BAB I Pendahuluan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Avian influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh
virus influenza tipe A. Dari 16 subtipe virus avian influenza, subtipe H5N1 mendapat
perhatian khusus karena beberapa alasan. H5N1 dapat bermutasi dengan cepat dan
tercatat mempunyai kecenderungan untuk memperoleh gen dari virus yang
menginfeksi hewan dan spesies lain, termasuk manusia. Kemampuannya untuk
menyebabkan penyakit yang berat pada manusia diketahui melalui dua cara penularan
yaitu dengan peranan inang antara dan penularan langsung. Virus ini juga ditularkan
oleh babi, kuda, dan mamalia laut. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus
avian infuenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasi telah terjadi di Republik Korea,
Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, Cina, Indonesia, Pakistan, Irak
,dan Turki. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas
yang terinfeksi. Penemuan gejala-gejala klinik dan laboratorium (demam, batuk,
diare, sesak napas, limfopeni, dan kelainan pada x-ray toraks) dan adanya riwayat
kontak dengan unggas mungkin akan sangat membantu dalam mengindentifikasi
pasien yang terinfeksi virus ini (Hasanah 1992).
Kondisi demikian telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan resiko
tertinggi penyebaran flu burung di dunia. Penyakit ini dianggap sangat berbahaya
karena resiko kematian pasien lebih dari 50%, dan penyebaran virus H5N1 hingga
saat ini belum dapat dikendalikan. Virus yang awalnya hanya menyerang unggas ini
kini telah merebak menyerang manusia, babi, anjing dan kucing. Hal yang paling
ditakuti para ahli adalah apabila terjadi mutasi yang tidak diinginkan pada virus
H5N1, maka akan terjadi pandemi yang akan menelan korban jiwa manusia sangat
besar karena obatnya belum ditemukan.
Pada bulan Juli 2005 telah dilaporkan terjadi kasus
flu burung yang
menginfeksi manusia di Tangerang, Banten sehingga menyebabkan kematian. Sejak
saat itu pembahasan mengenai flu burung kembali lebih intensif dibanding
2
sebelumnya. Kasus infeksi flu burung sebenarnya sudah menyebar di Indonesia
,tetapi hanya terbatas pada unggas saja. Tepatnya pada tanggal 25 Januari 2004,
pemerintah melalui Departemen Pertanian secara resmi mengumumkan flu
telah terjadi di Indonesia. Waktu itu infeksi flu
dari 5 juta ekor unggas
tertular
burung
burung telah mengakibatkan lebih
mati, tetapi tidak ada seorangpun yang terjangkit atau
penyakit tersebut. Baru pada bulan Juli 2005 dilaporkan
pertama kali
wabah ini telah menular ke manusia (Sundu 2005).
Sampai dengan akhir bulan Agustus 2006, telah dilaporkan sebanyak 241
kasus infeksi dan 141 diantaranya telah meninggal dunia. Sejak tahun 2003 telah
terjadi penyebaran yang semakin luas dari HPAI-H5N1 ke beberapa negara lain,
dengan angka kematian yang cukup tinggi (WHO 2006). Berdasarkan hasil kajian
secara genomik, dikenal beberapa subtipe dari avian influenza, namun demikian
selama 6 tahun terakhir hanya subtipe H5, H7 dan H9 yang diketahui mampu
menyebar dari unggas ke manusia.
Pandemi influenza yang didefinisikan sebagai
batas negara) dari penyakit
lonjakan global (melintasi
yang disebabkan oleh virus ini sudah cukup lama
dikenal. Virus ini dikenal cerdik dan susah diberantas karena sifatnya yang mudah
berubah asam intinya. Selain itu, penyebaran melalui udara juga menyebabkan virus
ini cepat berpindah. Obat yang ditetapkan Pemerintah Indonesia untuk penderita flu
burung adalah oseltamivir carboxylate (Tamiflu). Obat ini bekerja sebagai inhibitor
neuraminidase, yang bahan bakunya berasal dari tanaman Star anise (Illicium verum)
yang harus diimpor seluruhnya dari Vietnam atau China dengan biaya relatif mahal.
Obat lainnya adalah Amantadine, yang bekerja sebagai ion channel blocker, namun
dilaporkan telah memicu resistensi pada virus. Pada bulan Januari 2006, dilaporkan
bahwa 16% dari kasus H5N1 pada manusia mempunyai tipe virus yang resisten
terhadap Tamiflu.
Berdasarkan kenyataan diatas maka sangat perlu dan mendesak untuk segera
ditemukan obat alami untuk flu burung dari tanaman yang berasal dari alam
Indonesia. Indonesia sebagai negara tropis menyimpan banyak kekayaan hayati yang
belum dimanfaatkan sepenuhnya, termasuk di dalamnya adalah tanaman-tanaman
3
obat yang biasa dijumpai dan juga digunakan pada manusia. Tanaman obat adalah
tanaman yang penggunaan utamanya untuk keperluan obat-obatan, dalam hal ini obat
tradisional yang khasiatnya secara phytoterapi juga masih harus diteliti (Hasanah
1992). Untuk itu perlu adanya tanaman obat yang berasal dari Indonesia yang dapat
menanggulangi permasalahan flu burung ini.
Tanaman obat adalah tanaman yang penggunaan utamanya untuk keperluan
obat-obatan, dalam hal ini obat tradisional yang khasiatnya secara phytoterapi juga
masih harus diteliti (Hasanah 1992). Tanaman obat yang akan dipakai dalam
penelitian ini adalah sambiloto (Andrographis paniculata Nees). Secara empiris,
sambiloto dimanfaatkan sebagai obat anti diuretik, anti diabetes, anti inflamasi, anti
tukak lambung, anti histaminergik (gatal-gatal), menurunkan tekanan darah, rematik,
analgetik, immunomodulator, melindungi kerusakan hati dan jantung yang reversibel,
anti spermatogenik/androgenik. Disamping itu hasil pengujian pra klinik sambiltoto
menunjukkan bahwa andrografolide (komponen aktif) memiliki aktivitas sebagai anti
virus dan telah dikembangkan sebagai obat modern anti virus dengan nama androvir
(Mulisah 1999).
4
1.2 Tujuan
Tujuan kegiatan penelitian ini adalah mengetahui potensi sambiloto
(Andrographis paniculata Nees) dalam menanggulangi virus Avian Influenza H5N1
melalui gambaran histopatologi organ paru-paru ayam.
1.3 Manfaat
Manfaat dalam penelitian ini diperoleh informasi dasar pengaruh pemberian
sambiloto (Andrographis paniculata Nees) yang diuji tantang virus Avian Influenza
H5N1 melalui kajian histopatologi organ paru-paru.
Download