1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nifas merupakan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nifas merupakan proses alamiah yang dialami seorang wanita setelah
persalinan yang berlangsung kira-kira 6 minggu, yang dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berahir ketika alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil,
namun aka nada kalanya masa nifas tidak berjalan dengan normal dikarenakan sebab
yang abnormal seperti terjadinya sub involusi, yang merupakan kondisi ibu
memburuk (Anik, 2009).
Involusi uterus merupakan suatu proses dimana uterus akan mengalami
pengecilan (involusi) secara berangsur-angsur dan kembali ke kondisi sebelum hamil
atau pada keadaan sebelum hamil dengan berat 60 gram (Reni, 2012).
Proses pemulihan kesehatan pada masa nifas merupakan hal yang sangat
penting bagi ibu setelah melahirkan. Sebab selama masa kehamilan dan persalinan
telah terjadi perubahan fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi ligament-ligament
bersifat lembut dan kendor, otot-otot teregang, uterus membesar, postur tubuh
berubah sebagai kompensasi terhadap perubahan berat badan pada masa hamil, serta
terjadi bendungan pada tungkai bawah. Pada saat persalinan dinding panggul selalu
teregang dan mungkin terjadi kerusakan pada jalan lahir, serta setelah persalinan otototot dasar panggul menjadi 2 longgar karena diregang begitu lama pada saat hamil
maupun bersalin (Abdul, 2002).
1
2
Dalam masa nifas alat-alat genetalia internal maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Meskipun istilah
involusi telah digunakan untuk menunjukkan perubahan retrogresif yang terjadi di
semua organ dan struktur saluran reproduksi, istilah ini lebih spesifik menunjukkan
adanya perubahan retrogresif pada uterus yang menyebabkan berkurangnya ukuran
uterus. Demi kejelasan, definisi invoulusi puerperium dibatasi pada uterus dan apa
yang terjadi pada organ dan struktur lain hanya dianggap sebagai perubahan
puerperium (Varney, 2007).
Masa nifas hari pertama adalah masa kritis yang rentan sekali terjadi
perdarahan, karena kontraksi uterus yang lemah akibat berkurangnya kadar oksitosin
yang di sekresi oleh kelenjar hipofise posterior, maka asuhan masa nifas pada masa
ini sangat diperlukan. Salah satu merangsang oksitosin adalah dengan cara
rangsangan pada puting atau menyusui. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24
jam pertama yang sebagian basar disebabkan karena perdarahan post partum (Abdul
Bari, 2002).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan involusi uteri yaitu Inisiasi Menyusu
Dini, Usia dan Paritas. Dimana menyusu merangsang pengeluaran hormone oksitosin
yang akan mampu meningkatkan proses kontraksi uterus yang akhirnya memberikan
dampak terhadap semakin cepatnyaproses involusiuterus. Pada proses menyyusui ada
reflek let down dari isapan bayi merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormon
3
oksitosin yang oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus
berkontraksi sehingga proses involusi uterus terjadi.
Faktor usia, menyebabkan elastisitas otot uterus pada usia lebih 35 tahun ke
atas berkurang. Pada ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses
penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan
elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat. Bila
proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini
akan menghambat involusi uterus.
Faktor Paritas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering
tereggang memerlukan waktu yang lama. (Abdul Bari, 2002). Terjadi involusi uteri
bervariasi pada ibu post partum multipara dan primipara. Pada multipara uterus
teregang penuh dua kali lipat sehingga kontraksi uterus lebih kuat untuk
menghasilkan involusi (Farrer, 2001).
Penelitian Wulandari (2007) tentang Hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan
involusi Uteri Ibu Nifas di Puskesmas Sidorejo Lorkota Salatiga, dari 20 responden
diperoleh jumlah responden yang diberikan IMD dengan paritas primipara dan
perubahan involusi yang dilihat dari TFU dan lochea mayoritas normal berjumlah 17
orang (85%). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, responden yang dilakukan IMD
dengan paritas didapatkan ada perubahan TFU dan pengeluaran lockea yang normal.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di Klinik Linda Silalahi
Pancur Batu, ibu yang berkunjung ke Klinik Linda Silalahi Pancur Batu yang
diantaranya ibu nifas sebanyak 35 orang. Dan berdasarkan penelitian pada ibu nifas
4
yang ada di Klinik Linda Silalahi Pancur Batu sebanyak 10 ibu nifas, 8 diantaranya
ibu yang post partum 2 minggu mengalami involusi uterus pertengahan pusatsimpisis sedangkan 2 diantaranya mengalami sub involusio uterus.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Di Klinik
Linda Silalahi Pancur Batu.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah faktor-faktor yang
berhubungan dengan involusi uterus pada ibu post partum di Klinik Linda Silalahi
Pancur Batu Desa Hulu.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan involusi uterus
pada ibu post partum di Klinik Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.
Apakah ada hubungan inisiasi menyusu dini dengan involusio uteri di Klinik
Linda Silalahi Pancur Batu.
2.
Apakah ada hubungan paritas dengan involusio uteri di Klinik Linda Silalahi
Pancur Batu.
3.
Apakah ada hubungan Usia ibu dengan involusio uteri di Klinik Linda Silalahi
Pancur Batu.
5
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Pendidikan Kebidanan Audi Husada Medan
Hasil penelitian ini dapat sebagai referensi tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan involusi uterus pada ibu post partum di Klinik Linda Silalahi
Pancur Batu.
1.4.2. Bagi Tenaga Kesehatan
Menambah informasi atau pengetahuan tentang menyusui agar dapat memberi
edukasi pada pasien.
