ketahanan pangan indonesia - Repository | UNHAS

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan telah menjadi kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi
sebelum memenuhi kebutuhan hidup lainnya seperti sandang, papan dan
pendidikan. Menurut Timmer dalam Amang dan Sawit (1999), tidak ada
negara yang dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi tanpa terlebih
dahulu memecahkan masalah ketahanan pangan (food security). Dimana,
dunia sedang di timpa banyak krisis, salah satunya krisis pangan yang
dibutuhkan untuk dicari solusinya. Sehingga, dalam Forum Ekonomi Dunia
(World Economic Forum) ketahahan pangan menjadi salah satu pembahasan
yang penting untuk dikaji. Sebenarnya ancaman pada krisis pangan terjadi,
ketika telah terjadi kenaikan harga pangan dunia. Selain itu, dengan adanya
kenaikan harga komoditas dapat menyebabkan terjadinya ketidakstabilan baik
itu dalam sektor ekonomi dan keuangan serta dapat pula merambah ke sektor
politik. Sehingga dapat dikatakan bahwa ancaman terbesar dunia pada tahun
2050 nanti, mengenai krisis pangan yang mana pada saat itu, akan terjadi
banyaknya penduduk yang kemungkinan mengalami kekurangan persediaan
makanan.
Ancaman krisis pangan dunia pada saat ini, telah meningkat setelah
terjadinya kekeringan di Amerika Serikat yang bisa berdampak pada stabilitas
pangan dunia. Dimana, harga kedelai yang sangat tinggi serta di ikuti jagung
yang juga terus naik harganya, dan yang paling penting juga akan munculnya
2
gagal panen gandum. Dengan adanya ancaman tersebut diharapkan kepada
para pemimpin dunia untuk bertindak cepat mencegah bencana yanga akan
mempengaruhi puluhan juta orang, terkhusus Indonesia yang memiliki tingkat
kebutuhan tinggi. Sehingga, dapat dikatakan bahwa krisis pangan itu dinilai
akan lebih buruk untuk Indonesia bila dibandingkan pada dampak krisis
pangan yang pernah terjadi pada tahun 2008.1
Harga pangan internasional saat ini makin sulit diperkirakan. Era
pangan murah telah berakhir. Tingginya harga pangan, diperkirakan masih
akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Sehingga Indonesia harus
menyediakan ketersediaan pangan yang memadai melalui optimalisasi sumber
daya domestik. Dalam hal ini, agar dapat mengamankan penyediaan pangan
pokok. Terlihat pula bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai
kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan
tanah Indonesia yang sangat subur.
Negara Indonesia memiliki peran penting sebagai produsen bahan
pangan di mata dunia. Dalam konteks pertanian umum, Indonesia memiliki
potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat produksi Indonesia
mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun, dalam konteks produksi
pangan memang ada suatu keunikan. Meski menduduki posisi ketiga sebagai
negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu
menghadapi persoalan berulang dengan produksi pangan. Dimana, tingkat
Angga Bratadharma. Laporan Infobank.News.com. “Pemerintah Jangan Anggap Remeh Isu
Krisis
Pangan
Dunia”
Thu,
23
Aug
2012.Jakarta.
diunduh
melalui
http://www.infobanknews.com/2012/08/pemerintah-jangan-anggap-remeh-isu-krisispangan-dunia/ . diakses pada tanggal 09 november 2012
1
3
produksi pangan Indonesia tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakatnya.
Sehingga, Indonesia tetap memikirkan strategi dalam menanggulangi hal
tersebut terlebih lagi dalam menghadapi ancaman krisis pangan global yakni:
mengkombinasikan berbagai kebijakan, komprehensif (mulai dari kebijakan
perdagangan, perlindungan konsumen, dan mendorong produksi pangan
dalam negeri), kecukupan cadangan devisa untuk membiayai impor pangan,
serta tersedianya stok pangan publik yang cukup untuk meredam spekulasi
dan instabilitas harga pangan.2
Indonesia telah menyiapkan strategi lewat program ketahanan pangan
nasional. Dalam nota keuangan RAPBN 2013, dimana salah satu strateginya
adalah dengan program peningkatan produksi pangan. Pemerintah juga tengah
mengupayakan perluasan areal dan pengolahan lahan pertanian dengan target
100 ribu hektar sawah dapat dicetak. Sementara untuk perluasan areal
hortikultural diharapkan dapat tercapai 16.236 hektar. Di samping itu dengan
pengembangan sistem intensifikasi pada terhadap 200 ribu hektar sawah dan
pembenahan jaringan irigasi tingkat usaha tani dan jaringan irigasi dan
termasuk 485 ribu jaringan irigasi tersier.3
Potensi terjadinya krisis pangan tetap akan dirasakan oleh Indonesia
disebabkan terjadinya kekeringan, aksi spekulasi di pasar, minimnya anggaran
produksi pangan, dan kecilnya pendapatan
petani. Sehingga, untuk
Husein Sawit. Artikel Majalah Pangan.” Respon Negara Berkembang dan Indonesia Dalam
Menghadapi
Krisis
Pangan
Global
2007
2008”
diunduh
melalui
http://www.majalahpangan.com/artikel.php?id=139. di akses pada sabtu 28 september 2012
3
Eben Ezer Siadari. Jaring.News.com. Dunia Diambang Krisis Pangan, Ini Strategi Indonesia.
Diunduh melalui http://jaringnews.com/ekonomi/umum/21266/dunia-diambang-krisispangan-ini-strategi-indonesia. diakses pada tangal 09 november 2012
2
4
meningkatkan produktivitas pertanian dan mengatasi ancaman krisis pangan di
butuhkan komitmen pemerintah Indonesia dalam mendukung kebijakan
pertanian. Dimana, pemerintah harus meningkatkan anggaran produksi
pangan, membuka akses daerah yang terisolasi, dan meningkatkan pendapatan
petani. Dimana, perekonomian suatu negara selalu ditujukan ke arah
pencapaian
kemakmuran
rakyat.
Apabila
kekeringan
ini
berlanjut
dikhawatirkan akan muncul krisis pangan, meskipun pemerintah membuka
keran impor untuk beras, kedelai, dan jagung. Berbeda dengan krisis pangan
tahun 2008 lalu, krisis pangan terjadi karena banyak spekulan bermain
sehingga berdampak pada harga.
Adanya ancaman krisis pangan tersebut Pemerintah Indonesia
membuat kebijakan mengenai ketahanan pangan yakni pertama harus menjaga
ketersediaan pangan. Dimana, sangat berpengaruh terhadap ketersediaan
pangan meliputi tiga hal : larangan impor beras, upaya kementerian pertanian
untuk mendorong produksi pangan, dan pengaturan Bulog mengenai
ketersediaan stok beras. Kedua harus memastikan keterjangkauan pangan.
Dimana adanya jaminan bagi kaum miskin untuk menjangkau sumber
makanan yang mencukupi. Ketiga harus memperhatikan kualitas makanan dan
nutrisi. Dimana penduduk dapat mengkonsumsi nutrisi-nutrisi mikro (gizi dan
vitamin) yang mencukupi untuk dapat hidup sehat.4
4
Pdf. “Pangan Untuk Indonesia”. Diunduh melalui
http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/2800161106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/feeding.pdf. diakses
pada tanggal 10 november 2012
5
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Untuk lebih mempermudah analisa dan pembahasan, penulis akan
membatasi masalah yang akan penulis bahas yakni, membahas mengenai
Diplomasi Pangan Indonesia dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional,
dimana pangan telah menjadi isu internasional yang dibicarakan oleh semua
negara, karena seperti yang terlihat bahwa Ketahanan pangan merupakan
salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang
ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab itu, ketahanan pangan
merupakan program utama dalam pembangunan pertanian saat ini dan masa
mendatang. Dimana penulis membatasi pembahasannya dalam rentan waktu
2008 hingga 2012. Ada beberapa bahan makanan yang termasuk pangan
seperti beras, kedelai, gandum, dan jagung.5 Namun, penulis hanya membatasi
pembahasannya dengan mengambil salah satu bahan pangan yakni beras.
Karena peningkatan kebutuhan salah satu komoditas pangan tersebut terus
meningkat sementara peningkatan produksinya rata-rata negatif dan cenderung
menurun.
Berdasarkan batasan di atas, maka penulis merumuskan pertanyaan
penelitian yang akan dijadikan sebagai dasar analisa dalam pembahasan ini:
1. Bagaimana strategi diplomasi pangan Indonesia?
2. Bagaimana
bentuk-bentuk
diplomasi
pangan
Indonesia
di
fora
internasional?
3. Bagaimana peluang dan tantangan diplomasi pangan Indonesia?
5
http://www.fhukum-unpatti.org/artikel/hukum-tata-negara/171-implementasi-kewaspadaannasional-terhadap-ketahanan-pangan-dapat-meningkatkan-ketahanan-nasional.html. diakses
pada tanggal 10 november 2012
6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
a. Adapun tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan strategi diplomasi pangan yang
diterapkan oleh Pemerintah Indonesia dalam mengatasi krisis pangan di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk-bentuk diplomasi pangan
yang diterapkan Pemerintah Indonesia di fora internasional.
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan peluang dan tantangan diplomasi
pangan yang dihadapi Pemerintah Indonesia di fora internasional.
b. Kegunaan penelitian
Apabila tujuan tersebut dapat tercapai, maka peneliti ini diharapkan:
1. Dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi para peneliti hubungan
internasional dalam memahami diplomasi pangan Indonesia dalam
mewujudkan ketahanan pangan nasional. Dan dapat menjadi acuan bagi
penstudi dalam memahami sistem hubungan kerjasama khususnya
dalam bidang perdagangan, dan membantu dalam menganalisa kasus
mengenai pangan.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah
Indonesia terutama stakeholder pembuat kebijakan mengenai pangan
khusunya dalam menangani krisis pangan di Indonesia.
7
D. Kerangka Konseptual
Masyarakat internasional menyadari akan pentingnya diplomasi di
dalam hubungan internasional, karena diplomasi itu dianggap penting bukan
saja bagi suatu negara untuk merumuskan suatu kebijakan luar negeri yang
cocok dan efektif terhadap negara lain, tetapi juga bagi metodologi dan
mekanisme yang diperlukan untuk pelaksanaan kebijakan luar negeri yang
efisien. Sehingga, di dalam interaksi sehari-hari definisi diplomasi mempunyai
arti yang bermacam-macam. The Oxford English Dictionary, bahwa diplomasi
adalah “cara-cara yang dilakukan dalam hubungan internasional melalui
perundingan, cara mana dilaksanakan oleh para duta besar; yang merupakan
pekerjaan atau seni dari diplomat.”6 Sedangkan Diplomasi, menurut “Random
House Dictionary” sebagai :
Tindakan pejabat pemerintah untuk mengadakan perundinganperundingan dan hubungan lainnya antara negara-negara ; seni
atau pengetahuan untuk melakukan perundingan-perundingan
tersebut; kepandaian untuk mengatur atau melakukan
perundingan, menghadapi orang-orang, dengan demikian ada
sedikit atau tidak adanya kebijakan yang bersifat dendam.7
Menurut Satow, dalam bukunya memberikan definisi sebagai berikut :
Diplomasi merupakan penggunaan dari kecerdasan dan
kebijaksanaan untuk melakukan hubungan resmi antara
pemerintah negara-negara merdeka, kadang-kadang juga
dilakukan dalam hubungannya dengan negara-negara
pengikutnya, atau lebih singkatnya lagi, pelaksanaan urusan
tersebut dilakukan antara negara dengan cara damai.8
6
Suryokusumo Sumaryo.Praktik Diplomasi Cetakan Pertama. Jakarta : STIH Iblam. 2004. hal.8
Ibid. hal.8
8
Sir Ernest satow. A Guide To Diplomatic Practice, 4th Edition. 1962. hlm.1.
7
8
Diplomasi
juga
dijadikan
sebagai
suatu
proses,
dengan
disosialisasikannya beberapa kepentingan umum dan pembentukan aliansialiansi. Dari berbagai definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
diplomasi dapat diartikan sebagai suatu upaya yang mengacu pada konsepsi
tentang komunikasi antarnegara dalam tatanan politik internasional, yang
menyangkut dari hubungan antar negara termasuk dalam berbagai sektor
kehidupan di dunia internasional.
Dimensi publik menjadi elemen mendasar dari diplomasi baru dan
secara
mendasar
mempengaruhi
kebijakan
luar
negeri.
Keterlibatan
masyarakat luas di luar agen-agen resmi pemerintah, termasuk didalamnya
kelompok epistemik dalam diplomasi telah lama disadari pentingnya oleh
para peneliti diplomasi selain diakui membawa dampak positif dalam
memperjuangkan kepentingan negara.9 Aktivitas publik dalam diplomasi
sangatlah penting untuk diketahui, dimana ada tiga aktivitas yang terdapat
didalamnya yakni: penelitian, aksi, dan pendidikan. Kegiatan penelitian
termasuk penelitian dasar maupun penellitian terapan. Sedangkan, aksi
termasuk advokasi dan kegiatan-kegiatan merancang perdamaian secara
langsung. Sedangkan kegiatan pendidikan termasuk kegiatan penyebaran
informasi maupun kegiatan-kegiatan belajar sambil praktik.10
9
Sukarwasini Djelantik. Diplomasi Antara Teori Dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2004.
hal.75
10
Diamond dan McDonald. Multi-Track Diplomac., A System Approach To Pea. 3rd Edition. hal
14
9
Diplomasi kembali direnovasi dengan metode dan tatanan yang lebih
spesifik, sehingga proses diplomasi dapat dilakukan secara menyeluruh dan
lebih efektif. Inovasi dalam diplomasi melahirkan beberapa metode diplomasi
baru yang dikenal dengan beberapa istilah seperti secret diplomacy, preventif
diplomacy, cultural diplomacy, public diplomacy, dan
food diplomacy.
Namun, seringkali muncul pertanyaan, ketika konsep-konsep ini muncul ke
permukaan
dalam
konstelasi
politik
global
pada
saat
diplomasi
mengembangkan peran dan fungsinya sebagai salah satu instrumen untuk
mencapai kepentingan nasional suatu negara. Begitu pula saat mendengar
konsep mengenai food diplomacy (diplomasi pangan) maka diperlukan
pemahaman yang lebih spesifik
mengingat metode diplomasi pangan ini
mempunyai dan meliputi lingkup yang sangat luas.
Pangan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau
minuman. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa food diplomacy merupakan
cara untuk mengadakan dan membina hubungan dan berkomunikasi antara
suatu negara dengan negara lain, atau melaksanakan transaksi yang
didalamnya membahas mengenai pangan, terkhusus pada upaya dalam
mencapai food security, yang dilakukan oleh setiap perwakilan yang telah
mendapat otoritasi.
10
Diplomasi pangan bukanlah merupakan hal yang baru sebagai sarana
dalam interaksi dunia internasional, hal ini bisa dilihat ketika presiden RI
dalam
suratnya
kepada
Sekjen
PBB
menyerukan
agar
masyarakat
internasional mengambil langkah-langkah konkret dan dalam upaya
mengakhiri kriris pangan global yang telah terjadi. Indonesia menyerukan agar
dunia internasional menata ulang kebijaksanaan di bidang pertanian, baik di
tingkat nasional, regional, maupun inernasional. Masalah ketahanan pangan
dan pembangunan pertanian hendaknya menjadi pusat dari arus utama
pembangunan nasional dan global.
Konteks ketahanan pangan tidak hanya menyangkut masalah
ketersediaan bahan pangan pokok bagi rakyat saja, tetapi meliputi pula
bagaimana kepemilikan dan akses terhadap pangan itu oleh setiap anggota
masyarakat.11 Ketahanan pangan seringkali diidentikkan dengan suatu
keadaan dimana pangan tersedia bagi setiap individu setiap saat dimana saja
baik secara fisik, maupun ekonomi. Ada tiga aspek yang menjadi indikator
ketahanan pangan suatu wilayah, yaitu sektor ketersediaan pangan, stabilitas
harga pangan, dan akses fisik maupun ekonomi bagi setiap individu untuk
mendapatkan pangan. Definisi mengenai ketahanan pangan (food security)
memiliki perbedaan dalam tiap konteks waktu dan tempat. Istilah ketahanan
pangan sebagai sebuah kebijakan ini pertama kali dikenal pada saat World
Food Summit tahun 1974. Setelah itu, ada banyak sekali perkembangan
definisi konseptual maupun teoritis dari ketahanan pangan dan hal-hal yang
11
Soetrisno Dalam Mulyana. Pakpahan dan Pasandaran. 1998 pada diunduh melalui
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44569/A06aaa.pdf?sequence=1.
diakses pada tanggal 12 november 2012
11
terkait dengan ketahanan pangan. Diantaranya, Maxwell, mencoba menelusuri
perubahan-perubahan definisi tentang ketahanan pangan sejak World Food
Summit tahun 1974 hingga pertengahan dekade 1990-an. Menurutnya,
perubahan yang terjadi yang menjelaskan mengenai konsep ketahanan pangan,
dapat terjadi pada level global, nasional, skala rumah tangga, dan bahkan
individu.12
Perkembangannya terlihat dari perspektif pangan sebagai kebutuhan
dasar (food first perspective) hingga pada perspektif penghidupan (livelihood
perspective) dan dari indikator-indikator objektif ke persepsi yang lebih
subjektif. Maxwell dan Slatter pun turut menganalisis diskursus mengenai
definisi ketahanan pangan tersebut. Mereka menemukan bahwa ketahanan
pangan berubah sedemikian cepatnya dari fokus terhadap ketersediaanpenyediaan
(supply
and
availability)
keperspektif
hak
dan
akses
(entitlements). Sejak tahun 1980-an, diskursus global ketahanan pangan
didominasi oleh hak atas pangan (food entitlements), resiko dan kerentanan
(vulnerability).
Secara formal, setidaknya ada lima organisasi internasional yang
memberikan definisi mengenai ketahanan pangan. Organisasi tersebut yakni
First World Food Conference 1974, United Nations, 1975; FAO (Food and
Agricultural Organization), 1992; Bank Dunia (World Bank), 1996; OXFAM,
2001; serta FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and
12
Petikdua. kata.cerita.kita.” Analisis Teori dan Konsep Ketahanan Pangan dan Keterkaitannya
terhadap Krisis Pangan Global dalam Ilmu Hubungan Internasional”.. Diunduh melaui
http://petikdua.wordpress.com/2011/08/23/analisis-teori-dan-konsep-ketahanan-pangandan-keterkaitannya-terhadap-krisis-pangan-global-dalam-ilmu-hubungan-internasional/ 23
Agustus 2011 di akses pada tanggal 10 november 2012
12
Mapping Systems), 2005;13 Beberapa rumusan mengenai definisi ketahanan
pangan menurut berbagai lembaga pangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
ketahanan pangan adalah suatu kondisi yang menjamin ketersediaan produksi
pangan, lancarnya distribusi pangan, dan mampunya masyarakat memperoleh
dan memilih pangan yang sehat untuk kehidupannya.
Globalisasi secara sederhana dapat diartikan sebagai dunia tanpa batas.
Menurut the group of lisbon
dalam limits to competition mendefinisikan
globalisasi sebagai sebuah proses keterlibatan dan ketergantungan yang
intensif antara negara dalam berbagai kegiatan kehidupan tanpa batas, namun
dengan adanya globalisasi tidak berarti setiap negara menjadi satu dalam
kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain.14 Globalisasi pangan
telah berlangsung sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu.
Pergerakan manusia menembus batas-batas wilayah saat ini tidak ada satu pun
negara di dunia yang bisa mengklaim menghidupi penduduknya dengan
pangan yang sepenuhnya asli setempat. Dalam konteks sistem pangan, sejak
globalisasi dapat dibaca dari perubahan yang berlangsung disepanjang rantai
makanan. Sejak tahap produksi dan pengolahan hingga ke pemasaran dan
penjualan produk. Di Indonesia sendiri, kehadiran sejumlah buah dan sayuran
segar dan ratusan item pangan olahan impor di hypermarket hingga pasar kecil
saat ini merupakan salah satu contoh nyata hadirnya fenomena globalisasi
pangan.
13
14
Budi Winarno.(Nur Utaminingsih:Global Agriculture And Food Security Program Sebagai
Solusi Penanganan Krisis Pangan Negara Berkembang). 2011. hlm.49
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)- Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Kajian Ekonomi Politik. Jakarta . Millennium Publisher. Juni 2000.hlm.34
13
Globalisasi mengandalkan dua faktor pokok yakni liberalisasi dan
harmonisasi sebagai salah satu subsistemnya. Liberalisasi mewujudkan dalam
keterbukaan pasar. Semua hambatan dalam bentuk tarif dan regulasi dagang
harus direduksi dan bahkan dieliminasi demi terbukanya pasar bagi produk
impor.
Meskipun
kesepakatan
tentang
keamanan
pangan
ini
mengatasnamakan konsumen seluruh dunia tetapi tetap mencerminkan
“kemenangan” itu lobi ke negara-negara maju. menyikapi kesepakatan itu,
negara maju melanjutkan melakukan penyesuaian regulasi keamanan pangan
mereka yang bertitik berat pada pengendalian proses dan pencegahan resiko
dalam keseluruhan daur produksi. Konsekuwensinya produksi di negara
berkembang harus mencurahkan segala daya upaya untuk melindungi
konsumen di negara-negara maju. Pada kenyataannya prinsip harmonisasi
sering menjadi penghambat ekspor produksi pangan negara berkembang
karena kesenjangan know-how dan perawatan. Sebaliknya, produksi pangan
dari negara maju dengan mudah masuk ke pasar negara berkembang. Keadaan
ini mengakibatkan apa yang di kenal sebagai paradoks keamanan pangan.15
15
Anonymous.2012.http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=faktor+yang+mempengaruhi+globa
lisasi+pangan&sourcew.Diakses Tanggal 09 November 2012.
