Oleh: Naning Sutriningsih SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU

advertisement
Oleh:
Naning Sutriningsih
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2012
1
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke-Hadirat Allah Rabbul
Alamin, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga buku ajar yang
berjudul Analisis Real I ini dapat tersusun.
Buku teks ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama membahas tentang
sifat-sifatalj
berhubungan
pembuktian
abar
dan
dengan
pada
sifat-sifat
terurut
pertidaksamaan
tahap
awal
akan
dan
konsekuensinya
bilangan
berbeda
yang
real.
Selanjutnya
dengan
tahap-tahap
selanjutnya. Pembuktian pada tahap awa memberikan contoh pembuktian
teorema dasar yang diturunkan dar asumsi-asumsi yang dinyatakan secara
eksplisit. Buku ini disusun untuk mahasiswa S1 matematika, sebagai buku
ajar dalam perkuliahan Analisis Real I selama satu semester.
Pada kesempatan in ipenulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga buku ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku teks ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu segala bentuk saran dan kritik sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan lebih lanjut.
Pringsewu, Agustus 2012
Naning Sutriningsih
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I BILANGAN REAL ............................................................
1
1.1 SifatAljabarBilangan Real ...................................................
2
1.2 SifatKeterurutanPada R ………..........................................
10
1.3 NilaiMutlak ………………....................................................
22
1.4 GarisBilangan Real ……………………………………………
38
BAB II SIFAT KELENGKAPAN PADA BILANGAN REAL
2.1 SuprimumdanInfimum .......................................................
44
2.2 SifatSuprimumdanInfimumdari R ……………………………
49
2.3 Sifat Archimedes Pada R ...................................................
50
……………………………………………….….
51
2.5 KepadatanBilanganRasional …………………………………
53
2.4 Eksistensi 2
BAB III INTERVAL, TITIK TIMBUN DAN DESIMAL
3.1 Interval ...............................................................................
56
3.2 TitikTimbun ……………………………………………………..
62
3.3 Desimal ………………………………………………………....
66
3.4 Himpunan Buka dan HimpunanTutup di R ……………….…
69
DAFTAR
PUSTAKA
3
BAB 1
BILANGAN REAL
Pada bab ini kita akan mendiskusikan mengenai sifat-sifat sistem bilangan real R.
Meskipun memungkinkan untuk menyajikan kontruksi formal dari bilangan real R
berdasarkan himpunan primitive (misal himpunan N dari bilangan asli atau himpunan Q
dari bilangan rasional), namun kita tidak akan melakukannya disini, sebagai gantinya, kita
akan menunjukkan daftar dari sifat-sifat dasar bilangan real dan menunjukkan bagaimana
sifat-sifat lain diturunkan kesimpulan dari asumsi-asumsi lainnya.
Sistem bilangan real dapat digambarkan sebagai “complete ordered field”
(bidang yang lengkap). Bagaimanapun untuk kejelasannya kita lebih suka untuk
tidak menyatakan semua sifat-sifat sistem bilangan real sekaligus. Pertama–tama
kita mengenalkan (pada sub 1.1) kita mengenalkan sifat-sifat aljabar (sering disebut
dengan sifat “field”) yang didasarkan pada dua operasi yaitu penjumlahan dan
perkalian. Selanjutnya (pada sub 1.2) kita mengenalkan sifat-sifat terurut dan
beberapa konse-kuensinya yang berhubungan dengan pertidaksamaan yang
menggambarkan sifat– sifat ini . Ide mengenai nilai absolute, yang didasarkan
pada sifat terurut dibicarakan pada sub 1.3. Pada Bab II, dan Bab III kita buat step
terakhir dengan menambahkan sifat “completeness” untuk sifat-sifat aljabar dan
keterurutan dari bilangan real R.
Selanjutnya bukti-bukti pada tahap awal akan berbeda dengan tahap-tahap
selanjutanya, karena ada beberapa cara lain dalam mendiskusikan mengenai sifat
“completeness”. Kita ingin sifat ini dipisahkan dengan asumsi-asumsi lainnya.
Sebagian dari tujuan sub 1.1, 1.2, dan 1.3 adalah memberikan contoh-contoh
pembuktian teorema dasar yang diturunkan dari asumsi-asumsi yang dinyatakan
secara eksplisit.
Mahasiswa yang belum mempunyai cara untuk membuktikan secara
formal dapat memperoleh pengalaman sebelum melanjutkan ke argumen yang lebih
kompleks. Bagaimanapun mahasiswa yang sudah terbiasa dengan metode aksioma
dan tehnik pembuktian dapat melanjutkan ke Bab II setelah melihat sepintas pada
sub-sub awal.
Pada sub 3.1 kita menyusun sekumpulan teorema interval dan pentingnya
teorema Bolzano-Weierstass. Ada juga diskusi singkat mengenai gambaran binary
dan desimal dari bilangan real yang didasarkan pada kumpulan interval. Kita
menyimpulkan bab ini dengan pengenalan singkat mengenai himpunan terbuka dan
tertutup di R, pada sub bab 3.2
1.1. SIFAT ALJABAR DARI BILANGAN REAL R
Pada sub ini kita akan mendikusikan mengenai aljabar dari sistem bilangan
real. Hal ini pertama-tama dilakukan dengan memberikan daftar sifat dasar dari
penjumlahan dan perkalian. Daftar ini memuat sifat-sifat aljabar dari bilangan real
1
R yang penting dengan pengertian bahwa sifat-sifat lain dapat diurunkan sebagai
teorema. Pada istilah aljabar abstark, sistem dari bilangan real adalah field yang
membahas penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat yang terdaftar pada sub 1.1.1
diketahui sebagai “field axiom”.
Dengan operasi biner pada himpunan F kita maksudkan fungsi B dengan
domain F X F dan range di F. Sehingga operasi biner menghubungkan setiap
pasangan terurut (a,b) dari elemen himpunan F secara khusus dengan elemen B(a,b)
di F. Bagaimanapun karena penggunaan-penggunaan notasi B(a,b) maka kita
gunakan notasi lama a + b dan a x b (atau ab) ketika kita membicarakan sifat-sifat
penjumlahan dan perkalian. Contoh-contoh operasi biner bisa diperoleh di latihanlatihan.
1.1.1. SIFAT-SIFAT ALJABAR DARI R
Pada himpunan bilangan real R ada dua operasi biner yang dinyatakan
dengan simbol + dan x yang dinamakan penjumlahan dan perkalian. Operasi operasi tersebut mempunyai sifat sebagai berikut:
(A1)
a + b = b + a untuk setiap a dan b di R ( sifat komutatif dari
penjumlahan)
(A2)
(a + b) + c = a + (b + c) untuk setiap a, b, c di R ( sifat asosatif dari
penjumlahan )
(A3)
Ada elemen 0 di R dimana 0 + a = a dan a + 0 = a untuk setiap a di R.
(A4) Untuk setiap elemen a di R, ada elemen –a di R pula, dimana a + (-a) =0
dan (-a) + a = 0 ( elemen negatif)
(M1) a x b = b x a untuk setiap a, b di R ( sifat komutatif perkalian)
(M2) (a x b) x c = a x (b x c) untuk setiap a, b, c di R ( sifat asosiati perkalian)
(M3) Ada elemen 1 di R yang berbeda dengan 0 sedemikian sehingga 1 x a = a
dan a x 1 = a untuk setiap a di R ( ada elemen 1 ).
(M4) Untuk setiap a  0 di R, maka ada elemen di R sehingga
a x = 1 dan x a = 1 ( ada kebalikan).
a x (b+c) = (a x b) + (a x c) dan (b + c) x a = (b x a) + (c x a)  a,b,c  R
( sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan)
TEOREMA 1.1
(a) Jika z dan a elemen R sedemikian hingga z + a = a maka z = 0
(b) Jika u dan b  0 elemen R sedemikian hingga u x b = b maka u = 1
Bukti :
(a) Akan dibuktikan z, aR, z + a = a  z = 0
z+a=a
(z + a) + (-a) = a + (-a)
z + (a + (-a)) = a + (-a)
z+0=0
diketahui
kedua ruas ditambah (-a)
A2
A4
2
z=0
A3
(b) Akan dibuktikan u, b  R, b0, u x b = b  u = 1
Karena b  0 maka R,
uxb=b
diketahui
(u x b) x = b x
kedua ruas dikali ( )
u x (b x ) = (b x )
M2
ux1=1
M4
u=1
M3
TEOREMA1. 2
(a) Jika a dan b elemen di R sehingga a + b = 0 maka b = -a
(b) Jika a  0 dan b elemen R sehingga a x b = 1 maka b =
Bukti :
(a) Akan dibuktikan a, b  R, a + b = 0  b = -a ,
a+b=0
diketahui
(-a) + (a+b) = (-a) + 0
kedua ruas ditambah (-a)
((-a)+ a) + b = (-a)
A2, A3
0 + b = -a
A4
b = -a
A3
(b) Akan dibuktikan a  0,
axb=1
x (axb) = x 1
a, bR  a x b = 1  b =
diketahui
(kedua ruas dikali ( )
( x a) x b =
M2, M3
1xb=
M4
b=
M3
TEOREMA1.3
Misalkan sebarang a, b  R maka ,
(a) persamaan a + x = b mempunyai penyelesaian tunggal, yaitu x = (-a) + b
(c) jika a 0, persamaan a . x = b mempunyai penyelesaian tunggal, yaitu x = .
b
Bukti :
(a) Akan dibuktikan a + x = b  x = (-a) + b
(b)
a+x = b
diketahui
(-a ) + (a+x) = (-a ) + b
((-a )+a) + x = (-a ) + b
kedua ruas ditambah (-a)
A2
3
0 + x = (-a ) + b
A3
x = (-a ) + b
A4
Bentuk yang terakhir merupakan penyelesaian dari persamaan a + x = b
Selanjutnya akan dibuktikan bahwa penyelesaian persamaan
a+x = b
adalah tunggal.
Misalkan x1 dan x2, x1  x2 adalah penyelesaian dari a + x = b sehingga
berlaku ,
(i) a + x1 = b
(-a) + (a + x 1) = (-a) + b
((-a) + a) + x 1 = (-a) + b
0 + x1 = (-a) + b
x1 = (-a) + b
(ii) a + x2 = b
(kedua ruas ditambah (-a)
A2
A4
A3
(-a) + (a + x 2 ) = (-a) + b
kedua ruas ditambah (-a)
((-a) + a) + x 2 = (-a) + b
A2
0 + x2= (-a) + b
A4
x2 = (-a) + b
A3
Dari (i) dan (ii) diperoleh bahwa x 1 = x2 sehingga persamaan a + x = b
mempunyai penyelesaian tunggal, yaitu x = (-a) + b.
(b). Akan dibuktikan a . x = b  x = ( ) . b
a.x=b
( ) . (a. x) = ( ) . b
diketahui
kedua ruas dikalikan ( )
( .a) . x = ( ) . b
M2
1.x
M4
= ( ) . b`
x
=( ).b
M3
Bentuk terakhir adalah penyelesaian dari persamaan a . x = b
Selanjutnya akan dibuktikan bahwa penyelesaian persamaan a . x = b
tunggal.
Misalkan x1 dan x2 adalah penyelesaian persamaan a . x = b,
serta x1  x2 maka:
(i) Untuk x1 berlaku a . x 1 = b
( ) (a . x1) = ( ) . b
kedua ruas dikalikan( )
( ). a . x1
= ( ).b
M2
1 . x1
= ( ) . b`
M4
x1 = ( ) . b
(ii) Untuk x2 berlaku a . x2 = b
( ) . (a . x2) = ( ). b
M3
kedua ruas dikalikan(
4
( ).a . x2 = ( ). b
M2
1 . x2
M4
= ( ) . b`
x1
= ( ). b
Dari (i) dan (ii) diperoleh x 1 = x2
penyelesaian tunggal.
M3
Jadi persamaan a . x = b mempunyai
TEOREMA 1.4
Jika a adalah sebarang elemen dari R, maka:
(a) a x 0 = 0
(b) (-1) x a = -a
(c) –(-a) = a
(d) (-1) x (-1) = 1
Bukti :
(a)
Akan dibuktikan a  R maka a x 0 = 0
a + (a.0) = (a.1) + (a.0)
M3
a + (a.0) = a (1 + 0)
D
a + (a.0) = a . 1
A3
a + (a.0) = a
M3
(-a) + a + (a.0) = (-a) + a
kedua ruas ditambah (-a)
(a.0) = 0
T.1.3, A2, A4
(b) Akan dibuktikan a  R maka (-1). a = -a
a + (-1) x a = (a x 1) + (-1) x a
(c)
M3
a + (-1) x a = a x (1+ (-1))
D
a + (-1) x a = a x 0
A4
a + (-1) x a = 0
T 1.4
(-1) x a
T 1.3, A3
= -a
Akan dibuktikan a  R maka -(-a) = a
(-a) + a = 0
a = - (-a)
A4
T1.3, A3
-(-a) = a
5
(d)
Akan dibuktikan a  R maka (-1).(-1) = 1
(-1 x a
=-a
T 1.4
(-1) x (-1) = - (-1)
Substitusi a = -1
(-1) x (-1) = 1
T 1.4
THEOREMA 1.5
Misalkan a, b, c elemen R
(a) Jika a  0 maka (  0 dan 1/(
= a
(b)
Jika a x b = a x c dan a 0 maka b = c
(c)
Jika a x b = 0 maka a = 0 atau b = 0
Bukti:
(a) Akan dibuktikan a,b,c  R, a  0 (
Jika a  0 maka ada (
Andaikan (
 0 dan 1/(
= a
0
= 0 maka menurut teorema 1.4 (a) diperoleh a x (
Ini kontradiksi dengan a x (
Selanjutnya (
x 1/(
ax(
x 1/(
= 1 (M4), jadi pengandaian (
=1
=ax1
= 0.
= 0 salah, haruslah (
0
M4
Kedua ruas dikali a
6
(a x(
) x 1/(
1 x 1/(
=ax1
M2
=ax1
M4
=a
M3
1/(