1.4.3. Bagi Peneliti
Untuk mengaplikasikan sebagai ilmu yang telah didapat selama masa
perkuliahan serta menambah wawasan peneliti mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan involusi uterus pada ibu post partum Diklinik Linda Silalahi
Pancur Batu.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Involusi Uteri
2.1.1. Definisi Involusio Uteri
Involusi uteri adalah suatu proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum
hamil. Proses involusi merupakan salah satu peristiwa penting dalam masa niafas, di
samping proses laktasi atau pengeluaran ASI (Reni, 2010).
Penurunan tinggi fundus uteri atau Involusi uteri adalah pengecilan yang
normal dari
suatu organ setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya
pengecilan uterus setelah melahirkan. Involusi uteri adalah mengecilnya kembali
rahim setelah persalinan kembali kebentuk asal (Ramali, 2003).
2.1.2. Proses Involusi Uterus
1. Ischemi pada miometrium disebut juga lokal ischemia
Yaitu kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena
kontraksi dan retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas tetapi disebabkan
oleh pengurangan aliran darah yang pergi ke uterus di dalam masa hamil, karena
uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk
memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus dapat mengadakan
hipertropi dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka
pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa. Dan aliran darah dialirkan ke
buah dada sehingga peredaran darah ke buah dada menjadi lebih baik.
6
7
Demikianlah dengan adanya hal-hal diatas, uterus akan mengalami kekurangan
darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami otropi kembali kepada ukuran
semula.
2. Autolisis
Adalah penghancuran jaringan otot-otot
uterus yang tumbuh karena adanya
hyperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang 10 kali dan
menjadi 5 kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil, akan susut kembali mencapai
keadaan semula. Faktor yang menyebabkan terjadinya autolisis apakah
merupakan hormon atau enzim sampai sekarang belum diketahui, tetapi telah
diketahui adanya penghancuran protoplasma dan jaringan yang diserap oleh darah
kemudian di keluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari setelah
melahirkan ibu mengalami beser air kemih atau sering buang air kemih.
3. Aktifitas otot-otot
Adalah adanya retraksi dan kontrksi dari otot-otot setelah anak lahir, yang
diperlukan untuk menjepit pembulu darah yang pecah karena adanya kontraksi
dan retraksi yang terus-menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah
di dalam uterus yang mengakibatkan jaringan-jaringan otot-otot tersebut menjadi
lebih kecil.
2.1.3. Mekanisme Terjadinya Kontraksi pada Uterus
1. Kontraksi oleh ion kalsium.
Sebagai pengganti troponin, sel-sel otot polos mengandung sejumlah besar
protein pengaturan yang lain yang disebut kamodulin. Terjadinya kontraksi
8
diawali dengan ion kalsium berkaitan dengan kalmoduli. Kombinasi kalmodulin
ion kalsium kemudian bergabung dengan sekaligus mengaktifkan myosin kinase
yaitu enzim yang melakukan fosforilase sebagai respon terhadap myosin kinase.
Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus perlekatan - pelepasan kepala
myosin dengan filament aktin tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan
mengalami fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk berikatan secara
berulang dengan filament aktin dan bekerja melalui seluruh proses siklus tarikan
berkala sehingga mengghasilkan kontraksi otot uterus.
2. Kontraksi yang disebabkan oleh hormon.
Ada beberapa hormon yang mempengaruhi adalah epinefrin, norepinefrin,
angiotensin, endhothelin, vasoperin, oksitonin serotinin, dan histamine. Beberapa
reseptor hormon pada membran otot polos akan membuka kanal ion kalsium dan
natrium serta menimbulkan depolarisasi membran. Kadang timbul potensial aksi
yang telah terjadi. Pada keadaan lain, terjadi depolarisasi tanpa disertai dengan
potensial aksi dan depolarisasi ini membuat ion kalsium masuk kedalam sel
sehingga terjadi kontraksi pada otot uterus.
Dengan faktor-faktor diatas dimana antara 3 faktor itu saling mempengaruhi
satu dengan yang lain, sehingga memberikan akibat besar terhadap jaringan otot -otot
uterus, yaitu hancurnya jaringan otot yang baru, dan mengecilnya jaringan otot yang
membesar. Dengan demikian proses involusi terjadi sehingga uterus kembali pada
ukuran dan tempat semula. Adapun kembalinya keadaan uterus tersebut secara
gradual artinya, tidak sekaligus tetapi setingkat. Sehari atau 24 jam setelah persalinan,
9
fundus uteri agak tinggi sedikit disebabkan oleh adanya pelemasan uterus segmen
atas dan uterus bagian bawah terlalu lemah dalam meningkatkan tonusnya kembali.
Tetapi setelah tonus otot-otot kembali fundus uterus akan turun sedikit demi sedikit
(Christin, 2005).
William menjelaskan involusi sebagai berikut: Involusi tidak dipengaruhi oleh
absorbsi insitu, namun oleh suatu proses eksfoliasi yang sebagian besar ditimbulkan
oleh berkurangnya tempat implantasi plasenta karena pertumbuhan jaringan
endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh perluasan dan pertumbuhan kebawah
endometrium dari tepi-tepi tempat plasenta dan sebagian oleh perkembangan jaringan
endometrium dari kelenjar dan stoma yang tersisa dibagian dalam desidua basalis
setelah pelepasan plasenta. Proses semacam itu akan dianggap sebagai konservatif,
dan sebagai suatu ketetapan yang bijaksana sebagai bagian dari alam. Sebaiknya
kesulitan besar akan dialami dalam pembuangan arteri yang mengalami obliterasi dan
trombin yang mengalami organisasi, kalau mereka tetap insitu, akan segera
mengubah banyak bagian dari mukosa uterus dan endometrium dibawah menjadi
suatu masa jaringan parut dengan akibat bahwa setelah beberapa kehamilan tidak
akan mungkin lagi untuk melaksanakan siklus perubahan yang biasa, dan karier
reproduksi berakhir.