14
E. Metode Penelitian
a. Tipe penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan tipe penelitian
deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan diplomasi pangan Indonesia
dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Metode ini menjadi pilihan
bagi peneliti untuk mengungkap strategi diplomasi pangan Indonesia melalui
bentuk-bentuk diplomasi pangan Indonesia yang digunakan di fora
internasional, dengan melihat peluang dan tantangan dalam diplomasi pangan
Indonesia khususnya dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.
b. Teknik pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh penulis
yakni telaah pustaka (library research) merupakan cara pengumpulan data
dengan menelaah sejumlah literatur yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti baik berupa buku-buku, jurnal, dokumen, serta artikel-artikel dalam
majalah maupun surat kabar harian. Adapun bahan-bahan tersebut penulis
akan peroleh dari berbagai tempat, yang penulis sempat kunjungi yang terkait
dengan bahan penelitian ini yaitu:
a. Kantor Badan Ketahanan Pangan Makassar di Makassar
b. Perpustakaan Pusat Makassar di Makassar
c. Perpustakaan Universitas Hasanuddin di Makassar
d. Perpustakaan FISIP UNHAS di Makassar
e. Perpustakaan HIMAHI FISIP UNHAS di Makassar
f. Perpustakaan Universitas Fajar di Makassar
15
c. Jenis data
Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur baik berupa buku, jurnal,
dokumen, majalah, surat kabar, internet, dan bulletin yang erat hubungannya
dengan masalah yang diteliti. Terutama data mengenai krisis pangan dunia,
kebutuhan pangan Indonesia, serta kebijakan ketahanan pangan Indonesia.
d. Teknik analisa data
Analisis data dilakukan melalui proses penyederhanaan data ke dalam
bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dimana, peneliti
menggunakan teknik analisis data dilakukan secara kualitatif yang bertujuan
membuat penjelasan secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta,
sifat dan fenomena yang diteliti melalui studi dokumentasi, obsevasi dan
wawancara yang mendalam dari para informan untuk mendalami kasus ini.
Adapun data yang penulis lampirkan hanya sebagai perbandingan antara
kasus-kasus yang terjadi tiap tahunnya dan penunjang dari data yang
dipaparkan sebelumnya. Yang menjadi pokok analisis yakni mengenai
Diplomasi Pangan Indonesia Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan
Nasional. Sedangkan, data kuantitatif digunakan memperkuat analisis
kualitatif.
e. Teknik penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah deduktif, dimana
penulis terlebih dahulu menggambarkan permasalahan yang terjadi secara
umum untuk kemudian ditarik kesimpulannya secara khusus.
16
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Diplomasi Pangan
Awalnya, diplomasi berasal dari bahasa yunani “diploma” yang
artinya melipat kemudian berkembang menjadi diplomas untuk menyebut
paspor atau surat logam dan dokumen-dokumen resmi yang bukan logam
khususnya yang memberikan hak istimewa tertentu atau yang menyangkut
perjanjian dengan suku bangsa asing di luar romawi di luar pada kekaisaran
romawi. Selanjutnya, pada zaman pertengahan di kenal dengan nama
diplomaticus atau diplomatique yang artinya siapa pun yanag berhubungan
dengan dokumen-dokumen tersebut dikatakan sebagai diplomatiquei (bisnis/
urusan diplomastik), dan lama kelamaan kata diplomasi dihubungkan dengan
hubungan luar negeri dan orang-orang yang berperan didalamnya adalah para
diplomat.16
Diplomasi telah menjadi salah satu bagian yang vital dalam kehidupan
negara dan merupakan sarana utama yang digunakan untuk menangani
masalah-masalah
khususnya
masalah
yang
terkait
dengan
masalah
internasional. Agar dapat dicapai suatu perdamaian dunia. Dengan sarana
diplomasi itu pemerintah menjalankannya dalam rangka mencapai tujuannya
dan mendapatkan dukungan dari prinsip-prinsip yang telah disepakati.
Diplomasi yang merupakan proses politik itu terutama dimaksudkan untuk
16
S.L.Roy. dikutip dalam La Ode Muhamad Fatun: Peluang Dan Tantangan E-Diplomacy Dalam
Menarik Investasi Asing Di Kota Makassar.2012. hlm.26
17
memelihara kebijakan luar negeri suatu pemerintah dalam mempengaruhi
kebijakan dan sikap pemerintah negara lain.
Diplomasi sebagai bentuk proses politik juga merupakan bagian dari
usaha saling mempengaruhi yang sifatnya sangat luas dan berbelit-belit dalam
kegiatan internasional. Yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun organisasi
internasional untuk meningkatkan sasarannya melalui saluran diplomatik.
Diplomasi juga dianggap tetap merupakan harapan yang besar bagi hubungan
internasional dalam konteks sekarang ini untuk melestarikan dan melindungi
peradaban umat manusia. Diplomasi sekarang ini telah diakui sebagai senjata
yang bersifat multi-dimensional yang digunakan dalam situasi dan lingkungan
yang berbeda-beda dalam hubungan antar negara.
Diplomasi juga bukan milik profesi tertentu, seperti; para diplomat
dan bukan pula sebagai kegiatan seremonial seperti acara-acara resepsi
(cocktail party) dan jamuan makan, melainkan sebagai kegiatan yang
memerlukan
pelaku-pelaku
yang
cerdas,
terampil,
dan
berwawasan
internasional serta komunikatif agar sasaran yang akan dicapai berhasil
dengan baik. Bahkan, sekarang ini pelaku-pelaku lain seperti lembagalembaga non-pemerintah (non-governmental organization) banyak aktif dalam
ikut
memainkan
diplomasi,
khususnya
dalam
konferensi-konferensi
multilateral.
Diplomasi dapat dilakukan dalam berbagai dimensi baik bilateral,
regional, maupun internasional.
Dalam menghadapi masalah-masalah
internasional, diplomasi multilateral memainkan peranan yang makin penting,
18
khususnya yang dilakukan melalui organisasi-organisasi internasional seperti
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sedangkan, dimensi regional lebih
menyangkut kepentingan bersama dalam suatu kawasan untuk menciptakan
stabilitas dan kerja sama di berbagai aspek seperti yang dimainkan oleh
negara-negara Association of Southeast Asian Nation (ASEAN).
Diplomasi juga tetap sebagai bagian integral dari hubungan
internasional dan sejarah. Karena diplomasi telah banyak berubah dalam
berbagai dimensi yang coraknya dari bilateral ke multilateral dan organisasiorganisasi internasional terus memainkan peranannya yang makin meningkat
dalam menyelesaikan berbagai masalah internasional, maka peranannya
menjadi sangat penting. Dalam permainan politik dan hubungan internasional,
peran diplomasi tersebut termasuk peran para diplomat juga dianggap sangat
penting dan diperlukan. Diplomasi dalam pembicaraan sehari-hari memiliki
banyak arti. Praktik diplomasi mensyaratkan adanya batasan dari kebijakan
luar negeri. Kebijakan semacam itu dibuat dengan mempertimbangkan
berbagai aspek seperti geografi, kebutuhan ekonomi dan sumber daya, strategi
dan keperluan pertahanan, adanya persekutuan negara lain, dan lain
sebagainya. Sir Victor Wellesley dengan jelas menyatakan bahwa:
Diplomasi bukanlah merupakan kebijakan, tetapi merupakan
lembaga untuk memberikan pengaruh terhadap kebijakan
tersebut. Namun diplomasi dan kebijakan kedunya saling
melengkapi karena seseorang tidak akan dapat bertindak tanpa
kerja sama satu sama lain. Diplomasi tidak dapat dipisahkan
dari politik luar negeri, tetapi kedunya bersama-sama
merupakan kebijakan eksekutif – kebijakan untuk menetapkan
strategi, diplomasi, dan taktik.17
17
Victor Wellesley, Diplomacy in fetters, 1944, hlm. 10.
19
Kebijakan atau politik luar negeri di satu pihak mempunyai perhatian
pada substansi dan kandungan dari hubungan luar negeri, dan di pihak lain,
perhatian diplomasi dipusatkan pada metodologi untuk melaksanakan
kebijakan luar negeri. Sehingga, saat ini diplomasi dianggap sangat penting
dalam hubungan internasional utamanya dalam interaksi sehari-hari setiap
negara. Sehingga, diplomasi mempunyai arti yang bermacam-macam. The
Oxford English Dictionary bahwa diplomasi adalah “cara-cara yang dilakukan
dalam hubungan internasional melalui perundingan, cara mana dilaksanakan
oleh para duta besar; yang merupakan pekerjaan atau seni dari diplomat.”18
Sedangkan Diplomasi, menurut “Random House Dictionary” sebagai :
Tindakan pejabat pemerintah untuk mengadakan perundinganperundingan dan hubungan lainnya antara negara-negara ; seni
atau pengetahuan untuk melakukan perundingan-perundingan
tersebut; kepandaian untuk mengatur atau melakukan
perundingan, menghadapi orang-orang, dengan demikian ada
sedikit atau tidak adanya kebijakan yang bersifat dendam.19
Quency Wright dalam bukunya “The Study of Internasional Relations”
memberikan batasan diplomasi dalam dua cara, yaitu: 1). The employment of
tact, shrewdness, and skill in any negotiation or transaction; 2).The art of
negotiation in order to achieve the maximum of costs, within a system of
politics in which war is a possibility.20
Adanya definisi atau batasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
subjek diplomasi itu adalah cara di dalam perundingan dan bukanlah sebagai
obyek. Tujuan dari diplomasi itu sendiri perhatiannya ditujukan kepada
18
Suryokusumo Sumaryo.Praktik Diplomasi Cetakan Pertama. Jakarta : STIH Iblam.2004.hal.8
Ibid, hal.8
20
Ibid, hal.9
19
20
kebijakan luar negeri, sedangkan metodologi dan sarana-sarana yang
digunakan dalam mencapai seperangkat tujuan-tujuan tersebut adalah menjadi
perhatian dari diplomasi. Diplomasi pada hakikatnya juga merupakan
negosiasi dan hubungan antarnegara yang dilakukan oleh pejabat-pejabat
pemerintah, untuk itu diperlukan suatu seni dan kemampuan serta kepandaian
untuk mempengaruhi seseorang sehingga dapat tercapai tujuannya.
Mengenai pentingnya kualitas diplomasi seorang ahli Morghenthau
mengkategorikan kualitas diplomasi suatu negara sebagai salah satu elemen
kekuatan nasional, di samping delapan unsur kekuatan nasional lainnya:
keadaan geografis, sumber daya alam, kemampuan industri, kesiapan militer,
jumlah
penduduk,
pemerintahan.
21
karakter
nasional,
moral
nasional,
dan
kualitas
Dan bahkan, Morghenthau menyambung tulisannya dengan
mengatakan bahwa dalam penyelesaian suatu masalah dengan jalan damai
atau pun melalui akomodasi dan mediasi sebaiknya menggunakan diplomasi
sebagai alatnya. 22
Sejalan dengan ahli tersebut Sukawarsini, menjelaskan bahwa tujuan
diplomasi ini adalah mengejar kepentingan nasional suatu negara atau
masyarakat suatu negara dengan negara lain, dengan cara saling bertukar
informasi secara terus-menerus untuk merubah tingkah laku orang yang saling
berdiplomasi.23 Hal ini menunjukkan bahwa penerapan diplomasi dalam setiap
negara bergantung pada konstitusi serta dasar negara sebagai landasan dasar
21
Hans.J. Morghenthau. Politik Antar Bangsa. Edisi Revisi. Buku Ketiga.Jakarta: Yayasan Obor
1991.hlm.213
22
Ibid .hlm.295
23
Sukawarsini Djelantik. Diplomasi Antara Teori & Praktek. Yogyakarta : Graha Ilmu.2008.hlm.
14
21
pengambilan keputusan terkait dengan pencapaian kepentingan nasional
sebuah negara terutama dengan jalan damai atau diplomasi.
Hakekat diplomasi sebagai sebuah aktifitas hubungan kerjasama antar
negara yang melibatkan aktor-aktor yang berperan didalamnya. Seiring
perkembangan dunia internasional yang semakin dinamis menyebabkan
perubahan yang signifikan dalam substansi diplomasi. Namun, yang perlu
diingat dalam diplomasi adalah kemampuan dari para aktor dan sumber daya
manusianya sehingga mampu mendapatkan hasil positif untuk kemajuan
sebuah bangsa dan negara yang bisa memajukan dan memperjuangkan
kepentingan nasional secara serentak dan koheren dalam berbagai bidang.24
Melalui berbagai kebijakan dan upaya yang telah dilakukan di dalam negeri,
Pemerintah Indonesia cukup mampu menjaga pasokan bahan makanan,
kelancaran distribusi, dan kestabilan harga yang terjangkau bagi masyarakat
luas. Walaupun ketahanan pangan di dalam negeri untuk sementara dapat
dijaga, namun dengan jumlah sebanyak 220 juta penduduk dan pertumbuhan
1,35 persen setiap tahunnya, Indonesia di perkirakan akan menghadapi
tantangan cukup berat untuk mempertahankan ketahanan pangan di waktu
mendatang.25
R.M.Marty Natalegawa. Tabloid Diplomasi. “Mesin Diplomasi Cukup Tangguh
Memperjuangkan Kepentingan Bangsa”.Diterbitkan Jakarta oleh: Direktorat Diplomasi
Publik Departemen Luar Negeri R.I Bekerjasama dengan Pilar Indo Meditama. No.25
Tahun II 15 November – 14 Desember 2009
25
Ade Petranto. Jurnal Diplomasi (Ketahanan Pangan dan Energi). Peran Diplomasi dalam
Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Vol.3.No.3. September 2011.ISSN.hlm 24
24
22
Hal ini sebagai konsekuwensi dari keterkaitan erat Indonesia dengan
tatanan dan struktur global saat ini, terutama di bidang perdagangan dan
investasi. Dalam rangka mengamankan ketahanan pangan di masa mendatang,
Indonesia mau tidak mau harus melakukan kemitraan dengan masyarakat
global melalui berbagai fora, jalur dan tatanan yang tersedia di tingkat
bilateral, sub-regional, regional, dan multilateral. Upaya Indonesia dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional didukung oleh kebijakan luar
negeri yang menjadi landasan bagi upaya-upaya diplomasi Indonesia di bidang
food security
melalui fora-fora multilateral, regional, sub-regional dan
bilateral. melalui tulisan ini akan didiskusikan mengenai peran diplomasi
Indonesia dalam mengupayakan ketahanan pangan nasional melalui kemitraan
global maupun tantangan-tantangan yang harus dihadapi melalui diplomasi,
terutama dari perspektif ekonomi dan perdagangan global.26
Diplomasi kembali direnovasi dengan metode dan tatanan yang lebih
spesifik, sehingga proses diplomasi dapat dilakukan secara menyeluruh dan
lebih efektif. Inovasi dalam diplomasi melahirkan beberapa metode diplomasi
baru yang dikenal dengan beberapa istilah seperti secret diplomacy, preventif
diplomacy, cultural diplomacy, public diplomacy, dan
food diplomacy.
Namun, seringkali muncul pertanyaan, ketika konsep-konsep ini muncul ke
permukaan
dalam
konstelasi
politik
global
pada
saat
diplomasi
mengembangkan peran dan fungsinya sebagai salah satu instrumen untuk
mencapai kepentingan nasional suatu negara. Begitu pula saat mendengar
26
Ade Petranto. Ibid. hlm. 25
23
konsep mengenai food diplomacy (diplomasi pangan) maka diperlukan
pemahaman yang lebih spesifik
mengingat metode diplomasi pangan ini
mempunyai dan meliputi lingkup yang sangat luas.
Pangan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau
minuman. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa food diplomacy merupakan
cara untuk megadakan dan membina hubungan dan berkomunikasi antara
suatu negara dengan negara lain, atau melaksanakan transaksi yang
didalamnya membahas mengenai pangan, terkhusus pada upaya dalam
mencapai food security, yang dilakukan oleh setiap perwakilan yang telah
mendapat otoritasi.
Diplomasi ketahanan pangan bagi Negara Indonesia merupakan
penggunaan seluruh potensi nasional dan pelibatan berbagai aktor atau yang
biasa disebut sebagai diplomasi total dalam penyelenggaraan hubungan luar
negeri, baik itu bilateral, regional, maupun multilateral, untuk mencapai
kondisi ketahanan pangan yang lebih baik yang akan memberikan kontribusi
bagi pembangunan ketahanan pangan nasional. Pembangunan ketahanan
pangan nasional dapat dicapai melalui kerjasama dan konsolidasi dalam
bidang- bidang spesifik, seperti pengembangan tekhnologi atau sinergi
kebijakan dengan memanfaatkan kekhasan lokal tiap-tiap negara. Sebagai first
24
concentric circle dari politik luar negeri Indonesia, ASEAN tetap menjadi titik
tumpu utama dari diplomasi ketahanan pangan Indonesia. Walaupun
demikian, Indonesia juga tidak menutup kemungkinan menjalankan diplomasi
di ranah multilateral yang lebih luas, seperti melalui PBB ataupun
pengembangan kerjasama bilateral dengan negara yang memiliki best
practices dalam bidang pangan. 27
B. Ketahanan Pangan (food security)
Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber
kekayaan alam (SKA) yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor
empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia telah mencapai 240 juta.28 Hal ini
merupakan sumber daya manusia yang potensial untuk mengelola dan
mengolah SKA tersebut, sehingga bermanfaat bagi ketahanan pangan
masyarakat sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem
penyediaan, distribusi dan konsumsi.29 Ketiga subsistem tersebut merupakan
satu kesatuan yang didukung oleh adanya SKA, kelembagaan, budaya,
permodalan dan teknologi. Pembangunan ketahanan pangan mempunyai
makna strategis dalam pembangunan nasional. Pertama, meningkatkan
pendapatan masyarakat dan kinerja ekonomi makro, yang telah terbukti pada
masa krisis bahwa agribisnis mampu menjadi penyangga
27
dan penggerak
Ade Petranto. Op.cit.hlm. iii
Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk Tahun 2010, di unduh dari http://www.bps.indeks/,
pada tanggal 25 januari 2013
29
Nuhfil Hananni, AR, Ketahanan Pangan, di unduh dari
http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/2-pengertian-ketahanan-pangan-2.pd, pada
tanggal 25 januari 2013
28
25
ekonomi. Kedua, pemantapan fundamental ekonomi, pembentukan struktur
ekonomi berimbang dan pengendalian laju inflasi. Ketiga, penyediaan pangan
dan perbaikan gizi serta kesehatan penduduk Indonesia. Keempat, pelestarian
lingkungan hidup dan budaya, serta pemantapan kondisi sosial politik dan
ketahanan nasioanl.30
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling
yang paling asasi. Kecukupan, aksebilitas dan kualitas pangan yang dapat
dikonsumsi seluruh masyarakat, merupakan ukuran-ukuran penting untuk
melihat seberapa besar daya tahan bangsa terhadap setiap ancaman yang
dihadapi. Pangan juga merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati dan air, yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman.
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002, tentang Ketahanan Pangan.
Ketahanan
pangan
merupakan
fondasi
penting
untuk
membangun
perekonomian nasional yang kokoh. Sebab, hal ini langsung berhubungan
dengan kualitas sumber daya manusia kelak akan menjadi aktor penggerak
perekonomian. Lebih dari itu, ketahanan pangan juga bersentuhan erat dengan
30
Didit Herdiawan, Ketahanan Pangan & Radikalisme, Jakarta: Republika, 2012,hal.2
26
penciptaan stabilitas nasional yang menjadi prasyarat penting bagi
pertumbuhan ekonomi.
Ketahanan pangan merupakan salah satu pilar bagi pembangunan
sektor-sektor lainnya. Hal ini di pandang strategis karena tidak satupun negara
dapat membangun perekonomiannya tanpa terlebih dahulu menyelesaikan
masalah pangannya. Kerawanan pangan sangat berpotensi memicu kerawanan
sosial, ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan dan keamanan. Kondisi
demikian, tidak menunjang pelaksanaan program pembangunan secara
keseluruhan yang berarti ketahanan nasional tidak mungkin terwujud.
Ketahanan pangan terwujud apabila secara umum telah terpenuhi dua
aspek sekaligus. Pertama, tersedianya pangan yang cukup dan merata untuk
seluruh penduduk. Kedua, setiap penduduk
mempunyai akses fisik dan
ekonomi terhadap pangan unuk memenuhi kecukupan gizi guna menjalani
kehidupan yang sehat dan produktif dari hari ke hari. Ketahanan pangan pada
tingkat rumah tangga merupakan landasan bagi ketahanan pangan masyarakat,
yang selanjutnya menjadi pilar bagi ketahanan pangan daerah dan nasional.
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka salah satu prioritas utama
pembangunan ketahanan pangan adalah memberdayakan masyarakat, agar
mampu menanggulangi masalah pangannya secara mandiri, serta mewujudkan
ketahanan pangan rumah tangganya secara berkelanjutan.
Pembangunan ketahanan pangan ditujukan untuk memperkuat
ketahanan pangan di tingkat mikro/tingkat rumah tangga dan individu serta di
tingkat makro/nasional, sebagai berikut:
27
1. Mempertahankan
ketersediaan
energi
perkapita
minimal
2.200
kilokalori/hari, dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari;
2. Meningkatkan konsumsi pangan perkapita untuk memenuhi kecukupan
energi minimal 2.000 kilokalori/hari dan protein sebesar 52 gram/ hari;
3. Meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat dengan skor Pola
Pangan Harapan (PPH) minimal 80 (padi-padian 275 gram, umbi-umbian
100 gram, pangan hewani 150 gram, kacang-kacangan 35 gram, sayur dan
buah 250 gram);
4. Meningkatkan keamanan, mutu dan hygiene pangan yang dikonsumsi
masyarakat;
5. Mengurangi jumlah/persentase penduduk rawan pangan kronis (yang
mengonsumsi kurang dari 80 % GKG) dan penduduk miskin minimal 1
persen per tahun; termasuk di dalamnya ibu hamil yang mengalami anemia
gizi dan balita dengan kurang gizi;
6. Meningkatkan kemandirian pangan melalui pencapaian swasembada beras
berkelanjutan, swasembada jagung pada tahun 2007, swasembada kedelai
pada tahun 2015, swasembada gula pada tahun 2009 dan swasembada
daging sapi pada tahun 2010; serta meminimalkan impor pangan utama
yaitu lebih rendah 10% dari kebutuhan nasional;
7. Meningkatkan rasio lahan per orang (land-man ratio) melalui penetapan
lahan abadi beririgasi minimal 15 juta ha, dan lahan kering minimal 15
juta ha;
8. Meningkatkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah;
28
9. Meningkatkan jangkauan jaringan distibusi dan pemasaran pangan
keseluruh daerah;
10. Meningkatkan kemampuan nasional dalam mengenali, mengantisipasi dan
menangani secara dini serta dalam melakukan tanggap darurat terhadap
masalah kerawanan pangan dan gizi.31
Konsep Dasar Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan seringkali diidentikkan dengan suatu keadaan
dimana pangan tersedia bagi setiap individu setiap saat dimana saja baik
secara fisik, maupun ekonomi. Ada tiga aspek yang menjadi indikator
ketahanan pangan suatu wilayah, yaitu sektor ketersediaan pangan, stabilitas
ekonomi (harga) pangan, dan akses fisik maupun ekonomi bagi setiap individu
untuk mendapatkan pangan.