(b) Akan dibuktikan a,b,c  R, a x b = a x c dan a  0  b = c
Jika a  0 maka ada (
axb
(
((
0
= axc
(a x b) = (
(a x c)
x a) x b = ((
1xb
b
Diketahui
Kedua ruas dikali (
xa) x c
M2
= 1xc
M4
=
M3
c
(c) Bukti untuk bagian ini ditinggalkan sebagai latihan bagi para pembaca.
Penambahan untuk sifat-sifat aljabar bilangan real, dan operasi-operasi didefinisikan sebagai berikut:
Pengurangan a – b = a + (-b), a,b  R
Pembagian = a x ,a,b  R, b  0
Perkalian
a x b ditulis ab
a x a ditulis a2
a2 x a ditulis a3
Bentuk umum an + 1 = (an) x a, n  R
Bentuk a0 = 1 dan a1 = a, a  R
Jika a  0 notasi a-1 digunakan untuk
dan apabila n  N ditulis a-n = ( )n
1.1.2 BILANGAN RASIONAL
DEFINISI 1.1
Bilangan Real yang dapat ditulis dalam bentuk b/a dengan a,b  Z dan a  0 disebut bilangan rasional. Himpunan bilangan
rasional di R dinyatakan dengan notasi Q dan ditulis Q = { x =  a, b  Z, b 0 }
Jumlah dan hasil kali dua bilangan rasional adalah rasional. Akan tetapi tidak semua anggota R merupakan anggota
Q. Pada abad VI sebelum masehi Phytagoras menemukan bahwa kuadrat dari bilangan yang bukan bilangan rasional ada yang
sama dengan 2, sehingga ada anggota R yang bukan anggota Q dan dikenal sebagai bilangan irasional.
7
THEOREMA 1.6
Tidak ada bilangan rasional r sedemikian hingga r2 = 2
Bukti:
Andaikan adabilangan rasional r maka bilangan tersebut dapat ditulis dengan
r = dengan p,q  Z dan q  0 sedemikian sehingga r2 =
=2
Dapat diasumsikan bahwa p dan q bilangan bulat dan (p,q) = 1 (relatif prima)
=2
p2 = 2 q2 sehingga p2kelipatan dua akibatnya p juga kelipatan dua
Misalkan p = 2m dengan m  Z maka:
p2 = 2 q2
(2m)2 = 2 q2
4m2 = 2 q2
2m2 = q2
Ini menunjukkan bahwa q2 kelipatan 2, akibatnya q kelipatan 2
Karena p dan q sama-sama kelipatan 2, maka 2 merupakan faktor persekutuan p dan q
akibatnya p dan q bukan relatif prima. Ini kontradiksi dengan pengandaian bahwa p dan q
relatif prima. Dengan demikian terbukti bahwa tidak ada bilangan rasional r sedemikian
hingga r2 = 2
1. 2 SIFAT KETERURUTAN PADA R
Sifat keterurutan pada R ini sangat membantu dalam memahami konsep
kepositipan (positivity) dan konsep ketaksamaan (inequality).
1.2.1 SIFAT-SIFAT KETERURUTAN PADA R.
Terdapat P R dan P , selanjutnya P disebut himpunan bilangan real
positip murni jika memenuhi sifat berikut :
(i)
a, b  P  a + b  P
(ii)
a, b  P  ab  P
(iii)
a  R  tepat satu dari berikut berlaku :
a  P, a = 0, -a  P
Sifat (i) disebut sifat ketertutupan operasi penjumlahan dalam P, Sifat (ii)
disebut sifat ketertutupan operasi perkalian dalam P , Sifat (iii) di atas disebut
sifat trikotomi karena a membagi R dalam tiga tipe elemen yang berbeda
8
yaitu bilangan real positif murni, bilangan real negatif murni dan bilangan
real nol. Sedang bilangan real negatif murni dinyatakan sebagai {-a : a  P}.
DEFINISI 1.2
Jika a P, maka a disebut bilangan real positip murni dan ditulis a > 0,
Jika aP atau a = 0, maka a disebut bilangan real positip, dan ditulis a  0.
Jika -a P, maka a disebut bilangan negatip murni, dan ditulis a < 0.
Jika -a P atau a = 0, maka a dikatakan bilangan real negatip, dan ditulis a
 0.
Catatan : Menurut defenisi 1.2 bilangan nol adalah bilangan positip dan
sekaligus bilangan negatip, satu-satunya bilangan dengan status
“dual”
DEFINISI 1.3
Misalkan a,bR
(i) a - b  P dapat ditulis a > b atau b < a.
(ii) a - b  P  {0} dapat ditulis a  b atau b  a.
Catatan:
*) a < b < c berarti a < b dan b < c
*) a  b  c berarti a  b dan b  c
*) a  b < d berarti a  b dan b < d
TEOREMA1.7
Misalkan a, b, c  R
(a) Jika a > b dan b > c maka a > c
(b) Tepat satu berikut ini berlaku : a > b atau a = b atau a < b
(c) Jika a  b dan b  a maka a = b
Bukti :
(a) Misalkan a,b,c  R
Akan ditunjukkan jika a > b dan b > c maka a > c
a > b dan b > c berarti (a - b)  P dan (b-c)  P
sehingga (a-b) + (b-c)  P
1.2.1
 (a + (-b)) + (b + (-c))  P
1.1.1
 a + ((-b) + b) + (-c)  P
 a + 0 + (-c)  P
 a + (-c)  P
 a - c P
1.1.1
D.1.3
sifat
sifat
A2
A4
A2,A3
sifat
9
 a>c
Terbukti bahwa: a > b dan b > c maka a > c
D.1.3
(b) Misalkan a, b, c  R terdapat (a-b)  R
Menurut sifat trikotomi 1.2 (iii) tepat satu dari yang berikut ini berlaku:
( a - b)  P atau (a - b) = 0 atau -(a - b)  P
Karena (a - b)  P  a - b > 0  a > b atau
D.1.2,
D.1.3
(a - b) = 0
 a = b atau
T1.3,
T1.4
-(a - b)  P (-1)(a+(-1)b)  P
T1.4
 ((-1)a + (-1)(-1)b  P
D
 ((-1)a + b)  P
T1.4, D4
 (b+(- a)) P
A1, T1.4
 (b- a))  P
sifat 1.1.1
b-a>0b>a
D1.2,
D1.3
sehingga tepat satu berikut berlaku: a > b, atau a = b, atau b > a
(c) Misalkan a, b  R
Akan ditunjukkan jika a  b dan b  a maka a = b
Misalkan a  b  a – b  0
a - b  0 (i) a – b > 0 atau (ii) a – b < 0
D1.3
(i) a– b > 0  a - b  P
a>b
Ini berarti bahwa untuk a,b  R, a- b > 0  a > b
sifat.1.1.1,A4
T.1.7,
D1.3,
D1.2
D1.3
(ii) a – b < 0  - (a - b )  P
D1.2
 (-1)(a+(-b))  P
T1.4,sifat1.11
 -a + b  P
D,T1.4
 b + (– a)  P
A1
 (b– a)  P
sifat 1.1.1
 b > a atau a < b
D1.3
Ini berarti bahwa untuk a, b  R, jika a-b < 0 maka a < b
Dari (i) dan (ii) diperoleh a > b dan b > a hal ini kontradiksi dengan
hipotesis bahwa a  b dan b  a yang diketahui.
Jadi pengandaian a ≠ b salah haruslah a = b.
Dengan demikian jika a  b dan b  a maka a = b terbukti
TEOREMA 1.8
(a) Jika a  R dan a  0 maka
(b) 1 > 0
( c) Jika n  N maka n > 0
>0
10
Bukti :
(a) Akan dibuktikan a R dan a  0  > 0.
Diketahui : a  R, a  0
a  0 menurut sifat trikotomi maka (i) a  P atau (ii) ( -a)  P
Untuk (i) a  P maka a x a =  P
Untuk (ii) (-a)  P maka (-a).(-a)  P
 (-1)a (-1)a  P
 (-1)(-1).a.a  P
 1. a  P
a P
Dari (i) dan (ii) diperoleh a  P
Karena a  P maka a > 0
Jadi terbukti Jika a  R dan a  0 maka
>0
Sifat1.2.1.(ii)
Sifat1.2.1.(ii)
M3
M1
T.1.4
M3
(b) Akan dibuktikan 1 > 0, berdasarkan bagian (a) dengan mengambil a = 1
maka
1  R dan 1  0 maka
1 P
1 P
1>0
Jadi ( 1  R) 1 > 0
(c)
> 0, akibatnya
T.1.8.
1 = 12
D.1.2
Akan dibuktikan n  N , n > 0.
Untuk membuktikannya digunakan induksi matematika
(i) Untuk n = 1 benar, maka 1 > 0
T.1.8
(ii) Dianggap benar untuk n = k atau k > 0 berarti k  P.,
Akan ditunjukkan benar untuk n = k + 1
k>0kP
D.1.2
1>01P
D.1.2
k, 1  P  (k + 1)  P
D.1.2
k + 1  P  (k + 1) > 0
D.1.2
Dari k P dan 1  P, maka k + 1  P
sifat 1.2.1
Karena (i) dan (ii) dipenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa:
n  N maka n> 0 merupakan pernyataan benar untuk setiap n bilangan
Asli.
TEOREMA 1.9
Misalkan a,b,c,d  R
(a) Jika a > b mak a + c > b + c
(b) Jika a > b dan c > d maka a + c > b + d.
(c) (i) Jika a > b dan c > 0 maka cxa > cxb
(ii) Jika a > b dan c < 0 maka c x a < c x b
11
(d) (i) Jika a > 0 maka
>0
(ii) Jika a < 0 maka
<0
Bukti :
(a) Misalkan a,b,c  R
Akan ditunjukkan : a > b  a + c > b + c
a > b berarti a - b  P
a + (-b) + c + (-c)  P
a + c + (-b) + (-c)  P
( a + c )+ ((-1) b + (-1)c)  P
(a + c) + ((-1) (b + c))  P
(a + c ) – ( b + c)  P
(a + c) > (b + c) P
Jadi a > b  a+ c> b + c
D.1.3
A4
A2
T.1.4
D
T.1.4
D.1.3
(b) Diketahui: a, b, c, d  R, a > b  c > d
Akan ditunjukkan a > b  c > d  a + c > b + d
a > ba–bP
D.3
c >d c–dP
D.1.3
(a-b), (c-d)  P  ( a – b) + (c- d)  P
sifat 1.2.1
(a +(-b)) + (c + (-d)  P
sifat 1.2.1
(a + (-1).b) + ( c + (-1).d) P
(a + (-1)(b + c) + (-1)d  P
(a + c) + (-1)b + (-1)d  P
(a + c) + (-1)(b + d)  P
(a + c) – (b + d)  P
(a+ c) > (b + d)  P
Jadi jika a > b dan c> d maka a + c > b + d
T.1.4
A2
A2
D
T.1.4
D.3
( c ) (ii) Misalkan a, b, c  R
Akan ditunjukkan Jika a > b dan c < 0 maka c x a < c x b
a > b  ( a – b)  P
D.3
c < 0  -c  P
D.2
Sehingga -c, (a - b)  P
 (-c) x (a - b)  P
sifat 1.2.1
((-1) c) x (a+(-1) b)  P
T.1.4
 (-1)ca + (-1)c (-1)b  P
D
 (-1)ca +(-1) (-1)cb  P
M1, M2
 (-ca) + cb  P
T.4
 cb – ca  P
A1
 cb > ca
D3
 ca < cb
12
Terbukti jika a > b dan c < 0 maka ca < cb
(d) Misalkan a  P.
(i) Diketahui: a  P, a > 0
Akan ditunjukkan bahwa: a > 0  > 0.
a>0a0 0
T.1.5
Andaikan < 0
a > 0 dan < 0 a x < 0 x
T.1.9
1< 0
M4, T1.4
Kontradiksi bahwa 1 > 0
T.1.8
Jadi pengandaian < 0 salah, haruslah > 0
(ii) Diketahui : a  R, a < 0
Akan ditunjukkan bahwa a < 0  < 0
a<0a 0 0
T.1.5
Andaikan > 0
a < 0 dan > 0  a x < 0 x
T.1.9
 1<0
M3, T.1.4
Kontradiksi dengan 1 > 0
T.1.8
Jadi pengandaian > 0 tidak benar haruslah < 0
TEOREMA. 1.10
Jika a,b  R dan a > b maka a > (a + b) > b
Bukti :
Misalkan a,b R
Akan ditunjukkan a > b  a > (a + b) > b
a>b a+a > a+b
a > b  2a > a + b
a>b a+b > b+b
a > b  a + b > 2b
dari (i) dan (ii) 2a > a + b > 2b
Karena 2 N maka 2 > 0 akibatnya > 0
T.1.9
T.1.9
D1.3
T.1.9
> 0 dan2a > a + b > 2b maka
diketahui
(2a) > (a + b) > (2b)
T.1.9
a > (a + b) > b
M2, M4
Sehingga terbukti : a > b a > (a + b) > b
13
COROLLARY 1.11 (Akibat dari teorema 1.10)
Jika a  R dan a > 0 maka a > a > 0
Bukti:
a, b  R dan a > b a > (a +b) > b
T.1.10
Ambil b = 0, maka 0  R, menurut T.1.10 berakibat
a > 0  a > (a + 0) > 0
substitusi b=0
Berarti a > a > 0
A.3
TEOREMA. 1.12
Jika a  R sehingga 0  a ,  R positif murni, maka a = 0
Bukti:
Diketahui a  R sehingga 0  a 
Andaikan a  0  a > 0
a>0  a> a>0
diketahui
T.1.11
Ambil 0 = a > 0, karena a > 0
sehingga diperoleh a > 0  a >0 > 0
 a> a>0
diketahui
substitusi 0 = a
Hal ini bertentangan dengan hipotesis yaitu 0  a < , > 0
Dengan demikian pengandaian salah, haruslah a = 0.
TEOREMA.1.13
 a,b  R, Jika ab > 0 maka
(i)
a > 0 dan b > 0 atau
(ii)
a < 0 dan b < 0
Bukti :
a b > 0  a  0 dan b  0
ab = 0
Dari a  0 diperoleh (i) a > 0 atau (ii) a < 0
Kasus (i): a > 0  > 0
ab > 0  ab  P
>0  P
, ab  P  x ab  P
 ( x a) x b  P
 1xb  P
jika a = 0  b = 0 maka
(sifat trikotomi)
T.1.9
D.1.2
D.1.2
sifat 1.2.1
M.2
M4
14
 bP
M3
 b >0
Maka terbukti :  a,b  R, Jika ab > 0 maka a > 0 dan b > 0
Kasus (ii): a < 0  < 0
T.1.9
 - P
D.1.2
D.1.2
ab > 0  ab  P
- , ab  P  (- ) x ab  P
 (-1)( x a) x b  P
D.1.2
sifat 1.2.1
T.1.4, M2
 (-1) x 1 x b  P
M4
 (-1) x (1 x b)  P
M2
 (-1) x b  P
M3
 -b  P
T.1.4
 b<0
D.1.2
Maka terbukti bahwa jika ab > 0 maka a < 0 dan b < 0,  a,b  R
COROLLARY. 1.14 (Akibat teorema 1.13)
 a,b  R,
Jika ab < 0 maka
(i)
a < 0 dan b > 0 atau ,
(ii)
a > 0 dan b < 0
Bukti :
Karena ab < 0 maka a  0 dan b  0
a  0 berarti (i) a > 0 atau a < 0 dan
b  0 berarti (ii) b > 0 atau b < 0
Kasus (i)
a>0  >0
(ab) < 0
(ab) < 0 dan > 0  x (ab) < 0 x
T.1.9
diketahui
T.1.9
( x a) x b < 0
M2, T.1.4
1xb <0
M4
b<0
M3
Dengan demikianjika ab < 0 dan a > 0 maka didapat b < 0,  a,b  R
Hal ini menunjukkan bahwa  a,b  R, jika ab < 0 maka a > 0 dan b < 0
Kasus (ii):
a< 0  < 0
(- )> 0
ab < 0
ab<0 dan (- ) > 0 (- ) x (ab)<(- ) x 0
T. 1.9
D. 1.2
diketahui
T. 1.9
15
 (- 1) x ( x a) x b < 0
M2, T.1.4
 (-1) x 1 x b < 0
M4
 -b < 0
M2, M3, T.1.4
 b>0
D.1.2
Dengan demikian jika ab < 0 dan a < 0 didapat b > 0,  a,b  R
hal ini menunjukkan bahwa  a,b  R, jika ab < 0 maka a < 0 dan b > 0
Berdasarkan (i) dan (ii) terbukti bahwa:
 a,b  R,
Jika ab < 0 maka (i) a < 0 dan b > 0 atau ,
(ii) a > 0 dan b < 0
Contoh: Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan
2x  1
< 1, x R
x2
Penyelesaian :
2x  1
<1
x2
2x  1

