perbedaan pengaruh aktivitas latihan aerobik ringan dan sedang

advertisement
ISSN :
Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
PERBEDAAN PENGARUH AKTIVITAS LATIHAN AEROBIK RINGAN DAN
SEDANG TERHADAP KADAR SITOKIN PROINFLAMASI
TUMOR NECROSIS FACTOR (TNF-α) PADA REMAJA
(Differences Influence Of light And Medium Aerobic Exercise Activities To Sitokin
Titors Projectivity Tumor Necrosis Factor (TNF-α) In Teenagers)
Evy Noorhasanah
Program Studi S.1 Keperawatan, Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
Email : [email protected]
ABSTRAK
Angka kesakitan dan rendahnya tingkat kebugaran pada remaja masih sangat tinggi yang berdampak
terhadap aktivitas remaja sehari-hari. Remaja akan memiliki tingkat kebugaran adekuat dengan melakukan
latihan fisik secara reguler dengan intensitas, durasi, jenis, dan frekuensi yang tepat tanpa kelelahan yang
berlebihan. Olahraga memiliki pengaruh terhadap fungsi biologis, pengaruh positif yaitu memperbaiki
fungsi tubuh, pengaruh negatif yaitu menghambat atau merusak fungsi biologis tubuh terutama pada usia
remaja. Latihan fisik dapat menjadi sebuah stresor yang akan merangsang kerusakan atau cedera pada
otot yang disebabkan peradangan lokal. Intensitas dan durasi olah raga yang sesuai dapat berdampak
terhadap sistem imun tubuh yaitu sitokin proinflamasi TNF-α. TNF-α dapat dijadikan sebagai marker
biologis untuk mengaktivasi peradangan lokal sehingga mengaktivasi sistem imun lainnya. Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan menggunakan rancangan acak kelompok kontrol
post test pada 31 responden yang terdiri dari kelompok latihan aerobik ringan 9 orang, aerobik sedang 12
orang dan kontrol 10 orang. Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan bermakna pada kadar TNF-α
pada kelompok latihan aerobik ringan, sedang, dan kontrol dengan nilai p= 0.036 < 0.05). Sehingga sitokin
proinflamasi TNF-α dapat dijadikan marker biologis untuk mengetahui intensitas olahraga yang tepat,
olahraga ringan dan sedang dapat disarankan untuk dilakukan secara teratur agar dapat meningkatkan
sistem imun.
Kata kunci: TNF-α, latihan aerobik ringan, latihan aerobik sedang
ABSTRACT
Morbidity and low levels of fitness are still very high affected the activities of everyday teenagers. They will
have an adequate level of fitness by doing regular physical exercise with the right intensity, duration, type,
and frequency without excessive fatigue. Exercise has an influence on the biological function, positive effect
of improving body function, the negative effect of inhibiting or damaging the body's biological function,
especially in teenagers. Physical exercise can be a stressor that will stimulate damage or injury to muscles
caused by local inflammation. The appropriate intensity and duration of exercise can have an impact on the
body's immune system ie proinflammatory cytokine TNF-α. TNF-α can serve as a biological marker to
activate local inflammation and other immune systems. This study was a laboratory experimental study
using a randomized controlled post-test group design in 31 respondents consisting of a group of mild
aerobic exercise 9 people, moderate aerobic 12 people and control 10 people. The results showed
significant differences in TNF-α levels in light, moderate, and control aerobic group with p = 0.036 <0.05).
So proinflammatory cytokines TNF-α can be used as biological markers to know the exact intensity of
exercise, moderate and moderate exercise can be suggested to be done regularly in order to improve the
immune system.
Keywords: TNF-α, light aerobic exercise, moderate aerobic exercise
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
21
ISSN :
Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
PENDAHULUAN
Kebugaran fisik (physicall fitness) adalah
kesanggupan dan kemampuan dalam melakukan
penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang
diberikan tanpa menimbulkan kelelahan yang
berlebihan. Semua bentuk kegiatan manusia
selalu memerlukan dukungan kebugaran secara
fisik, untuk melakukan pekerjaan sehari- hari
dengan bertenaga dan penuh kesiagaan, cukup
energi dan tanpa kelelahan yang berlebihan.
Kebugaran fisik antara lain dipengaruhi oleh
latihan fisik yang dilakukan secara rutin (Mukti,
2014).
Sesorang akan memiliki tingkat kebugaran
adekuat dengan melakukan latihan fisik sejak dini
secara reguler dengan intensitas, durasi, jenis,
dan frekuensi yang tepat tanpa kelelahan yang
berlebihan sehingga dapat menjaga dan
memelihara kesehatan individu tersebut. Latihan
fisik sejak dini juga memberikan dampak dapat
mengurangi risiko untuk terjadinya penyakit kronik
lebih awal dan menjaga daya tahan tubuh.