Secara formal, setidaknya ada lima organisasi internasional yang
memberikan definisi mengenai ketahanan pangan. Definisi tersebut dianggap
saling melengkapi satu sama lain: menurut First World Food Conference
1974, United Nations, 1975 definisi ketahanan pangan adalah “ketersediaan
pangan dunia yang cukup dalam segala waktu untuk menjaga keberlanjutan
konsumsi pangan dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan harga.”32
Sedangkan, menurut FAO (food and Agricultural Organization), 1992 definisi
ketahanan pangan adalah “situasi dimana semua orang dalam segala waktu
memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang
31
32
aman dan bergizi demi
Tati Nurmala.dkk. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012. hal.67
Ketut Budastra. Inspirasi (Membawa Pencerahan Bangsa). “Ketahanan Pangan”.. Diunduh
melalui http://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/04/30/ketahanan-pangan%E2%80%9D/
30 April 2012 diakses pada tanggal 12 Oktober 2012
29
kehidupan yang sehat dan aktif.”33 Menurut persepsi Bank Dunia (World
Bank), 1996 ketahanan pangan adalah “akses oleh semua orang pada segala
waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.”34
Sementara OXFAM tahun 2001, mengemukakan definisi ketahanan
pangan adalah “kondisi ketika setiap orang dalam segala waktu memiliki
akses yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang sehat dan aktif. Ada
dua kandungan makna yang tercantum disini, yakni ketersediaan dalam artian
kualitas dan kuantitas, dan akses dalam artian hak atas pangan melalui
pembelian, pertukaran, maupun klaim.”35 Sedangkan, menurut FIVIMS (food
insecurity and vulnerability information and mapping system), tahun 2005
mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi ketika semua orang pada
segala waktu secara fisik, sosial, dan ekonomi, memiliki akses atas pangan
yang cukup, aman, dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi
(dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi kehidupan yang
aktif dan sehat.36
Petikdua. Kata.Cerita.Kita. “Analisis Teori dan Konsep Ketahanan Pangan dan Keterkaitannya
terhadap Krisis Pangan Global dalam Ilmu Hubungan Internasional”. . Diunduh melalui
http://petikdua.wordpress.com/2011/08/23/analisis-teori-dan-konsep-ketahanan-pangandan-keterkaitannya-terhadap-krisis-pangan-global-dalam-ilmu-hubungan-internasional/ 23
Agustus 2011 diakses pada tanggal 26 November 2012
34
Abdullah.
Wordpress.
“Model
Ketahanan
Pangan”.
Diunduh
melalui
http://a270787.wordpress.com/model-ketahanan-pangan/ diakses pada tanggal 13
November 2012.
35
Moony Munawaroh. Be A Geograph. “Konsep Ketahanan Pangan”.. Diunduh melalui
http://earthy-moony.blogspot.com/2011/05/konsep-ketahanan-pangan.html Tuesday, May
17, 2011diakses pada tanggal 21 oktober 2012
36
Endri Barcelonastisia. Gizi dan Pangan. “Pengertian ketahan pangan,Penganekaragaman
pangan,
Pola
Pangan
Harapan
(PPH)”..
Diunduh
melalui
http://endrymesuji.blogspot.com/2012/05/pengertian-ketahan-panganpenganekaragam.html
28 Mei 2012 diakses pada tanggal 25 September 2012
33
30
Akhirnya, dari beberapa rumusan mengenai definisi ketahanan pangan
menurut berbagai lembaga pangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
ketahanan pangan adalah suatu kondisi yang menjamin ketersediaan produksi
pangan, lancarnya distribusi pangan, dan mampunya masyarakat memperoleh
dan memilih pangan yang sehat untuk kehidupannya.
Keterkaitan ketahanan pangan dengan krisis pangan
Ketahanan pangan harus dilihat sebagai suatu sistem. Sistem dari segi
ekonomi, ketahanan pangan terdiri dari tiga subsistem yang saling terkait.
Tiga subsistem tersebut, yaitu pasokan, distribusi, dan konsumsi. Dari segi
kelembagaan, ketahanan pangan tercapai melalui sinergi antara subsistem
individu atau keluarga, subsistem masyarakat, dan subsistem pemerintah.
Mekanisme subsistem ini dihubungkan dengan berbagai aspek pembangunan
lain seperti pertanian, transportasi, teknologi, sumber daya alam, dan
lingkungan, perdagangan, kesehatan, dan pendidikan. Oleh karena itu,
ketahanan pangan bukan hanya sekedar pemenuhan produksi makanan, tetapi
merupakan persoalan yang lebih kompleks, yang memiliki perspektif
pembangunan dan ekonomi politik.37
Maxwell pun mengemukakan bahwa setidaknya terdapat empat
elemen ketahanan pangan berkelanjutan (sustainable food security) di level
keluarga, yaitu:
a. Kecukupan pangan yang di definisikan sebagai jumlah kalori yang
dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat,
37
Khudori. Lapar: Negeri Salah Urus!. Resist Book: Yogyakarta. 2005. hlm.74
31
b. Akses atas pangan, yang didefinisikan sebagai hak (entitlements) untuk
berproduksi, membeli atau menukarkan (exchange) pangan ataupun
menerima sebagai pemberian ( transfer),
c. Ketahanan yang didefinisikan sebagai keseimbangan antara kerentanan,
resiko, dan jaminan pengaman sosial,
d. Fungsi waktu manakala ketahanan pangan dapat bersifat kronis/kritis,
transisi, dan /atau siklus.38
Pencapaian ketahanan pangan pun bisa diukur dengan menggunakan
dua indikator yang dirumuskan oleh Maxwell dan Frankenberger, yaitu:
a. Indikator proses, terbagi:
1. Indikator ketersediaan, yaitu indikator yang berkaitan dengan produksi
partanian, iklim, akses terhadap sumber daya alam, praktik
pengelolaan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional,
dan kerusuhan sosial.
2. Indikator akses pangan, yaitu indikator yang meliputi sumber
pendapatan, akses terhadap kredit modal, dan strategi rumah tangga
untuk memenuhi kebutuhan pangan.
b. Indiktor dampak, terbagi:
1. Indikator langsung, yaitu konsumsi dan frekuensi pangan.
2. Indikator tidak langsung, yaitu penyimpangan pangan dan status gizi.39
38
39
Maxwell S. Op.Cit. 1996.hlm.155
Hendra Aw. “ Konsep Ketahanan Pangan”, Ibid.
32
Ketahanan pangan adalah pilihan politik di tingkat global dan nasional,
tetapi merupakan persoalan hidup atau mati di tingkat lokal dan keluarga. Hal
ini terutama terjadi di negara yang kaya akan sumber daya hayati, bahan
pangan, serta pengetahuan yang beragam dan sistem budaya.40 Ketahanan
pangan sesungguhnya sangat erat kaitannya dan berpengaruh terhadap sektor
produksi negara, yang kemudian berpengaruh pada devisa suatu negara, yang
akan
dimanfaatkan
dalam
sektor
ekspornya,
dan
berdampak
pada
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ketahanan pangan pun sangat erat
kaitannya dengan kebijakan politik suatu negara, tentang persetujuan
kerjasama antar aktor dalam sektor pangan, kebijakan pembangunan, dan
pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dalam suatu sistem.
Definisi ketahanan pangan termuat dalam Undang-undang RI Nomor 7
Tahun 1996, sebagai berikut : ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau.41 Dari
definisi ini dapat dilihat bahwa swasembada merupakan bagian dari ketahanan
pangan. Pengertian ketahanan pangan dan swasembada secara konsep dapat
dibedakan. Kembali lagi ke pengertian ketahanan pangan yang konsepsinya
tidak mempersoalkan asal sumber pangan, apakah dari dalam negeri ataupun
impor.
40
Hira Jhamtani. Lumbung Pangan: Menata Ulang Kebijakan Pangan. INSISTpress: Yogyakarta.
2008.hlm.115
41
Mahela dan Adi Sutanto. Jurnal Protein. “Kajian Konsep Ketahanan Pangan”. Diunduh melalui
http://www.google.com/url?q=http://ejournal.umm.ac.id/index.php/protein/article/viewFile/
66/66_umm_scientific_journal.doc&sa=U&ei=eZoXUZmhBMeJrAeJr4G4DQ&ved=0CB8
QFjAC&usg=AFQjCNEXEh4dOApbQ_WbxrK-5Eci58kUZw . Vol 13. No.2.2006 diakses
pada tanggal 23 November 2012
33
C. Globalisasi Pangan
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan
antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,
budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas
suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses dimana
antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi,
bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas
negara. Dunia yang akan datang akan berkembang menjadi tanpa batas,
borderless area. Perpindahan manusia dan barang nantinya akan menjadi
sedemikian bebas, tanpa peraturan berbelit, setiap orang dapat menginjakkan
kakinya dimana saja. Begitu pula komoditas kebutuhan manusia yang semakin
hari semakin kompleks, menuntut perpindahan barang menjadi semakin
mudah, murah dan cepat.
Istilah globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun
1985 menunjuk pada politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas
dan transaksi keuangan. Menurut sejarahnya, akar munculnya globalisasi
adalah revolusi elektronik dan disintegrasi negara-negara komunis. Revolusi
elektronik melipat gandakan akselerasi komunikasi, transportasi, produksi,
dan informasi. Disintegrasi negara-negara komunis yang mengakhiri Perang
Dingin memungkinkan kapitalisme barat menjadi satu-satunya kekuatan yang
memangku hegemoni global. Itu sebabnya di bidang ideologi perdagangan dan
ekonomi, globalisasi sering disebut sebagai dekolonisasi (Oommen),
Rekolonisasi (Oliver, Balasuriya, Chandran), Neo-Kapitalisme (Menon), Neo-
34
Liberalisme (Ramakrishnan). Malahan Sada menyebut globalisasi sebagai
eksistensi Kapitalisme Euro-Amerika di Dunia Ketiga.
Secara sangat sederhana bisa dikatakan bahwa globalisasi terlihat
ketika semua orang di dunia sudah memakai celana Levis dan sepatu Reebok,
makan McDonald, minum Coca-Cola. Secara lebih esensial, globalisasi
nampak dalam bentuk Kapitalisme Global berimplementasi melalui program
IMF, Bank Dunia, dan WTO; lembaga-lembaga dunia yang baru-baru ini
mendapat kritik sangat tajam dari Dennis Kucinich, calon Presiden Amerika
Serikat dari Partai Demokrat, karena lembaga-lembaga itu mencerminkan
ketidakadilan global. Program-program dari lembaga-lembaga itu telah
menjadi alat yang ampuh dari kapitalisme barat yang mengguncangkan,
merontokkan dan meluluh-lantahkan bukan hanya ekonomi, tetapi kehidupan
negara-negara miskin dalam suatu bentuk pertandingan tak seimbang antara
pemodal raksasa dengan buruh. Rakyat kecil menjadi semakin miskin.
Dalam dunia pangan, globalisasi memiliki efek yang cukup berbahaya
jika tidak di diantisipasi secara baik. Globalisasi dapat meruntuhkan sistem
ketahanan pangan sebuah bangsa. Karena dengan adanya globalisasi maka
dengan mudah, setiap barang produksi dari luar dapat masuk dan bersaing
secara langsung dari hasil produksi dalam negeri. Bisa saja harga yang
ditawarkan lebih murah, karena mereka memiliki efesiensi dan teknologi
tinggi sehingga dapat menekan cost produksi mereka. Persiapan mutlak
dilakukan jika kita ingin bersaing dengan produk luar lainnya. Efesiensi dan
birokrasi harus dibenahi. Sebenarnya secara upstream produk kita bisa
35
bersaing dari sisi efesiensi, tetapi keadaan berubah drastis saat melewati tahap
selanjutnya yakni tahap produksi atau ke tingkat pengolahan lanjutan. Tahap
distribusi hasil-hasil pertanian juga memegang peranan penting karena
kenaikan harga biasanya terjadi pada tahap ini. Sistem ketahanan pangan kita
masih bertumpu pada beras.
Secara regulasi ketahanan pangan kita tertuang pada undang-undang
No.7 Tahun 1996, mengenai hak rakyat atas ketersediaan pangan. Keputusan
juga diperkuat oleh Keputusan Presiden RI No.132 tahun 2001, untuk
membentuk Dewan Ketahanan Pangan dan diketuai langsung oleh Presiden.42
Regulasi cukup baik namun masih belum cukup bagi kita untuk membentuk
ketahanan pangan yang kuat. Kelemahan kita ialah kita belum mampu
membuat program yang berkelanjutan dan sistematis untuk menguatkan
implementasi dari kebijakan yang telah tertuang. Diperlukan beberapa
generasi untuk menyelesaikan persoalan ini. Dimulai dari sisi pendidikan
dasar, pemahaman orang tua terhadap masalah ini, peningkatan kesejahteraan
sehingga semakin banyak pilihan pangan, dari sisi produksi maka diperlukan
kontinuitas produksi bahan subtitusi dengan harga yang efesien terjangkau dan
memiliki harga yang stabil pada setiap musim. Selain itu produk bahan
subtitusi juga harus memiliki aplikasi yang luas dan dibantu teknologinya agar
mampu bertahan kualitasnya dan stabil.
42
Usep Sobar Sudrajat. Usepdotcom. “ Membangun Ketahanan Pangan”.. Diunduh melalui
http://usepsobars.wordpress.com/2010/02/21/membangun-ketahanan-pangan/ 21 Februari
2010 diakses pada tanggal 20 Oktober 2012
36
Berjalannya sistem yang sekarang mungkin belum mengalami
masalah. Akan tetapi jika kita tidak menyiapkan hari saat kita mengalami
krisis beras, maka kekacauan pasti terjadi di berbagai sektor, karena krisis di
sektor merupakan sektor yang vital. Globalisasi menuntut setiap produsen
untuk menjadi lebih efesien, memiliki kualitas produk prima dan terjangkau di
masyarakat. Hal ini disebabkan persaingan akan semakin ketat dan yang
menjadi pemenang ialah produsen dengan kualifikasi terbaik. Jika tidak
mempersiapkan dan merasa puas dengan pencapaian selama ini, maka bisa
jadi masyarakat akan lebih memilih membeli dan mengkonsumsi barang
produksi orang lain. Sisi produksi yang sudah efisien akan jadi tidak berarti
jika proses distribusi bermasalah.
Maka efesiensi di sisi distribusi juga sangat penting. Semakin panjang
jalur distribusi maka akan semakin menaikkan harga. Di samping itu semakin
sulit daerah dijangkau juga menjadi masalah. Globalisasi pangan telah
menimbulkan berbagai dampak negatif maupun positif. Diantaranya, dampak
globalisasi pangan terhadap ketahanan pangan dan pertanian lokal, keragaman
produk pangan, keamanan pangan dan lingkungan, serta keragaman hayati.
1. Ketahanan Pangan dan Pertanian Lokal
Salah satu dampak terpenting globalisasi pangan adalah semakin
rumitnya penjaminan kecukupan pangan, karena semakin terbukannya pasar.
Impor menjadi salah satu strategi utama bagi negara manapun dalam
memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Dalam perkembanganya negara-
negara berkembang sangat tergantung pada negara-negara maju dalam
37
penyediaan pangan, pelepasan pangan bersubsidi oleh negara barat terbukti
berhasil untuk mendorong negara berkembang menjadi pengimpor pangan.
Penyediaan pangan murah untuk negara berkembang akan menyingkirkan
petani lokal dari pasar dan sangat beresiko memunculkan kerawanan masalah
pangan ketika perdaganagan global mengalami ganggguan. Seperti telah
diungkapkan
sebelumnya,
kehadiran
supermarket
selain
memberikan
kenyamanan belanja juga telah mendorong pemasaran produk-produk dengan
standar mutu dan keamanan pangan yang lebih baik dengan harga yang
kompetitif.
2. Keragaman Produk Pangan
Masuknya produk impor akan memungkinkan untuk konsumen
memlilih lebih banyak alternatif pangan, produk impor biasanya dalam bentuk
olahan yang instan. Produk pangan olahan impor secara signifikasi
menyumbangkan keragaman pangan di Indonesia. Untuk keempat kelompok
produk, yaitu “makanan ringan”, “bumbu instan”, “minuman sari buah”, dan
“susu pertumbuhan” produk impor bahkan melampaui kontribusi produk
domestik. Dengan pertimbangan kepraktisan (practicality), pasar pangan kita
telah dipenetrasi secara meyakinkan oleh kedua produk olahan itu.
Pengamatan langsung dipasar-pasar tradisional maaupun di supermarket
ataupun hypermarket juga menujukkan betapa sistem pangan kita sudah sangat
tergantung pada produk buah impor. Produk buah lokal cenderung menempati
posisi marjinal. Akibatnya, secara bertahap selera konsumen untuk konsumsi
berbagai buah akan lebih menurun.
38
3.
Keragaman Hayati
Globalisasi pertanian telah berhasil menyebarkan teknik-teknik
budidaya pertanian dan jenis-jenis tanaman dari negara kaya keseluruh dunia.
Yang mengakibatkan keragaman jenis semakin berkurang. Semakin
berkurangnya keragaman hayati akan mengakibatkan pengetahuan akan jenis
tanaman akan semakin berkurang pula. Sehingga petani akan tergantung pada
pasokan benih, pupuk, dan pestisida dari agroindustri transnasional. Dan
dampak penggunaan pupuk dan pestisida terbukti menyisakan residu yang
mengakibatkan ketidakamanan produk pangan.
Proses inilah yang bertanggung jawab terhadap reduksi keragaman
hayati pertanian (agrobiodifersity). Akibatnya, sistem produksi pangan di
negara-negara berkembang cenderung rentan. Globalisasi pangan memang
berhasil menyumbang keragaman produk pangan. Namun pada saat yang
sama, globalisasi pertanian mengakibatkan erosi keragamaan sumber pangan.
Erosi tersebut menuntun biaya ekonomi dan sosial.
4.
Keamanan Pangan dan Lingkungan
Dampak globalisasi pangan yang paling kasat mata tercermin dari
perubahan pola pangan yang terjadi. Secara gradual akan terjadi pergeseran
kearah budaya pangan yang universal (seragam). Globalisasi juga diakui
berperan dalam mendorong pengembangan teknologi dan rekayasa produk
pangan. Keragaman teknologi produksi dan pengemasan terutama ditujukan
untuk peningkatan umur simpan (shelf-life) produk yang memungkinkan
39
transportasi jarak jauh.43 Salah satu dampak globalisasi pangan ini merupakan
perubahan pola konsumsi dan status nutrisi masyarakat, warga miskin akan
terdorong untuk mengkonsumsi pangan yang kaya energi dan bermutu rendah
yang harganya lebih murah. Di sisi lain warga dilingkungan perkotaan lebih
banyak mengkonsumsi pangan yang mengandung lemak, gula pemanis
buatan dan pengawet.
Faktor-faktor Mempengaruhi Globalisasi Pangan
1. Faktor Produksi
Faktor produksi yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah luas
lahan padi, sedangkan jumlah tenaga kerja sektor pertanian dan jumlah pupuk
urea yang digunakan tidak terlalu berpengaruh. Lahan merupakan faktor
produksi utama pertanian, sedangkan bibit merupakan sarana produksi utama
produksi pertanian. Keberadaan dan berfungsinya infrastruktur lahan, serta air
dan bibit merupakan prasyarat bagi kelangsungan proses produksi pertanian.
Saat ini, kondisi infrastruktur lahan dan air pertanian sangat memprihatinkan.
Jaringan jalan produksi dan usaha tani dari dan kesentra produksi pertanian
masih sangat terbatas. Sehingga dapat menimbulkan tingkat produktivitas dan
mutu produk yang kualitas rendah dan beragam. Dengan demikian, akan
semakin terbukanya pasar dalam negeri terhadap produk impor pertanian
sejenis serta ketatnya standar mutu dipasar ekspor sebagai instrumen no tariff
barier yang kerap diberlakukan banyak negara di era globalisasi ini, maka
43
Anonymous.2012.http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=faktor+yang+mempengaruhi+glob
alisasi+pangan&sourcew.Diakses Tanggal 25 Januari 2013
40
kondisi tersebut akan semakin menekan dan mengancam daya saing produk
pertanian, baik di pasar domestik maupun ekspor.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah curah
hujan dan jumlah penduduk, sedangkan kesuburan tanah tidak terlalu
berpengaruh. Dampak iklim global adalah terjadinya gangguan terhadap siklus
hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan
permukaan laut, peningkatan frekuwensi dan intensitas bencana alam yang
menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan. Sehingga dalam menyikapi
perubahan iklim global adalah bagaimana meningkatkan keamampuan petani
dan petugas lapangan dalam melakukan prakiraan iklim serta melakukan
langkah antisipasi, dan adaptasi yang diperlukan.
Dengan adanya kepadatan penduduk yang diperkuat dengan
penyusutan areal tanam, khususnya penurunan luas lahan pertanian produktif
akibat konversi lahan untuk kepentingan sektor non-pertanian, serta kecilnya
margin usaha tani yang berkonsekuensi pada rendahnya motivasi petani untuk
meningkatkan produksi, serta adanya kendala dalam distribusi pangan sebagai
akibat keterbatasan jangkauan jaringan sistem transportasi, ketidaktersediaan
produk pangan sebagai akibat lemahnya teknologi pengawetan pangan,
diperkuat lagi dengan kakunya (rigid) pola konsumsi pangan sehingga
menghambat upaya pencapaian kemandirian/ketahanan pangan. Kondisi yang
demikian tersebut makin memperpanjang fenomena kemiskinan dan
ketahanan pangan yang dihadapi.