2.1.4. Involusi Alat-alat Kandungan
1.
Uterus
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan
retraksi akan menjadi keras sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang
10
bermuara pada bekas implantasi plasenta. Pada hari pertama ibu post partum
tinggi fundus uteri kira-kira satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari kelima post
partum uterus menjadi 1/3 jarak antara symphisis ke pusat. Dan hari ke 10 fundus
sukar diraba di atas symphisis. Tinggi fundus uteri menurun 1 cm tiap hari secara
berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) hingga akhirnya kembali seperti
sebelum hamil (Abdul Bari, 2002).
Tabel 2.1. Tinggi Fundus Uterus dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi
No Waktu involusi
1 Bayi lahir
2 Plasenta lahir
3 1 minggu
4 2 minggu
5 6 minggu
6 8 minggu
Sumber : Saliva, 2010
Tinggi Fundus Uteri
Setinggi pusat
Dua jari di bawah pusat
Pertengahan pusat-simpisis
Tidak teraba diatas simpisis
Bertambah kecil
Sebesar normal
Berat Uterus
1000 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
2. Bekas implantasi uteri
Plasenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke ovum uteri dengan diameter
7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm. Pada minggu ke 6 menjadi 2,4 cm dan
akhirnya pulih. Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum. Pembuluhpembuluh darah yang berada diantara anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit.
Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir. Bagian bekas
plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri
segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut dengan diameter 7,5 sering
disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal, setelah 2 minggu
11
diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu 2,4 cm dan akhirnya pulih.
(Abdul Bari, 2002).
3. Lokia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari deciduas yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama
dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan decidua tersebut dinamakan
lochea, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Lochea adalah
ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa /alkalis yang
dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang
ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau yang amis meskipun tidak
terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Secret
mikroskopik lochea terdiri dari eritrosit, peluruhan decidua, sel epitel dan bakteri.
Lochea mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lochia dapat
dibagi berdasarkan waktu dan warnanya, antara lain:
a. Lokia rubra berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseosa. Lanugo dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan.
b. Lokia sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 37 pasca persalinan.
c. Lokia serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
d. Lokia alba cairan putih, setelah 2 minggu.
e. Lokia purulenta terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
12
f. Lokia astastis lokia tidak lancar keluarnya.
4. Servik
Setelah persalinan, bentuk servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini
disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengandakan kontraksi, sedangkan
servik tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada berbatasan antara korpus dan
servik uteri berbentuk, semacam cincin. Warna servik sendiri merah kehitamhitaman karena penuh pembuluh darah, konsistensinya lunak, segera setelah janin
dilahirkan. Tang an pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1
minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum uteri(Abdul Bari, 2002).
5. Ligamen-ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang mereggang sewaktu
kehamilan dan persalinan setelah jalan lahir berangsur-angsur mengecil kembali
seperti sedia kala tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor
mengakibatkan uterus jatuh kebelakang, untuk memulihkan kembali jaringanjaringan penunjang alat genetalia tersebut juga otot -otot dinding perut dan dasar
panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada hari ke 2 post
partum sudah dapat diberikan fisioterapi (Abdul Bari, 2002).
2.1.5. Pengukuran Involusi Uterus
Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi fundus uteri,
kontraksi uterus dan juga dengan pengeluaran lokia. Involusi uterus melibatkan
reorganisasi dan penanggalan desidua dan pengelupasan kulit pada situs plasenta
13
sebagai tanda penurunan ukuran dan berat, perubahan lokasi uterus, warna dan
jumlah lochea (Varney, 2004).
2.6.1. Perubahan Fisiologi pada Ibu Nifas
1. Perubahan Sistem Reproduksi
a. Involusi Uteri
1. Pengertian
Involusi atau pengerutan uterus
merupakan
suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini
dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
2. Proses Involusi Uteri
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm
dibawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar padapada promotorium
sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan berat uterus sewaktu
usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram.
3. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a. Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterin.
b. Attrofi Jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar,
kemudian mengalami attrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi
estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.
14
c. Efek Oksitosin
Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah dan membantu
proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai
darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat
mplantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
2. Pemeriksaan Involusi Uterus
a.
Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat.
b.
Pada hari ke dua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat.
c.
Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm di bawah pusat. Pada hari 5-7 tinggi
fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak
teraba.
2.2. Post Partum
Post partum adalah di masa di mulai beberapa jam sesudah lair nya plasenta
sampai 6 minggu setelah melahirkan (Reni, 2012). Masa nifas hari pertama adalah
masa kritis yang rentan sekali terjadi perdarahan, karena kontraksi uterus yang lemah
akibat berkurangnya kadar oksitosin yang di sekresi oleh kelenjar hipofise posterior,
maka asuhan masa nifas pada masa ini sangat diperlukan. Salah satu merangsang
oksitosin adalah dengan cara rangsangan pada puting atau menyusui.