Kesegaran jasmani yang diperoleh dari latihan
fisik pada remaja bertujuan untuk menunjang
kapasitas kerja fisik khususnya dan diharapkan
dapat meningkatkan daya tahan tubuh serta
prestasi remaja (Giriwijoyo dan Sidik, 2013).
Angka kesakitan pemuda atau remaja
adalah indikator dan gambaran mengenai kondisi
kesehatan dan kebugaran remaja. Angka
kesakitan pada remaja ini menggambarkan
persentase remaja yang mengalami gangguan
kesehatan sehingga mengganggu kegiatan
sehari-hari. Secara nasional, pada tahun 2008
pemuda yang mengalami gangguan keluhan
kesehatan sebesar 11,90 persen. Jika dilihat
menurut pulau, angka kesakitan remaja di
Kalimantan tahun 2008 berada pada urutan ke 6
dengan tingkat kesakitan sebesar 11,86%. Hasil
Susenas 2008 menunjukkan bahwa gangguan
kesehatan berupa pilek (45,7%) dan batuk
(43,36%) paling banyak diderita remaja
dibandingkan penyakit yang lainnya (Data
Kemenpora
2009).
Angka-angka
tersebut
menunjukan masih tingginya angka kesakitan
pada remaja yang harus dicegah dengan
meningkatkan kebugaran melalui latihan fisik
pada remaja.
Olahraga memiliki pengaruh terhadap
fungsi biologis baik berupa pengaruh positif yaitu
memperbaiki fungsi tubuh maupun pengaruh
negatif yaitu menghambat atau merusak fungsi
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
biologis tubuh Olahraga terdiri atas dua jenis
yaitu olahraga aerobik dan olahraga anaerobik.
Olahraga aerobik bila komponen aerobik lebih
dominan dan olahraga anaerobik bila komponen
aeaerobik lebih dominan. Aerobik adalah suatu
cara latihan untuk memperoleh oksigen
sebanyak-banyaknya
bertujuan
untuk
meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru
serta pembentukan tubuh, olahraga peningkatan
kesejahteraan jasmani dan bukan olahraga
prestasi dan merupakan olahraga preventif.
(Giriwijoyo dan Sidik, 2013., Bompa, 1999).
Pada kondisi tertentu latihan fisik dapat
menjadi sebuah stressor yang akan merangsang
kerusakan atau cedera pada otot yang
disebabkan peradangan lokal sehingga otot
mengalami degenerasi dan regenerasi di sekitar
jaringan ikat (Gleeson, 2007). Pemberian
rangsangan fisik berulang pada tubuh dapat
menyebabkan
proses
adaptasi
yang
mencerminkan
peningkatan
kemampuan
fungsional tetapi jika besarnya rangsangan tidak
cukup untuk proses pembebanan, maka tubuh
tidak akan mengalami proses adaptasi.
Sebaliknya jika rangsangan terlalu besar dan
tidak dapat ditoleransi oleh tubuh akan
menyebabkan jejas dan mengganggu keadaan
homeostasis pada sistem tubuh (Hayati, 2014).
Menurut Gleeson (2007) pada atlit yang diberikan
beban maksimal saat latihan fisik yang berakibat
pada kelelahan yang berat, ditemukan adanya
perubahan jumlah leukosit pada darah
dan
menyebabkan meningkatnya kejadian infeksi
saluran nafas, karena terjadi depresi fungsi
sistem imun, sehingga terjadi penurunan daya
tahan tubuh. Kelelahan akibat aktifitas fisik
maksimal tersebut juga menyebabkan terjadinya
perubahan aktivitas komponen seluler seperti
neutrofil, monosit dan limfosit serta sitokin
proinflamasi seperti TNF- α, Interleukin 1β (IL-β)
sitokin anti-inflamasi IL-6, IL-10, serta protein fase
akut, termasuk protein C-reaktif (CRP). Penelitian
lainnya menunjukan pada olah raga berat seperti
setelah lomba maraton, terjadi
peningkatan
kadar TNF-α sebesar dua kali lipat, beberapa
sitokin dapat dideteksi dalam plasma selama dan
setelah olahraga berat (Pederson, 2000).