41
3. Faktor Kondisi Makro
Faktor kondisi makro yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah
harga beras dan nilai tukar petani, sedangkan inflasi padi-padian dan indeks
dibayar petani tidak terlalu berpengaruh. Permintaan pangan yang meningkat
seiring dengan pertumbuhan penduduk, mendorong percepatan produksi
pangan dalam rangka terwujudnya stabilisasi harga dan ketersediaan pangan,
sehingga ketahanan pangan sangat terkait dengan kemampuan pemerintah
untuk menjaga stabilisasi penyediaan pangan serta daya dukung sektor
pertanian.
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang
maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah
suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap
individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah globalisasi belum memiliki
definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition),
sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya.44 Ada yang
memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses
alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin
terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan
ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan
budaya masyarakat. Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang
dimaksudkan dengan globalisasi:45
44
Achmad Suparman di unduh dari http://www.scribd.com/doc/62991246/globalisasi di akses
pada tanggal 21 januari 2013
45
Scholte di unduh dari http://www.scribd.com/doc/62991246/globalisasi di akses pada tanggal 21
januari 2013
42
a. Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan
internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan
identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu
sama lain.
b. Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkan batas
antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa,
maupun migrasi.
c. Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya
hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu
lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
d. Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi
dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga
mengglobal.
e.
Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda
dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masingmasing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian
yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekedar
gabungan negara-negara.
43
BAB III
KETAHANAN PANGAN INDONESIA
A. Krisis Pangan Dunia
Salah satu ancaman serius yang dihadapi umat manusia saat ini adalah
kelangkaan
akan kecukupan pangan.
Kelangkaan pangan ini
telah
menimbulkan persoalan-persoalan sosial dan politik yang serius. Jumlah
penduduk yang terus meningkat telah menciptakan kebutuhan pangan yang
semakin meningkat pula. Namun, hal ini sering kali tidak bisa dipenuhi
dengan baik. Di banyak belahan dunia, pangan menjadi persoalan serius.
Badan Pangan Dunia (FAO), September 2010, mengadakan pertemuan luar
biasa di Roma untuk membahas kekhawatiran tentang trend naiknya harga
pangan dunia. Dalam pertemuan tersebut, di bahas pula mengenai masalah
Rusia yang menghentikan ekspor gandum akibat bencana kebakaran yang
melanda negara itu. Selain itu, krisis pangan dunia juga di sinyalir sebagai
akibat dari bencana banjir yang dihadapi oleh Pakistan dan China sehingga
memberikan tekanan pada harga pangan di pasar dunia.
Di Negara-negara Timur Tengah dan Afrika, tingginya harga pangan
menjadi salah satu sebab munculnya gerakan reformasi. Sementara itu, di
Mozambique salah satu dampak sosial yang cukup memprihatinkan dari
meningkatnya harga pangan dunia adalah kerusuhan-kerusuhan horizontal
yang terjadi di negara itu. Oleh karena itu, masyarakat menuntut pemenuhan
44
kebutuhan pangan yang semakin mahal dan permintaan akan peningkatan
pendapatan demi bertahan dalam situasi ekonomi yang sulit.46
Kenaikan harga pangan pada dasarnya telah terjadi sejak tiga tahun
yang lalu. Di negara-negara lain, tingginya harga pangan telah menyulut aksi
protes rakyat seperti di mesir yang berujung pada jatuhnya rezim Hosni
Mubarak, Kamerun, Pantai Gading, Mauritania, Ethiopia, Madagaskar,
Filipina, dan Indonesia. Di Haiti, situasinya justru memprihatinkan. Pada
2008, harga beras naik dua kali lipat dari harga US$35 menjadi US$70 untuk
60 kilogram beras, atau dari sekitar Rp 5.450 per kilogram beras menjadi Rp
10.750 per kilogram. Akibatnya, Protes rakyat berlangsung panjang dan
memakan korban jiwa sedikitnya lima orang serta sekitar 14 orang terluka.
Warga Haiti pun menuntut pergantian pemerintahannya yang dianggap tidak
berhasil menangani masalah pangan.47
Di Indonesia krisis pangan telah lama dirasakan masyarakatnya. Harga
produk pertanian setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Sebagaimana di
jelaskan badan Pusat Statistik menunjukkan tingginya harga bahan pangan.
Harga beras naik menjadi 12,36% menjadi Rp 7.500 per kilogram. Minyak
goreng curah naik 17,89% menjadi Rp 9.441 per kilogram, dan tepung terigu
naik 0,36% menjadi Rp 7.606 per kilogram. Sementara itu, untuk pertama
kalinya harga cabai rawit merah mencapai Rp 100 ribu per kilogram. 48
Laporan dari BBC Indonseia berjudul “PBB Bahas Krisis Pangan Dunia”, diunduh melalui
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/09/100924_unfood.shtml 24 September 2010, diakses
pada tanggal 20 november 2012
47 Budi Winarno,2011. Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS. hlm.186
48 Surjono Hadi Sudjahjo,”perubahan Iklim dan Ancaman Krisis Pangan Dunia”, Laporan Metro TV News,
diunduh melalui http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2011/02/05/134/Perubahan-Iklim46
dan-Ancaman-Krisis-Pangan-Dunia diakses pada tanggal 15 November 2012
45
Melihat fenomena yang terjadi di berbagai belahan dunia di atas,
tampaknya, krisis pangan sudah menjadi isu global yang dihadapi oleh
sebagian besar negara-negara di dunia, yang membutuhkan perhatian dari
semua pihak demi keberlangsungan kehidupan negara bangsa. Oleh karena itu,
dibutuhkan alternatif solusi untuk mewujudkan ketahanan pangan masingmasing negara untuk bertahan dalam era globalisasi ini. Diantaranya, pada
tataran internasional diplomasi juga diperlukan dalam mengoptimalkan
pembangunan ketahanan pangan nasional.
Krisis pangan sudah menjadi isu global yang membutuhkan
penanganan serius oleh semua aktor dalam dunia internasional. Masingmasing negara perlu memulai menggagas alternatif solusi untuk mewujudkan
ketahanan pangan nasional sehingga kualitas hidup masyarakat dunia dapat
terjamin. Hal ini perlu dilakukan mengingat ancaman yang dihadapi oleh
dunia tidak lagi didasarkan pada ancaman keamanan tradisional semata seperti
perang dan konflik, melainkan isu-isu yang berdampak langsung terhadap
keberlangsungan hidup manusia. Krisis pangan yang kini sedang dihadapi
dunia sangat rentan bagi keberlangsungan hidup umat manusia sehingga setiap
aktor dan negara-negara diharapkan peka terhadap kebijakan ketahanan
pangan. Istilah ketahanan pangan sendiri merupakan sebuah konsep yang baru
muncul pertama kali pada tahun 1974, ketika dilaksanakannya Konferensi
49
Pangan Dunia.
49
1975,
kemudian
PBB
Dari hasil First World Food Conference 1974. Pada tahun
mendefinisikan
Ketahanan
Pangan
sebagai
Budi Winarno.” Melawan Gurita Neoliberalisme”. Dikutip dari Nur Utaminingsih: Global
Agriculture And Food Security Program Sebagai Solusi Penanganan Krisis Pangan Negara
Berkembang. Makassar.2011.hlm.120
46
“ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu untuk menjaga
keberlanjutan konsumsi pangan, dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan
harga. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan ketahanan
pangan diharapkan dapat memenuhi berbagai faktor, seperti ketersediaan,
aksesibilitas, kestabilan dan keamanan. Oleh karena itu, dalam merumuskan
kebijakan ketahanan pangan, sebuah negara sangat penting melihat
mekanisme apa yang dipakai.
Krisis pangan
di era globalisasi ini merupakan sebuah isu yang
menjadi tantangan bagi semua negara di dunia. Percepatan pertumbunhan
populasi dari tahun perlu diiringi dengan kecukupan bahan makanan yang
layak. Harapan semua orang tentunya adalah masing-masing individu dalam
negara mendapat kehidupan yang sejahtera. Namun, kondisi di beberapa
negara, apalagi negara berkembang dan miskin, menunjukkan bagaimana
krisis pangan sudah menjadi fakta di jalanan. Sebagian warga miskin harus
berjuang untuk memenuhi kecukupan pangan demi keberlangsungan hidup.
Faktor Penyebab Krisis Pangan
a. Penduduk dunia yang kian bertambah.
Ketika penduduk semakin bertambah maka konsumsi dunia yang
semakin tinggi. Tingginya permintaan pangan disebabkan salah satunya oleh
semakin bertambahnya penduduk di tiap-tiap negara setiap tahunnya.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa jumlah permintaan dan penawaran
memainkan peran penting dalam mekanisme pasar, termasuk dalam
menggambarkan harga produk pangan. Semakin besar permintaan akan
47
produk pangan, akan memicu kenaikan harga pangan di pasar internasional.
Pertumbuhan populasi dunia saat ini yang tiap tahunnya cukup tinggi,
terutama di beberapa negara dengan penduduk besar, seperti China, AS,
Indonesia, dan Brasil cukup mengkhawatirkan dari sisi kecukupan pangan.
Terkait dengan hal ini Laster Brown, kepala lembaga kebijakan bumi di
Washington
DC,
mengemukakan
bahwa
keterbatasan
pangan
dapat
menyebabkan runtuhnya peradaban dunia.50 Menurut Brown, manusia
mempertahankan kehidupannya dengan mengikis tanah dan menghabiskan
persediaan air tanah lebih cepat dari pemulihannya kembali. Laporan Kompas
menjelaskan bahwa populasi manusia di dunia mengalami peningkatan
sebesar 1,2% setiap tahunnya sehingga kenaikan konsumsi pangan harus bisa
mengimbangi pertambahan penduduk demi kelangsungan hidup dimasa
depan.51
Jumlah penduduk dunia memainkan peranan yang penting dalam
mekanisme pasar terutama terhadap fluktuasi harga pangan dunia. Eksistensi
sumber daya alam menjadi tantangan utama bagi negara-negara dunia dalam
hal pengentasan kemiskinan. Bagaimana pun tingkat konsumsi dunia sangat
mempengaruhi harga pangan, dimana kemiskinan juga mengakibatkan
terjadinya krisis pangan di banyak negara-negara berkembang.
National Geographic Indonesia, “7 Milliar Manusia, Tantangan Mengintai Bumi Yang kian
Sesak”, Edisi januari 2011,hlm 46
51
Jimmy Hitipeuw, “Tahun 2012, Jumlah Penduduk Dunia Tembus 7 Milliar”, di unduh melalui
http://nasional.kompas.com/read/2008/06/21/09053884/tahun.2012.jumlah.penduduk.dunia.
tembus.7.miliar. kompas,21 juni 2008, diakses pada tanggal 02 November 2012
50
48
b. Cuaca Ekstrem
Perubahan cuaca cukup ektrem yang terjadi di beberapa negara
termasuk salah satu faktor yang memberikan dampak negatif bagi produksi
pangan. Beberapa wilayah bahkan tidak hanya mengalami gagal panen, tetapi
juga turut merusak lahan produksi sehingga kecukupan pangan bisa terganggu
dalam waktu yang cukup lama. Hal ini tampak jelas di beberapa negara, baik
negara maju, berkembang maupun miskin.
52
Laporan Bank Dunia
menunjukkan, November 2007, terjadi topan Sidr menewaskan ribuan orang
di Bangladesh dan menyapu lahan-lahan padi di negara itu. Setahun
kemudian, Bangladesh menjadi negara pertama yang menyusun strategi
dengan menghabiskan miliaran dollar untuk penanganan perubahan iklim,
termasuk rencana untuk meningkatkan produksi pertanian dan ketahanan
pangan dalam mengantisipasi cuaca buruk lagi.
Adapun berita dari media Epochtime menyebutkan bahwa pada tahun
2010 banyak wilayah penghasil pangan dunia diterpa berbagai bencana alam
dan musibah yang menyebabkan produksi bahan pangan merosot drastis.
Kebakaran hutan mencapai ratusan kali pada saat musim panas di Rusia
sehingga menyebabkan lebih dari 1/5 keseluruhan lahan pertanian negara
gagal panen. Curah hujan berlebihan di Kanada dan Australia telah membawa
dampak serius terhadap panen gandum, sementara suhu tinggi pada musim
panas di Argentina
52
berperan melambungkan harga jagung internasional.
Laporan Bank Dunia “Advancing Food Security in a Changing Climate”, 15 Maret 2011, di
unduh dari melalui
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/NEWS/O,,contentMDK:22858132~pageP
K:64257043~piPK:437376~theSitePK:4607,00.html diakses pada tanggal 23 september
2012
49
Dalam menghadapi krisis bahan pangan dan tingginya lonjakan harga pangan,
Rusia dan sejumlah negara pengekspor lainnya mengambil kebijakan
membatasi ekspor bahan pangan untuk melindungi stabilitas harga di pasaran
dalam negeri masing-masing. Jika bencana alam di seluruh dunia terus terjadi
pada negara-negara penghasil pangan selama tahun 2011, maka diperkirakan
keadaan ini akan mengakibatkan negara pengimpor bahan pangan mendapat
tekanan yang lebih besar lagi.53
c. Pembatasan Ekspor
Kenaikan harga pangan dunia juga dipicu oleh perlindungan
persediaan pangan dalam negeri masing-masing negara sehingga menurunkan
kuantitas jumlah ekspor bahan makanan di pasar internasional. Direktur
organisasi perdagangan dunia (WTO), Pascal Lamy, di Jenewa pada 22
Januari 2011, Swiss, mengemukakan bahwa pembatasan ekspor saat ini
menjadi penyebab utama melonjaknya harga pangan dunia.54 Kebijakan
tersebut mengkhawatirkan karena tidak hanya akan mengganggu harga
pangan di pasaran, tetapi juga ancaman bagi negara-negara yang amat
bergantung kepada pasokan impor untuk memenuhi kecukupan pangan
mereka. Lamy mengungkapkan pembatasan ekspor telah memainkan peran
utama dalam krisis pangan.
“PBB Peringatan Krisis Pangan”, artikel 12 Januari 2011,di unduh melalui
http://www.epochtimes.co.id/internasional.php?id=986 diakses pada tanggal 12 oktober
2012
54
“Pembatasan Ekspor Pacu Kenaikan Harga”, Koran Jakarta, 24 Januari 2011, diunduh melalui
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=73656 diakses pada tanggal 20
November 2012
53
50
d. Trend energi alternatif biofuel
Salah satu faktor penyebab krisis pangan dunia adalah kebijakan energi
alternatif biofuel yang banyak dikembangkan di negara-negara industri maju.
Jagung dan kelapa sawit misalnya, kedua pangan itu sebelumnya untuk
konsumsi masyarakat dunia, tetapi saat ini banyak dijual untuk biofuel yang
permintaannya cukup tinggi. Menurut peryataan Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi Indonesia.
Memilki keterkaitan biofuel dengan kenaikan harga pangan memang sangat
erat.55 Hal ini terjadi karena beberapa komoditi pangan kini dipergunakan
sebagai bahan baku biofuel. Jika harga beli jagung dan kedelai untuk
kebutuhan biofuel lebih tinggi dibanding harga beli untuk kebutuhan
konsumsi, maka pelaku pasar memiliki kecenderungan untuk menjual hasil
panen jagung dan kedelai mereka ke produsen biofuel. Seperti yang terjadi di
China, pengalihan produksi jagung untuk biofuel menyebabkan kelangkaan
pakan ternak di negara itu.
e. Kekuatan Korporasi Besar
Korporasi besar juga memiliki andil dalam menentukan harga produk
pangan di pasar internasional. Hal itu bisa diprediksi pada fenomena akuisisi
lahan (land grabbing) yang menjadi trend negara-negara kapitalis. Menurut
International Food Policy Research Institute (2009), lembaga penelitian yang
fokus pada isu pangan dan agrikultur, akuisisi lahan pertanian di negaranegara berkembang sejak 2006 mencapai 15 hingga 20 juta hektar atau
55
Lihat Zainal Abidin, “Ancaman Kemiskinan Global Baru Akibat Krisis Pangan”, laporan Berita
Antara, 20 April 2008, http://www.antaranews.com/view/?i=1208673076&c=EKB&s=html
diakses pada tanggal 21 November 2012
51
setengah luas Eropa. Aktor akuisisi ini adalah negara yang dikendalikan
swasta. Tujuannya bukan produksi pangan bagi rakyat setempat, tapi untuk
kepentingan bisnis dan negara investor.56
Upaya alternatif menghadapi ancaman krisis pangan
a. Negara perlu memaksimalkan kemampuan nasional dalam konsep
ketahanan pangan. Sektor pangan seperti pertanian, perkebunan dan
peternakan perlu difokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam
negeri. Pemerinah dituntut untuk berperan dalam menjamin ketersediaan
kebutuhan pokok masyarakat pada semua lapisan sosial. Pemerintah perlu
menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama pembangunan ekonomi.
Dengan memaksimalkan kemampuan domestik dalam arti sumber daya
alam (lahan) dan para ahli (teknologi), diharapkan ketahanan pangan dapat
terwujud.
b. Dibutuhkan peran pemerintah yang proporsional dalam menjaga stabilitas
harga produk pangan sehingga masyarakat pada semua lapisan sosial
mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam akses pemenuhan
kebutuhan pangan. Peran pemerintah dibutuhkan dalam melaksanakan
kebijakan yang lebih berpihak pada petani dan kaum ekonomi lemah
dengan transparansi subsidi impor dan prioritas kebijakan impor dalam
kondisi darurat sehingga harga produk pangan relatif stabil dan semua
masyarakat mendapat akses yang sama dalam pemenuhan kebutuhan
pangan.
56
Lihat Laporan Internasional Food Policy Research Institute,”2009 Global Hunger Index”,
diunduh melalui http://www.ifpri.org/publication/2009-global-hunger-index diakses pada
tanggal 20 November 2012
52
c. Pemerintah harus dapat
melaksanakan kebijakan untuk
menjaga
kestabilitan harga pangan. Disaat panen raya, misalnya, pemerintah harus
membeli produk pangan dengan harga yang rasional demi kesejahteraan
petani, sedangkan disaat gagal panen, pemerintah menjadi tiang
penyangga dalam menjamin pemenuhan kebutuhan pangan.
d. Sektor pertanian perlu didorong untuk selalu melakukan inovasi-inovasi
mutakhir dengan memberikan insentif pertanian supaya petani termotivasi
dan berkembang. Aspek ini yang secara tidak langsung sangat
mempengaruhi kinerja dan semangat hidup petani adalah akses pendidikan
dan kesehatan bagi keluarganya sehingga dukungan terhadap aspek-aspek
ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani sebagai aktor utama dalam
perkembangan sektor pertanian.57
Krisis pangan global sempat memanas ketika akhir tahun 2007,
stok pangan dunia terus menipis. Tahun 2008, terjadi kenaikan harga
pangan yang sangat tinggi hingga negara-negara yang bergantung pada
impor kesulitan untuk mendapatkan pangan. Secara rata-rata, kenaikan
harga komoditas pangan mencapai 20 persen. Pada saat bersamaan,
sejumlah negara produsen menutup pintu ekspor. Akibatnya, kerusuhan
terjadi di sejumlah negara. Karen M Jetter dari Pusat Isu-isu Pertanian,
Universitas California, dalam salah satu makalahnya mengatakan, krisis
pangan yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh sejumlah hal, seperti
kegagalan panen di sejumlah negara produsen pangan, produksi bioenergi
57
Agil asshofie “Krisis Pangan Dunia” di minggu april 15, 2012 di unduh dari http://agilasshofie.blogspot.com/2012/04/krisis-pangan-dunia.html diakses pada tanggal 21 januari
2013
53
yang meningkat (yang berarti mengalihkan pasokan bahan pangan untuk
bahan baku energi), peningkatan harga bahan bakar, dan perubahan
pertumbuhan ekonomi domestik dan global.58
B. Kebutuhan Pangan Indonesia
Sebuah bangsa dapat dikatakan sejahtera apabila seluruh rakyatnya
dapat merasa berkecukupan. Baik pangan, sandang, maupun papan, pangan
sebagai kebutuhan primer, mau tidak mau harus menjadi kebutuhan utama
yang harus dipenuhi, karena pangan menyangkut kelangsungan hidup. Sebagai
salah satu negara berkembang yang memiliki peringkat jumlah penduduk
terbesar di dunia, pangan menjadi permasalahan yang sering dialami. Pangan
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas
pangan menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Karena itu, pembangunan pangan dan gizi perlu diposisikan sebagai central of
development bagi keseluruhan pencapaian target Millenium Development
Goal’s (MDGs) yang menjadi komitmen bersama.
Menteri Perdagangan Gita Wiryawan menyatakan pola konsumsi
masyarakat Indonesia terhadap beras saat ini sangat tinggi, bahkan tertinggi di
dunia. Orang Indonesia mengkonsumsi beras hingga 130-140 kilogram per
tahun/orang. ”Jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan dengan orang Asia
lainnya yang hanya mengkonsumsi beras sebanyak 65-70 kilogram per
tahun/orang,” Tingginya pola konsumsi beras masyarakat Indonesia, yang
58
Andreas Maryoto “ Akar Krisis Pangan Dunia “dalam Kompas.com di unduh January 5, 2012
dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/16/03335110/Akar-Krisis-PanganDunia diakses pada tanggal 24 januari 2013
54
menyebabkan harga beras mahal dan mempengaruhi stabilitas harga beras.
Padahal seandainya masyarakat Indonesia bisa mengurangi konsumsi beras
dan mengganti sumber karbohidrat dari jenis makanan lainnya seperti
singkong, hal ini akan membantu ketergantungan akan beras dan
mempengaruhi stabilitas harga beras. Pola konsumsi ini harus diubah secara
perlahan. Untuk tingkat konsumsi beras, akan dilakukan program jangka
pendek dan jangka panjang, Seperti diversifikasi lahan, teknologi, dan
mengubah pola konsumsi makan.59
Di Indonesia, beras merupakan pangan utama, konsumsi beras
masyarakat Indonesia adalah tertinggi di dunia dengan rata-rata sekitar 139
kg/kapita/tahun, walaupun ada beberapa provinsi yang konsumsi berasnya di
bawah 100 kg/kapita/thaun, seperti Maluku dan bali. Biaya yang diperlukan
untuk pengadaan beras adalah 23% dari total anggaran belanja untuk pangan.