Proses pemulihan kesehatan pada masa nifas merupakan adalah hal yang
sangat penting bagi ibu setelah melahirkan. Sebab selama masa kehamilan dan
15
persalinan telah terjadi perubahan fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi ligamentligamen bersifat lembut dan kendor, otot-otot teregang, uterus membesar, postur
tubuh berubah sebagai kompensasi terhadap perubahan berat badan pada masa hamil,
serta terjadi bendungan pada tungkai bawah. Pada saat persalinan dinding panggul
selalu teregang dan mungkin terjadi kerusakan pada jalan lahir, serta setelah
persalinan otot-otot dasar panggul menjadi 2 longgar karena diregagng begitu lama
pada saat hamil maupun bersalin (Abdul Bari, 2002).
Dalam masa nifas alat-alat genetalia internal maupun external akan berangsurangsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat
genital dalam keseluruhannya disebut involusi. Salah satu komponen involusi adalah
penurunan tinggi fundus uteri. Disamping involusi, terjadi juga perubahan-perubahan
penting yakni laktasi dan gangguan laktasi merupakan salah satu penyebab penurunan
tinggi fundus uteri terganggu. Apabila proses involusi ini tidak berjalan dengan baik
maka akan timbul suatu keadaan yang disebut sub involusi uteri yang akan
menyebabkan terjadinya perdarahan yang mungkin terjadi dalam masa 40 hari, hal ini
mungkin disebabkan karena ibu tidak mau menyusu, takut untuk mobilisasi atau
aktifitas yang kurang (Hanifa,2005).
2.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Involusi Uteri
2.3.1. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Inisiasi Menyusu Dini adalah proses membiarkan bayi dengan nalurinya
sendiri dapat menyusui segera dalam satu jam pertama setelah lahir, bersama dengan
16
kontak kulit antara bayi dengan kulit ibunya, bayi dibiarkan setidaknya selama satu
jam di dada ibu, sampai dia menyusu sendiri (Depkes RI, 2008).
Ibu yang melakukn inisiasi manyusu dini akan mempercepat involusi uterus
karena pengaruh hormon oksitosin ditandai dengan rasa mules karena rahim yang
berkontraksi (Praborini A, 2008).
Sesudah persalinan ibu disuruh mencoba menyusu bayinya untuk merangsang
timbulnya laktasi, kecuali ada kontra indikasi untuk menyusu bayinya, misalnya:
menderita thypus abdominalis, tuberkulosis aktif, thyrotoxicosis, DM berat, psikosi
atau puting susu tertarik ke dalam, leprae, sehingga ia tidak dapat menyusu oleh
karena tidak dapat menghisap, minuman harus diberikan melalui sonde. Dimana
menyusu
merangsang
pengeluaran
hormon
oksitosin
yang
akan
mampu
meningkatkan proses kontraksi uterus yang akhirnya memberikan dampak terhadap
semakin cepatnya proses involusi uterus. Pada proses menyusui ada reflek let down
dari isapan bayi merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormon oxytosin yang
oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus berkontraksi
sehingga proses involusi uterus terjadi.
Manfaat ASI mencegah perdarahan setelah proses persalinan dan kelahiran.
Dengan memberikan Inisiasi Menyusu Dini dari ibu kepada bayinya yang baru lahir
maka hal ini yaitu memberikan ASI dan menyusu segera setelah melahirkan akan
dapat mendorong terjadinya kontraksi rahim dan mencegah terjadinya perdarahan. Ini
dapat membantu mempercepat proses kembalinya rahim ke posisi semula. Itu adalah
17
salah satu manfaat ibu memberikan ASI bagi kesehatan dan juga pencegahan
perdarahan post partum (Hamizan, 2012).
2.3.2. Usia
Faktor usia, elastisitas otot uterus pada usia lebih 35 tahun ke atas berkurang.
Pada ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana
proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan elastisitas otot dan
penurunan penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan
dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan menghambat
involusi uterus (Abdul Bari, 2002).
2.3.3. Paritas
Paritas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering tereggang
memerlukan waktu yang lama (Abdul Bari, 2002). Terjadi involusi uteri bervariasi
pada ibu post partum multipara dan primipara. Pada multipara uterus teregang penuh
dua kali lipat sehingga kontraksi uterus lebih kuat untuk menghasilkan involusi
(Farrer, 2001).
18
2.4. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor-faktor yang
berhubungan
Involusi uteri
- Proses laktasi/ IMD
- Usia
- Partitas
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
2.5. Hipotesa
1.
Ada hubungan inisiasi menyusu dini dengan involusio uteri pada ibu
post
partum di klinik Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu
2.
Ada hubungan paritas dengan involusio uteri pada post partum di klinik Linda
Silalahi Pancur Batu Desa Hulu.
3.
Ada hubungan usia dengan involusio uteri pada post partum di klinik Linda
Silalahi Pancur Batu Desa Hulu.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik dengan
pendekatan
cross
sectiaonal
yaitu
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan involusi uteri.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di klinik bersalin Linda Silalahi Pancur Batu Desa
Hulu. Lokasi ini dipilih berdasarkan adanya masalah yang ditemukan yaitu faktorfaktor yang berpengaruh dengan involusio uteri pada ibu post partum.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian di lakukan dari bulan Januari-Mei 2014. Tempat penelitian
ini adalah klinik bersalin Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang ada di klinik
bersalin Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu, dari bulan Januari-Mei 2014 ada
sebanyak 35 orang.
19
20
3.3.2. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini di gunakan total sampling yaitu
seluruh ibu post partum yang ada di klinik bersalin Linda Silalahi Pancur Batu Desa
Hulu yang berjumlah 35 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan pemeriksaan langsung dengan
responden dengan menggunakan pita centi.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari dokumentasi kesehatan ibu dan kartu menuju sehat ibu
hamil yang datang memeriksakan kehamilannya di Klinik Linda Silalahi Pancur
Batu.