Berdasarkan fakta-fakta hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa intensitas dan
duras olahraga dan latihan fisik yang sesuai
sangat
penting
untuk
diketahui
untuk
mendapatkan kebugaran jasmani dan daya tahan
tubuh yang adekuat. Sejauh ini juga belum
22
ISSN :
Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
ditemukan dosis latihan aerobik yang tepat untuk
menghambat kemunduran kinerja fisik dan respon
imun, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
menentukan dosis yang tepat agar disatu sisi
dapat meningkatkan kinerja fisik dan tidak
mengakibatkan
penurunan
respon
imun.
Penelitian terhadap kadar sitokin proinflamasi
TNF-α belum banyak diteliti pada olah raga
dengan intensitas ringan dan sedang, sebagai
salah satu tindakan preventif untuk menjaga daya
tahan tubuh dan derajat kesehatan khususnya
pada remaja.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sampel Penelitian
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
eksperimental laboratorik dengan menggunakan
rancangan acak kelompok kontrol post test pada
31 responden yang terdiri dari kelompok latihan
aerobik ringan 9 orang, aerobik sedang 12 orang
dan kontrol 10 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah Pelajar
Sekolah Menengah Umum Negeri I (SMAN I) di
Banjarbaru, dengan kriteria inklusi bersedia
menjadi subjek penelitian, jenis kelamin laki-laki,
usia 15-18 Tahun, sehat jasmani, artinya pada
waktu penelitian probandus tidak sakit atau
infeksi dan tidak mempunyai riwayat penyakit
jantung, paru dan alergi. Melakukan olahraga
minimal 1 kali seminggu minimal lari lari kecil
selama 30 menit. Kooperatif, subjek penelitian
dapat diajak kerjasama untuk melakukan
prosedur penelitian. Tidak merokok dan tidak
minum obat-obatan yang mempengaruhi kadar
sitokin proinflamasi TNF-α seperti obat-obat
antiinflamasi dan antibiotik minimal 2 hari
sebelum pengambilan darah, mempunyai Indeks
Massa Tubuh (IMT) normal mempunyai nilai VO2
max ≥ 38,4.
Prosedur Program Latihan
Melakukan Multistage Fitness Test (MFT)
pada satu minggu sebelum perlakuan untuk
melihat tingkat kebugaran subjek penelitian.
Kemudian melakukan tes jalan pada kelompok
latihan aerobik ringan dan lari lambat pada
kelompok latihan aerobik sedang selama tiga kali
30 menit dalam seminggu.
Sebelum melakukan kegiatan penelitian
yaitu jalan dan lari lambat 30 menit, terlebih dulu
subyek dikenalkan dengan alat penelitian yaitu
berupa lintasan lari dan pulsa rate meter.
Kemudian Pulse rate meter dipasangkan di
lengan subyek untuk menentukan target denyut
nadi yang harus dicapai 60 - 69 % dari DNM
untuk aerobik ringan dan 70-79 % dari DNM
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
untuk aerobik sedang. Setelah itu stop watch
dijalankan, untuk mulai menghitung waktu yang
diperlukan untuk keseluruhan kegiatan jalan
dan lari lambat 30 menit. Setelah tercapai,
pertahankan selama 10 menit maka hasil dari
denyut nadi tersebut yang menjadi target denyut
nadi.
Prosedur Pemeriksaan TNF-α
Prinsip uji pada kit ELISA TNF-α yaitu
menggunakan antibodi body berlapis (sandwich)
ELISA merk Bioassay Technology Laboratory
untuk menguji level kadar TNF-α pada sampel.
Prosedur meliputi menyiapkan semua reagen,
sampel dan standard dilution yang akan
digunakan sesuai instruksi pengenceran yang
ada di kit. Menginjeksikan sampel dan pada
blank well tidak ditambahkan sampel hanya
dimasukan antibody TNF-α yang dilabel biotin,
streptavidin-HRP, kromogen A dan B dan stop
solutian yang dianjurkan. Pada standar well
tambahkan standar 50 µl, streptavidin-HRP 50 µl.
Tambahkan sampel 40 µl dan tambahkan antibodi
TNF-α 10 µl, streptavidin-HRP streptavidin-HRP
50 µl, kemudian membran ditutup dan
inkubasikan selama 60 menit pada suhu 37˚C.
Proses pencucian dengan membuang
membran secara hati-hati dan keringkan cairan
kemudian bersihkan sisa air. Menambahkan
cairan kromagen A 50 µl kemudian kromagen B
50 µl masing-masing ke dalam well, kemudian
dikocok perlahan dan dinkubasikan kembali
selama 10 menit pada suhu 37˚C serta jauhkan
dari cahaya. Setelah inkubasi 10 menit hentikan
reaksi dengan menambah cairan stop solution 50
µl ke masing masing well (warna biru menjadi
kuning dengan segera). Selanjutnya ukur nilai
Densit Optikal (OD) di bawah panjang gelombang
450 nm segera, baru kemudian menghitung
persamaan regresi linier kurva standar sesuai
konsentrasi standar dan nilai OD
untuk
menghitung konsentrasi sampel.