Pola konsumsi masyarakat yang demikian harus berubah. Perubahan pola
konsumsi dengan mengurangi konsumsi beras diikuti dengan menigkatnya
konsumsi bahan pangan lainnya seperti sayuran, ikan, buah-buahan dll tidak
hanya memperkuat ketahanan pangan nasional, tetapi juga meningkatkan
kualitas SDM, karena pola pangan harapan (PPH) yang meningkat dan status
gizinya masyarakat akan lebih baik.60
Laporan Tempo.co.bisnis “Konsumsi Beras di Indonesia Tertinggi di Dunia” diunduh melalui
http://www.tempo.co/read/news/2011/12/13/090371426/Konsumsi-Beras-di-IndonesiaTertinggi-di-Dunia diakses pada tanggal 21 Oktober 2012
60
Radi A.Gany. “Gagasan, Pikiran, dan Harapan Terhadap Pembangunan Pertanian Indonesia”.
2012. Kampus Unhas Tamalanrea Makassar. Identitas Universitas Hasanuddin. hlm. 68
59
55
Hal tersebut relatif merata diseluruh Indonesia, maksudnya secara
nutrisi, ekonomi, sosial, dan budaya, beras tetap merupakan pangan terpenting
bagi sebagian besar masyarakat. Kondisi ini sebenarnya merupakan hasil
perekayasaan kultural yang memberi konsekuensi luas. Diantaranya adalah
bahwa kebijakan pangan Indonesia harus menempatkan kebijakan perberasan
sebagai salah satu pilar utamanya. Beras dapat dikatakan sebagai komoditas
pangan yang paling banyak mendapat perhatian, baik di tingkat akademik,
maupun di tingkat politis, mulai dari sistem produksi, distribusi (tataniaga),
perdagangan ekspor dan impor, disparitas harga, pola konsumsi masyarakat,
dinamika pembangunan daerah dan sebagainya. Pemerintah bahkan perlu
secara berkala mengeluarkan intervensi kebijakan perberasan, walaupun lebih
banyak terfokus pada kebijakan harga, tepatnya penentuan harga pembelian
pemerintah (HPP).
Pasar gabah dan pasar beras menjadi agak liar setelah Presiden
Soeharto berhenti menjadi Kepala Negara, transmisi harga dari gabah petani
ke beras konsumen lebih cepat terjadi, maksudnya perubahan harga gabah
petani cepat sekali mempengaruhi harga beras konsumen. Hal yang sebaliknya
tidak terjadi. Perubahan harga beras konsumen tidak direspon secara cepat
oleh harga gabah petani. Walaupun harga beras melonjak sangat tinggi, tapi
petani tidak banyak menerima manfaat dari kenaikan harga beras tersebut.
Komoditas beras mengalami permasalahan struktural tentang ketidakjelasan
fungsi stok penyangga.
56
Cadangan pangan di Indonesia meliputi cadangan tetap yang harus
tersedia, terutama untuk mengatasi kondisi darurat, dan cadangan penyanggah
(buffer stock). Stok penyangga berbeda menurut daerah, lokasi geografis,
kerentanan terhadap fenomena alam dan modal atau karakter transportasi pada
lokalitas tertentu, misalnya pada daerah-daerah dengan kondisi fisik-geografis
sulit dicapai dan sosial-politik tidak stabil, cadangan penyanggah ini perlu
lebih
besar,
sehingga
diharapkan
mampu
benar-benar
menyanggah
kemungkinan gejolak harga dan kuantitas pangan, yang bersifat pokok ini.
Studi tentang cadangan pangan ini menemukan bahwa kebijakan
operasi pembelian gabah petani hanya efektif dalam masa Orde Baru, tapi
tidak efektif pada pasar bebas dan pasar terbuka . Maksudnya Bulog berperan
cukup baik sebagai lembaga stabilisasi harga gabah tingkat petani hanya pada
masa Orde Baru dan tidak banyak berperan pada masa pasar bebas, serta pasar
terbuka seperti sekarang ini. Pengaruh musim terhadap jumlah beras tidak
terlalu signifikan, kecuali pada bulan Februari dan Maret pada rezim Orde
Baru, dan tidak pada rezim Pasar Bebas dan Terbuka Terkendali. Pada rezim
Pasar Terbuka Terkendali, faktor operasi pasar murni signifikan pada bulan
Januari, karena pada bulan-bulan lain tidak terlihat pengaruh yang nyata. Saat
ini jumlah beras untuk operasi pasar murni mulai dikurangi dan sejak 2004
telah dimodifikasi menjadi Program Raskin, yang semakin diminati oleh
masyarakat. Untuk lebih mudah memahami kebutuhan pangan Indonesia
khususnya beras, maka dapat dilihat pada tabel berikut:
57
Tabel 3.1 Perbandingan Jumlah Penduduk, Tingkat Kebutuhan Serta
Tingkat Produksi Pangan
Tahun Jumlah Penduduk Tingkat Konsumsi
Tingkat Produksi
2008
230,913 juta jiwa
48,450 ribu ton
40,340 ribu ton
2009
234,355 juta jiwa
47,290 ribu ton
42,302 ribu ton
2010
236,331 juta jiwa
48,280 ribu ton
44,111 ribu ton
2011
237,556 juta jiwa
48,330 ribu ton
45,670 ribu ton
2012
239,174 juta jiwa
48,811 ribu ton
46,396 ribu ton
Sumber: Diolah Sendiri Berdasarkan Berbagai Literatur Terutama Dari
Badan Pusat Statistik (BPS) 2011
Dari tabel 3.1 di atas dapat dipaparkan bahwa jumlah penduduk lima
tahun terakhir yakni tahun 2008 hingga 2012 terus mengalami peningkatan. Dan
mengacu pada hal tersebut yang berarti bahwa tingkat kebutuhan juga dipastikan
meningkat., sehingga terlihat pula bahwa tingkat produksi beras Indonesia juga
mengalami peningkatan. Dan mengacu pada hal tersebut yang berarti bahwa
tingkat kebutuhan juga dipastikan meningkat pada tahun 2008 hingga 2010.
Sehingga dibarengi dengan data kedua perbandingan tersebut terlihat pula
bahwa tingkat produksi beras Indonesia juga mengalami peningkatan pada
tahun 2008 hingga 2010. Walaupun Indonesia tercatat bahwa tingkat produksi
berasnya selalu meningkat namun tetap saja Indonesia tidak dapat memenuhi
kebutuhan masyarakatnya sebagaimana mestinya, karena di sisi lain ada
kebijakan yang mengharuskan Indonesia untuk melakukan ekspor. Sehingga
sampai saat ini Indonesia dalam upaya pemenuhan kebutuhan nasional melalui
pencapaian swasembada pangan khususnya beras belum memperlihatkan hasil
58
yang optimal. Situasi tersebut tercermin dalam tingkat ketersediaan pangan
terkhusus pada beras domestik masih bergantung pada tataran impor.
Tabel di atas juga memaparkan bahwa Keseimbangan permintaan dan
penawaran komoditas pangan menjadi indikator penting dalam perencanaan
kebutuhan pangan masyarakat. Laju peningkatan kebutuhan pangan, untuk
komoditas beras, lebih cepat dari laju peningkatan produksi. Kapasitas
produksi pangan terbatas karena produktivitas tanaman di tingkat petani pada
komoditas pangan khususnya beras sangat menurun. Stagnasi produktivitas
disebabkan oleh lambatnya penemuan dan pemasyarakatan teknologi inovasi,
serta rendahnya insentif finansial untuk menerapkan teknologi secara optimal.
Melemahnya sistem penyuluhan pertanian juga merupakan penyebab
lambatnya adopsi teknologi oleh petani. Peningkatan kapasitas kelembagaan
petani, serta peningkatan kualitas penyuluhan merupakan tantangan
pembangunan ketahanan pangan ke depan.
59
Adapun daerah-daerah di Indonesia penghasil padi yakni sebagai berikut:61
Tabel 3.2 Daerah Penghasil Padi Indonesia Di Lima Provinsi yakni Sulawesi,
Kalimantan, Jawa, dan Sumatra Lima Tahun Terakhir
No. Daerah penghasil padi
2008
2009
2010
2011
2012
di Indonesia
1. Sumatera Utara
2.111.382 2.213.404 3.577.134 3.690.864
3.808.886
2.
Sumatera Barat
1.242.281
1.321.173
2.126.715
2.194.331
2.264.499
3.
Sumatera Selatan
1.877.853
1.960.773
3.106.295
3.205.055
3.307.543
4.
Jawa Barat
10.111.069 11.322.681 11.309.487 11.669.057
12.042.195
5.
Jawa Tengah
5.774.208
6.023.300
9.733.950
10.043.428
10.364.584
6.
Jawa Timur
6.620.057
7.063.950
11.415.000 11.777.924
12.154.544
7.
Kalimantan Barat
835.152
816.121
1.444.530
1.490.457
1.538.117
8.
Kalimantan Tengah
522.732
578.761
665.827
686.996
708.964
9.
Kalimantan Selatan
1.235.107
1.227.817
2.113.048
2.180.229
2.249.946
10.
Kalimantan Timur
586.031
555.560
620.000
639.712
660.168
11.
Sulawesi Utara
520.193
549.087
582.826
601.356
620.586
12.
Sulawesi tengah
622.784
598.161
1.084.000
1.118.464
1.154.229
13.
Sulawesi Selatan
2.580.681
2.712.989
5.104.800
5.267.100
5.435.525
14.
Sulawesi Tenggara
405.256
407.367
452.060
466.433
481.348
15.
Sulawesi Barat
343.221
310.706
375.563
387.504
399.895
Sumber: Diolah Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Tahun 2008 Hingga 2012
61
Laporan Badan Statistik. “boks 2 penguatan ketahanan pangan daerah di sulawesi tengah”
diunduh melalui http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/9A9375DB-7B76-41E7-A97C1ECA12531564/26831/Boks2PenguatanKetahananPanganProvSulteng.pdf diakses pada
tanggal 23 November 2012
60
No.
16.
Tabel 3.3 Daerah Penghasil Padi Provinsi Lainnya Di Indonesia
Daerah penghasil padi
2008
2009
2010
2011
di Indonesia
Nanggroe
Aceh 886.245
976.773
1.617.900 1.669.339
2012
1.722.719
Darussalam
17.
Riau
494.260
531.429
605.375
624.622
644.595
18.
Jambi
581.704
644.947
673.800
695.223.
717.454
19.
Bengkulu
484.900
510.160
512.247
528.533
545.434
20.
Lampung
1.479.559
1.677.570
2.697.400
2.783.160
2.872.157
21.
D.K.I Jakarta
8.352
11.013
8.980
9.266
9.562
22.
D.I. Yogyakarta
504.483
525.717
825.579
851.827
879.066
23.
Bali
531.174
551.337
840.000
866.707
894.421
24.
Nusa Tenggara Barat
1.106.428
1.173.724
1.954.827
2.016.978
2.081.474
25.
Nusa Tenggara Timur
577.895
607.359
621.394
641.150
661.652
26.
Maluku
75.826
89.875
82.380
84.999
87.717
27.
Papua
85.699
98.511
101.195
104.412
107.751
28.
Bangka Belitung
15.079
19.864
29.200
30.128
31.092
29.
Banten
1.149.081
1.160.067
2.025.000
2.089.382
2.156.194
30.
Gorontalo
237.873
256.934
270.000
278.584
287.493
31
Maluku Utara
51.599
46.253
54.723
56.463
58.268
32
Riau Kepulauan
404
430
465
480
495
33
Papua Barat
39.537
36.985
48.300
49.836
51.429
Sumber: Diolah Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Tahun 2008 Hingga 2012
61
Berdasarkan data dari tabel 3.2 dan tabel 3.3 di atas pencapaian
produksi padi dari setiap daerah rata-rata meningkat walaupun tidak secara
signifikan. Hal tersebut terbukti dengan adanya pencapaian produksi yang
tinggi. Namun, hal tersebut belum sepenuhnya menjamin negara Indonesia
dapat mengatasi permasalahan ketersediaan pangan khususnya beras bagi
warga negara sebagaimana mestinya. Berdasarkan data dari Badan Statistik
Indonesia, bahwa ternyata masih terdapat beberapa daerah kab/kota yang
masih berstatus rawan pangan bahkan sangat rawan terhadap pangan.
Melihat dari data produksi beras di atas yang sudah cukup stabil,
diharuskan pemerintah untuk lebih memperhatikan lagi, dengan membantu
membuka lahan baru untuk memperluas lahan pertanian agar produktivitasnya
makin meningkat dan dapat membuat Indonesia berhenti melakukan impor
beras lagi dari luar negeri. Serta diharapkan para generasi muda mau ikut
menjadi penerus penggerak pertanian di Indonesia, karena yang terlihat kini
jarang sekali ada anak muda yang mau menjadi seorang petani. Jika ini terus
menerus terjadi, akan dapat di pastikan produksi pertanian di Indonesia akan
memburuk, karena percuma saja jika lahan pertanian sudah meluas, namun
jumlah SDM (petani) nya tidak seimbang.
62
Negara penghasil gabah terbesar di dunia adalah sebagai berikut :62
Tabel 3.4 Negara Penghasil Padi Terbesar Di Dunia
Negara penghasil padi
RRC (Republik Rakyat Cina)
India
Indonesia
Bangladesh
Vietnam
Thailand
Myanmar
Filipina
Brazil
Jepang
Amerika Serikat
Persentasi (%) padi
131.9 juta ton
95 juta ton
38.2 juta ton
30.7 juta ton
25.2 juta ton
21.2 juta ton
19.5 juta ton
10.7 juta ton
8 juta ton
7.9 juta ton
6.7 juta ton
Sumber : Food and Agriculture Organization (FAO) Tahun 2011
Dari tabel 3.4 di atas dapat dipaparkan bahwa secara global, produksi
pangan dunia memang terus mengalami surplus dan peningkatan produksi,
namun bukan berarti dunia sudah terlepas dari bencana kelaparan dan
malnutrisi. Dimana, persoalan kelaparan dan malnutrisi yang melanda dunia
saat ini bukanlah masalah kelangkaan produksi melainkan disebabkan karena
sistem distribusi, yang merupakan salah satu titik lemah dari sistem
kapitalisme, tidak berjalan dengan baik. Jika diukur dari indeks produksi
pangan perkapita, maka terlihat bahwa setiap tahun terjadi peningkatan.
Artinya peningkatan produksi pangan masih lebih tinggi dibandingkan laju
pertambahan jumlah penduduk dunia.
62
Hendri Saparini. Dan Muhamad Ishak. Stabilisasi Pangan Global Dan Domestik serta
Implikasinya Terhadap Perekonomian.Jurnal Diplomasi.Volume 3.No.3.September
2011.hlm.120
63
Impor beras dilakukan di setiap negara untuk memenuhi kelebihan
konsumsi terhadap produksi dalam negeri. Secara umum, suatu negara yang
diwakili oleh pemerintahannya menjadi pemegang peranan tunggal di pasar
internasional. Jumlah impor beras di Indonesia dapat dilihat pada tabel 3.5
Tabel 3.5 Data Impor Beras Indonesia Tahun 2008 Hingga 2012
Tahun
Impor
2008
88.350
2009
94.130
2010
100.050
2011
190.210
2012
869.006
Sumber: Bulog, 2011
Indonesia adalah salah satu negara importir beras terbesar di dunia.
Pada tabel 3.5 dapat dilihat bahwa jumlah impor beras nasional yang
dilakukan Indonesia cenderung berfluktuasi dan hampir tidak pernah
mengekspor beras. Hal ini dipengaruhi oleh stok beras yang ada di Indonesia.
Jumlah impor terbesar yang dilakukan oleh Indonesia yaitu pada tahun 2012
sebesar 869.006 ton beras. Jumlah impor terkecil dari data tahun 2008 sampai
20112 adalah pada tahun 2008 sebesar 88.350 ton.
C. Kebijakan Ketahanan Pangan Indonesia
Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat
mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang
setiap waktu merupakan hak azasi yang layak dipenuhi. Berdasarkan
kenyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh
penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan
64
pangan bagi pemerintahan suatu negara. Indonesia sebagai negara dengan
jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks
dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan
ketahanan pangan menjadi isu sentral dalam pembangunan serta merupakan
fokus utama dalam pembangunan pertanian.
Peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk dan peningkatan kesempatan kerja bagi
penduduk
guna
memperoleh pendapatan yang layak agar akses terhadap pangan merupakan
dua komponen utama dalam perwujudan ketahanan pangan. Kebijakan
pemantapan ketahanan pangan dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah
terwujudnya
stabilitas
pangan
nasional.
Permasalahan
utama
dalam
mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini terkait dengan adanya
fakta bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari
pertumbuhan penyediaannya. Permintaan yang meningkat cepat tersebut
merupakan resultante dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan
ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat dan perubahan selera.
Sementara itu, kapasitas produksi pangan nasional pertumbuhannya
lambat bahkan stagnan disebabkan oleh adanya kompetisi dalam pemanfaatan
sumberdaya lahan dan air serta stagnannya pertumbuhan produktivitas lahan
dan tenaga kerja pertanian. Ketidakseimbangan pertumbuhan permintaan dan
pertumbuhan kapasitas produksi nasional tersebut mengakibatkan adanya
kecenderungan meningkatnya penyediaan pangan nasional yang berasal dari
impor. Ketergantungan terhadap pangan impor ini terkait dengan upaya
65
mewujudkan stabilitas penyediaan pangan nasional. Kebijakan ketahanan
pangan nasional dikaitkan dengan isu otonomi (daerah) dan globalisasi.
Substansi kebijakan umum ketahanan pangan yang terdiri dari 13
elemen penting yang diharapkan menjadi panduan bagi pemerintah, swasta
dan elemen masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan
di tingkat rumah tangga, tingkat wilayah dan tingka nasional. Pemerintah
berperan menjabarkan secara rinci kebijakan-kebijakan lain yang mampu
memberikan insentif dari hulu sampai hilir atau perlindungan kepada petani
dan konsumen sekaligus. Langkah nyata yang berhubungan dengan hal-hal
berikut menjadi sangat mutlak: penyediaan, distribusi, aksesibilitas, stabilitas
harga pangan, diversifikasi usaha dan penganekaragaman pangan, antisipasi
perubahan iklim, keamanan pangan, pencegahan kerawanan pangan,
kerjasama internasional, cadangan pangan, pemberdayaan SDM, penataan
aspek pertanahan dan tata ruang daerah dan wilayah, dan partisipasi
masyarakat.63
1. Menjamin Ketersediaan Pangan.
Ketersediaan pangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan
dan gizi rumah tangga dengan bertumpu pada kemampuan produksi dalam
negeri melalui pengembangan sistem produksi, efisiensi sistem usaha pangan,
teknologi produksi pangan, sarana dan prasarana produksi pangan dan
63
Laporan Dewan Ketahanan Pangan. “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014”
Draf
ke-3
Oktober
2009.
Diunduh
melalui
http://bkp.bangka.go.id/donlot/kebijakanumumketahananpangan2009-2014.pdf
diakses
pada tanggal 19 September 2012
66
mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif dan memanfaatkan
potensi sumberdaya lokal. Rencana aksi yang dilakukan adalah:
a) Peningkatan produktivitas komoditas pangan agar tercapai lonjakan
produksi pangan yang dapat dihasilkan di dalam negeri, sekaligus untuk
menjaga tingkat efisiensi pada sistem produksi;
b) Pemanfaatan sumberdaya lahan, terutama yang “tertidur” dan tidak
produktif, sebagai sumber penghasil pangan strategis dan bersifat pokok,
melalui pemberian insentif khusus bagi mereka yang akan memanfaatkan
sumberdaya lahan terbengkalai tersebut;
c) Perluasan areal tanaman pangan, terutama ke Luar Jawa, untuk
mendukung penyediaan lahan berkelanjutan seluas 15 juta hektar untuk
produksi pangan strategis;
d) Pengembangan konservasi dan rehabilitasi lahan, meliputi usaha-usaha
berbasis pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan, dan
peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pencegahan
kerusakan, serta rehabilitasi lahan-lahan usaha pertanian dan kehutanan
secara luas;
e) Peningkatan efisiensi penanganan pasca panen dan pengolahan melalui
perakitan dan pengembangan teknologi pasca panen dan pengolahan tepat
guna spesifik lokasi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produk,
peningkatan
kesadaran
dan
kemampuan
petani/nelayan
untuk
memanfaatkan teknologi pasca panen dan pengolahan yang tepat untuk
meningkatkan efisiensi dan kualitas produk, mendorong pemanfaatan
67
teknologi dan peralatan tersebut melalui penyediaan insentif bagi pelaku
usaha, khususnya skala kecil;
f) Pelestarian sumberdaya air dan pengelolaan daerah aliran sungai. melalui
penegakan peraturan untuk menjamin kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam secara ramah lingkungan, rehabilitasi daerah aliran sungai dan lahan
kritis, konservasi air dalam rangka pemanfaatan curah hujan dan aliran
permukaan, pengembangan infrastruktur pengairan untuk meningkatkan
efisiensi pemanfaatan air, serta penyebarluasan penerapan teknologi ramah
lingkungan pada usaha-usaha yang rnemanfaatkan sumberdaya air dan
daerah aliran sungai;
g) Perbaikan jaringan irigasi dan drainase, dengan fokus pada rehabilitasi 700
ribu hektar saluran irigasi terutama di daerah lumbung pangan sekaligus
melalui pemanfaatan dana stimulus fiskal serta upaya lain untuk
mengantisipasi dampak krisis ekonomi global.64
Dari data di atas dapat dijelaskan bahwa ketersediaan pangan berkaitan
dengan kemampuan dari sistem pertanian untuk meningkatkan produksi bahan
pangan. Dimana, potensi yang tersedia untuk meningkatkan ketersediaan
bahan pangan masih cukup besar, melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi,
dan diversifikasi. Sehingga Indonesia yang kita tahu masih memiliki banyak
potensi pengembangan yang belum termanfaatkan secara optimal. Diharapkan
memanfatkan potensi yang ada seperti sumber-sumber air, lahan dan
berabagai jenis komoditas lokal yang potensial sebagai bahan alternatif.