+ (-1) < 1 + (-1)
x2
1

(2x + 1) – 1 < 0
x2
1
1

(2x + 1) –
(x + 2) < 0
x2
x2
1
(
) x ((2x + 1) – (x + 2))< 0
x2
1

(2x + 1 – x – 2) < 0
x2
1

(x – 1) < 0
x2
Menurut T.1.14 jika :
1
(x – 1) < 0 maka
x2
1
(1). (x -1 ) < 0 dan
> 0 atau
x2
1
(2). (x – 1) > 0 dan
< 0
x2
1
Dari (1), (x -1 ) < 0 dan
>0
x2
x R dan
diketahui
T.1.9
sifat 1.1.1, A4
M4
D
D, T.1.4
A1, A2
16
 (x – 1) < 0 dan
1
1
x2
>0


x < 1 dan x + 2 > 0
x < 1 dan x + 2 + (-2) > 0 + (-2)
x < 1 dan x + 0 > -2
x < 1 dan x > -2
Berarti -2 < x < 1
1
Dari (2): (x – 1) > 0 dan
< 0
x2
1
 (x – 1) > 0 dan 1 < 0
T.1.9
T.1.5, T.1.9
T.1.9
A4
A3
D.1.3
T.1.9
x2

x > 1 dan x + 2 < 0
T.1.5,
T.1.9

x > 1 dan x + 2 + (-2) < 0 + (-2)
T.1.9

x > 1 dan x + 0 < -2
A4

x > 1 dan x < -2
A3
Tidak ada yang memenuhi, karena tidak ada x  R yang lebih dari 1 dan
seligus kurang dari –2 sehingga yang memenuhi : -2 < x < 1
Jadi HP = { x  R  -2 < x < 1}
1.3. NILAI MUTLAK
Sifat trikotomi menjamin bahwa jika aR dan a  0, maka berlaku tepat satu dari a
dan –a adalah positip. Nilai mutlak dari a  0 didefinisikan sebagai nilai positip dari
pasangan {a,-a}.
Definisi. 1.4
Jika a  R nilai mutlak dari a dinotasikan dengan  a dan didefinisikan:
a, jika a  0
a=
-a, jika a < 0
Contoh:  3  = 3 dan  -2  = -(-2) = 2
Dapat dilihat dari definisi bahwa  a  0,  aR.
17
Teorema. 1.15
a.  -a  =  a ,  aR.
b.  ab  =  a  b ,  a, b R.
c. jika c > 0, maka  a  c jika dan hanya jika -c  a  c.
d. - a  a  a ,  a  R.
Bukti:
a. (i) a = 0  0  = 0
D. 1.4
=  -0 
D.1.2, D.1.4
(ii) a > 0  -a < 0
T.1.9
a = a
D.1.4
= -(-a)
T.1.9
=  -a 
D, 1.4
(iii) a < 0  -a > 0,
D.1.2
 a  = -a
D.1.4
=  -a 
D.1.4
Dari (i), (ii) dan (iii) disimpulkan  -a  =  a 
b. (i ) a = 0 atau b = 0  ab  =  0 
=
=
=
=
0
0x0
 0  0 
 a  b 
(ii). a>0 dan b>0  ab>0
 ab  = a.b
=  a  b 
(iii). a>0 dan b<0  ab<0
 ab = -ab
= (-1)(ab)
= (-1.a)(b)
= (a.(-1))(b)
T.1.4
D.1.4
T.1.4
D.1.4
Diketahui
T.1.9
D.1.4
D.1.4
T 1.9
D.1.4
T.1.4
M.2
M.1
18
= (a)((-1).b)
= a(-b)
=  a  b 
(iv). a<0 dan b<0  ab > 0
T1.4.
 ab  = a.b
= a.1.b
= a.(-1)(-1).b
= (-1)a.(-1).b
= (-a)(-b)
=  a  b 
Dari i, ii, iii, dan iv, disimpulkan bahwa  a b  =  a  b 
M.2
T.1.4
D.1.4
D1.2, sifat 1.2.1,
D. 1.4
M3,M2, M1
T.1.9
M1,M2
T.1.4
D.1.2, D1.4
c. (i).Misalkan c > 0dan  a  c maka akan ditunjukkan bahwa -c  a  c.
 a  c (1) a  c dan a ≥ 0  0 a ≤ c atau
D.1.4, D1.3
(2) –a ≤ c dan a < 0  a ≥ –c dan a< 0 T1.9
 -c ≤ a < 0
D1.3
Dari (1) dan (2) diperoleh -c ≤ a < 0 atau 0 a ≤ c, berdasarkan definisi gabungan dua
himpunan diperoleh -c  a  c.
Jadi: jika c > 0 dan  a  c maka -c  a  c.
(ii). Misalkan c > 0dan -c  a  c maka akan ditunjukkan  a  c.
-c  a  c berdasarkan D1.3 dapat ditulis -c ≤ a < 0 atau 0 a ≤ c,
(1) -c ≤ a < 0 dapat ditulis -c ≤ a dan a < 0, berdasarkan T.1.9 -a ≤ c dan a < 0 atau
(2) 0 a ≤ c berdasarkan definisi 1.3 dapat ditulis a  c dan a ≥ 0
Dari (1) dan (2) diperoleha  c dan a ≥ 0 atau –a cdan a < 0 maka berdasarkan
definisi 1.4 berarti a  c
Jadi terbukti jika c > 0 dan -c  a  c maka  a  c.
Dari (i) dan (ii) disimpulkan bahwa jika c >0, maka  a  c  -c  a  c.
d. Pembuktian teorema 1.15 (d) siserahkan kepada mahasiswa sebagai latihan.
Teorema 1.16 Ketidaksamaan Segitiga.
Untuk sebarang a, b  R, berlaku  a+b  a  +  b 
Bukti:
Dari teorema 1.15 (d) diperoleh: - a  a  a  dan - b  b  b 
19
Dengan menggunakan teorema 1.9, sifat distributif dan teorema 1.4 maka
-( a  +  b )  a + b  a  +  b 
Sehingga berdasarkan teorema 1.15 diperoleh:
 a+b  a  +  b 
Jadi terbukti bahwa a, b  R, berlaku  a+b  a  +  b 
Teorema 1.17 ( Akibat Teorema 1.16)
Untuk sebarang a,b  R, diperoleh:
(a). a - b a – b 
(b).  a – b  a  +  b 
Bukti:
(a).  a 
 a + 0 
A3
 a + { (-b) + b }
A4
 {a + (-b) } + b 
A2
 {a + (-b) } + b  a – b +  b 
T.1.16, sifat 1.2.1
sehingga diperoleh :  a  a – b  +  b 
 a = a + 0 
A3
=  a + { (-b) + b }
A4
={ a + (-b)} + b ≤ a+(-b) +  b 
A2, T1.16
Sehingga diperoleh:
 a ≤a+(-b) +  b 
 a ≤a+(-b) +  b 
 a  + (- b)  {  a - b + b } + ( - b )
T1.9, sifat 1.1.1
 a  + (- b)  a – b  + { b + ( - b )}
 a  + (- b)  a – b  + 0.
A2
A4,
 a  -  b a - b ……….(*)
A3, sifat 1.1.1
Selanjutnya:
b=b+0
A3
=b + { (-a) + a }
A4
=  {b + (-a) } + a 
A2
 b – a  +  a 
T.1.16, sifat 1.1.1
20
sehingga diperoleh :  b  b – a  +  a 
 b  b – a  +  a 
 b  + (- a )  { b – a  +  a  } + (- a )
T1.9
 b  + ( - a  )  b – a  + {  a  + ( - a  )}
A2
 b  + ( - a  )  b – a  + 0.
A4
 b  + (- a  )  b – a 
A3
 b  + (- a  ) (– a) + b
A1, sifat 1.1.1
 b  + (- a )  -a + ( - (-b) ) 
T1.4
 b  + (- a )  (-1) a + (-1) (-b) 
T1.4
 b  + (- a  )  (-1)(a + (-b)) 
D
 b  + (- a  )  -1  a + ( -b) 
 b  + (- a  )  1  a -b 
T1.15
T1.15, D1.4
 b  + ( - a  )  a -b 
M3
Selanjutnya kedua ruas dikalikan (-1), maka
(-1) ( b  - a  )  (-1)  a - b 
T1.9
(-1) b  + (-1)(- a ) (-1) a - b 
D, sifat1.1.1
- b  +  a  -  a - b 
T1.4
 a  + (- b  )  -  a - b 
 a  -  b  - a - b
A1
………(**)
- a - b a  -  b 
sifat1.1.1
D1.3
Dari (*) dan (**) diperoleh :
 a  -  b  a – b  dan - a - b a  -  b 
ditulis: -  a - b a  -  b a - b 
D1.3
sehingga berdasarkan teorema 1.15 diperoleh :
 a  -  b a - b 
Jadi terbukti bahwa jika a - b a – b , a,bR
(b). a, b  R, berlaku  a+b  a  +  b 
b  Rmaka (-b) R
T1.16
A3
21
(-b) R dan  a+b  a  +  b , substitusi b  Rdengan -b
diperoleh:
 a + (-b)  a  +  -b 
 a – b  a  +  -b 
Sifat 1.1.1
dengan menggunakan teorema 1.15, yaitu:
bR,  -b  =  b , maka diperoleh:
 a – b  a  +  b 
Jadi terbukti bahwa a, bR berlaku a – b  a  +  b 
Teorema 1.18 (Akibat teorema 1.17)
Untuk sebarang a1, a2 , a3,
……
an R, n N,
 a1 + a2 + a3 +
……+
an a1 + a2 + a3 + ……+ an
S = {n N /  a1 + a2 +
……+
an a1 + a2 + ……+ an}
Bukti:
Dengan menggunakan Prinsip Induksi Matematika
Misalkan S N yang memiliki sifat-sifat:
1. 1  S
2. Jika k  S, maka k + 1  S
Maka S = N
1. a1a1 suatu pernyataan benar maka 1 S
2. Diasumsikan k  S benar berarti :
 a1 + a2 +
……
+ ak  a1  +  a2  + …… +  ak 
Akan ditunjukkan bahwa k + 1  S
 a1 + a2 +
……
+ ak + a k+1  =  ( a1 + a2 + ……+ ak ) + a k +1 
 a1 + a2 + …… + ak  +  a k +1 
 a1  +  a2  + …… +  ak  +  a k +1 
T.1.16
T.1.16
Diperoleh k + 1 S. Dari prinsip induksi matematika diperoleh bahwa S = N.
Jadi :  a1 + a2 + a3 +
……+
an  a1  +  a2  +  a3  + ……+  an  , n N
Contoh:
1. Tentukan semua bilangan real x yang memenuhi pertidaksamaan  2x + 3 < 6
22
Penyelesaian:
(i) Penyelesaian dengan menggunakan teorema1.15
x R,  2x + 3 < 6 -6 < 2x + 3 < 6
T1.15
-6 + (-3) < (2x + 3 ) + (-3) < 6 + (-3)
A4, T1.9
-9 < 2x + ( 3 + (-3) )< 3 + ( 3 + (-3) )
A2
-9 < 2x + 0 < 3 + 0
A4
-9 < 2x < 3
A3
(
1
1
1
) (-9) < ( ) (2x) < ( ) ( 3 )