23
ISSN :
Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik subyek penelitian meliputi :
umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan,
indeks masa tubuh, dan VO2 maks pada ketiga
kelompok dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian
Variabel
Latihan Aerobik
Latihan
Kontrol
Ringan
Aerobik Sedang
(n=9)
(n=12)
(n=10)
Mean
SD
Mean SD
Mean
SD
Umur
15,33
0,50
15,50
0,52
15,50
0,53
BB
63,89
6,53
64,06
6,66
59,20
4,31
TB
166,56
5,55
165,83
7,99
166,05
3,16
IMT
22,99
1,57
21,73
1,59
22,47
1,65
VO2 maks
50,93
1,83
53,08
1,63
44,19
3,70
Tabel 1 Karakteristik subyek penelitian
dengan jumlah sampel sebanyak 31 orang pada
ketiga kelompok dengan rentang usia antara 1516 tahun. Karakteristik berat badan (BB) dari hasil
perhitungan didapatkan rerata
BB pada
kelompok latihan aerobik ringan adalah 63,89 Kg,
kelompok latihan aerobik intensitas sedang
64,06,Kg dan pada kelompok kontrol 59Kg
dengan rata-rata BB 60,81 Kg (SD = 6,10).
Karakteristik tinggi badan (TB) dari hasil
perhitungan didapatkan rentangan antara 156180 cm dengan rata-rata TB 165,38 cm
Berdasarkan karakteristik TB dan BB tersebut
didapatkan karakteristik Indeks Massa Tubuh
(IMT) subjek didapatkan rentangan antara 20,05 24,75 dengan rata-rata IMT 22,34 (SD= 1,64).
Pada penelitian ini 100% subjek memiliki nilai
VO2 maks baik yaitu berada pada rentang 38,8056,20 dengan nilai rata-rata 48,73 (SD= 5,680) .
Tabel 2. Distribusi Rata-rata Persentasi Kadar TNF-α
pada Kelompok Perlakuan Latihan Aerobik
Ringan, Sedang dan Kontrol
Kelompok
n
Mean
(ng/L)
SD
Min-Maks
Latihan aerobik ringan
9
266,05
41,99
179,74 - 326,03
Latihan aerobik sedang
12
333,88
77,61
Kontrol
10
340,32
66,50
Berdasarkan pada tabel 2 Distribusi kadar
TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik
intensitas ringan diketahu rata-rata 266,05 (SD=
41,99) dengan nilai minimal maksimum diantara
179,74 – 326,03. Pada kelompok kelompok
latihan aerobik intensitas sedang rata-rata berada
pada 333,88 (SD= 77,61) dengan nilai minimal
maksimum diantara 203,6 - 503,13. Sedangkan
pada kelompok kontrol kadar TNF-α berada pada
rata-rata 340,32 (SD= 66,50) dengan nilai
minimal maksimum diantara 247,81 – 503,13.
Tabel 3. Hasil Uji Anova Distribusi Rata-rata
Persentasi Kadar TNF-α Pada Kelompok
Latihan Aerobik Ringan, Sedang dan Kontrol
Kelompok
n
Mean
SD
F
P value Ket
(ng/L)
Latihan aerobik
9
266,05
41,99 3,752
0,036*
S
ringan
Latihan aerobik
sedang
12
333,88
77,61
Kontrol
10
340,32
66,50
Ket: *bermakna pada alfa 0,05 S= Signifikan
Berdasarkan pada tabel 3.3 Distribusi kadar
TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik
intensitas ringan diketahui rata-rata 266,05 (SD=
41,99). Pada kelompok kelompok latihan aerobik
intensitas sedang rata-rata berada pada nilai
333,88 (SD= 77,61). Sedangkan pada kelompok
kontrol
kadar TNF-α berada pada rata-rata
340,32 (SD= 66,50).
Selanjutnya dilanjutkan dengan uji statistik
menggunakan uji Anova dengan hasil uji statistik
didapatkan nilai p = 0,036 < 0,05 maka H0 ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan rata-rata persentase kadar TNF-α
yang signifikan pada ketiga kelompok pengukuran
sehingga dapat dilanjutkan dengan uji LSD untuk
mengetahui perbedaan peningkatan rata-rata
persentase
kadar
TNF-α
masing-masing
kelompok.