3.5 . Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Independen
1. Inisiasi menyusu dini adalah memberikan asi kepada bayi segera setelah bayi
lahir
Kategori inisiasi menyusu dini: 0. IMD
1. Tidak IMD
2. Paritas adalah Jumlah anak atau jumlah ibu melahirkan
Kategori Paritas: 0. > 2 anak
1. ≤ 2 anak
21
3. saat penelitian di lakukan
Kategori Usia: 0. ≤ 35 tahun
1. > 35 tahun
3.5.2. Variabel Dependen
1. involusi uterus adalah suatu proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum
hamil setelah 6 jam pertsalinan.
Kategori Involusi Uteri:
0. Involusi : jika tinggi ≥ 2 cm
1. Tidak involusi : jika tinggi < 2 cm
3.6. Metode Pengukuran
Tabel 3.6. Variabel, Alat Ukur dan Skala Ukur
Variabel
Variable bebas
IMD
Skala Ukur
Ordinal
Paritas
Ordinal
Usia
Ordinal
Variabel terikat
Involusi uteri
Ordinal
Tolak Ukur
0.
1.
0.
1.
0.
1.
0. IMD
1. Tidak IMD
0. < 2 anak
1. > 2 anak
0. < 35 orang
1. > 35 orang
0. 0. Jika tinggi < 2 cm
1. 1. Jika tinggi > 2 cm
3.7. Pengolahan Data dan Analisa
3.7.1. Pengolahan Data
Kegiatan pengolahan data dilakukan setelah semua data dikumpulkan
kemudian data yang ada diolah dengan menggunakan computer.
22
1.
Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isi kuesioner apakah
kuesioner sudah diisi dengan lengkap, jelas jawaban dari responden, dan relevan
jawaban dengan pertanyaan.
2.
Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka/bilangan.
3.
Tabulating
Kegiatan memasukkan data yang telah di kumpulkan ke dalam master tabel atau
data base computer, kemudian membuat distribusi sederhana atau dengan
membuat tabel contigensi.
4.
Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali dan kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan sebagainya, kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi.
3.7.2. Analisis Data
1.
Analisa Univariat
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mendefinisikan setiap variabel secara
terpisah dengan cara membuat tabel frekuensi dari masing-masing variabel.
23
2.
Analisa Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk menguji variabel-variabel penelitian yaitu
independent dan dependent. Analisa bivariat dengan menggunakan uji chi-square
dengan tingkat kepercayaan 95%.
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Klinik Linda Sialahi Pancur Batu Desa Hulu berlokasi dijalan Jamin Ginting
dimana terdiri dari 3 ruang inap, 2 ruang obat, 2 ruang periksa. Adapun tenaga
kesehatan adalah Bidan penanggung jawab Ibu Linda Silalahi, Am.Keb.
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi, involusi uteri, inisiasi
menyusu dini, paritas, usia dapat dilihat seperti dibawah ini:
4.2.1. Involusi Uteri
Untuk mengetahui involusi uteri pada ibu post partum di Klinik Linda Silalahi
Pancur Batu Desa Hulu dapat di lihat pada tabel 4.1:
Tabel 4.1. Distibusi Frekuensi Involusi Uteri pada Ibu Post Partum di Klinik
Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu tahun 2014
No
1
2
Involusi Uteri
Sesuai
Tidak sesuai
Jumlah
f
18
17
35
%
51,5
48,5
100
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa kejadian involusio uteri lebih
banyak dengan involusio uteri sebanyak 18 orang (51,5%) dan lebih sedikit dengan
tidak involusio uteri sebnyak 17 orang (48,5).
24
25
4.2.2. Inisiasi Menyusu Dini
Untuk mengetahui inisiasi menyusu dini pada ibu post partum di Klinik Linda
Silalahi Pancur Batu Desa Hulu dapat di lihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Inisiasi Menyusu Dini pada Ibu Post Partum
Klinik Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu
No
1
2
Inisiasi Menyusu Dini
IMD
Tidak IMD
Jumlah
f
18
17
35
%
51,5
48,5
100
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa ibu yang melakukan IMD
lebih banyak dengan IMD sebanyak 18 orang (51,5%) dan lebih sedikit dengn tidak
IMD sebanyak 17 orang (48,5%).
4.2.3. Paritas Ibu
Untuk mengetahui paritas ibu postpartum di Klinik Linda Silalahi Pancur
Batu Desa Hulu dapat di lihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Paritas pada Ibu Post Partum di Klinik Linda
Silalahi Pancur Batu Desa Hulu
No
1
2
Paritas
≤ 2 anak
> 2 anak
Jumlah
f
17
18
35
%
46,6
51,4
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa paritas lebih banyak dengan > 2
anak sebanyak 18 orang (46,6%) dan lebih sedikit dengan < 2 anak sebanyak 17
orang (51,4%).
26
4.2.4. Usia Ibu
Untuk mengetahui distribusi frekuensi usia pada ibu post partum di Klinik
Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu di lihat dari tabel 4.4:
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Usia pada Ibu Post Partum di Klinik Linda
Silalahi Pancur Batu Desa Hulu
No
1
2
Usia
≤ 35 tahun
> 35 tahun
Jumlah
f
19
16
38
%
54.3
45.7
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa usia lebih banyak dengan ≤ 35
tahun sebnyak 19 orang (54,3%) dan lebih sedikit dengan > 35 tahun sebanyak 16
orang (45,7%).