2
2
2
-
9
3
<x <
2
2
M4, T1.9
M2, M3, M4
Jadi semua bilangan real x yang memenuhi pertidaksamaantersebut adalah
A={xR-
9
3
<x < }
2
2
(ii) Penyelesaian dengan menggunakan definisi
Berdasarkan definisi
Kemungkinan – kemungkinan :
(i)
dan
diketahui
keduaruasditambahkan
A.2
A.4
A.3
M.4
3
...............(*)
T1.9
M.2, M.4, sifat 1.1.1
23
diketahui
T.1.9
A.2
M.4
MA.3
T.1.9
..................(**)
Dari (*) dan (**) diperoleh
M.2, M.4, sifat 1.1.1
dan
dan
-
Sehingga kemungkinan (i) diperoleh
dan
berdasarkan D1.3
diperoleh
(ii)
dan
diketahui
kedua ruas ditambahkan
24
A.2
A.4
A.3
M.4
T1.9
M.2, M.4, T1.4 sifat 1.1.1
diketahui
T.1.9
A.2
M.4
MA.3
T.1.9
M.2, M.4, sifat 1.1.1
-
dan
-
Sehingga
kemungkinan
(ii)
diperoleh
dan
berdasarkan D1.3 diperoleh
25
Dari (i)
(ii)
berdasarkan D1.3
diperoleh
Jadi semua bilangan real x yang memenuhi pertidaksamaantersebut adalah
A={xR-
9
3
<x < }
2
2
2. Tentukan semua anggotahimpunan B = { x  R  x + 1<2x  }
Penyelesaian:
Pertama akan diselesaikan pertidaksamaan  x + 1<2x  yang terdefinisi pada R,
Berdasarkan definisi 1.4
Dan
Didapat empat kemungkinan nilai x yang memenuhi:
(i)
dan
(ii)
dan
dan
(iii)
(iv)
dan
dan
dan
dan
dan
Bukti :
(i)
diketahui
T.1.9
A1, A2
A2
A4
26
A3
T1.4,D
M3
Atau
......... (*)
D1.3
diketahui
T.1.9
A2
A3, A4
...............(**)
A3
diketahui
M4
T1.9
M2
M4
...............(***)
M3, T1.4
27
Dari (*), (**) dan (***) diperoleh
1
-1
0
nilai x yang memenuhi dari ketiga penyelesaian tersebut adalah
Sehingga
merupakan anggota B
(ii)
diketahui
A4
T1.9
A2
A2
A4
A3
D, T1.4
28
M2, T1.4
T1.9
M4
T1.9
M2
M4
M3
..............(*)
T1.4
diketahui
A4
T1.9
A2
A4
............(**)
A3
diketahui
M4
T1.9
29
M2
M4
............(***)
M3, T1.4
Dari (*), (**) dan (***) diperoleh
,
dan
, sehingga nilai
x yang memenuhi pertidaksamaan tersebut adalah
-1
0
Dengan demikian
(iii)
merupakan anggota B
diketahui
A4
T1.4
30
T1.4
D
T1.4
T1.9
A2
A4
A3
D
M1
Atau
D1.3
M4
T1.9
M2
M4
.............(*)
M3, T1.4
diketahui
M4
T1.9
A2
31
A4
.........(**)
A3
diketahui
M4
T1.9
M2
M4
..........(***)
M3, T1.4
Dari (*), (**) dan (***) diperoleh
,
dan
, dantidak
satupun nilai x yang memenuhi pertidaksamaan tersebut.
-1
0
(iv)
diketahui
A3
32
T1.4
T1.9
D
T1.4
T1.9
A2
A4
A3
D
M1
T1.4
...........(*)
T1.9
diketahui
A4
T1.9
A2
A4
.............. (**)
A3
diketahui
33
M4
T1.9
M2
M4,
.......... (***)
M3, T1.4
Dari (*), (**) dan (***) diperoleh
, sehingga
nilai x yang memenuhi pertidaksamaan tersebut adalah
0
-1
1
Dengan demikian
merupakan anggota B
34
Kesimpulan :
Dari (i), (ii), (iii) dan (iv) diperoleh
(i)
1
(ii)
-1
(iii)
-1
Dari (i), (ii), (iii) dan (iv), diperoleh x  R yang menjadi anggota B adalah
atau
atau
Jadi x  R yang menjadi anggota B adalah
B = { x  R
atau
}
1.4. Garis Bilangan Real
Secara geometris, sistem bilangan real dapat diintegrasikan sebagai garis bilangan
real. Dengan demikian  a  dapat diartikan sebagai jarak dari a ke 0 dan a – b menyatakan
jarak antara a dan b.
Contoh:
Misalkan Jarak diantara a  3 dan b  2
Maka:
 a – b  =  -3 – 2 =  -5 = 5
35
Jarak diantara a = -3 dan b = 2 atau -3 – (2) dengan garis bilangan real dapat
digambarkan sebagai berikut:
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Dalam pembahasan berikutnya akan dicari bahasa yang tepat untuk menyatakan
bahwa satu bilangan real dekat dengan yang lain. Bilangan real dikatakan dekat
dengan bilangan real dimaksudkan adalah bahwa jarak
adalah kecil
Gagasan ini dikenal dengan istilah “Neighborhood”.
Definisi 1.5:
Misalkan
dan
.
(1) -neighborhood dari adidefinisikan sebagai himpunan V(a) = {x 
|x – a| <}.
Neighborhood dari a dilambangkan dengan V(a). Untuk a  , pernyataan bahwa
x V (a) ekuivalen dengan pernyataanbahwa x memenuhi kondisi:
  x  a  
 a   x  a  .
Ilustrasi pada garis bilangan realnya sebagai berikut
(
a 
)
a
a 
(2) Neighborhod dari a adalah sebarang himpunan yang memuat -neighborhood dari a
untuk setiap > 0.
Jadi -neighborhood dari a atau V(a) adalah himpunan yang simetris pada a.
Dua pendefinisian di atas mempunyai tujuan yang sama, tetapi berbeda keluasannya.
Teorema 1.19
36
Misal a R, jika x  R sedemikian hingga x anggota setiap neighborhood dari a maka
x = a.
Bukti:
Misalkan V(a) adalah sebarang neighborhood dari a.
Karena neighborhood dari a selalu memuat suatu -neighborhood dari a, katakanlah
V(a) sehingga V(a)  V(a), untuk suatu > 0.
Karena x termuat di setiap V(a), maka x  V(a) unutk setiap > 0.
Dan karena x  V(a) sedemikian hingga maka:
 x – a <, > 0.
0  x – a <, > 0,
maka berdasarkan teorema 1.12. Jika a
dan 0  a   untuk setiap   0 , maka
a  0 .Sehingga berlaku  x – a = 0
Selanjutnya  x – a = 0 maka berdasarkan definisi 1.4 berlaku
(i) x – a  0  x – a = 0
x–a
=0
diketahui
x + (-a) = 0
sifat 1.1.1
(-a) + x = 0
A.1
x = -(-a) + 0
T.1.2
x = -(-a)
A.3
x=a
T.1.4
(ii) x – a < 0  -(x – a) = 0
-(x – a) = 0
diketahui
(-1)(x + -(a)) = 0
T.1.4
(-1)x + (-1)(-a) = 0
D
-x + a = 0
T.1.4
a + (-x) = 0
A1
-x = -a
T.1.2
(-1)(-x) = (-1)(-a)
T.1.5
(-1)(-1) x = (-1)(-1) a T.1.4
x=a
M2, T.1.4
37
Dengan demikian dari (i) dan (ii) diperoleh x = a.
Jadi Misal a R, jika x  R sedemikian hingga x anggota setiap neighborhood dari a maka x
= a.
Contoh:
1. Misal U = {x/ 0 < x < 1}
Maka U adalah neighborhood yang memuat setiap titik di U.
Bukti:
Ambil sebarang a  U, berarti 0 < x < 1. Selanjutnya pilih  = min {a, 1 – a},
maka {a -
, a + }  U, berarti U adalah neighborhood dari a unutk setiap a  U.
2. Misal I = {x/ 0  x 1}, maka 1 bukan neighborhood dari 0.
Bukti:
1 bukan neighborhood dari 0 berarti jika diberikan > 0 maka  x  V(0)  x  1.
Untuk memperlihatkan hal tersebut, ambil > 0 , kemudian pilih x = ( )  sehingga x 
V(0) akan tetapi x = -( ) I. Jadi I bukan neighborhood dari 0.
3. Jika x  V(a) dan y  V(b), maka (x + y)  V2(a + b).
Bukti:
x  V(a)  x – a < dan
y  V(b)  x – b <
Dengan ketidaksamaan segitiga diperoleh:
 (x + y) – (a + b)  =  (x + a) + (y - b) 
 (x - a)  +  (y - b) 
 +  = 2
sehingga (x + y)  V2(a + b).
Jadi jika x dan y anggota berturut-turut -neighborhood dari a, b, maka x + y anggota
2-neighborhood dari a + b (tetapi tidak cukup -neighborhood dari a + b). Secara
khusus, penambahan tidak akan mempertahankan
keakuratan urutan tempat
desimal, karena 10-k< 0,5 х 10 –(k – 1) pada satu tempat desimal terbesar akan hilang.
38
LATIHAN 1
1. Selesaikan persamaan x2 = 2x, dengan memberikan alasan pada setiap langkah
penyelesaian.
2. Jika a  R, dan a . a = a maka tunjukan bahwa a = 0 atau a = 1
3. Jika a  0 dan b  0, tunjukan bahwa
4. Tunjukan bahwa
3
dan
1
1 1