203,6 - 503,13
247,81 - 503,13
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
24
ISSN :
Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
Tabel 4. Hasil Uji LSD Distribusi Rata-rata Persentasi
Kadar TNF-α Pada Kelompok Latihan
Aerobik Ringan, Sedang dan Kontrol
Kelompok
Mean
Difference
95% CI
P value
Ket
Latihan aerobik
ringan dengan:
1. Latihan aerobik
sedang.
2. Kontrol
-67,83154
-127,0070- (-) 8,6561
0,026
S
-74,27240
-135,9318- (-)12,6130
0,020
S
Latihan aerobik
sedang dengan:
1. Latihan aerobik
ringan.
2. Kontrol
67,83154
8,6561-127,0070
-6,44086
-63,9007-51,0190
0,026
0,820
S
NS
Ket: *bermakna pada alfa 0,05
NS: Non Signifikan
S= Signifikan
Pada tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa
distribusi persentase kadar TNF-α pada kelompok
perlakuan latihan aerobik intensitas ringan
dengan latihan aerobik sedang diketahui nilai p =
0,26 < 0,005 sehingga terdapat perbedaan yang
signifikan kadar TNF-α Pada kelompok kelompok
latihan aerobik intensitas ringan dan sedang.
Hasil uji LSD pada distribusi persentase kadar
TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik
intensitas ringan dengan kelompok kontrol
diketahui nilai p = 0,20 < 0,005 sehingga juga
terdapat perbedaan yang signifikan kadar TNF-α
antara kelompok latihan aerobik intensitas ringan
dan kelompok kontrol.
Hasil uji LSD pada
distribusi persentase kadar TNF-α pada kelompok
perlakuan latihan aerobik intensitas sedang
dengan kelompok ringan diketahui nilai p = 0,26 <
0,005 sehingga juga terdapat perbedaan yang
signifikan kadar TNF-α antara kelompok latihan
aerobik
intensitas
ringan
dan
sedang.
Sedangkan pada distribusi persentase kadar
TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik
intensitas sedang dengan kelompok kontrol
diketahui nilai p = 0,820 > 0,005 sehingga
diketahui perbedaan kadar TNF-α antara
kelompok latihan aerobik intensitas sedang dan
kelompok kontrol tidak signifikan.
Pada proses inflamasi akut akan terjadi
serangkaian perubahan kompleks yang terjadi
dalam jaringan akibat cedera jaringan baik oleh
infeksi bakteri ataupun akibat trauma jaringan
yang distimulasi dari latihan aerobik yang
menyebabkan
dilepaskannya beberapa zat
seperti histamian, bradikinin, dan serotinin dan
zat lain di sekitar daerah cedera yang akan
meningkatkan permiablitias kapiler, vena dan
venula, sehingga memungkinkan sebagian besar
sel, cairan dan protein akan masuk ke dalam
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
jaringan (Guyton, 2012).
Perbedaan signifikan kadar TNF-α pada
kelompok latihan aerobik ringan, sedang dan
kontrol disebabkan karena TNF-α merupakan
sitokin proinflamasi yang dapat muncul jika terjadi
cedera sel akibat berbagai faktor seperti bakteri,
ataupun stress fisik atau biologis. Latihan aerobik
sebagai stresor akan menimbulkan cedera pada
sel otot dan kemugkinan akan mengakibatkan
munculnya sinyal-sinyal bahaya oleh DAMPs
sebagai akibat respon latihan aerobik yang
diberikan, sejalan dengan teori bahwa respon
latihan aerobik dapat menjadi stimulus munculnya
cedera pada sel-sel akibat stres biologis atau fisik
dan sel-sel yang terpapar oleh rangsangan
kimiawi, fisik, stres biologis akan memunculkan
sinyal-sinyal bahaya yang disebut sebagai
DAMPs (Damage Asosiated Molecular Pattern)
atau cell death-associated molecules. Molekulmolekul ini diakui oleh sistem kekebalan tubuh
bawaan sebagai reseptor pengenalan innate
immunity yang memiliki kesamaan dengan PAMs
yang mengungkapkan antara respon induksi
inflamasi patogen dan respon inflamasi non
infeksius (Abhishek, 2010., Tolle dan Standiford,
2012., Krysko, et al; 2011)
Latihan aerobik sedang dapat menghasilkan
adanya cedera otot yang dapat memicu Damage
Asosiatif Molecular Patterns (DAMPs) yang akan
merangsang makrofag untuk menghasilkan
sitokin proinflamasi seperti TNF-α. Hal tersebut
sesuai dengan teori Dembic (2015) bahwa salah
satu sel yang mengasilkan sitokin proinflamasi
TNF-α adalah makrofag dan TNF-α dapat
dilepaskan dari makrofag selama olahraga (Celle
dan Fernandez, 2010).