4.3. Analisa Bivariat
Hubungan iniasiasi menyusui dini dengan involusi uteri pada ibu post partum
di Klinik Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu.
Tabel 4.5. Hubungan Iniasiasi Menyusui Dini dengan Penurunan Tinggi
Fundus Uteri pada Ibu Post partum di Klinik Linda Silalahi Pancur
Batu Desa Hulu
No
1
2
Inisiasi Menyusu
Dini
IMD
Tidak IMD
Involusi Uteri
Sesuai
Tidak Sesuai
n
%
n
%
14
73,7
5
26,3
4
25
12
75
Total
n
19
16
%
100
100
Prob
0,004
Berdasarkan tabel 4.5 menujukkan bahwa dari 19 responden yang melakukan
inisiasi menyusu dini ternyata sebanyak (73.7%) yang mengalami involisi uteri,
27
sedangkan dari 16 responden yang tidak melakukan inisiasi menyusu dini ternyata
sebanyak (75%) tidak mengalami involusi uteri.
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai prob
value = 0,011. Sehingga didapatkan bahwa
prob 0,004< 0,05 yang artinya Ha
diterima atau ada hubungan antara inisiasi menyusui dini dengan involusio uteri
pada ibu post partum.
Tabel 4.6. Hubungan Paritas dengan Involusi Uteri pada Ibu Post Partum di
Klinik Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu
No
1
2
Paritas
< 2 anak
> 2 anak
Involusi Uteri
Sesuai
Tidak Sesuai
n
%
n
%
13
76,5
4
23,5
5
51,4
13
48,6
Total
n
17
18
%
100
100
Prob
0,004
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa 17 responden yang primipara
mengalami involusi uteri sebanyak 13 responden (76.5%) sedangkan dari 18
responden yang bukan primipara mengalami involusi uteri sebanyak 5 responden
(51.4%).
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai prob
0,004. < dari 0,05. Maka di dapat kan ada hubungan paritas dengan involusi uteri
pada ibu post partum.
28
Tabel 4.7. Hubungan Usia dengan Involusi Uteri pada Ibu Post Partum di
Klinik Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu
No
1
2
Usia
< 35 tahun
> 35 tahun
Involusi Uteri
Sesuai
Tidak Sesuai
n
%
n
%
14
73,7
5
26,3
4
25
12
75
Total
n
19
16
%
100
100
Prob
0,004
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa 19 responden yang berusia < 35
tahun terdapat14 responden yang mengalami involusi uteri (73,7%) Sedangkan dari
16 responden yang berusia > 35 tahun terdapat 4 responden yang mengalami involusi
uteri (25%).
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai prob
0,004. < dari 0,05 maka di dapat kan ada hubungan usia dengan involusi uteri pada
ibu post partum.
29
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Iniasiasi Menyusu Dini dengan Involusi Uteri pada Ibu
Postpartum di Klinik Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu
Hasil penelitian di klinik linda silalahi pancur batu menunjukan bahwa ibu
yang melalukan inisiasi menyusu dini tinggi fundus uterinya sesuai (73,7%), karena
ASI mencegah perdarahan setelah proses kelahiran dan persalinan dan inisiasi
menyusu dini dapat mendorong terjadinya kontraksi rahim dan mencegah terjadinya
perdarahan.
Hasil statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai prob value =
0,011 < 0,05 yang artinya ada hubungan antara inisiasi menyusui dini dengan
involusi uteri pada post partum.
Mengacu pada hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi
pemberian inisiasi menyusu dini pada ibu post partum semakin cepat involusi yang
terjadi pada ibu post partum.
Menurut teori Cristina Ibrahim (2006), ada pengaruh Inisiasi Menyusui Dini
dengan involusi uteri pada ibu post partum. Hal ini dimungkinkan ibu post partum ini
melaksanakan inisiasi menyusu dini dengan segera dan sesuai dengan tehnik yang
telah diajarkan. Involusi uteri bisa terjadi dengan baik bila kontraksi dalam uterus
baik dan continue.
Penelitian ini sesuai dengan pernyataan teori Wulandari (2007) tentang
Hubungan Inisiasi Menyusui Dini terhadap Involusi Uteri Ibu Nifas di Puskesmas
29
30
Sidorejo Lorkota Salatiga, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden
melaksanakan IMD sangat mempengaruhi terhadap involusi uteri.
Peneliti berasumsi bahwa adanya hubungan antara involusi uteri dengan
inisiasi menyusu dini, karena apabila ibu melakukan inisiasi menyusu dini akan
mempercepat involusi uterus karena pengaruh hormon oksitosin ditandai dengan rasa
mules karena rahim yang berkontraksi.
5.2. Hubungan Paritas dengan Involusi Uteri pada Post Partum di Klinik
Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu
Hasil penelitian di Klinik Linda Silalahi Pancur Batu menunjukkan bahwa
yang mengalami < 2 anak yang mengalami involusi uteri sekitar (51,4%). Karena
paritas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering teregang
memerlukan waktu yang lama.
Hasil statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai prob 0,011 <
dari 0,05. Maka di dapat kan ada hubungan Paritas dengan Involusi Uteri Pada Ibu
Post partum.
