. 2000. Kontribusi Sektor Pertanian dalam
Pertumbuhan dan Stabilitas Produk Domestik Bruto. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI
Ardra. 2013. Pengertian Gross Domestic Product Produk Domestik Bruto GDP. (online).
http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-makro/. Diakses pada tanggal 20 Februari 2014
Berita Resmi Statistik No.16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Daryanto, Arief. 2009. Posisi Daya Saing Pertanian Indonesia dan Upaya Peningkatannya.
Seminar Nasional. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
Faid. 2013. Pertanian Sebagai Sektor Unggulan. (online). http://faidzothman.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 20 Februari 2014
Download