Bukti lain juga
menyebutkan bahwa sumber utama dari TNF-α
adalah sel mononuklear darah periper (PBMC),
sumber lain dari TNF-α adalah sel kupfer dihati
dan sel limpe yang meningkat pada saat
mendapat rangsangan latihan fisik (Wackerhage,
2014). Sitokin atau beberapa interleukin yang
berfungsi sebagai mediator inflamasi juga
mengalami perubahan dalam menanggapi proses
infeksi, cedera, atau stres fisik. Beberapa sitokin
dan interleukin akan mempengaruhi respon imun
bawaan dan proses inflamasi (Morovatnya, 2014).
Pada hasil penelitian lainnya juga
menunjukkan bahwa latihan aerobik dan
anaerobik yang dilakukan selama 30 menit pada
remaja laki-laki, dapat meningkatkan biomarker
tertentu seperti stres oksidatif dalam darah.
Selain itu, LDL teroksidasi (ox-LDL) telah
diidentifikasi sebagai chemoattractant ampuh dan
stressor
oksidatif
aterogenesis,
biasanya
menyebabkan disfungsi endotel dan memfasilitasi
25
ISSN :
Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
monosit migrasi ke dalam ruang subendothelial
(Bloomer., et al, 2005). Sejalan dengan hasil
penelitian oleh Ambarish; et al (2012) yang
menyatakan bahwa plasma IL-6 dan TNF-α
meningkat dengan olahraga ringan atau akut dan
IL-6 akan meningkatkan lebih lanjut dengan
latihan berat selama satu bulan latihan, sehingga
dapat diketahui bahwa olahraga ringan secara
teratur memiliki efek menguntungkan karena
dapat mempengaruhi kadar sitokin.
Distribusi persentase kadar TNF-α pada
kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas
ringan dengan latihan aerobik sedang diketahui
nilai p = 0,26 < 0,005 sehingga terdapat
perbedaan yang signifikan kadar TNF-α Pada
kelompok kelompok latihan aerobik intensitas
ringan dan sedang. Hasil uji LSD pada distribusi
persentase kadar TNF-α pada kelompok
perlakuan latihan aerobik intensitas ringan
dengan kelompok kontrol diketahui nilai p = 0,20
< 0,005 sehingga juga terdapat perbedaan yang
signifikan kadar TNF-α antara kelompok latihan
aerobik intensitas ringan dan kelompok kontrol.
Besarnya perbedaan kadar TNF-α yang
dihasilkan juga terkait dengan intensitas dan
durasi latihan yang diberikan. Semakin tinggi
intensitas atau durasi latihan aerobik maka akan
meningkatkan kemungkinan cedera yang akan
semakin
meningkatkan konsentrasi plasma
berbagai zat yang diketahui mempengaruhi fungsi
sel otot termasuk sitokin inflamasi, seperti TNF,
makrofag inflamasi protein-1, dan IL-1; sitokin
anti-inflamasi IL-6, IL-10, dan antagonis IL-1reseptor (IL-1ra); dan protein fase akut, termasuk
protein C-reaktif (CRP) (Gleeson 2007). Sejalan
dengan hasil penelitian lainnya bahwa tindakan
eksentrikseperti pada Resistance Training dapat
menginduksi kerusakan otot yang lebih tinggi
(Celle dan Fernandez, 2010). Penelitian lainnya
juga menyebutkan bahwa levelplasmaIL-1A,
TNFa, sTNF-r1 dan sTNF-r2 memuncak padasatu
jam pertama setelahlatihan. (Ostrowsky., et al,
1999). Hasil uji LSD pada distribusi persentase
kadar TNF-α pada kelompok perlakuan latihan
aerobik intensitas sedang dengan kelompok
ringan diketahui nilai p = 0,26 < 0,005 sehingga
juga terdapat perbedaan yang signifikan kadar
TNF-α antara kelompok latihan aerobik intensitas
ringan dan sedang.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa TNFα memiliki potensi untuk dapat dijadikan sebagai
biomarker penting yang dapat digunakan dalam
penentuan batasan intensitas latihan atau
olahraga yang dilakukan. Latihan aerobik dengan
intensitas sedang dapat direkomendasikan untuk
memodulasi respon imun tubuh karena cedera sel
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
yang dihasilkan dari latihan aerobik sedang dapat
mengaktivasi TNF-α pada level yang optimal
sehingga dapat meningkatkan efisiensi innate dan
juga adaptive immunity. Hal tersebut sejalan
dengan teori yang menjelaskan bahwa TNF-α,
berperan sebagai mediator penting dari respon
inflamasi setelah cedera, yang dapat ditemukan
pada regenerasi otot rangka. TNF-alfa berperan
penting dalam peradangan, termasuk aktivasi dan
kemotaksis dari leukosit, ekspresi molekuladhesi
padaneutrofil
dan
sel
endotel,
serta
regulasisekresi sitokinproinflamasilainnya. TNF-α
merupakan bagian sitokin kompleks pada
jaringan yang mampu bekerja secara sinergis dan
nonsinergis dengan menginisiasi sitokin kaskade,
dengan mengontrol sintesis dan ekspresi sitokin
lain, hormon, dan reseptor lainnya (Collins dan
Grounds, 2001).