ab a b
6 bukan bilangan rasional (Gunakan argumen pada
pembuktian teorema 1.6
5. Jika x dan y bilangan irasional, apakah x + y dan xy juga irasional
6. Tunjukan bahwa jika 0 < a< b maka
(i)
a < ab < b dan
(ii)
0<
1 1
<
b a
7. Misalkan a  R. tunjukkan bahwa:
a.
a=
b.
 a2  = a2
a2
8. Tentukan semua x  R yang memenuhi pertidaksamaan berikut :
a.  x + 1  > x + 1
b.  x  + x +1 < 2
9. Jika a, b  R, tunjukkan bahwa a + b =  a  +  b  jika dan hanya jika ab  0.
10. Tentukan dan sketsakan himpunan pasangan terurut (x,y)  R x R, yang memenuhi : a.
 xy  = 2
b.  xy   2
39
BAB II
SIFAT KELENGKAPAN PADA BILANGAN REAL
2.1. SUPRIMUM DAN INFIMUM
Padababiniakandibahaslebihjauhmengenaisifatsifataljabardanketerurutanpadasistembilangan real.
Definisi. 2.1
Misalkan S  R,
(i)
(ii)
u  R dikatakan batas atas dari S bila s  u,  s  S.
w R dikatakan batas bawah dari S bila w  s,  s  S.
Berdasarkan definsi 2.1, jika S R mempunyai batas atas maka akan ada
batas atas lain yang takhingga banyaknya, sebab jika uR batas atas S maka ada
vR sehingga u  v juga merupakan batas atas S. Begitu pula jika T  R
mempunyai batas bawah maka akan ada batas bawah lain yang takhingga
banyaknya, sebab jika a  R batas bawah T maka ada b  R sehingga b  a juga
merupakan batas bawah T.
S
u
v
Gambar 2.1 Batas Atas dari S
Selain itu terdapat himpunan yang mempunyai batas atas, tetapi tidak mempunyai
batas bawah, dan sebaliknya terdapat himpunan yang mempunyai batas bawah tetapi tidak
mempunyai batas atas.
Misal: S1 = { x  R x  0 } adalah himpunan yang mempunyai batas bawah tetapi
tidak mempunyai batas atas.
S2 = { x  R  x  1 } adalah himpunan yang mempunyai batas atas tetapi
tidak mempunyai batas bawah.
Catatan :
Misalkan T R, maka :
40
(1) T dikatakan terbatas di atas bila T mempunyai batas atas .
(2) T dikatakan terbatas di bawah bila T mempunyai batas bawah.
(3) T dikatakan terbatas bila T mempunyai batas atas dan batas bawah
(4) Jika T tidak mempunyai batas atas atau batas bawah maka T dikatakan tidak
terbatas
Contoh :
1. S1 =
{ x  R  x  1 } adalah himpunan terbatas dibawah sebab mempunyai batas
bawah x  1, x  R
2. S2 = { x  R x  -4 } adalah himpunan terbatas di atas sebab mempunyai batas atas x
 -4, x  R
3. S3 = { x  R  3  x  4 } adalah himpunan terbatas, sebab mempunyai batas bawah x
 3, x  R dan batas atas x  4, x  R
4. S4=
R
(himpunan bilangan real) adalah himpunan tak terbatas karena tidak
mempunyai batas bawah maupun batas atas atau  sebagai batas atas dan batas
bawah. Buktinya diserahkan mahasiswa sebagai latihan
5. S5=

adalah himpunan terbatas sebab setiap bilangan real merupakan batas
bawah dan batas atas dari .
Bukti:
Misalkan S = . Ambil sembarang r  R batas bawah dari S.
Andaikan r bukan batas bawah dari S, berarti  s  S,  s  r. Hal ini
bertentangan dengan S = . Jadi pengandaian salah, haruslah r merupakan batas
bawah dari S. Karena r sembarang maka setiap r  R adalah batas bawah dari
.
(Setiap bilangan real merupakan batas atas dari , pembuktiannya analog ).
Definisi. 2.2
Misalkan S  R
(i)
Jika S terbatas diatas, maka suatu batas atas dari S disebut supremum
(batas atas terkecil ) dari S apabila batas atas tersebut lebih kecil dari semua
batas atas yang lain dari S.
41
(ii)
Jika S terbatas di bawah , maka suatu batas bawah dari S disebut infimum
(batas bawah terbesar) dari S apabila batas bawah tersebut lebih besar dari
semua batas bawah yang lain dari S.
Definisi 2.2 tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut:
1. u  R adalah supremum dari S  R bila memenuhi dua syarat yaitu :
(i) s  u ,  s  S;
(ii) s  v,  s  S  u  v.
2. w  R adalah infimum dari S  R bila memenuhi dua syarat, yaitu :
(i) s  w,  s  S.
(ii) s  v,  s  S  w  v.
Definisi 2.2 dapat diilustrasikan secara geometri sebagaiberikut :
S
Inf. S
Sup. S
(batas bawah S)
(batas atas S)
Gambar 2.2 Inf. S dan Sup. S
Selanjutnya supremum dari S dinotasikan dengan sup S dan infimum dari S
dinotasikan dengan inf S.
Lema 2.1.S R paling banyak mempunyai satu supremum atau satu infimum saja.
Bukti :
S  R, misalkan u1 dan u2 adalah batas bawah dari S, u1, u2 keduanya adalah infimum
Dari S, akan ditunjukkan u1 = u2 .
42
u1 = inf S  u1batas bawah untuk S dan u2 = inf S  u2 u1 ............................ (i)
u2 = inf S  u2batas bawah untuk S dan u1 = inf S  u1 u2 ........................... (ii)
Dari (i) dan (ii), berdasarkan Teorema 1.7, u2  u1, u1 u2 u1 = u2.
Jadi S mempunyai paling banyak satu infimum.
(Pembuktian untuk suprimum S analog).
Lemma. 2.2
Suatu himpunan S  , S  R , u  R batas atas dari S,
u = sup S  0,  s S ,  u -  s.
Bukti :
()
Misalkan v batas atas S, dengan v  u. Asumsikan v  u. Pilih  = u – v  0,
maka  s S,  u -  s. Dari sini diperoleh u – ( u – v ) = v  s yang berarti v bukan
batas atas S. Ini kontradiksi dengan v batas atas S.
Jadi haruslah v  u atau u  v yang berarti u batas atas terkecil S sehingga
u = sup S. Jadi  0, sS  u -  s u = sup S
()
Misalkan u = sup S. Ambil sembarang  0. Karena u = sup S maka
u -  u bukan batas atas S. Karena u -  bukan batas atas S maka s S,
 u -  s. Jadi u = sup S 0, sS  u -  s.
Dengan demikian :
S  , S  R , u  R batas atas dari S, u = sup S  0,  s S  u -  s.
Ilustrasi secara geometri lema 2.2, terlihat pada gambar 2.3 berikut ini.
u-
s
u
Gambar 2.3 u = Sup. S
43
Catatan:
Supremum dari suatu himpunan tidak selalu merupakan elemen dari himpunan tersebut.
Hal ini tergantung dari himpunan yang diberikan. Berikut ini akan diberikan beberapa
contoh
Contoh:
(a) Jika S1 mempuyai elemen berhingga maka dapat ditunjukkan bahwa S1 mempu-nyai
sebuah elemen terbesar u dan sebuah elemen terkecil w, ataudengan kata lain u =
sup S1 dan w = inf S1dan keduanya yaitu u dan w elemen S1.
(b) JikadiberikanhimpunanS2 = { x  R 0  x  1 },
maka himpunan ini mempunyai supremum 1, dan infimum 0 yang keduanya termuat
dalam S2.Berikut akan dibuktikan bahwa 1 adalah supremum dari S 2 .
Jika v  1 maka terdapat elemen s '  S2 sehingga v  s '. Jadi v bukan batas atas dari
S 2 dan karena v sebarang bilangan yang lebih kecil dari 1, maka disimpulkan bahwa
sup S 2 =1. Dengan cara yang sama dapat ditunjukkan pula bahwa 0 adalah infimum
dari S 2 . Dengan demikian, baik supremum maupun infimum dari S 2 termuat di dalam
S2 .
(c) S3 = { x  R 0  x  1 }
Himpunan ini mempunyai supremum 1, dan infimum 0 yang keduanya
tidak termuat dalam S.
(d) Setiap elemen pada bilangan real R adalah batas atas sekaligus batas bawah dari .
Jadi  tidak mempunyai suprimum dan infimum.
2.2. SIFAT SUPRIMUM DAN INFIMUM DARI R
(i) ( S  R, S , u  R,  u  s,  s  S ) 
S mempunyai Suprimum.
(ii) ( S  R, S  , u  R ,  u  s,  s  S )  S mempunyai Infimum.
Contoh
(a) Misalkan S  R; S . S terbatas di atas, untuk a  R didefinisikan
44
a + S = { a + x  x  S }, maka sup ( a + S ) = a + sup S.
Bukti :
Misalkan u R, S  R, u = sup S  u  x, x S.
a  R  a + u  a + x , xS. Ini berarti a + u batas atas dari a + S.
Akibatnya sup (a + S)  a + u atau Sup (a + S)  a + sup S.
Misalkan v R, v batas atas dari a + S  a + x  v, x S.
a + x  v  x  v – a , xS. Akibatnya u = sup S  v – a, sebab
a + u  v, dan v – a adalah batas atas dari S.
v – a batas atas S, u = sup S  u  v – a  a + u  v.
a + u batas atas S
v batas atas (a + S)  sup (a + S) = a + u = a + sup S.
 a+u  v
Jadi S  R, S , S terbatas di atas, a  R, didefinisikan
a + S = { a + x  x  S }  sup ( a + S ) = a + sup S. Terbukti.
(b) Andaikan f dan g adalah fungsi bernilai real dengan domain yang sama, yaitu
D  R. Misalkan f(D) = { f(x) x  D } dan g(D) = {g(x) x  D} adalah himpunan himpunan terbatas dalam R, maka :
(i) f(x)  g(x), x  D  sup f(D)  sup g (D).
(ii) f(x)  g(y), x,y  D  sup f(D)  inf g(D).
Bukti :
Asumsikan f(D)   dan g(D)  .
(i) Diketahui g(D) dan f(D) himpunan terbatas di R, berarti f(D) dan g(D)
mempunyai suprimum dan infimum ( 2.4.5 ).
g terbatas di atas  g(x)  sup g(D), x D.
g(x)  sup g(D),x D, f(x)  g(x), x  D  f(x)  sup g(D), x D.
Akibatnya sup g(D) merupakan batas atas f(D).
Sup g(D) batas atas f(D), f(D) terbatas di atas  sup f(D)  sup g(D)
Jadi f(x)  g(x), x  D  sup f(D)  sup g (D). Terbukti.
45
(ii) Dari f(x)  g(y),  x ,y  D, berarti f(x) adalah batas bawah dari g(D).
Akibatnya f(x)  inf g(D). Karena f(x)  inf g(D), xD berarti inf g(D) adalah salah
satu batas atas dari f(D). Hal ini berarti sup f(D)  inf g(D).
Jadi f(x)  g(y), x,y  D  sup f(D)  inf g(D). Terbukti.
2.3.
SIFAT ARCHIMEDES PADA R
Suatu bilangan asli N, terbatas di bawah yaitu 1, tetapi tidak terbatas di atas. Ini berarti jika diberikan sembarang
bilangan real x, maka terdapat n  N sehingga x  n.
Teorema. 2.3. Sifat Archimedes
x  R  nx N,  x  nx.
Bukti:
Ambil sembarang x  R. Andaikan x merupakan batas atas dari N, menurut sifat
suprimum, N mempunyai suprimum u  R. Karena u - 1  u. Menurut lemma 2.2
berarti m  N,  u - 1 m akibatnya u  m + 1. Karena mN, maka m + 1  N.
Ini bertentangan dengan u batas atas N. Jadi pengandaian salah . Dengan demikian N
tidak mempunyai batas atas.
Jadi x  R  nx N,  x  nx.
Torema.2.4 (akibat teorema 2.3)
Jika y dan z adalah bilangan real positif murni, maka :
(a)  n  N,  z  ny
(b)  n  N,  0   y
(c) (c)  n  N,  n –1  z  n.
46
Bukti :
(a) Karena x =  0, n  N, 
= x  n, dan didapat z  ny.
(b) Berdasarkan bukti pada (a), kita ambil z = 1 maka didapat 1  ny, sehingga
diperoleh
 y dan n  N.
Dengan demikian terbukti bahwa  n  N,  0   y
(c) Ambil himpunan { m  N z  m }  N tidak kosong. Misalkan n unsur
terkecil dan { m  N  z  m }, maka n – 1  z  n.
2.4.
EKSISTENSI
2
Pentingnya Sifat Archimides karena sifat tersebut dapat menjamin eksistensi
bilangan-bilangan real terhadap suatu hipotesis tertentu. Berikut ini akan diberikan ilustrasi
yang disertai dengan bukti akan eksistensi (adanya) bilangan real x sehingga
= 2 yang
tertuang dalam teorema berikut.
Teorema. 2.5
 x R+ x2 = 2
Bukti :
Misalkan S = { s  R 0  s, s2 2 }, maka 1  S.
Dengan demikian S  dan S juga terbatas di atas oleh 2.
Jika t  2, maka t2  4, sehingga t  S, berdasarkan sifat suprimum maka himpunan S
mempunyai suprimum dalam R.
Misalkan x = sup Sdan x R+ akan dibuktikan bahwa x2 = 2.
Jika x2 2 maka ada dua kemungkinan yaitu (i) x2 2 atau (ii) x2 2
(i) andaikan x2 2
Kita tunjukkan hal ini akan kontradiksi dengan pernyataan x adalah batas dari S.
47
x R+ 2x + 1  0
dan
x2 2  2 - x2  0