64
Radi A.Gany. Gagasan, Pikiran, dan Harapan Alumni Fakultas Pertanian, UNHAS Terhadap
Pembangunan Pertanian Indonesia. “ Pertanian, Pangan, dan Energi”. Makassar. Identitas
Universitas Hasanuddin. hlm. 274
68
Selain itu, Indonesia diharapkan dapat mengatur impor dan ekspor pangan,
dimana harus menyadari bahwa impor itu hanyalah sebatas “jalan pintas” yang
tidak dapat menyelesaikan masalah, sehingga sebaiknya impor hanya
dilakukan dalam kondisi yang “emergency” sebagai pilihan terakhir.
Sebaliknya ekspor pangan harus tertangani dengan baik untuk menjaga
ketersediaan pangan nasional.
2. Menata Pertanahan dan Tata Ruang dan Wilayah.
Pemerintah mengembangkan lahan pertanian produktif, mencegah alih
fungsi lahan pertanian subur beririgasi teknis, dan memperbaiki tata ruang,
administrasi dan sertifikasi pertanahan agar tidak menimbulkan ketidakadilan
baru. Pemerintah memfasilitasi pelestarian sumberdaya air, membangun dan
memelihara jaringan irigasi, dan bersama masyarakat mengelola pemanfaatan
sumberdaya air secara adil dan berkelanjutan. Aktivitas perbaikan pertanahan
dan tata ruang wilayah dapat diwujudkan melalui rencana aksi sebagai berikut:
1) Pengembangan reforma agraria yang lebih berkeadilan tanpa harus
mengganggu
kepentingan
petani,
untuk
mewujudkan
kebijakan
pengelolaan lahan pertanian yang lebih beradab;
2) Perbaikan administrasi pertanahan dan sertifikasi lahan yang murah,
dengan sasaran jelas yakni terciptanya administrasi pertanahan yang
memadai dan tidak memberatkan rakyat;
3) Pemberian sanksi yang sangat berat bagi pelaku konversi lahan subur
beririgasi teknis menjadi kegunaan lain di luar pertanian agar dapat
69
menahan laju konversi lahan subur beririgasi yang dapat menimbulkan
fenomena ketidakadilan baru;
4) Penyusunan tata ruang daerah dan wilayah, sebagai amanat dari UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang. Kegiatan ini meliputi
perbaikan Rencana Tata Ruang Daerah dan Wilayah (RTRW) tingkat
provinsi
secara
terkoordinasi
antar
daerah/wilayah
dengan
mempertimbangkan unsur-unsur sosial, ekonomi, budaya dan kelestarian
sumberdaya alam, disertai penerapannya secara tegas dan konsisten,
dengan penerapan sanksi terhadap pelanggaran;
5) Penerapan sistem perpajakan progresif bagi pelaku konversi lahan
pertanian subur melalui penyusunan peraturan dan penerapannya secara
tegas
bidang
perpajakan
atas
lahan
atau
usaha
yang
dapat
menghambat/memberatkan setiap upaya mengkonversi lahan pertanian
subur, dan atau membiarkan lahan pertanian terlantar.65
Dari langkah-langkah di atas dapat dijelaskan bahwa agar kebijakan
ketahanan pangan dapat terlaksana dengan baik khususnya dalam menata
pertanahan dan tata ruang wilayah maka Pemerintah Indonesia bersama
dengan masyarakat harus bersikap adil dan taat terhadap aturan termasuk
dalam kepemilikan lahan. Kondisi kepemilikan lahan tersebut antara lain
disebabkan oleh meningkatnya konversi lahan pertanian untuk keperluan
pemukiman dan fasilitas umum serta terjadinya fragmentasi lahan karena
proses pewarisan, khususnya untuk lahan berekosistem sawah dan lahan
Suswono. Laporan Kementerian Pertanian. “Rencana Strategi Kementerian Pertanian Tahun
2010-2014”. 2010. Jakarta.hlm.31
65
70
kering tanaman pangan. Di sisi lain, menurunnya rata-rata luas pemilikan
lahan diikuti pula dengan meningkatnya ketimpangan distribusi pemilikan
lahan. Status penguasaan lahan oleh sebagian besar petani belum memiliki
legalitas yang kuat dalam bentuk sertifikat, sehingga lahan belum bisa
dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh modal usaha tani melalui
perbankan.
3. Melakukan Antisipasi, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim
Pemanasan global telah menimbulkan periode musim hujan dan musim
kemarau yang makin kacau, sehingga pola tanam dan estimasi produksi
pertanian, persediaan stok pangan menjadi sulit diprediksi secara baik.
Langkah rehabilitasi kerusakan karena dampak kekeringan dan perubahan
iklim (reaktif) akan jauh lebih mahal dibandingkan dengan langkah adaptasi
dan mitigasi bencana pemanasan global itu (antisipatif). Untuk itu diperlukan
suatu upaya serius untuk mengarahkan birokrasi dan aparat pemerintah di
tingkat pusat dan daerah untuk menyampaikan secara rinci serangkaian
langkah berikut:
1) Penyusunan sistem peringatan dini, mulai dari tingkat teknis pola tanam
pangan, langkah hemat air dan pemanenan air setiap ada hujan, sampai
pada pelestarian sumber-sumber air di hulu sungai dan hutan konservasi;
2) Program penyiapan dan pemberian bantuan darurat bahan pangan dan air
minum/air bersih jika kekeringan melanda;
71
3) Perbaikan manajemen sistem irigasi, pengelolaan air dan rehabilitasi
sumber-sumber air secara berkelanjutan menjadi sangat penting, minimal
untuk mengurangi dampak kekeringan yang lebih hebat;
4) Pengurangan secara sistematis terhadap luas, intensitas, dan durasi musim
kemarau karena perubahan iklim di Indonesia, misalnya dengan “injeksi”
air dengan dam parit, sumur resapan dan channel reservoir yang dapat
dikelola sendiri oleh masyarakat;
5) Realisasi adaptasi perubahan iklim di sektor pertanian, misalnya dengan
memasyarakatkan hasil-hasil studi jenis tanaman dan pola tanam yang
hemat air;
6) Rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur irigasi serta melanjutkan
program sejenis yang belum selesai pada periode sebelumnya;
7) Pencegahan
penurunan
produksi
pangan,
merumuskan
skema
perlindungan petani produsen dan konsumen secara sistematis.66
Pemaparan kebijakan di atas sangat mengharapkan agar Pemerintah
Indonesia dan masyarakat petani memperhatikan dan mengantisipasi
terjadinya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global. Karena ancaman
dan krisis pangan dunia beberapa tahun terakhir sangat erat kaitannya dengan
perubahan iklim global. Dampak perubahan iklim global adalah terjadinya
gangguan terhadap siklus hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan
intensitas curah hujan, peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam
yang dapat menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan.
66
Suswono. Laporan Kementerian Pertanian. “Rencana Strategi Kementerian Pertanian Tahun
2010-2014”. 2010. Jakarta.hlm.28
72
4. Menjamin Cadangan Pangan Pemerintah dan Masyarakat.
Cadangan pangan dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan pangan,
kelebihan pangan, gejolak harga dan keadaan darurat. Cadangan pangan
diutamakan berasal dari produksi dalam negeri dan pemasukan atau impor
pangan dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi.
Cadangan pangan pemerintah dapat direalisasikan melalui rencana aksi
berikut:
a. Pengembangan cadangan di setiap lapis pemerintah: dari tingkat pusat,
provinsi,
kabupaten/kota
sampai
tingkat
desa
untuk
membantu
mewujudukan cadangan pangan yang bersifat pokok di setiap daerah dan
di setiap desa dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia;
b. Pengembangan lumbung pangan di tingkat masyarakat agar tercipta dan
terintegrasi sistem cadangan pemerintah dan masyarakat;
c. Peningkatan kerjasama antar-daerah otonom, terutama aliran pangan
pokok dari daerah surplus ke daerah defisit pangan, agar terjalin kerjasama
antar daerah dengan satuan kluster ekonomi yang saling mendukung;
d. Pada keadaan darurat, masing-masing kelompok masyarakat mampu
memanfaatkan dan mengelola sistem cadangan pangannya untuk
mengatasi
masalah
kerawanan
pangannya
secara
mandiri
dan
berkelanjutan. Fasilitas dilakukan dalam aspek manajemen kelompok
73
maupun aspek teknis pengelolaan pangan sehingga kualitas dan nilai
ekonominya dapat ditingkatkan.67
Dengan mengarah pada kebijakan di atas maka Pemerintah Indonesia
diharapkan menjaga stabilitas pasokan agar dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat karena produksi pangan tidak dihasilkan merata sepanjang waktu.
Sehingga dengan adanya cadangan pangan yang dikembangkan untuk
menjamin ketersediaan pangan yang cukup, bermutu, aman, merata dan
terjangkau di desa dan dikelola atau dikuasai oleh pemerintah desa, untuk
konsumsi masyarakat dan meningkatkan akses pangan kelompok masyarakat
rawan pangan khususnya pada kondisi darurat karena bencana, dan gejolak
harga pangan di tingkat masyarakat.
5. Mengembangkan Sistem Distribusi Pangan yang Adil dan Efisien.
Sistem distribusi pangan menyangkut pengelolaan mekanisme yang
adil antar pelaku mulai dari petani produsen, pedagang, pengolah, dan
konsumen. Sistem distribusi pangan dilaksanakan untuk menjamin penyediaan
pangan setiap rumah tangga di seluruh wilayah sepanjang waktu secara efisien
dan efektif. Sistem distribusi pangan yang adil dan efisien dapat ditempuh
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pengembangan infrastruktur distribusi yang meliputi pembangunan dan
rehabilitasi sarana dasar, jalan desa dan jalan usahatani agar tercapai target
67
Ratu Atut Chosiyah. Artikel. “Laporan Hasil Pertemuan Pengelolaan Cadangan dan Lumbung
Pangan
di
Provinsi
Bali”.
04
November
2009.
Diunduh
melalui
http://bkpd.banten.go.id/view_artikel.php?id=155%20&%20idcat=43 diakses pada tanggal
21 Desember 2012
74
pengerasan jalan desa dan jalan usahatani, dengan perioritas pada daerah
lumbung pangan;
2) Pemberdayaan organisasi petani di tingkat pedesaan untuk membantu
meningkatkan posisi tawar petani di hadapan pedagang pengumpul;
3) Pengawasan sistem persaingan pedagang yang tidak sehat dengan sasaran
jelas, yakni berkurangnya kolusi harga antar pedagang yang merugikan
petani;
4) Pengawasan dan pengembangan standar mutu pangan, untuk mendukung
terjaminnya mutu produk pangan;
5) Penghapusan retribusi produk pertanian yang masih mentah dengan
sasaran jelas, yakni hilangnya pajak atau retribusi yang memberatkan
petani dan pedagang kecil.68
Dari data di atas dapat dipaparkan bahwa arah kebijakan dan program
distribusi pangan adalah dalam rangka untuk mewujudkan distribusi pangan
yang efektif dan efisien sehingga dapat dijangkau secara merata untuk
memenuhi akses pangan masyarakat sepanjang waktu baik jumlah, mutu,
aman dan beragam untuk mendukung hidup yang aktif, sehat dan produktif.
Implementasi
pemberdayaan
kebijakan
masyarakat
dan
program
sehingga
tersebut
memiliki
ditempuh
kemampuan
melalui
untuk
mengoptimalkan potensi sumberdaya yang dikuasai serta dikembangkan
koordinasi, komunikasi dan konsultasi dengan para pihak sehingga dapat
68
Laporan Badan Ketahanan Pangan Dan penyuluhan.”Bidang Distribusi Pangan”. Diunduh
melalui.
http://bkpp.jogjaprov.go.id/content/page/244/Bidang-Distribusi-Pangan
2013
diakses pada tanggal 25 Januari 2013
75
berjalan dengan baik dan lancar dalam rangka untuk mewujudkan ketahanan
pangan secara berkelanjutan.
6. Meningkatkan Aksebilitas Rumah Tangga terhadap Pangan
Akses
rumah
tangga
terhadap
pangan
diwujudkan
melalui
pengendalian stabilitas harga pangan, peningkatan daya beli, pemberian
bantuan pangan dan pangan bersubsidi. Bantuan pangan dan pangan
bersubsidi disalurkan kepada kelompok rawan pangan dan keluarga miskin
untuk meningkatkan kualitas gizinya. Rencana aksi untuk memperbaiki
aksebilitas pangan dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
a) Penguatan kelembagaan di tingkat desa untuk membantu aksebilitas, agar
semakin solid rasa saling percaya di antara masyarakat baik di pedesaan
maupun di perkotaan;
b) Pembangunan pangan lokal untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga
dan daya beli masyarakat, agar semakin terintegrasi budaya dan kearifan
pangan lokal dengan pengentasan kemiskinan secara umum;
c) Peningkatan efektivitas program subsidi pangan seperti beras untuk
keluarga miskin agar tingkat salah-sasaran semakin berkurang dan kriteria
tepat lainnya semakin baik;
d) Identifikasi secara dini dan pemantauan berkala gejala kurang pangan dan
surplus pangan, dengan sasaran jelas, yakni tersedianya peta defisist dan
surplus pangan di seluruh Indonesia.69
69
Laporan World Food Programme. “Akses Terhadap Pangan dan Penghidupan”. Fsva 2009.
Diunduh melalui http://www.foodsecurityatlas.org/idn/country/fsva-2009-peta-ketahanandan-kerentanan-pangan-indonesia/bab-3-akses-terhadap-pangan-dan-penghidupan diakses
pada tanggal 21 Oktober 2012
76
Penjelasan di atas menjukkan bahwa akses pangan merupakan
kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang
berasal dari produksi sendiri, stok, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan
bantuan pangan. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi,
akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik
secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di
atas. Akses pangan tergantung pada daya beli rumah tangga yang ditentukan
oleh penghidupan rumah tangga tersebut. Penghidupan terdiri dari
kemampuan rumah tangga, modal/aset (sumber daya alam, fisik, sumber daya
manusia, ekonomi dan sosial) dan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dasar – penghasilan, pangan, tempat tinggal, kesehatan dan
pendidikan. Rumah tangga yang tidak memiliki sumber penghidupan yang
memadai dan berkesinambungan, sewaktu-waktu dapat berubah, menjadi tidak
berkecukupan, tidak stabil dan daya beli menjadi sangat terbatas, yang
menyebabkan tetap miskin dan rentan terhadap kerawanan pangan.
7. Menjaga Stabilitas Harga Pangan
Stabilitas harga pangan tertentu yang bersifat pokok diarahkan untuk
menghindari terjadinya gejolak harga yang mengakibatkan keresahan
masyarakat. Rencana aksi untuk mewujudkan stabilitas harga pangan tersebut
dapat ditempuh melalui:
a) Pemantauan secara mingguan dan bulanan harga pangan strategis (beras,
jagung, gula, kedelai dan daging) agar tersedia data yang konsisten serta
77
sebaran harga pangan strategis di tingkat produsen dan tingkat konsumen
yang dapat dipercaya;
b) Pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyanggah untuk menjaga
stabilitas harga pangan, agar tersedia pasokan pangan, terutama pada saat
paceklik, gagal panen dan bencana alam;
c) Pengembangan sistem pangadaan pangan pokok yang melibatkan lembaga
usaha ekonomi pedesaan, agar kapasitas kelembagaan masyarakat dalam
pengadaan pangan semakin meningkat.70
Masalah stabilitas pangan saat ini memang belum banyak disinggung
padahal persoalan stabilitas juga sangat penting mendapat perhatian, karena
individu dapat mengalami kehilangan akses terhadap pangan secara temporer
dan permanen. Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya pemberian
perlindungan pada produsen agar resiko kegagalan tidak ditanggung sendiri.
Serta mengantisipasi ketersediaan bahan pangan secara berkelanjutan
diperlukan program bantuan terutama dalam mengantisipasi bencana alam
serta kenaikan harga yang mengancam ketersediaan pangan.
8. Mencegah dan Menangani Keadaan Rawan Pangan dan Gizi.
Pencegahan keadaan rawan pangan dan gizi dilakukan melalui
pengembangan dan pemantapan sistem isyarat dini dan intervensi yang
memadai. Rencana aksi untuk mencegah dan menangani keadaan rawan
pangan dan gizi di atas dapat dirinci sebagai berikut:
70
Radi A.Gany. Gagasan, Pikiran, dan Harapan Alumni Fakultas Pertanian, UNHAS Terhadap
Pembangunan Pertanian Indonesia. “ Pertanian, Pangan, dan Energi”. Makassar. Identitas
Universitas Hasanuddin. hlm. 278
78
a) Pengembangan sistem isyarat dini keadaan rawan pangan dan gizi, (SKPG
dan sejenisnya) agar tercipta sistem isyarat dini yang mudah dimengerti
dan dimanfaatkan oleh segenap lapisan masyarakat;
b) Pemantauan secara berkala tentang perkembangan pola pangan rumah
tangga, karena gagal panen dan paceklik, untuk membangkitkan kembali
kelembagaan masyarakat dengan sistem monitoring sederhana yang
dilakukan oleh setiap rumah tangga di seluruh Indoensia;
c) Fasilitasi pemerintah daerah untuk membangun kemampuan merespon
isyarat tersebut secara tepat dan cepat untuk mencegah dan mengatasi
terjadinya kerawanan pangan;
d) Peningkatan keluarga sadar gizi melalui penyuluhan dan bimbingan sosial
kepada keluarga yang membutuhkan melalui sistem komunikasi, informasi
dan edukasi yang sesuai dengan situasi sosial budaya dan ekonomi
setempat;
e) Pemanfaatan lahan pekarangan untuk peningkatan gizi keluarga, agar
tersedianya pangan dengan kandungan gizi seimbang yang mudah
dijangkau;
f) Pemanfaatan cadangan pangan pemerintah di seluruh lapisan untuk dapat
menanggulangi keadaan rawan pangan dan gizi untuk mempercepat
langkah penanganan gejala rawan pangan, terutama pada kantong-kantong
kemiskinan di pedesaan dan perkotaan.71
71
Suryo Kusumo. Adikarsa's Blog. “Kedaulatan Pangan atau Ketahanan Pangan yang sesuai
untuk Indonesia dalam mengatasi rawan pangan”. Mei 17, 2009 . dunduh melalui
http://adikarsa.wordpress.com/2009/05/17/berbicara-tentang-pembangunan-pasti-tidakakan-terlepas-dari-pembangunan-ekonomi-masyarakat-dalam-masa-orde-baru-kita-
79
Indonesia merupakan salah satu negara rawan pangan, disisi lain
belum terlihat kepekaan para pejabat publik dalam kesigapannya mengatasi
masalah rawan pangan dan gizi buruk secara sistemik dan seolah kondisi ini
harus diterima sebagai sesuatu yang mesti terjadi dan harus diterima dengan
sabar dan tawakal karena merupakan cobaan. Prioritas pembangunan yang
lebih memfokuskan pada penyediaan infrastruktur dasar akan sangat
berpengaruh baik dari sisi pemenuhan kebutuhan akan pangan, transpor yang
murah untuk mobilitas warga, layanan informasi yang mudah dan murah,
ketersediaan energi yang cukup untuk industri maupun rumah tangga,
ketersediaan akan air yang memadai.
9. Melakukan Diversifikasi Pangan
Diversifikasi pangan sebenarnya meliputi diversifikasi produksi dan
diversifikasi konsumsi pangan. Diversifikasi produksi diarahkan untuk
meningkatkan pendapatan produsen, terutama petani, peternak dan nelayan
kecil melalui pengembangan usahatani terpadu, pelestarian sumberdaya alam,
konservasi
lingkungan
hidup,
pengelolaan
sumberdaya
air,
dan
keanekaragaman hayati. Diversifikasi konsumsi pangan diarahkan untuk
mencapai konsumsi pangan yang bergizi seimbang. Pemerintah memfasilitasi
diversifikasi usaha dan konsumsi pangan melalui pengembangan teknologi
dan industri pangan sesuai sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal.
Diversifikasi usaha atau produksi pangan dan diversifikasi konsumsi pangan
dapat ditempuh melalui rencana aksi sebagai berikut:
telahmenikmati-hasil-pembangunan-ekonomi-dengan-dibangunnya-infrastruktur-dan-sa/
diakses pada tanggal 18 Desember 2012
80
a) Pengembangan diversifikasi usaha melalui usahatani terpadu bidang
pangan,
perkebunan,
peternakan,
perikanan
dan
lain-lain
untuk
”menyebar-ratakan” risiko gagal panen karena iklim dan cuaca serta
karena fluktuasi harga yang sulit diantisipasi;
b) Pelestarian sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati di daerah
kawasan hutan sebagai sumber pangan alternatif bagi masyarakat miskin,
terutama yang berada di sekitar kawasan hutan;
c) Pengembangan pangan lokal sesuai dengan kearifan dan kekhasan daerah
untuk mengembangkan pangan lokal, terutama yang memiliki sifat khas
dan eksotis;
d) Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan dan prinsip gizi seimbang agar
tercipta sinergi saling menguntungkan antara diversifikasi pangan dan
pengembangan pangan lokal;
e) Pengembangan teknologi pangan untuk meningkatkan nilai tambah dalam
rangka diversikasi pangan untuk semakin mengembangkan sumber energi
dan protein dari pangan alternatif yang ada;
f) Perbaikan sistem komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) gizi untuk
mewujudkan pangan alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan
terhadap pangan pokok seperti beras.72
72
Feryanto w.k. Diversifikasi Pangan. “Kelaparan dan Diversifikasi Pangan (suatu Tinjaun Kritis
Terhadap Revitalisasi Pertanian dalam Konteks Ketahanan Pangan)”. January 12th, 2011.