Menurut teori Farer (2001), Faktor paritas juga memiliki peranan yang cukup
penting. Ibu primipara proses involusi uterus berlangsung lebih cepat. Sedangkan
Semakin banyak jumlah anak maka proses peregangan otot dan tingkat elastisitasnya
akan berkurang.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Wulandari (2007) tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan involusi uteri pada ibu post partum di puskesmas sidorejo
salatiga diperoleh jumlah responden dengan paritas primipara perubahan involusi
31
dapat dilihat dari lochea mayoritas normal. Berdasarkan penelitian, responden yang
paritas primipara didapatkan involusi uteri pada ibu berlangsung lebih cepat.
Peneliti berasumsi bahwa paritas mempengaruhi involusi uteri, karena
semakin banyak seorang wanita melahirkan maka semakin lemah kerja atau fungsi
reproduksi kembali keelastisistasnya seperti semula.
5.3. Hubungan Usia dengan Involusi Uteri pada Post Partum di Klinik Linda
Silalahi Pancur Batu Desa Hulu
Hasil penelitian di Klinik Linda Silalahi Pancur Batu menunjukan bahwa usia
< 35 tahun mengalami involusi uteri sekitar (54,3%). Karena faktor usia, elastisitas
otot uterus pada usia lebih dari 35 tahun keatas berkurang. Pada ibu yang usianya
lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi
peningkatan jumlah lemak.
Hasil statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai prob 0,011 <
dari 0,05. Maka di dapat kan ada hubungan Paritas dengan Involusi Uteri Pada Ibu
Post partum.
Menurut teori Farrer (2001) Usia ibu yang relatif muda dimana individu
mencapai satu kondisi vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya
alat-alat kandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi dari sel-sel alat
kandungan yang sangat bagus pada usia-usia tersebut.
Penelitian ini sesuai dengan pernyataan teori (Varney H, 2000) yang
menyebutkan bahwa penurunan post partum suatu pengaruh yang baik terhadap
proses penyembuhan dan proses pemulihan kesehtan sebelum hamil. Oleh karena itu
32
sangat penting pula perhatikan pengawasan terhadap tinggi fundus uteri, ibu yang
paritasnya tinggi proses involusinya lebih lambat karena semakin sering hamil uterus
juga sering kali mengalami regangan. Dalam teori ini juga dikatakan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi involusi uterus adalah gizi, usia, paritas, menyusui, dan
senam nifas. Namun dalam lapangan involusi uterus juga dipengaruhi faktor
pengetahuan, lingkungan, dan prilaku dimana dalam menunjang untuk mempercepat
proses involusi uterus.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sidorejo Lorkota Salatiga, usia diatas
35 tahun tidak mengalami involusi uteri yang baik, dan usia yang kurang dari 50
tahun mengalami involusi uteri yang baik. Dan hasil penelitian didapatkan bahwa ada
hubungan antara involusi uteri terhadap usia.
Peneliti berasumsi bahwa usia sangat erat kaitannya dengan involusi uteri,
karena semakin tua umur seseorang maka semakin berkurang fungsi reproduksinya
yang rata-rata dijumpai pada usia lebih dari 35 tahun dan telah melahirkan lebih dari
satu kali.
33
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1.
Ada pengaruh inisiasi menyusui dini dengan involusi uteri pada ibu post partum
di Klinik Linda Silalahi Pancur Batu Desa Hulu.
2.
Ada pengaruh paritas dengan involusi uteri pada ibu post partum di Klinik Linda
Silalahi Pancur Batu Desa Hulu.
3.
Ada pengaruh usia dengan involusi uteri pada ibu post partum di Klinik Linda
Silalahi Pancur Batu Desa Hulu.
6.2. Saran
1.
Bagi Responden
Bagi ibu agar menjadi pedoman atau masukan bahwa faktor-faktor inisiasi
menyusui dini, usia, paritas yang dapat berpengaruh untuk mempercepat
involusio uterus dan penurunan tinggi fundus uteri.
2.
Bagi peneliti
Agar dapat menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan involusi uteri pada ibu post partum.
3.
Bagi institusi
Dapat menambah kepustakaan atau literatur tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan involusi uteri pada ibu post partum dan bermanfaat bagi
peneliti selanjutnya.
33
34
DAFTAR PUSTAKA
Bari Abdul,S. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan dan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta; YBPSP.
Ambrawati, R,E., Wulandari, D. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas.
http://scholar.google.co.id/schol. diakses pada tanggal 2 februari pada pukul 09
: 00 WIB.
Christina, 2005. Asuhan Kebidanan Post Partum. Jakarta : PUSDIKNAKES.
Cristina, Ibrahim, 2006. Asuhan Masa Nifas. Bandung : Bina Pustaka.
Frarrer, H. 2001. Perawatan Maternitas. EGC. Jakarta.
Hanifa, 2005. Ilmu Kebidanan, ED.3. Jakarta: YBPSP.
Natoadmodjo, S. (2005) Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.
Praborini, A, 2008. Keajaiban dari ASI.
Purwanto, H. 1994. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ramali, A. (2003) Kamus Kedokteran, Jakarta.
Seleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Selemba Medika.
Saifuddin, AB. (2002) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Saifuddin, AB. 2002. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta, YBP, 2008, Metodologi
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia.
Unicef, 2007. Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta : Depkes RI.
Verney, Helen. (2000) Buku Ajaran Kebidanan Edisi 2 Volume 1. Jakarta: EGC,
2004 Buku Ajaran Kebidanan Edisi Kebidanan Edisini 4 Volume 2. Jakarta:
EGC.
William, 2009. Obstetri Williams : Panduan Ringkasan, Ed. 21. Jakarta : EGC.
Wulandari, 2007. Hubungan inisiasi menyusu dini terhadap penurunan tinggi fundus
uteri pada ibu nifas, Salagita: KTL. URL http: // www.searcingwulandari/infofs.html.diakses pada tanggal 2 februari. pukul. 13 :02 WIB.