KESIMPULAN
Pada subjek penelitian tidak ditemukan
adanya perbedaan rata-rata jumlah monosit
setelah latihan aerobik ringan, sedang, dan
kelompok kontrol.
Pada subjek penelitian ditemukan adanya
perbedaan rata-rata kadar TNF-α setelah latihan
aerobik ringan, sedang, dan kelompok kontrol.
Rata-rata kadar TNF-α pada kelompok latihan
aerobik sedang lebih tinggi dari dari kelompok
latihan aerobik ringan, namun tidak bermakna
terhadap kelompok kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas K Abul et. al. 2012 Leukocyte Migration
into tissues in Cellular and Moleculer
Immunology 7th Edition p 44-45.
Abhishek D. Gard, 2012. Damage-Associated
Molecular Patterns : Revealing The
Molecular
Communication
Between
Dying Cancer Cells And The Immune
System. Acta Biomedica
Lovaniensia
583. Leuven University Press. Belgium.
Ambarish, V; S. Chandrasekara, K. P. Suresh,
2012, Moderate Reguler Exercises Reduce
Inflamamatory Response For Physical
Stress, Indian J Physiol Pharmacol 2012;
56(1) : 7–14
Bompa, Tudor O, 1999, Periodization Training for
Sports, publisher : Human Kinetics.
Bloomer, R.J., Goldfarb, A.H., Wideman, L.,
McKenzie, M.J. and Consitt, L.A. 2005.
Effects of acute aerobic and anaerobic
exercise on blood markers of oxidative
26
ISSN :
Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
stress.
Journal
of
Strength
and
Conditioning Research 19(2):276-285.
Calle C. M and Maria Luz Fernandez L.M , 2010.
Effects of resistance training on the
inflammatory response. Nutrition Research
and
Practice
(NutrResPract)
2010;4(4):259-269
DOI:
10.4162/nrp.2010.4.4.259
Collins, Rachel A.; Miranda D. Grounds, 2001,
The Role of Tumor Necrosis Factor-alpha
(TNF-α) in Skeletal Muscle Regeneration:
Studies in TNF-α (-/-) and TNF-α (-/-) and
LT-α (-/-) Mice, The Journal of
Histochemistry
&
Cytochemistry,
http://www.jhc.org
Craenenbroeck, Amaryllis H. Van; Katrijn Van
Ackeren; et al, 2014, Acute ExerciseInduced Response of Monocyte Subtypes in
Chronic Heart and Renal Failure, Hindawi
Publishing Corporation Mediators of
Inflammation
Volume,
http://dx.doi.org/10.1155/2014/216534
Dembic, Zlatko, 2015, The Cytokines of the
Immune System The Role Of Cytokines In
Disease Related To Immune Repone,
Copyright © 2015 Elsevier Inc. All rights
reserved.
Guyton, Arthur C, alih Bahasa: Petrus
Andrianto, Fisiologi Manusia dan
Mekanisme Penyakit, Edisi-3 edisi
revisi, EGC, cetakan 2012, Jakarta
Gleeson, Michael., 2007, School of Sport and
Exercise
Sciences,
University,
Loughborough, United Kingdom, J Appl
Physiol
103:
693–699,
2007.
doi:10.1152/japplphysiol.00008.2007.
Giriwijoyo Santosa dan Zafar Sidik, 2013, Ilmu
Kesehatan Olahraga, Penerbit: PT. Remaja
Rosdakarya Cetakan ke 3.
Giriwijoyo Santosa dan Dikdik Zafar Sidik, 2013,
Ilmu Faal Olahraga, Penerbit: PT. Remaja
Rosdakarya Cetakan ke 2.