0
Dengan sifat Archimedes ( Teorema.2.4 (b) ) didapat
 n  N,  

(2x – 1)  (2 - x2)
 x2 +
1
 2
n (2 x  1)
Karena :
(x + )2 = x2 +
2x 1

n n2
= x2 + (2x + )

x2 + (2x + 1)  x2 + (2 - x2 ) = 2
Jadi (x + )  S
Karena
x  x +
dan (x + )  S, maka x bukanlah batas atas S dan x bukan
suprimum S. Oleh karena itu tidak mungkin x2  2
(ii) Andaikan x2  2
Akan ditunjukkan bahwa sebuah batas atas dari S, lebih kecil dari x yang kontradiksi
dengan suprimum dari S.
Karena x2 2  x2 - 2  0

Ambil m  N,  
x2  2
 0
2x
x2  2
2x
Bentuk formula :
48
(x-
)2 = x 2 -
Jadi (x -
2x
+(
m
)2 x2 -
2x 2
 x + (2 - x2 ) = 2
m
) batas atas dari S
Karena x  x - , maka terjadi kontradiksi dengan x = sup S .
Dengan demikian x2 2 tidak mungkin,
Karena x2 2 dan x2 2 tidak mungkin maka haruslah x2 = 2
Dengan memodifikasi argumen di atas, pembaca dapat menunjukkan bahwa jika
a  0, maka terdapat dengan tunggal bilangan b  0 sehingga b2  a. Selanjutnya
bilangan b dinamakan akar kuadrat positif dari a dan dinotasikan dengan
b  a atau b  a1/ 2 .
.
2.5. KEPADATAN BILANGAN RASIONAL DALAM R
Teorema berikut menunjukkan bahwa bilangan rasional adalah “Padat”,
artinyabahwadiantaraduabilangan real yang berbedadapatditentukanbilanganrasional yang
banyaknyatakberhingga.
Teorema. 2.6. Kepadatan Bilangan Rasional :
(x ,y  R) x y  r Q  x  r  y
Bukti :
Misalkan x,y R dengan x  y
Tanpa mengurangi keumuman diasumsikan x  0,
dengan sifat Archimedes, n  N,
n
untuk suatu n.
Karenanyadiperoleh (ny–nx)  1
....................................... (1)
Dengan menggunakan Teorema. 2.4 (c) untuknx  0 diperoleh :
m  N  (m-1)  nx  m.
Ketidaksamaan terakhir ini dapat dipecah menjadidua, yaitu
(m-1)  nx atau (m-nx)  1
............................ (2)
49
dan
nx  m.
.......................................
(3)
Berdasarkan ketidaksamaan (1) dan (2) diperoleh (m-n)  1  (ny-nx), berarti :
m  ny
....................................... (4)
Dari ketidaksamaan (3) dan (4) diperoleh nx  m  ny atau x   y
Jadidiantarax,y Q ada = r
Dengandemikianterbuktibahwa(x ,y R) x  y  r Q  x  r  y
Teorma. 2. 7 (akibatTeorema 2.6)
(x ,y  R) x  y  r bilangan irrasional  x z y  r  R Q
Bukti :
Dengan menggunakan teorema kepadatan (teorema 2.5) pada bilangan real
dan
sehingga diperoleh bilangan rasional r ≠ 0.
r  Q, r  0 
r
Dengan demikian z = r
LATIHAN 2
1. Misal S = { 1 –
akibatnya x  r
2y
2 adalah bilangan irrasional dan memenuhi x  z  y.
 n N } tentukan Sup S dan Inf S
2. Tunjukkan secara detail bahwa himpunan S = { x R  x  0 } mempunyai
batas atas tetapi tidak mempunyai batas bawah.
3. Tunjukkan bahwa suatu himpunan berhingga
S  R dan
S  memuat
suprimum dan infimumnya.
4. Jika S  R memuat batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut adalah
Sup S
5. Misal S  R , S   dan S terbatas
50
(a) Andaikan a  0 dan aS = { as  s  S } buktikan bahwa :
(i)
(aS) = a Inf S
(ii) Sup (aS) = a Sup S
(b) Andaikan b  0 dan bS = { bs  s  S } buktikan bahwa :
(i)
(bS) = b Inf S
(ii)
Sup (bS) = b Sup S ….
6. Misalkan
 (1) n

: n N,
A= 
 n

n 1

: n  N,
 n

B= 
Dari kedua himpunan tersebut, tentukan batas bawah dan batas atas dan carilah
supremum dan infimumnya jika ada dari kedua himpunan tersebut.
7. Misalkan S = { x  : x  0} . Tunjukkan bahwa himpunan S1 mempunyai batas atas,
tetapi tidak batas bawah, dan tunjukkan pula bahwa SupS = 0.
8. Misalkan S3 = {1/n : n  N}. Tunjukkan bahwa sup S3  1 dan inf S3  0.
51
BAB III
INTERVAL, TITIK TIMBUN DAN DESIMAL
3.1.
INTERVAL
3.1.1
Interval
Suatu himpunan disebut terbatas, jika himpunan tersebut mempunyai batas
bawah dan batas atas. Jika tidak demikian, maka himpunan tersebut dikatakan tidak
terbatas. Suatu interval dapat dipandang sebagai himpunan titik-titik di garis real
(R)
3.1.2
Interval Terbatas
Jika diberikan
dengan
, maka interval terbuka yang ditentukan oleh
a dan b adalah himpunan yang didefinisikan:
Titik dan disebut titik ujung (endpoints) interval. Titik ujung tidak termuat dalam
interval terbuka. Jika kedua titik ujung digabungkan ke dalam interval terbukanya, maka
disebut interval tertutup, yaitu himpunan yang didefinisikan :
Interval setengah terbuka atau setengah tertutup adalah interval yang memuat
salah satu titik ujungnya. Gabungan interval terbuka dengan titik ujung
, ditulis
didefinisikan :
[ a,b) = { x R  a  x < b }
Gabungan interval terbuka dengan titik ujung , ditulis
didefinisikan :
(a,b] ={ x R  a < x  b }
Masing-masing interval tersebut terbatas dan mempunyai panjang (length) yang
didefinsikan dengan
dengan himpunan kosong
. Jika
, maka interval terbukanya berkorespondensi
dan interval tertutupnya berkorespondensi dengan
himpunan singleton
3.1.3
Interval Tak Terbatas
52
Berikut ini diberikan lima jenis interval tidak terbatas, dengan simbol
) dan
(atau
digunakan sebagai simbol titik ujungnya yang tak berhingga.
Interval terbuka takterbatas didefinisikansebagai himpunan dengan bentuk
dan
Himpunan pertama tidak mempunyai batas atas dan yang kedua tidak mempunyai batas
bawah. Himpunan a,sering juga disebut dengan sinar terbuka (open a ray).
Interval tertutup tak terbatas, didefinisikansebagai himpunan dengan bentuk:
dan
Himpunan
sering disebut dengan sinar tertutup (close a ray).
Himpunan dapat disajikan dalam bentuk interval dan dituliskan
bahwa dan bukan elemen
. Perhatikan
dan dalam hal ini tidak ada titik ujungnya.
Untuk interval tak terbatas digunakan lambang - dan , yang disepakati
hanya sebagai notasi dan keduanya bukan anggota R. Dan untuk interval satuan
dinotasikan dengan I = [ 0,1] = { x  R , 0  x  1}
3.1.4. Interval Bersarang
Suatu barisan interval In , untuk setiap n  N disebut bersarang (terlihat pada
gambar 3.1) jika I1I2
 I 3 ….I n I n+1…
┌
I1
┌

I3
I5
    
┐
┐
   
53
└─── I4──┘
└────── I2 ─────┘
Gambar. 3.1
Contoh 1:
Jika I n = [ 0 ,

1
n
] untuk setiap n  N, buktikanlah bahwa 
Karena I n = [ 0 ,
n 1
1
n
In
={0}
] maka I n I n+1 untuk setiap n  N
Mengingat bahwa I n I n+1 untuk setiap nN, maka I n merupakan interval bersarang.
Perhatikan ilustrasi berikut:
┌
┌
I1
I2
┐
┐
┌
I3
┐
┌
I6
┐
┌ I20┐
[--- [--- [---- [----- [----- [---------- [---------- [---------- [---------- ]
1 1 1 1 1 1
0 20
1
10 6 4 3 2
Gambar. 3.2
Dari gambar terlihat bahwa 0I n untuk setiap n  N dan 0 disebut titik sekutu (common

point). Dengan demikian 
n 1
In
={0}
Bukti :

 I n ≠  , sebab In, nN merupakan interval tutup. Dalam hal ini 0I n, n  N.
n 1
Dengan menggunakan sifat Archimedes dapat ditunjukkan bahwa hanya 0 yang merupakan

unsur dari In, nN. Atau 
n 1
In
={0}
54
Contoh 2 :
Bila Jn
=(
0 ,
1
n
) untuk setiap nN, buktikan bahwa Jn interval bersarang yang tidak
memiliki titik sekutu (Common Point).
Karena J n = ( 0 ,
1
n
) maka J n J n+1 untuk setiap n  N
Mengingat bahwa J n
J n+1
untuk setiap nN, maka barisan ini membentuk interval
bersarang. Perhatikan ilustrasi berikut:
┌
I1
┌
I2
┐
┐
┌
I3
┐
┌
I6
┐
┌ I20┐
(--- [--- [---- [----- [----- [---------- [---------- [---------- [---------- )
1 1 1 1 1 1
0 20
1
10 6 4 3 2
Gambar. 3.3
Dari gambar terlihat bahwa J n suatu interval bersarang dan 0  J nuntuk setiap
n N.
Dengan demikian J n tidak memiliki titik sekutu atau dan 0 disebut titik sekutu (common

point), atau  J n= 
n 1
Bukti :
Bukti secara formal diberikan kepada mahasiswa sebagai latihan. Beberapa hal yang perlu
mahasiswa ketahui sebagai petunjuk dalam membuktikan adalah:


n 1
n 1
Andaikan  J n maka ada x  J n ,  nN  x   J n
Selanjutnya gunakan sifat Archimedes seperti contoh 1, yang pada akhirnya nanti akan

terjadi kontradiksi dan dengan demikian terbukti bahwa  J n
n 1
3.1.5. Sifat Interval Bersarang
55
Jika
I n = [ an , bn ],
 nN adalah barisan interval bersarang dari interval-
interval tutup, maka :
a. Ada suatu bilangan R sedemikian hingga I n ,  nN
b. Jika panjang interval I n
= bn - andengan inf { bn- an, nN }= 0, maka titik sekutu 
adalah tunggal.
Sifat interval bersarang diilustrasi pada gambar berikut.
┌
I1
┌
┐
I2
┌
┐
I3
┌
In+1
┐
┐
[ --------- [---------- [---------- [--------------------] -----------] ----------] ----------]
a1
a2
an
an+1 (an- bn)bn+1
bn
b2
b1
Gambar 3.5
Dari gambar terlihat bahwa :
a1 a2 an an+1  …. bn+1 bn b2 b1dan I n
Bukti :
a.
Karena I n
nI1
,  nN adalah interval bersarang, maka I nI1
 nN, dan karena
I
maka a n b1,  nN, sehingga himpunan { a n nN} tak kosong terbatas di
atas. Karena { a n nN}  dan terbatas di atas, maka menurut sifat suprimum dan
infimum himpunan { a n nN} mempunyai suprimum.
Misalkan  = sup { a n nN}.
Karena  = sup { a n nN}, maka a n ( nN)
 nN, b n adalah batas atas dari himpunan { a n nN}, maka kita peroleh:
(i)
(ii)
Jika n  k, maka I n  I k dan akibatnya a k  b k b n
Jika n  k maka I k  I n dan akibatnya a k  a n b n, seperti terlihap pada
gambar berikut.
┌
Ik
┐
56
┌
In
┐
---------- [---------------- [----------------] ----------------] --------ak
an
bn
bk
Gambar 3.6
Jika n  k maka I k  I n
Jadi untuk kedua kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa ak  bn,  k sehingga bn
batas atas dari himpunan {an nN}. Oleh karena itu  bn ( nN), dan karena
an bn ( nN), maka  In ( nN).
Dengan demikian telah terbukti jika In = [an , bn],  nN adalah barisan interval
bersarang dari interval-interval tutup, maka ada suatu bilangan R sedemikian
hingga In ,  nN
b.
Karena In = [ an , bn ],  nN adalah barisan interval bersarang dari interval-interval
tutup, maka In I1  nN dan akibatnya bn a1 ( nN) sehingga himpunan
{b n
nN}  terbatas di bawah.
Karena himpunan
{annN}  terbatas di bawah maka himpunan tersebut
mempunyai infimum. Misalkan  = inf { b n nN}.
Jika  = inf {bnnN} maka dengan analog yang sama , kita peroleh
an
( nN), dan oleh karena itu . Sehingga x  I n ( nN) jika dan hanya jika  x
.
Selanjutnya misalkan Inf {bn - an nN} = 0, maka untuk sembarang  0, terdapat
n  N sedemikian hingga 0  - 
b
n
 an 