Diunduh melalui http://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/tag/diversifikasi-pangan/ diakses pada
tanggal 23 Desember 2012
81
Kebijakan di atas sangat penting untuk dilaksanakan. Pemerintah
sebagai penjamin terhadap ketersediaan pangan bagi warga negaranya, tidak
bisa hanya terpaku kepada ketersediaan beras saja. Harus ada suatu
diversifikasi pangan untuk menjamin ketahanan pangan. Indonesia harus
mampu dirubah bahwa pangan itu bukan hanya beras saja. Diversifikasi harus
dilaksanakan dengan berusaha mengkonsumsi atau mengganti pola makan
nasi dengan pangan lainnya seperti mie, ubi, sagu, dan lainnya yang nilai gizi
dan kalorinya setara dengan nasi.
10. Meningkatkan Keamanan dan Mutu Pangan.
Penanganan keamanan dan mutu pangan diarahkan untuk menjamin
produksi dan konsumsi pangan masyarakat agar terhindar dari cemaran
biologis, kimia, dan fisik yang berbahaya bagi kesehatan. Rencana aksi
peningkatan keamanan dan mutu pangan dapat diwujudkan sebagai berikut:
a) Pembinaan sistem produksi dan konsumsi pangan masyarakat agar
terhindar dari cemaran biologis, kimia, dan fisik yang berbahaya, untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat, produsen pangan besar dan usaha
kecil menengah tentang pangan bermutu dan aman bagi kesehatan;
b) Pencegahan dini, penegakan hukum bagi penanggulangan dampak pangan
yang tidak aman untuk menekan peredaran pangan tidak mutu dan tidak
aman dan tidak berkualitas, sekaligus untuk menciptakan mekanisme
penanganan dampak negatif pangan;
c) Penetapan standar keamanan dan mutu pangan, kehalalan, serta
perdagangan pangan, untuk secara keseluruhan meningkatkan kualitas
82
kemananan, mutu pangan, kehalalan pangan dalam sistem perdagangan
pangan.73
Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa keamanan pangan, masalah
dan dampak penyimpangan mutu, serta kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dalam pengembangan sistem mutu industri pangan merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen, yang saat
ini sudah harus memulai mengantisipasinya dengan implementasi sistem mutu
pangan. Karena di era pasar bebas ini industri pangan Indonesia mau tidak
mau sudah harus mampu bersaing dengan derasnya arus masuk produk
industri pangan negara lain yang telah mapan dalam sistem mutunya. Salah
satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang
dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi
kesehatan.
11. Melaksanakan Kerjasama Internasional.
Kerjasama internasional pembangunan ketahanan pangan dilakukan
melalui diplomasi ekonomi, politik dan budaya dengan prinsip kesetaraan,
keadilan dan kedaulatan yang bermartabat. Rencana aksi menuju kerjasama
internasional yang lebih beradab dan saling menguntungkan dapat dirinci
sebagai berikut:
a) Penggalangan kerjasama ekonomi baik dalam kerangkan bilateral maupun
multilateral, untuk memperkokoh posisi Indonesia dalam perdagangan
pangan di ASEAN, dan Asia Pasifik;
73
Prawira. Laporan WordPress.com. “Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan”. Diunduh
melalui http://yprawira.wordpress.com/manajemen-mutu-dan-keamanan-pangan/ diakses
pada tanggal 19 November 2012
83
b) Peningkatan jumlah atase pertanian dan perdagangan yang berkualitas dan
bertanggung jawab agar mampu membawa misi kepentingan nasional
dalam kancah internasional;
c) Diplomasi ekonomi, politik, sosial dan budaya untuk meningkatkan
ketahanan pangan domestik dengan sasaran jangka menengah yang jelas,
yakni semakin dihormatinya Indonesia dalam arena perdagangan dan
kerjasama ekonomi tingkat internasional.74
Menanggapi hal di atas bahwa dengan melihat jumlah penduduk
Indonesia yang semakin meningkat seperti yang telah dipaparkan pada
halaman 60, sehingga Indonesia perlu adanya inovasi pola konsumsi yang di
iringi dengan peningkatan produksi dan kepemimpinan serta kerjasama
internasional dari berbagai negara ataupun organisasi internasional untuk
mengatasi kelangkaan pangan yang mengancam dunia di masa yang akan
datang. Pemerintah Indonesia juga perlu menyadari pentingnya sinergi dari
berbagai pihak, kemitraan regional dan global untuk mewujudkan ketahanan
pangan yang berkelanjutan.
12. Meningkatkan Peran Serta Masyarakat.
Peran serta masyarakat diarahkan untuk mewujudkan ketahanan
pangan, melalui pengembangan aktivitas produksi, perdagangan dan distribusi
pangan, pengelolaan cadangan pangan, konsumsi pangan bergizi seimbang,
74
Laporan Dewan Ketahanan Pangan. “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014”
Draf
ke-3
Oktober
2009.
Diunduh
melalui
http://bkp.bangka.go.id/donlot/kebijakanumumketahananpangan2009-2014.pdf diakses
pada tanggal 19 September 2012
84
serta pencegahan dan penanggulangan masalah pangan. Rencana aksi untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dapat dirinci sebagai berikut:
a) Pemberian insentif bagi mereka yang berjasa pada pencegahan dan
penanggulangan masalah pangan dan gizi, agar masyarakat semakin
bergairah untuk berpartisipasi membantu menanggulangi masalah pangan
dan gizi;
b) Peningkatan motivasi masyarakat dan kapasitas dan kelembagaan yang
mendukung proses pencapaian ketahanan pangan, agar semakin besar
tingkat kapasitas kelembagaan masyarakat di pedesaan dan perkotaan;
c) Pengembangan lembaga dan kebijakan pendukung, seperti lembaga
simpan-pinjam desa dan usaha kecil menengah (UKM) serta koperasi,
untuk berkontribusi pada bangkitnya kembali lembaga simpan pinjam desa
dan partisipasi UKM dan koperasi dalam penyediaan pangan.75
Dapat disimpulkan dari data di atas bahwa pembangunan ketahanan
pangan pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti
meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif
dalam mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu
ke waktu. Masyarakat yang terlibat dalam pembangunan ketahanan pangan
meliputi produsen, pengusaha, konsumen, aparatur pemerintah, perguruan
tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat.
75
Agus M Tauchid. Laporan Departemen Pertanian. “Peningkatan Kualitas SDM Dalam
Pemberdayaan
Ketahanan
Pangan
Masyarakat”.
Diunduh
melalui
http://www.deptan.go.id/daerah_new/banten/dispertanak_pandeglang/artikel_14.htm
diakses pada tanggal 04 Desember 2012
85
13. Mengembangkan Sumberdaya Manusia.
Pengembangan sumberdaya manusia di bidang pangan dan gizi
dilakukan melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan secara lebih
komprehensif. Rencana aksi yang dapat dilaksanakan untuk menunjang
pengembangan sumberdaya manusia (SDM) meliputi:
a) Perbaikan program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pangan secara
lebih komprehensif agar tersusun program pendidikan, pelatihan dan
penyuluhan pangan yang lebih komprehensif;
b) Penyusunan dan sosialisasi peraturan penyuluhan, penata kelembagaan
penyuluhan pertanian, peningkatan ketenagaan penyuluhan pertanian,
peningkatan mutu penyelenggaraan penyuluhan pertanian, dan penerapan
secara meluas pendekatan pemberdayaan/pendampingan kepada kelompok
masyarakat petani/ nelayan;
c) Pemberian muatan pangan dan gizi pada kurikulum pendidikan di sekolah
dasar dan kejuruan untuk meningkatklan kesadaran masyarakat tentang
pangan bermutu sejak usia dini;
d) Peningkatan kerjasama dengan lembaga non-pemerintah (LSM) dan
kelompok masyarakat lain yang peduli terhadap peningkatan sumberdaya
manusia (SDM) agar tercipta suatu kerjasama sinergis antara lembaga
pemerintah, lembaga swasta, dan lembaga masyarakat yang peduli pada
mutu pangan dan gizi.76
76
Agus M Tauchid. Laporan Departemen Pertanian. “Peningkatan Kualitas SDM Dalam
Pemberdayaan Ketahanan Pangan Masyarakat”. Diunduh melalui
http://www.deptan.go.id/daerah_new/banten/dispertanak_pandeglang/artikel_14.htm
diakses pada tanggal 04 Desember 2012
86
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat
khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya
pembangunan didorong untuk makin mandiri dalam mengembangkan
kehidupan mereka. Dalam proses ini, masyarakat dituntut untuk mengkaji
kebutuhan, masalah dan peluang pembangunan dan perikehidupan mereka
sendiri. Selain itu mereka juga menemukan solusi yang tepat dan mengakses
sumberdaya yang diperlukan, baik sumberdaya eksternal maupun sumberdaya
internal.
Pada
prinsipnya,
masyarakat
mengkaji
tantangan
utama
pembangunan mereka dan mengajukan kegiatan-kegiatan yang dirancang
untuk mengatasi masalah tersebut. Kegiatan ini kemudian menjadi basis
program daerah, regional dan bahkan program nasional. Pemaparan diatas
mengimplikasikan bahwa program pemberdayaan masyarakat ditentukan oleh
masyarakat, dimana lembaga pendukung hanya memiliki peran sebagai
fasilitator.
Pelaksanaan Inpres No 9 Tahun 2001 dinilai cukup efektif dalam
meningkatkan ekonomi beras nasional tahun 2002, karena diikuti dengan
penetapan tarif dalam melindungi harga beras dalam negeri, pembelian gabah
dalam negeri oleh pemerintah, dan penyaluran beras untuk masyarakat miskin.
Penetapan Inpres No 2 Tahun 2005 tentang Penetapan Kebijakan Perberasan
sebagai pengganti Inpres No 9 Tahun 2001 dan Inpres No 9 Tahun 2002
87
menunjukkan arah kebijakan perberasan nasional yang komprehensif yaitu
tentang upaya-upaya sebagai berikut77:
a. Peningkatan produktivitas dan produksi padi/beras; tujuan utama
dari
adanya kebijakan ini adalah untuk membantu petani agar dapat
menerapkan teknologi baru pertanian dengan biaya produksi yang rendah
sehingga peningkatan produksi padi/beras dapat dicapai dalam waktu yang
relatif singkat.
b. Pengembangan
diversifikasi
usaha
pertanian;
Pengembangan
dan
percepatan diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal melalui
pengkajian berbagai teknologi tepat guna dan terjangkau mengenai
pengolahan
pangan
berbasis
tepung
umbi-umbian
lokal
dan
pengembangan aneka pangan lokal lainnya.
c. Penetapan kebijakan harga gabah/beras; Kebijakan harga melalui jaminan
harga dasar dapat memperkecil resiko dalam berusahatani, karena petani
terlindungi dari kejatuhan harga jual gabah/beras di bawah ongkos
produksi, yang sering terjadi dalam musim panen raya. sehingga resiko
suatu usaha dapat ditekan sekecil mungkin, maka ketersediaan beras dari
produksi dalam negeri lebih terjamin.
d. Penetapan kebijakan impor beras yang melindungi produsen dan
konsumen; kebijakan impor berkaitan erat dengan pembatasan impor
komoditas pertanian yang sudah dihasilkan di dalam negeri. Diharapkan
77
Laporan Dewan Ketahanan Pangan. “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014”
Draf
ke-3
Oktober
2009.
Diunduh
melalui
http://bkp.bangka.go.id/donlot/kebijakanumumketahananpangan2009-2014.pdf
diakses
pada tanggal 19 September 2012
88
petani produsen komoditas yang bersangkutan dapat dirangsang untuk
meningkatkan produksinya. Sedangkan kebijakan ekspor adalah untuk
mendorong petani terutama pengusaha perkebunan besar swasta ataupun
BUMN meningkatkan komoditas ekspornya sehingga pendapatan devisa
dari komoditas pertanian terus meningkat dari tahun ke tahun.
e. Pemberian jaminan penyediaan beras/pangan lain bagi kelompok
masyarakat miskin dan rawan pangan. Kebijkaan ini memacu pada
pemanfaatan cadangan pangan pemerintah untuk menanggulangi keadaan
rawan pangan dan gizi. Kegiatan ini berupa pengeluaran cadangan beras
pemerintah, yang dikelola Perum Bulog, oleh menteri sosial atas
permintaan daerah, untuk menanggulangi masalah kerawanan pangan dan
gizi di daerahnya.
89
BAB IV
DIPLOMASI PANGAN INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN
KETAHANAN PANGAN NASIONAL
A. Strategi Diplomasi Pangan Indonesia
Sebagai tindak lanjut penjabaran kebijakan yang telah dirumuskan
pada bab tiga maka dapat disusun berbagai strategi yang dapat menjaga serta
meningkatkan ketahanan pangan nasional melalui kerjasama-kerjasama
Indonesia dengan negara-negara lain utamanya memecahkan masalah
mengenai ketahanan pangan (food security). Dimana, strategi itu harus diawali
dengan mengaktualisasikan kebijakan diversifikasi pangan dan pengembangan
produk unggulan melalui metode regulasi atau deregulasi, sosialisasi, edukasi,
fasilitasi, koordinasi agar dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Strategi ini dimaksudkan untuk mengaktualisasikan komitmen pemerintah
dalam mewujudkan pembangunan dalam sektor
pertanian. Perwujudan
strategi ini memerlukan sinergi antara suprastruktur, infrastruktur, dan
substruktur, khususnya dari pihak-pihak pemerintah serta masyarakat.
Meningkatkan kualitas SDM sektor pertanian dan pangan, beserta
dukungan ketersediaan sarana dan prasarana khususnya, pertanian dan pangan
merupakan salah satu strategi untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Kualitas SDM di sektor pertanian dan pangan sangat mempengaruhi proses
dan hasil prroduksi pertanian dan pangan. Kualitas SDM ini diperlukan karena
partisipasi masyarakat dimulai dari proses produksi, industri pengolahan,
pemasaran, dan jasa-jasa pelayanan di bidang pertanian pangan. Selain itu,
90
harus diadakan pengoptimalisasian fungsi lahan pertanian yamg dilaksanakan
dalam satu keterkaitan dengan pengembangan sektor lainnya, terutama terkait
dengan penataan lahan dan pengembangan wilayah yang dapat meningkatkan
hasil produksi pangan sehingga tercipta kondisi ketahanan pangan nasional.
Intinya Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam bidang ketahanan
pangan dilakukan melalui berbagai strategi lima-pilar yaitu:
1. Pengembangan dan rehabilitasi infrastruktur pertanian;
2. Pemberdayaan petani;
3. Revitalisasi kegiatan industri jasa terkait dengan pertanian;
4. Memperbaiki akses bagi para petani untuk memperoleh fasilitas
pendanaan usaha;
5. Memperbaiki akses pasar bagi produk-produk pertanian.78
Melalui strategi tersebut, Indonesia berhasil meningkatkan produksi
pertaniannya pada tahun 2008, terjadi peningkatan produksi secara signifikan
untuk produk-produk beras, jagung, gula, minyak kelapa sawit, peternakan
dan perikanan. Khususnya pada produksi beras mengalami peningkatan yang
cukup baik, yaitu sebesar 5,41 persen tahun 2008 sehingga pada tahun tersebut
Indonesia mencapai swasembada beras. Tahun 2009, Indonesia sudah mulai
melakukan ekspor beras berkualitas baik sebanyak 100 ribu ton.79 Di samping
melakukan peningkatan produksi beras, Pemerintah Indonesia juga harus
mengupayakan kemudahan akses bahan makanan, khususnya kepada
masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini dapat dicapai dengan strategi:
Ade Petranto.”Peran Diplomasi dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional”. Jurnal
Diplomasi (Ketahanan Pangan Dan Energi). Volume 3. No.3. September 2011.hlm .25
79
Ade Petranto. Ibid.hlm.26
78
91
1. Pembangunan pedesaan dan pertanian secara berkesinambungan guna
menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan;
2. Bantuan pangan untuk masyarakat miskin di pedesaan serta pemberdayaan
melalui program usaha kelompok tani di 10 ribu desa tahun 2008 dan 11
ribu desa 2009 dari sebanyak 90 ribu pedesaan di Indonesia.80
Kegiatan-kegiatan tersebut didukung oleh kalangan pengusaha, LSM,
akademisi dan lembaga riset. Upaya pemerintah juga dibantu melalui
kerjasama dengan asosiasi produsen komoditi pertanian dan industri
agrobisnis
yang
memberikan
rekomendasi
kepada
pemerintah
bagi
peningkatan produksi pertanian, akses pasar dan peningkatan kesejahteraan,
khususnya bagi para petani smallholders dan masyarakat miskin pedesaan.
Salah satu keberhasilan yang patut dicatat adalah terbentuknya’ Program
Sekolah Petani’ mengenai teknologi pertanian terbaru, perolehan bibit dan
pupuk serta masukan-masukan mengenai produk pertanian lainnya yang
diberikan khusus kepada kalangan petani.
Salah satu target yang akan dicapai kementerian pertanian dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan adalah dengan melakukan swasembada
beras. Beras sebagai makanan pokok utama masyarakat Indonesia sejak tahun
1950 semakin tidak tergantikan meski roda energi diversifikasi konsumsi
sudah lama digulirkan, hal ini terlihat bahwa pada tahun 1950 Konsumsi beras
nasional sebagai sumber karbohidrat baru sekitar 53% bandingkan dengan
tahun 2011 yang telah mencapai sekitar 95%. Dalam rencana strategis
80
Didit Herdiawan. “Ketahanan Pangan & Radikalisme”. Jakarta. Republika. 2012.hlm.139
92
Kementerian Pertanian menempatkan beras, sebagai satu dari lima komoditas
pangan utama. Kementerian Pertanian mentargetkan pencapaian swasembada
dan swasembada berkelanjutan atas tanaman pangan pada tahun 2010-2014
yakni padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar
Karena padi sudah pada posisi swasembada mulai 2007, maka target
pencapaian selama 2010-2014 adalah swasembada berkelanjutan dengan
sasaran produksi padi sebesar 75,7 juta ton GKG (Gabah Kering Giling).81
Secara strategis, Indonesia telah melakukan tindakan yang tepat dan
memilki komitmen yang tinggi. Sekarang Indonesia mempunyai beberapa
agenda besar dalam hal kebijakan pangan, yakni peningkatan produksi dan
produktivitas pangan, peningkatan koherensi dalam pembuatan kebijakan, dan
penerapan safety-net policy. Walaupun demikian, potensi pengembangan
strategi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik tetap ada di masa
mendatang, seperti perlunya kebijakan konversi lahan yang lebih kuat.
Sehingga saat ini dapat dikatakan bahwa untuk pengembangan sektor
pertanian juga bisa dilakukan melalui strategi jangka pendek, strategi jangka
menengah, dan strategi jangka panjang.
Dalam strategi jangka pendek, salah satu aspek yang bisa
dipertimbangkan adalah bagaimana
pemerintah bisa memperkenalkan
integrated farming system atau consolidated farming system. Kedua farming
system tersebut akan menguntungkan petani Indonesia karena mereka adalah
81
Pdf. “kebijakan pemerintah dalam pencapaian swasembada beras pada program peningkatan
ketahanan
pangan”
diunduh
melalui
http://jdih.bpk.go.id/wpcontent/uploads/2012/03/tulisan-hukum-ketahanan-pangan.pdf diakses pada tanggal 25
November 2012
93
produsen sekaligus konsumen di saat yang bersamaan.82 Ketika petani dapat
memproduksi komoditas yang bervariasi dan meningkatkan produksinya
melalui inovasi yang cukup, petani tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan
sendiri, tetapi juga mendapatkan peningkatan pendapatan yang sangat
signifikan sehingga posisi mereka sebagai konsumen akan lebih aman.
Mengingat tujuan jangka menengah pembangunan pertanian yakni:
pertama, membangun SDM aparatur professional, petani mandiri dan
kelembagaan pertanian yang kokoh. Kedua, meningkatkan pemanfaatan
sumberdaya pertanian secara berkelanjutan. Ketiga, memantapkan ketahanan
dan keamanan pangan. Keempat, meningkatkan nilai tambah dan daya saing
produk pertanian. Kelima, menumbuh kembangkan usaha pertanian yang akan
memacu aktivitas ekonomi di pedesaan. Dan keenam, membangun sistem
manajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani.83 Dimana,
dapat dinyatakan bahwa dalam pencapaian tujuan tersebut pemerintah
menyusun strategi, kebijakan dan mengimplementasikan berbagai kegiatan
pembangunan pertanian, baik lintas subsektor maupun program subsektor.
Selain itu juga, peran strategi tersebut dapat digambarkan melalui kontribusi
yang nyata melalui pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan
baku industri, bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, dan
sumber pendapatan, serta pelestarian lingkungan melalui praktek usaha tani
yang ramah lingkungan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa upaya pemenuhan
Ageng S. Herianto.”Ketahanan Pangan Global dan Indonesia”. Jurnal Diplomasi. Volume 3
No. 3.September 2011.hlm 159
83
Esven L F Girsang. “Ketahanan Pangan Indonesia” diunduh melalui
http://esvenlf.blogspot.com/2012/11/ketahanan-pangan-di-indonesia.html diakses pada
tanggal 28 November 2012
82
94
kebutuhan pangan sebagai salah satu peran strategi pertanian merupakan salah
satu tugas yang sangat sulit untuk dicapai.
Sementara Kementerian Pertanian RI telah memiliki 4 aspek atau
target utama sebagai strategi jangka panjang dalam mencapai ketahanan
pangan nasional yakni: pertama, pencapaian swasembada dan swasembada
berkelanjutan. Kedua, peningkatan nilai tambah, atau daya saing dan ekspor.
Ketiga, peningkatan diversifikasi pangan. Keempat, peningkatan kesejahteraan
petani. Dari keempat target tersebut memiliki keterkaitan antara satu dengan
yang lainnya dimana tujuannya adalah pencapaian ketahanan pangan yang
kokoh dalam jangka panjang.84 Dari target tersebut dapat dijelaskan bahwa
pencapaian swasembada akan mendukung percepatan penganeka ragaman
konsumsi pangan. Tercapainya penganeka ragaman pangan akan berdampak
kepada penurunan konsumsi beras sehingga swasembada padi lebih terjamin
keberlanjutannya.