35
Lampiran 1. Master Data
MASTER DATA
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
IMD/tdk
IMD
IMD
Tdk IMD
IMD
IMD
IMD
IMD
IMD
IMD
IMD
Tdk IMD
Tdk IMD
Tdk IMD
Tdk IMD
Tdk IMD
Tdk IMD
IMD
Tdk IMD
Tdk IMD
IMD
IMD
Tdk IMD
Tdk IMD
IMD
IMD
Tdk IMD
Tdk IMD
IMD
IMD
Tdk IMD
Tdk IMD
IMD
IMD
Tdk IMD
Tdk IMD
Tdk IMD
Kategori
Usia
Kategori
Paritas
Kategori
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
1
35
37
22
22
21
26
28
25
20
35
37
19
36
36
20
23
22
35
37
21
21
25
26
37
38
23
22
28
22
36
36
35
35
36
37
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
2
3
3
4
3
3
4
4
4
2
1
4
2
2
5
4
2
2
3
3
2
2
4
1
1
2
3
3
2
1
5
3
3
1
2
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
Involusi/tdk
Involusi
2
2
4
4
3
3
4
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
4
4
2
3
3
3
3
2
2
2
3
4
4
2
Kategori
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
36
Lampiran 2. Distribusi Frekuensi
Frequencies
Statistics
IMD
N
usia
Valid
paritas
involusi
35
35
35
35
0
0
0
0
Missing
IMD
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
imd
17
48.6
48.6
48.6
tidak imd
18
51.4
51.4
100.0
Total
35
100.0
100.0
Usia
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
< 35 tahun
19
54.3
54.3
54.3
> 35 tahun
16
45.7
45.7
100.0
Total
35
100.0
100.0
Paritas
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
< 2 anak
19
54.3
54.3
54.3
> anak
16
45.7
45.7
100.0
Total
35
100.0
100.0
37
Involusi
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
sesuai
18
51.4
51.4
51.4
tidak sesuai
17
48.6
48.6
100.0
Total
35
100.0
100.0
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
IMD *
involusi
usia * involusi
paritas *
involusi
Missing
35
Percent
100.0%
35
35
100.0%
100.0%
N
Total
Percent
0
.0%
0
0
N
.0%
.0%
Percent
35 100.0%
35
35
100.0%
100.0%
Crosstab
IMD
imd
tidak imd
Total
Count
% within IMD
% within involusi
% of Total
Count
% within IMD
% within involusi
% of Total
Count
% within IMD
% within involusi
% of Total
involusi
sesuai
tidak sesuai
13
4
76.5%
72.2%
37.1%
5
27.8%
27.8%
14.3%
18
51.4%
100.0%
51.4%
23.5%
23.5%
11.4%
13
72.2%
76.5%
37.1%
17
48.6%
100.0%
48.6%
Total
17
100.0%
48.6%
48.6%
18
100.0%
51.4%
51.4%
35
100.0%
100.0%
100.0%
38
Chi-Square Tests
Value
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
sided) (2-sided) (1-sided)
df
Pearson Chi-Square
8.298a
1
.004
Continuity Correctionb
6.464
1
.011
Likelihood Ratio
8.671
1
.003
Fisher's Exact Test
.007
Linear-by-Linear
Association
8.061
N of Valid Cases
35
1
.005
.005
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
8,26.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
involusi
sesuai
usia
< 35 tahun
> 35 tahun
Total
Count
tidak sesuai
Total
14
5
19
% within usia
% within involusi
% of Total
Count
% within usia
% within involusi
% of Total
Count
73.7%
77.8%
40.0%
4
25.0%
22.2%
11.4%
18
26.3%
29.4%
14.3%
12
75.0%
70.6%
34.3%
17
100.0%
54.3%
54.3%
16
100.0%
45.7%
45.7%
35
% within usia
% within involusi
% of Total
51.4%
100.0%
51.4%
48.6%
100.0%
48.6%
100.0%
100.0%
100.0%
39
Chi-Square Tests
Value
Asymp.
Sig. (2sided)
df
Pearson Chi-Square
8.241a
1
.004
Continuity Correctionb
6.408
1
.011
Likelihood Ratio
8.596
1
.003
Fisher's Exact Test
Exact
Sig. (2- Exact Sig.
sided) (1-sided)
.007
Linear-by-Linear
Association
8.006
N of Valid Cases
35
1
.005
.005
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7,77.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
involusi
sesuai
paritas
< 2 anak
> anak
Total
Count
tidak sesuai
Total
14
5
19
% within paritas
% within involusi
% of Total
Count
% within paritas
% within involusi
% of Total
Count
73.7%
77.8%
40.0%
4
25.0%
22.2%
11.4%
18
26.3%
29.4%
14.3%
12
75.0%
70.6%
34.3%
17
100.0%
54.3%
54.3%
16
100.0%
45.7%
45.7%
35
% within paritas
% within involusi
% of Total
51.4%
100.0%
51.4%
48.6%
100.0%
48.6%
100.0%
100.0%
100.0%
40
Chi-Square Tests
Value
Asymp.
Sig. (2sided)
df
8.241a
1
.004
Continuity Correctionb
6.408
1
.011
Likelihood Ratio
8.596
1
.003
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test
Exact
Sig. (2sided)
Exact
Sig. (1sided)
.007
Linear-by-Linear
Association
8.006
N of Valid Cases
35
1
.005
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7,77.
b. Computed only for a 2x2 table
.005
Download