Berdasarkan teorema 1.2.9 didapat bahwa  -  = 0 atau  =  adalah satu-satunya
unsur dalam I n ( nN)
57
3.2.
TITIK TIMBUN
Definisi.3.1
Titik xR adalah titik timbun dari S tak kosong, SR, jika setiap-neighborhood dari x
yaitu V(x) = (x-, x+) memuat paling sedikit satu elemen dari S yang berbeda dengan
x.Titik timbun disebut pula dengan titik kumpul atau titik akumulasi atau cluster point.
Definisi di atas dapat diformulasikan sebagai berikut:
(i)
x titik timbun di S jika ( nN) ( snS),  0 <x - sn< 1n atau
(ii)
x titik timbun di S jika   0 V(x)  S  x  
Himpunan S dikatakan mempunyai titik timbun, jika ada xR yang merupakan titik
timbun dari S. Tidak ada persyaratan titik timbun S harus elemen dari S. Dengan kata lain,
jika xR titik timbun dari S maka dapat saja terjadi xS atau xS
Contoh
(a)
Jika S1= (0,1) setiap titik pada interval tutup [0,1] adalah titik timbun dari S1.
(b)
Diberikan
(c)
Himpunan finit di R tidak mempunyai titik timbun
(d)
S3 = { n1 : n  N}, 0 adalah satu-satunya titik timbun dari S3
(d)
maka 4 bukan titik timbun
Untuk interval I = [0,1] setiap x  I merupakan titik timbun dari I  Q dan dengan
menggunakan teorema kepadatan pada bilangan R, untuk interval I = [0,1] setiap
xI merupakan titik timbun dari IQ.
(e) Misalkan S himpunan infinit dan terbatas di atas, misalkan u = sup S.
Jika uS maka u titik timbun S karena untuk sebarang > 0,  xS  x (u,u+).
Selanjutnya hanya akan dibuktikan Contoh (a) dan (b) saja, contoh selainnya
diserahkan kepada mahasiswa sebagai latihan.
Bukti Contoh (a):
58
Ada tiga hal yang perlu dikaji untuk membuktikan bahwa  x  [0,1], x
merupakan titik timbun dari S1 yakni:
(i) x = 0
(i)
(ii) x = 1
(iii) 0 < x < 1
Untuk x = 0
Ambil sebarang > 0
Sebut -neighborhood dari x adalah
V(x) = V(0) = (0-, 0+) = (-, )
V(0)  (0,1) \ {0} = (0, 0+) = (0,)
Karena 0, R dan 0 < maka (menurut Teorema Kepadatan) ada t  R sedemikian
sehingga 0 < t <, misalnya t =
1
2
.
Jadi V(0)  (0,1) \ {0} = (0,) 
Karena V(0)  (0,1) \ {0} , maka 0 adalah titik timbun dari S1.
(ii) x = 1
Ambil sebarang > 0
Sebut -neighborhood dari x adalah
V(x) = V(1) = (1-, 1+)
V(1)  (0,1) \ {1} = (1-, 1)
Karena (1-, 1)  R dan 1-< 1 maka (menurut Teorema Kepadatan) ada p  R
sedemikian sehingga 1-< p < 1, misalnya p = 1- 12 .
Jadi V(1)  (0,1) \ {1} = (1-,1)  
Karena V(1)  (0,1) \ {1} , maka 1 adalah titik timbun dari S1.
(iii) 0 < x < 1
Ambil sebarang > 0
Sebut -neighborhood dari x adalah
V(x) = (x-, x+). Apakah V(x)  (0,1) \ {x}  
Ambil 0 = min {x, 1-x, } maka
V(x)  (0,1) \ {x} = {x-0, x+0}\{x} = {x-0 , x}  {x, x+0}
Karena (x-0) < x dan x < (x+0) maka (menurut Teorema Kepadatan) ada t  R
sedemikian sehingga x-0< t < x atau x < t < x+0.
Jadi V(x)  (0,1) \ {x}  
59
Karena V(x)  (0,1) \ {x}  , maka  x {x: 0<x<1}, x adalah titik timbun dari S1.
Dari ketiga hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa x[0,1], x merupakan titik
timbun dari S1. Dalam hal ini titik 0 dan 1 bukan anggota S1 tetapi keduanya
merupakan titik timbunnya.
Bukti Contoh (b):
.
Misal diambil
, maka
sehingga diperoleh bahwa
jadi 4 bukan titik cluster.
Teorema.3.1 Bolzano-Weeierstrass
Setiap himpunan bagian R yang infinit dan terbatas mempunyai sekurangkurangnya satu titik timbun.
Bukti:
Misalkan S  R dan S himpunan terbatas infinit, karena S terbatas berarti ada interval tutup
I1 = [a,b] yang memuat S.
Proses pembuktiannya dengan menggunakan sistem bagi dua pada interval I1 secara
berulang-ulang sehingga membentuk interval bersarang tutup.
Proses pertama:
I1 dibagi menjadi dua interval yaitu:
I2 = [a, (a+b)] dan I2 = [ 12 (a+b), b]
Karena I1 memuat tak hingga titik dari S, maka salah satu di antara kedua interval di atas
pasti memuat tak hingga titik dari S. Misalkan interval kiri yang memuat tak hingga titik dari
S.
Proses kedua:
Dengan melanjutkan bagi dua seperti proses pertama, akan didapatkan
I3 = [a,
1
4
(3a+b)] dan I3 =[ 14 (a+3b), b].
60
Karena I2 yang dipilih tadi memuat tak hingga titik dari S maka salah satu diantara dua
interval I3 pasti memuat tak hingga titik dari S.
Proses ke-n:
Misalkan interval kiri yang memuat tak hingga titik dari S. Demikian seterusnya hingga
proses ke-n dengan anggapan bahwa interval kiri selalu memuat tak hingga titik dari S.

Maka diperolah I n  a,
(( 2 n 1 1) a )  b
2 n 1
.
Sebaliknya jika bagian interval kanan yang memuat tak hingga jumlah titik dari S maka
diperolah I n 

a  ( 2 n 1 1) b
2 n 1

,b .
Dengan demikian tampaklah bahwa:
I1 I2 I3 … In-1In In+1 … dengan panjang In adalah In =
1
2 n 1
(b-a).
Dari penjelasan pada proses pembagian di atas, dapat disimpulkan bahwa S  In adalah
infinit  nN, dengan kata lain In ( nN) memuat tak hingga titik dari S.

Dengan menggunakan sifat interval bersarang diperoleh sebuah titik x
I
n
.
n 1
Ini dapat dipakai untuk membuktikan bahwa x itu adalah titik timbun dari S.
Jika diberikan sebarang > 0 dan -neighborhood dari x, maka V(x) = (x-,x+).
Pilih nN sedemikian hingga
ba
 .
2 n 1
Karena x  In dan In, maka hal ini mengakibatkan bahwa In V dan karena In memuat
tak hingga banyaknya titik dari S, maka neighborhood V memuat (tak hingga banyaknya)
titik dari S yang berbeda dengan x, sehingga x adalah titik timbun dari S.
3.3.
DESIMAL
3.3.1 Bentuk Biner
Misalkan x  [0,1], akan dinyatakan x dalam “barisan” 0 dan 1 sebagai berikut:
Proses pertama:
Interval [0,1] dibagi dua menjadi [0, 12 ] dan [ 12 ,1].
61
Jika x[0, 12 ] maka a1 = 0 dan jika x  [ 12 ,1] maka a1 = 1 sehingga diperoleh pertidaksamaan
0
2
 x  02  12
atau
1
2
 x  12  12
Proses kedua:
Subinterval kiri dibagi dua menjadi 0, 14  dan
14 , 12  .
Jika x 0, 14  maka a2 = 0 dan jika x 14 , 12  maka a2 = 1, sehingga diperoleh pertidaksamaan
0
0
0
0
1
 2  x  1  2  2 atau
1
2
2
2
2
2
0
0
0
1
1
 2 x 1  2  2
1
2 2
2 2
2
12 , 34  dan 34 ,1 .
Jika x  12 , 34  maka a2 = 0 dan jika x  34 ,1 maka a2 = 1, sehingga diperolah pertidaksamaan
Subinterval kanan dibagi dua menjadi
1
0
1
0
1
 2  x  1  2  2 atau
1
2 2
2 2
2
1
1
1
1
1
 2 x 1  2  2 .
1
2
2
2
2
2
Proses ke-n:
Dilanjutkan proses bagi dua seperti di atas, jika x termuat dalam subinterval kiri maka
an = 0 dan jika x termuat dalam subinterval kanan maka an = 1. Melalui cara ini didapatkan
suatu barisan a1, a2, a3, …, an, …yang terdiri dari “0” dan “1” yang berkorespondensi dengan
barisan bersarang dengan elemen sekutu x.
Untuk setiap n diperolah ketidaksamaan
a1 a 2
a
a
a
a
1
 2  ...  nn  x  11  22  ...  nn  n
1
2 2
2
2 2
2
2
Jika x adalah “titik bagi dua” pada proses ke-n, maka x =
m
, m ganjil dan m  N.
2n
Pada kasus ini dapat dipilih interval kiri atau interval kanan, sehingga an = 0 atau
an = 1, namun jika subintervalnya telah dipilih maka subinterval berikutnya pada
proses berikutnya dapat ditentukan.
Misalnya dipilih subinterval kiri sehingga an = 0. Titik x adalah titik ujung kanan dari
subinterval berikutnya, sehingga ak = 1 untuk k  n+1.
62
Sebaliknya jika dipilih subinterval kanan sehingga an = 1, maka ak = 0 untuk k  n+1.
Untuk x= 12 barisan untuk x yang mungkin adalah 0, 1, 1, 1, … atau 1, 0, 0, 0, … sehingga
representasi biner dari x adalah x = (0, a1a2a3…an-1 1000…)2
atau x = (0, a1a2a3…an-1 0111…)2
3.3.2
Bentuk Desimal
Secara geometris bentuk desimal serupa dengan bentuk biner, hanya
interval yang ada dibagi menjadi 10 subinterval. Jika x  [0,1] maka x termuat di
 b (b  1) 
dalam interval  1 , 1
untuk b1{0,1,2,…,9}.
10 
10
Jika x adalah satu titik batas maka b 1 mempunyai dua nilai dan dipilih hanya satu,
b1
b
1
sehingga
 x  1 +
, b1  {0,1,2,…,9}.
10
10 10
Proses dilanjutkan dengan membagi subinterval yang dipilih dibagi lagi menjadi 10
subinterval sehingga akhirnya didapat b 1 , b2 , b3 , …, bn , … dengan 0 bn 9 
nN
b
b
b
b
b
b
1
Sehingga 11 + 22 + … + nn  x  11 + 22 + … + nn + n  nN.
10 10
10
10 10
10 10
Sehingga representasi desimal x ditulis x = 0, b 1b2b3…bn…
Jika x 1 dan BN maka B  x  B+1, dapat ditulis x = B, b1b2b3…bn…dengan x
-B
adalah bentuk desimal.
Bentuk desimal dari x [0,1] adalah tunggal kecuali x adalah titik batas pada setiap
subinterval pada suatu proses.
m
Misalkan x = n untuk suatu m, n  N,
10
1m10n (diasumsikan m bukan kelipatan10 n) Dengan demikian ada dua
kemungkinan yaitu :
(i)
x = 9 untuk k  n + 1 maka x = 0,b 1 b 2 b 3 ….b n 999…atau
(ii)
x = 0, b 1 b 2 b 3 ….b n1 000…
Misalkan x = ½, maka representasinya adalah
x = 0,499999… atau x = 0,500000….
Desimal B,a1a2a3…an … dinamakan periodik jika terdapat bilangan asli k dan m sehingga an =
an+m untuk setiap n  k. Artinya blok digit akak+1…ak+m-1 terulang mulai digit ke-k
Bilangan m terkecil dinamakan periode desimal.
63
Misalnya
19
= 0,2159090…90…
88
mempunyai periode m = 2 dengan blok pengulangan 90 mulai dari digit k = 4.
Bilangan real positif adalah rasional jika dan hanya jika desimalnya periodik.
Misalnya
maka
x = 7,31414…14…
10x = 73,1414…14…
1000x = 7314,1414… 14…
1000x –10x = 7314-73
990x = 7241
x=
3.4.
7241
990
HIMPUNAN BUKA DAN HIMPUNAN TUTUP DI R
Ada beberapa himpunan bagian dari R yang berperan sangat penting
dalam analisis, yaitu himpunan buka dan himpunan tutup di R. Telah dibahas
bahwa neighborhood dari x adalah sebarang himpunan V yang memuat suatu
 - Neighborhood ( x-, x+ )
Definisi.3.2
(i)Sebuah himpunan bagian G dari R adalah buka dalam R, jika untuk setiap
xG terdapat neighborhood V dari x sedemikian hingga V  G
(ii) Sebuah himpunan bagian F dari R adalah tutup di R jika F c = R
F adalah buka di R
Secara simbolik dapat ditulis:
(i)
G  R, G himpunan buka di R  (xG) (Vx) Vx G
(ii)
F R, F himpunan tutup di R  Fc = R F himpunan buka di R
Untuk menunjukkan bahwa G  R himpunan buka di R, cukup ditunjukkan bahwa
untuk setiap titik di G mempunyai suatu -Neighborhood yang termuat di G.
Atau :
G himpunan buka  (xG) (x 0) ( x-x, x+x )  G.
Untuk menunjukkan F  R himpunan tutup di R, cukup ditunjukkan bahwa
untuk setiap titik yF mempunyai suatu -Neighborhood yang saling lepas
(disjoint) terhadap F
Atau :
F himpunan tutup  (yF ) (y  0) F  ( y-y, x+y ) = 
Contoh-Contoh
a) R = (- ,), adalah himpunan buka.
64
b)
Untuk menunjukkan R adalah himpunan buka, ambil sebarang xR dan
misalkan pilih  = 1, sehingga (x-1, x+1)  R. Jadi R adalah himpunan buka.
G = {xR  0 < x < 1 } adalah himpunan buka
Bukti :
Ambil sebarang x  G dan pilih x = min{x,1-x}
Ambil u  ( x-x, x+x ) sebarang, maka  u-xx x-x u  x+x
Akan ditunjukkan  u-xx uG
Misalkan: x = x
 u-xx  u-x x
 - x  u-x  x
 x -x  u  x + x
 0  u  2x
………………………….*
Karena x = min {x, 1-x} berarti x  1- x
x  1- x  2x 1
..………………………….**
0  u  2x dan 2x  1 maka 0  u  1
…..………………..(i)
Misalkan x = 1 - x
 u-xx u-x 1- x
 x-1  u-x  1- x
 x-1+x  u  1- x + x
 2x-1  u  1
………………………….#
Karena x = min{x,1-x} berarti 1-x  x
1-x 1
 2x -10
………………………….##
dari # dan ## diperoleh :
2x +1  u  1 dan 2x –1  0 maka 0  u  1
………………..(ii)
Dari (i) dan (ii) disimpulkan bahwa :
 u-xx uG.
Jadi G adalah himpunan buka
c)
I = [0,1] adalah himpunan tidak buka
Untuk menunjukkan bahwa I = [0,1] adalah himpunan tidak buka, cukup dicari suatu x
I sedemikian sehinggaNeighborhoodnya tidak termuat di I
Pilih x = 0 maka dapat ditemukan u(-x , +x) tetapi (uI)  (-u0, 0)
Dengan demikian tidak memenuhi definisi himpunan buka.
Jadi I adalah himpunan tidak buka
d)
I = [0,1] adalah himpunan tutup
Bukti:
65
Berdasarkan definisi, berarti untuk membuktikan I = [0,1] adalah himpunan tidak
tertutup cukup ditunjukkan bahwa IC adalah himpunan buka.
Ambil sebarang y  IC berarti yI.
Misalkan y  0, maka pilih y =  y
(y-y , y+y) = (y- y , y+ y ) = (2y, 0) IC
………………..(i)
Misalkan y  1 maka pilih y = y - 1
(y-y , y+y) = (1, 2y-1)  IC
………………..(ii)
Dari (i) dan (ii) ternyata bahwa IC adalah himpunan buka atau
I (y-y , y+y) = , sehingga menurut definisi I adalah himpunan tutup
Teorema.3.2 ( Sifat Himpunan Buka )
(a) Gabungan dari koleksi sebarang himpunan-himpunan bagian buka
dari R adalah buka.
(b) Irisan dari koleksi berhingga sebarang himpunan-himpunan buka
adalah buka.
Bukti :
(a)
Misalkan {GA} koleksi himpunan buka di R dan G =
G
 A
A
Ambil sebarang x G, maka x  Go untuk suatu o A
Selanjutnya karena G 0 buka, maka terdapat Vx sehingga Vx  Go
Vx  Go dan Go  G, dengan demikian Vx G
Karena x G sebarang, maka G buka.
(b)
Misalkan G1 , G2 , ..., Gn adalah himpunan-himpunan buka di R
n
dan G =
G
i
= G1 G2 G3…  Gn
i 1
Ambil x G. Berarti x Gi ( i), karena G buka dan i = 1, 2, ..., n,
akibatnya 1, 2 , … ,n  (x - i , x + i )  Gi
Pilih  = inf {1, 2 , … ,n }, sehingga diperoleh (x - i , x + i )  G =
n
G
i
i 1
Karena x  G sebarang, akibatnya G adalah himpunan buka
66
Teorema.3.3 (Teorema Akibat 3.2)
(a) Irisan dari sebarang koleksi himpunan tutup di R adalah tutup.
(b) Gabungan dari sebarang koleksi berhingga himpunan - himpunan tutup
adalah tutup.
Bukti :
(a)
Jika {F ,  A} adalah koleksi himpunan tutup di R dan
F =  F A = { ,  indeks F}, maka
 A
c
F =
 ( F )