Ghasemalipour, Hassan., Eizadi Mojtaba .,
Hajirasouli Masoud, 2015, The Effect of
Regular Aerobic Training on Tumor
Necrosis Factor-Alpha (TNF-α) in Males
With Type II Diabetes, Avicenna J Med
Biochem March; 3(1): e26908.
Irianti, Evi, 2008, Tesis: Pengaruh Aktivitas
Sedang Terhadap Hitung Leukosit dan
Hitung Jenis Leukosit Pada Orang Tidak
Terlatih, Universitas Sumatera Utara
Medan.
Diakses:
http:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/...
/mkn-des2008-41%20(8).pdf.
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
Isenberg, David, 2014, TLRs, DAMPs, PAMPs,
and
Muscle
Injury:
Newfound
Explanations for Myositis, Published on
Rheumatology Network
Kasapis, Christos MD; Paul D. Thompson, MD,
FACC;
2005, The Effects of Physical
Activity on Serum C-Reactive Protein and
Inflammatory Markers, Journal of the
American College of Cardiology
Kazue Kanda, Kaoru Sugama, Jun Sukuma, et al,
2014 Evaluation of serum leaking enzymes
and
investigation into new biomarkers
for exercise-induced muscle damage.
Exercise
Imunology Review 20 :
39-43.
Kemenpora, 2009, Penyajian Data Informasi
Kementrian
Pemuda
dan
Olahraga,
Diterbitkan
oleh:
Biro
Perencanaan
Sekretariat Kementrian Pemuda dan
Olahraga,
Diakses:
http:
//www.
kemenpora.go.id /pdf /PENYAJIAN %20
DATA%20INFORMASI%20KEMENTERIAN
%20PEMUDA%20DAN%20OLAHRAGA%2
0TAHUN%202009.pdf
Hayati, 2014, Dampak Latihan Intensitas Berat
pada Fungsi Imun Tubuh, Embrio, Jurnal
Kebidanan,
Vol.
IV, diakses:
http:
www//digilib.unipasby.ac.id/download.php?i
d=102
Hnasko, Robert, 2015, ELISA Methods and
Protocols, P: Humana Press, New York.
Mackinnon LT, 2000, Chronic Exercise Training
Effects on Immune Function, Med Sci
Sports Exerc. 2000 Jul; 32(7 Suppl):S36976
Mukti, Anggi Fauzi, 2014, Profil Kebugaran
Jasmani Dilihat Dari Indeks Massa Tubuh
Di SMA Negeri 9 Bandung Universitas
Pendidikan
Indonesia
http://repository.upi.edu/6911/4/S_PJKR_09
07099_Chapter1.pdf.
Murti, Bhisma, 2006, Penerapan Metode statistik
Non
Parametrik
Dalam
Ilmu-Ilmu
Kesehatan, PT. Gramedia, Jakarta
Nieman, DC, 1998, Exercise and Resistance to
Infection,
J Physiol Pharmacol. 1998
May;76(5):573-80.
Nieman, DC., et all, 2000, Immune Function in
Female Elite Rowers and Non-Athletes, Br
J Sports Med 2000;34:181–187
Ostrowski, Kenneth., et all, 1999, Pro- and Antiinflammatory
Cytokine
Balance
in
Strenuous Exercise in Humans, Journal of
Physiology (1999), 515.1, pp. 287—291
Pedersen, Bente K., and Laurie HG., 2000,
Exercise and the Immune System:
27
ISSN :
Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
Regulation, Integration, and Adaptation,
Journal: Physiological Reviews Printed in
U.S.A Vol. 80, No. 3
Pescatello, Linda S. 2014, American College of
Sports Medicine : Guidelines for exercise
testing andprescription, P: Lippincott
Willams & Wilkins. Ninth Edition
Piraki, Parivash; Zinat Ebrahimi; Mohsen Piraki,
2013, Effect of One Session Strenuous
Exercise on Some Factors of Immune
System, World Applied Sciences Journal
28 (5): 746-749,
Puglisi, Michael J and Maria Luz Fernandez,
2008, Modulation of C-Reactive Protein,
Tumor Necrosis Factor-a, and Adiponectin
by Diet, Exercise, and Weight Loss, The
Journal of Nutrition
Sunyoto, Danang, 2012, Statistik Kesehatan,
Analisis data Dengan Perhitungan SPSS
Manual dan Program SPSS, Nuha Medika
Yogyakarta
Wackerhage Henning, 2014, Molecular Exercise
Physiology An introduction, by Routledge,
New York, First published
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing
28
Download