c
adalah gabungan himpunan-himpunan buka.
A
Dengan teorema 3.4.3 (a) bahwa F c buka, dengan demikian
tutup.
(b)
F adalah
Misalkan F1 , F2 , ..., Fn adalah himpunan-himpunan tutup dalam R dan
n
F=
F
i
= F1F2  …. Fn
i 1
Menurut De Morgan :
n
Fc = (  Fi )c =
i 1
n
 (F )
i
c
= (F1)c  (F2)c  (F3)c …  (Fn)c
i 1
c
Karena (Fi) buka, akibatnya menurut teorema 3.4.3. (b) didapat (F) c buka,
sehingga disimpulkan bahwa F tutup.
Teorema 3.4.3.(b) dan 3.4.4. (b) tidak berlaku untuk
sebarang koleksi
himpunan. Contoh berikut :
Contoh.
(a) Misalkan Gn = (0,1+1/n) nN.

Gn adalah himpunan buka, tetapi G =
G
n
= (0,1] adalah himpunan tak
n 1
buka. Dengan demikian irisan sejumlah
himpunan buka di R tidak harus buka.
(b)
tak
hingga
dari himpunan-
Misalkan Fn = [1/n, 1], nN.
Analog dengan contoh 3.4.2. (d) dapat ditunjukkan bahwa F n adalah tutup,

Tetapi F =
F
n
= (0,1] adalah himpunan tidak tutup.
n 1
Dengan demikian gabungan dari sejumlah tak hingga himpunan-himpunan
tutup di R adalah tidak harus tutup.
67
Teorema.3.4 (Ciri Himpunan Buka)
Suatu himpunan bagian R adalah buka jika dan hanya jika himpunan itu
merupakan gabungan sebanyak terbilang interval-interval buka yang
saling lepas di R
Atau :
G  R adalah buka  G gabungan sebanyak terbilang dari intervalinterval buka yangsaling lepas di R
Bukti :()
Misalkan G  , G  R dan G buka di R.
Ambil x  G sebarang, ,
Misalkan : Ax := {a  R ; (a,x]  G}, dan ,
Bx := {b  R ; [x,b)  G}.,
Karena G buka, akibatnya A x dan Bx
Jika Ax terbatas dibawah, sebut a x = inf.Ax
Jika Ax tak terbatas dibawah, sebut ax = - 
Jika Bx terbatas diatas, sebut b x = sup. Bx
Jika Bx tak terbatas diatas, sebut b x = 
Dalam hal ini ax G dan bx G.,
Definisikan I = (ax ,bx ), sehingga Ix suatu interval yang memuat x.
(i)
Akan dibuktikan bahwa Ix G.,
Ambil y  Ix sebarang.,
Karena x  G akibatnya y = x, atau y < x atau y > x
Jika x = y, maka y  G.,
Jika y < x, maka dari definisi A x, (a'Ax , a' < y)  (y  (a', x]  G),
Jika y > x, maka dari definisi B x , (b’Bx , y < b')  (y  [x,b')  G)
Karena y  Ix sebarang, akibatnya Ix G.,
Karena x  G sebarang, akibatnya  I x  G
xG
(ii)
Selanjutnya karena x  G sebarang maka (Ix )  (x Ix G),
akibatnya G   I x dengan demikian G =  I x
xG
xG
(iii) Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa jika x, y di G dan x  y maka salah satu
dipenuhi Ix = Iy atau Ix Iy = 
Misalkan : Ix Iy akan ditunjukkan berlaku Ix = Iy
jika z  Ix Iy , maka z  Ix dan z  Iy
Karena z  Ix akibatnya ax< z < bx .
(*)
Karena z  Iy akibatnya ay< z < by .
(**).,
Dari (*) dan (**) diperoleh a x< z < by dan ay< z < bx
Akan ditunjukkan bahwa ax = ay dan bx = by
Andaikan ax ay berdasarkan sifat trikotomi terjadi kasus berikut,
(1). Jika ax ay, maka ay (ax , bx ) = Ix G,
hal ini bertentangan dengan a y  G
68
(2). Jika ax ay, maka ax  (ay , by ) = Iy  G,
hal ini bertentangan dengan a x  G
Karena (1) dan (2) tidak dipenuhi, akibatnya satu-satunya yang dipenuhi
adalah ax = ay. Dengan cara yang sama diperoleh b x = by.
Dengan demikian Ix = Iy atau Ix Iy = 
Selanjutnya karena kerapatan bilangan rasional pada R akibatnya setiap
interval pasti memuat bilangan rasional.
Untuk setiap interval Ix , jika diambil sebuah bilangan rasional, maka setiap
interval mempunyai pasangan tunggal bilangan rasional, sedangkan
bilangan
rasional tersebut terbilang, dengan demikian G merupakan
gabungan sebanyak terbilang dari interval-interval buka yang saling lepas.
Bukti: ()
Analog dengan 3.4. (a). bukti selanjutnya diberikan kepada mahasiswa sebagai
latihan
Teorema.3.5 (Ciri Himpunan Tutup).
Sebuah himpunan bagian dari R adalah tutup jika dan hanya jika himpunan itu
memuat semua titik timbunnya.,
Atau : FR adalah tutup  F memuat titik timbunnya.,
Bukti : ()
Misalkan F himpunan tutup di R dan x titik timbun dari F.
Andaikan x  F, berarti x  Fc dengan Fc adalah himpunan buka,
akibatnya ( Vx )  (Vx Fc ) atau Vx F =  .
Karena Vx F =  maka Vx F – {0} = 
Hal ini bertentangan dengan x titik timbun. haruslah x  F
Jadi FR adalah tutup maka F memuat titik timbunnya
Bukti : ()
Misalkan F memuat semua titik timbunnya.
Ambil y  Fc sebarang, maka y bukan titik timbun dari F
Oleh karena itu ( V ) dari y untuk  0,  V (y)  F-{0} = 
Tetapi y  Fc , jadi V (y)  F = 
69
Karena y  Fc sebarang, akibatnya Fc terbuka di R. Dengan demikian F tutup di R
Jadi terbukti bahwa jika F memuat titik timbunnya maka F  R adalah tutup
70
LATIHAN 3.
(1) n
 n N}, tentukan Sup S dan Inf dari S
n
1.
Misalkan S = {1+
2.
Tunjukkan bahwa suatu himpunan finit S  R dan S  0, memuat suprimum dan
infimumnya
3.
Jika S  R dan S  0, tunjukkan bahwa S terbatas jika dan hanya jika terdapat suatu
interval tutup I  R , sehingga S I
4.
Buktikan bahwa suatu himpunan finit
tidak mempunyai titik timbun.
5.
Nyatakan
6.
Tentukan bilangan rasional yang dinyatakan oleh desimal berulang :
1
2
dan
sebagai pecahan desimal berulang.
7
19
(a) 1,25137…137…
(b) 37,14653 … 653…

7.
Buktikan bahwa G=(0, 1] =
 (0,1
n 1
8.
1
n
) adalah himpunan tidak buka
Suatu titik xR disebut interior point dari A  R bilamana ada neighborhood V dari x
sedemikian hingga V  A.
Tunjukkan bahwa suatu himpunan A  R buka jika dan hanya jika setiap titik di
9.
A adalah titik interior dari A
Buktikan bahwa suatu titik xR disebut boundary point dari A  R bilamana setiap
neighborhood V dari x memuat titik-titik di A dan titik di Ac
10. Tunjukkan bahwa F  R, F tutup jika dan hanya jika F memuat semua titik batasnya.
71
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bartle, R.G. dan D.R. Sherbert, 1982, Introduction to Real Analysis, John
Wiley dan Sons,New York.
2.
DwiJanto, MS, 1999, Analisis Real Landasan Untuk Berpikir Formal ,
Semarang, IKIP Semarang Pres.
3.
Goldberg Richard R, 1976, Methods Real Analysis, John Wiley
Inc.
4.
Purcell J. Edwin, Verberg Dall, 1987, Kalkulus dan Geometri Analitik
terjemahan I susila nyoman, Kartasasmita Bana, Rawuh. Jakarta Erlangga
5.
Soedjadi dan Yusuf Fuad, 1994, Analisis Real I (Hand Out ), Jurusan
Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Surabaya.
6.
Saxana Chandra Subhash, 1980, Introduction to Real of variabeble theory.
New Dhelhi: Prentice-Hall of Prifate Limited
dan Sons,
72
Download