Pencapaian
swasembada
tersebut
juga
berpeluang
menurunkan impor pangan karena ketersediaannya telah terpenuhi secara
lokal. Akan tetapi untuk pencapaian sasaran penganeka ragaman pangan,
dibutuhkan suatu kondisi meningkatnya kesadaran masyarakat akan perlunya
pangan beragam dan gizi berimbang serta berubahnya kebijakan pemerintah
mengenai impor pangan.
Darwin Khadarisma. Laporan Departemen Perdagangan dan Bulog. “ Ketahanan Pangan
Indonesia: Beberapa Isu Strategis”. Ilmu dan Teknologi pangan. 25 Mei 2012. Diunduh
melalui http://ilmudanteknologipangan.com/2012/05/25/ketahanan-pangan-indonesiabeberapa-isu-strategis/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2012
84
95
Pencapaian swasembada pangan juga akan meningkatkan nilai tambah
komoditi pangan, membuka lapangan kerja pada berbagai usaha di berbagai
rantai pangan mulai dari budidaya, penanganan pasca panen, transportasi dan
penyimpanan serta pengolahan. Nilai tambah tersebut dapat diperoleh dari
hasil usaha pengolahan bahan pangan (tepung-tepungan, bahan pangan pokok
olahan, kuliner dan sebagainya). Pada saat swasembada mencapai surplus,
tidak tertutup peluang untuk ekspor pangan. Peningkatan nilai tambah dan
ekspor juga akan meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan
sehingga akan meningkatkan daya beli dan akses untuk memperoleh pangan
yang bermutu. Peningkatan pendapatan petani yang jumlahnya cukup besar,
diharapkan berdampak pada pola konsumsi yang semakin beragam. Untuk itu
perlu juga program pendidikan manfaat konsumsi pangan beragam dan gizi
seimbang.
Tingkat nasional strategi yang bisa dilakukan dan dikembangkan
seperti strategi intensifikasi harus tetap dilaksanakan. Strategi benih unggul,
strategi saran manajemen budidaya tanaman pertanian yang pas yang baik
yang edukasional yang dilandasi pada satu pemikiran berlandaskan hasil
penelitian yang baik dan benar. Dimana, Indonesia harus mampu bersaing
mengingat
padi
kualitas
lokal,
produktivitasnya
sudah
cukup
baik
dibandingkan dengan Thailand. Strategi lainnya dapat dilakukan yaitu :
Pertama, strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi makro yang
menciptakan pertumbuhan yang berdimensi pemerataan dan berkelanjutan
(sustainable development). Kedua adalah merupakan keperluan yang
96
mendesak untuk mempercepat pertumbuhan sektor pertanian dan pangan serta
pembangunan pedesaan dengan fokus kepentingan golongan miskin. Ketiga,
sudah saatnya harus meningkatkan akses terhadap lahan dan sumberdaya
pertanian, termasuk menciptakan dan meningkatkan kesempatan kerja,
transfer pendapatan, menstabilkan pasokan pangan, perbaikan perencanaan
dan pemberian bantuan pangan dalan keadaan darurat kepada masyarakat.85
Menanggapi hal tersebut bahwa strategi tersebut sangatlah penting untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin khususnya dalam memenuhi
kebutuhan pangannya.
B. Bentuk-bentuk Diplomasi Pangan Indonesia di Fora Internasioanal
Kedaulatan pangan menjadi isu mutakhir dan prioritas bagi seluruh
negara di dunia untuk mengantisipasi rawannya krisis pangan internasional.
Sehingga, kesiapan dan ketersediaan pangan juga mempengaruhi Indonesia.
Perkembangan dan orientasi hubungan internasional mutakhir tidak terbatas
kepada isu konvensional seperti perang, militer dan isu-isu keras lainnya (hard
issues) tetapi sudah meluas kepada isu-isu non konvensional seperti politik
ekonomi, pangan global, perdagangan bebas dan isu-isu lunak lainnya (soft
issues). Oleh karena itu, diplomasi suatu negara juga ikut bergeser bukan
hanya diplomasi politik dan diplomasi ekonomi tetapi perlu ada juga
diplomasi pangan. Diplomasi pangan terjadi karena tuntutan bahwa situasi
pangan domestik atau nasional sudah dipengaruhi oleh kebijakan pangan dari
85
Aep Saefullah “Indonesia Butuh Strategi Revolusioner Untuk Ketahanan Pangan”.Kompasiana.
27
oktoeber
2011.
Diunduh
melalui
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/10/27/indonesia-butuh-strategirevolusioner-untuk-ketahanan-pangan-407190.html diakses pada tanggal 23 November
2012
97
negara-negara produsen pangan besar seperti Amerika Serikat, Uni Eropa,
China, India, Australia, Thailand dan juga Vietnam.
Perdagangan internasional yang dibangun dari sistem multilateral
WTO telah membentuk saling keterkaitan antara aktor-aktor negara dan
swasta (perusahan multinasional) dalam transaksi dan hubungan dagang untuk
komoditas-komoditas pangan strategis seperti beras, kedelai, gula, terigu dan
gandum. Dengan meningkatnya situasi krisis pangan dunia saat ini, maka
Indonesia sebagai salah satu negara yang juga masuk ke dalam sistem
perdagangan internasional sangat mungkin akan terkena dampak naiknya
harga pangan akibat langkanya produk pangan itu di pasar internasional.
Kebijakan ketahanan pangan menyeluruh (holistic food security) yang
diharapkan bisa tercipta bagi seluruh rakyat di Indonesia yaitu tercakupnya
ketahanan pangan, ketersediaan pangan, keamanan pangan dan akses terhadap
pangan.
Berdasarkan kebijakan yang telah dipaparkan pada bab tiga mengenai
perlu diadakannya kerjasama internasional sehingga pada bab empat ini akan
dipaparkan mengenai bentuk-bentuk diplomasi pangan Indonesia. Pada
tingkatan internasional, Pemerintah
Indonesia dan masyarakat perlu
membangun diplomasi pangan yaitu bekerja sama untuk meyakinkan negaranegara produsen pangan strategis terutama negara-negara berkembang seperti
Thailand, Vietnam, India, dan Brasil berminat mengalokasikan residual
goods-nya terutama beras untuk Indonesia jika langkah-langkah pembangunan
pertanian nasional betul-betul telah gagal. Pemerintah Indonesia dan
98
masyarakat mulai mendekati Brasil atau India untuk bekerja sama untuk tukarmenukar teknologi pengolahan bahan-bahan pangan. Kemudian, Indonesia
perlu mendorong dan memperkuat kerja sama regional untuk mencegah
minimnya pasokan pangan di wilayah Asia Tenggara melalui ASEAN. Kerja
sama regional bisa dilakukan dengan memberdayakan para produsen pangan
seperti Thailand dan Vietnam untuk memastikan dua negara tersebut menjaga
pasokan pangan di kawasan tersebut. Sesungguhnya krisis pangan merupakan
ancaman regional yang bisa mengakibatkan instabilitas kawasan. Pada
organisasi multilateral, Indonesia harus menggalang koalisi dengan negaranegara berkembang untuk meminta adanya keleluasaan dan koreksi atas
kebijakan-kebijakan pertanian dalam sistem perdagangan multilateral WTO
khususnya dari negara-negara maju seperti AoA dan TRIPs (Hak Kekayaan
Intelektual/HAKI)
yang
terkait
dengan
ketahanan
pangan
demi
menyelamatkan ratusan juta manusia di negara-negara berkembang dan
miskin.86
a. Fora Multilateral
Indonesia merupakan salah satu negara pengagas yang mendorong
agar masalah ketahanan pangan mendapatkan perhatian global. Presiden RI
dalam suratnya kepada sekjen PBB menyerukan agar masyarakat internasional
mengambil langkah-langkah konkret dalam upaya mengakhiri krisis pangan
global yang terjadi pada tahun 2008. Bagi Indonesia, masalah ketahanan
86
Baginda Pakpahan. “Diplomasi Pangan dan Pertanian”. Citation. Saturday 14 june 2008.
Diunduh
melalui
http://c-tinemu.blogspot.com/2008/06/diplomasi-pangan-danpertanian.html diakses pada tangga 17 Oktober 2012
99
pangan adalah suatu hal yang sangat penting dan merupakan kebutuhan pokok
manusia. Indonesia menyerukan agar dunia internasional menata ulang
kebijaksanaan dibidang pertanian, baik di tingkat nasional, regional, maupun
internasional. Masalah ketahanan pangan dan pembangunan pertanian
hendaknya menjadi pusat dari arus utama pembangunan nasional dan global.
Indonesia bersama dengan Mesir dan Chile merupakan negara-negara
yang memprakarsai diangkatnya masalah ketahanan pangan dalam agenda
global. Sidang ke-63 Majelis Umum (MU) PBB tahun 2008 telah
mengesahkan resolusi mengenai “Agriculture Development and Food
Security”. Resolusi ini menggarisbawahi pentingnya kemitraan global dalam
rangka menciptakan ketahanan pangan dunia serta pentingnya pembangunan
pertanian pada tingkat nasional, regional, dan internasional. Dengan
dimasukkannya isu Food Security dalam agenda MU PBB, maka isu ini
mendapatkan perhatian dengan bobot politis yang cukup tinggi. Berbagai
upaya global untuk memerangi bahaya krisis pangan global dapat diwujudkan
melalui dukungan banyak negara anggota PBB yang ditujukan kepada
Indonesia selaku inisiator dalam agenda tersebut.
Indonesia selaku penggagas isu Food Security dalam agenda global
terus aktif mengangkat isu-isu pertanian yang membutuhkan perhatian dari
kemitraan internasional. Saat ini, upaya diplomasi Indonesia dalam forum
multilateral terkait masalah food security selalu diarahkan untuk mendorong
terlaksananya global governance for food security. Indonesia terus mendorong
agar FAO secara efektif merumuskan kebijakan global di sektor pertanian dan
100
perbaikan nutrisi. Melalui berbagai pendekatan dan partisipasi aktif, Indonesia
juga menyerukan agar negara-negara maju dapat merealisasikan berbagai
komitmen mereka untuk memberikan pendanaan bagi pembangunan pertanian
yang berkelanjutan. Secara khusus, Indonesia mendesak agar negara maju
berkomitmen untuk mengeluarkan dana bagi penanganan kerawanan pangan
dan dapat segera dilaksanakan.
b. Food and Agriculture Organization (FAO)
Dalam forum FAO dan forum multilateral lainnya, terkait food security
seperti World Food Programme (WFP) dan Internastional Fund For
Agriculture Development (IFAD), Indonesia menyerukan agar penanganan
masalah kerawanan pangan dunia di berbagai negara dan wilayah oleh
berbagai organisasi internasional hendaknya dilakukan secara koheren, efektif,
dan sinergis guna menghindari duplikasi dan tumpang tindih. Kegiatan FAO,
WFP, dan IFAD di beberapa negara berkembang juga hendaknya
memperhatikan kemitraan yang efektif antara host-country dengan pihak
donor dalam rangka memobilisasi sumber daya keuangan maupun sumber
daya teknis dalam upaya pembangunan sektor pertanian dan pengamanan
ketersediaan pangan.
Diplomasi Indonesia juga aktif menyuarakan upaya penanganan
masalah ketahanan pangan, termasuk peningkatan kesejahteraan petani dan
masyarakat miskin pedesaan, di berbagai organisasi internasional atau
kelompok lainnya, seperti: World Trade Organization (WTO) khususnya
Common Fund for Commodities (CFC); World Food Programme (WFP);
101
International Fund for Agriculture Development (IFAD); dan lainnya.87Setiap
organisasi pertanian dan komoditi tersebut, diplomasi Indonesia utamanya
ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan para petani smallholders,
masyarakat miskin pedesaan yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung pada kegiatan sektor pertanian dan komoditi tersebut. Melalui
keterlibatan Indonesia dalam berbagai organisasi tersebut diupayakan agar
terdapat jaminan akses untuk mendapatkan bahan makanan maupun
kesempatan memperoleh pelatihan dan peningkatan kapasitas serta investasi.
c. World Trade Organization (WTO)
Dalam forum WTO, khususnya pada pembahasan agenda Agriculture
Negotiations, Indonesia senantiasa memperjuangkan pentingnya upaya
liberalisasi perdagangan produk pertanian dipasaran global dan reformasi
kebijakan pertanian melalui penghapusan subsidi ekspor, pengurangan subsidi
domestik dan peningkatan akses pasar. Kegagalan penyelesaian perundingan
sektor pertanian di Putaran Doha mengakibatkan berbagai praktek subsidi dan
subsidi ekspor di negara
maju masih akan berlanjut. Hal ini berarti
perdagangan sektor pertanian masih akan terus mengalami distorsi.
Indonesia selalu aktif memperjuangkan sistem perdagangan global
yang terbuka, khususnya untuk produk pertanian, dan menunjang keamanan
pangan. Indonesia menyerukan agar segala bentuk hambatan perdagangan
harus dihapuskan untuk meningkatkan akses pasar. Indonesia berkeyakinan
87
Eddi Santoso. Laporan dari Roma.” Swasembada Pangan Indonesia Naikkan Stabilitas dan
Posisi
Diplomasi.
Minggu
01/03/2009
diunduh
melalui
http://finance.detik.com/read/2009/03/01/121057/1092286/4/swasembada-panganindonesia-naikkan-stabilitas-dan-posisi-diplomasi diakses pada tanggal 12 November 2012
102
bahwa tatanan perdagangan dunia mempunyai peran yang besar dalam
menciptakan ketahanan pangan dunia. Namun, sangat disesalkan bahwa upaya
untuk menciptakan perdagangan bebas, adil, dan terukur mengalami hambatan
karena negara-negara maju menolak melepaskan subsidi dan subsidi ekspor
bagi sektor pertanian.
d. The Group Of Twenty (G-20)
Indonesia turut aktif mendorong upaya ketahanan pangan global
melalui forum G-20 dengan menyerukan agar negara-negara G-20 tidak
memberlakukan kebijakan hambatan ekspor untuk keperluan kemanusiaan
ataupun pangan darurat. Pada pertemuan Menteri Pertanian G-20, Indonesia
menggarisbawahi bahwa tujuan utama kerjasama G-20 harus difokuskan pada
upaya
peningkatan
berkesinambungan
food
dan
and
nutrion
pengentasan
security;
kemiskinan
pertanian
melalui
yang
peningkatan
pendapatan petani, khususnya smallholders farmers. Indonesia mengusulkan
bahwa strategi untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan pengembangan
riset dan inovasi, policy coherence, serta mendorong public-private
partnership (PPP). Indonesia menekankan pula pentingnya geo-monitoring
dan kerjasama antar lembaga riset internasional.
Menanggapi pendapat yang berbeda dari beberapa negara anggota G20, Indonesia berpandangan bahwa mekanisme cadangan pangan untuk
keamanan pangan dapat dilakukan secara efisien dan tidak mendistorsi pasar.
Argumentasi yang diberikan adalah bahwa cadangan pangan tidak dibangun
melalui stockpiling, tetapi melalui komitmen pasokan bahan makanan pada
103
keadaan darurat. Beberapa negara menunjukkan keengganan mengenai usulan
emergency food reserve karena khawatir adanya kemungkinan distorsi pasar
serta tidak efisien. Walau demikian, negara anggota G-20 dapat mendukung
usulan agar ekspor pangan bagi program kemanusiaan tidak dikenakan trade
block, kuota ataupun tarif.
Indonesia sepenuhnya mendukung implementasi G-20 Action Plan
yang menyerukan upaya global untuk mengatasi volatilitas harga bahan
pangan serta ketahanan pangan. Indonesia didukung oleh Prancis dan Amerika
Serikat, mengharapkan agar isu pertanian dapat terus menjadi agenda G-20
kedepan. Indonesia juga menyambut baik capaian konkret Action Plan antara
lain pembentukan AMIS (Agriculture Market Information System); Rapid
Response Forum; International Research Initiative for Wheat Improvemen;
dan Global Agriculture Geo-Monitoring Initiative.
e. Asia – Pacific Economic Cooperation (APEC)
Sementara di forum APEC, Indonesia turut aktif mendorong upaya
ketahanan pangan seperti pada saat pertemuan First APEC Ministerial
Meeting on Food Security di Niligata, Jepang, pada 2010 lalu. Melalui forum
ini Indonesia turut mendorong upaya untuk memperkokoh ketahanan pangan
mengingat terjadinya penambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang
relatif tinggi di kawasan Asia Pasifik. Di kawasan Asia Pasifik juga sering
terjadi bencana alam dan perubahan iklim yang berdampak langsung pada
ketahanan pangan.88
88
Ade Petranto. Op.Cit. 31
104
Menanggapi hal tersebut, negara anggota APEC memandang perlu
pembangunan sektor pertanian dilakukan secara berkelanjutan dengan
dukungan investasi, perdangan dan pasar. Negara anggota APEC sepakat
bahwa perluasan kapasitas pasokan pangan perlu dilakukan melalui
peningkatan produktivitas, pemanfaatan teknologi pascapanen, perluasan areal
tanaman, rehabilitasi lahan pertanian, dan optimalisasi pemanfaatan sumber
daya secara berkelanjutan.
Hal ini pada dasarnya sesuai dengan usulan Indonesia yang
menyampaikan bahwa investasi di bidang pertanian harus sejalan dan dapat
mendukung pengembangan infrastruktur di daerah pedesaan dan pentingnya
partisipasi aktif penduduk lokal di dalam kegiatan investasi. Bagi Indonesia,
investasi dan perdagangan di bidang pertanian harus dapat memberikan
keuntungan bagi para petani, terutama small-scale farmers. Dalam hal ini,
Indonesia konsisten menyuarakan supaya perdagangan global produk
pertanian harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan,
menciptakan lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan dan menengah
kerusakan lingkungan. Pada Nigita Declaration on APEC Food Security,
Indonesia berkontribusi dengan memasukkan usulan mengenai pentingnya
dilakukan diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal dan pentingnya
kerja sama regional dalam mengatasi permasalahan kerawanan pangan melalui
penyediaan cadangan pangan.
105
Indonesia mengusulkan khususnya yang terkait dengan perdagangan
dan investasi di bidang pertanian, tidak sepenuhnya dapat diterima oleh
negara-negara maju yang menganggap isi-isu tersebut sensitif. Oleh karena
itu, perundingan multilateral di bidang perdagangan produk pertanian dan
investasi mengalami kebuntuan. Meskipun demikian, semangat APEC yang
bersifat voluntary dan non-binding diharapkan dapat mendorong confidence
building di antara negara anggota APEC dalam mengembangkan kerja sama di
bidang pertanian serta adanya pengertian bahwa kerja sama tersebut diarahkan
pada pemenuhan pangan dan ketahanan pangan di kawasan.
f. Asssociation of the South east Asia Nation (ASEAN)
Dalam kerangka ASEAN, Indonesia secara aktif mendorong upaya
kerja sama di bidang ketahanan pangan dengan disepakatinya ASEAN
Integrated Food Security (AIFS) Framework dan Strategic Plan of Action on
Food Security in the ASEAN Region (SPA-FS) 2009. Melalui kerja sama ini,
Indonesia bersama dengan negara ASEAN lainnya berupaya untuk
memberdayakan berbagai kerja sama yang telah dicetuskan sebelumnya guna
mencegah timbulnya krisis pangan di kawasan ASEAN. Upaya yang
dilakukan anggota ASEAN, antara lain meniadakan larangan ekspor produk
makanan, tidak melakukan mekanisme pengendalian harga dan subsidi bahan
pangan, serta memberikan fasilitas impor untuk kelancaran distribusi bahan
pangan terutama bagi kelompok masyarakat yang rentan ketahanan pangan.
106
Melalui AIFS dan SPA-FS 2009, Indonesia dan negara anggota
ASEAN lainnya melakukan kerja sama ketahanan pangan melalui penguatan
kebijakan nasional ketahanan pangan masing-masing negara, mengembangkan
sistem cadangan pangan, mendorong perdagangan dan pasar bahan pangan
yang kondusif, dan memperkuat keterkaitan dan keterpaduan sistem jaringan
data terkait informasi mengenai harga, distribusi dan logistik bahan pangan.
Berkaitan dengan hal ini, Indonesia berperan aktif dalam ASEAN Food
Security Reserve Board (AFSRB) dan East Asia Emergency Rice Reserve
(EAERR). Indonesia turut bekerja sama membentuk ASEAN Food Security
Information System (AFSIS) dan upaya bersama dalam rangka produksi yang
berkesinambungan untuk bahan pangan. Melalui kerja sama AIFS dan SPAFS 2009, Indonesia mendorong peningkatan kerja sama di sektor pertanian,
seperti optimalisasi penggunaan mendorong kerja sama dengan pihak swasta,
fasilitasi pemerintah untuk investasi di bidang produksi bahan pangan serta
penelitian dan pengembangan kerja sama bio-teknologi.
g. Fora Bilateral
Diplomasi Indonesia dalam pencapaian ketahanan pangan juga
dilakukan melalui kerja sama bilateral di bidang pertanian. Kerja sama
Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat ditandai dengan kunjugan
Wakil Menteri Pertanian RI ke AS Mei 2011 yang menyepakati kerja sama
bilateral dalam kerjasama pengembangan bio-teknologi, investasi di bidang
penanganan pascapanen dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia
melalui kerja sama antar-universitas. Dimana, pada saat kunjungan Presiden
107
Obama ke Indonesia dalam rangka menghadiri East Asia Summit di Bali
2011,
tindak
lanjut
konkret
kerja
sama
pertanian
tersebut
dapat
direalisasikan.89
Kerja sama Indonesia di bidang ketahanan pangan juga dilakukan
dengan negara-negara di Benua Afrika, dimana Pemerintah Indonesia
memberikan pelatihan teknis bagi para petani Afrika. Indonesia cukup banyak
mengirim tenaga ahli pertaniannya ke Tanzania, Gambia, Zambia,
Madagaskar dan Ethiopia dalam rangka meningkatkan kapasitas para petani
setempat untuk berswasembada pangan. Indonesia juga memberikan bantuan
dana dan alat-alat pertanian kepada para petani di Afrika.
Merujuk pada bab sebelumnya dan menanggapi dari kebijakan
ketahanan pangan yang telah dipaparkan pada bab tiga halaman 65 hingga 89,
dapat dinyatakan bahwa kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia
tersebut tidak sejalan dengan fakta yang terjadi pada saat ini, dimana di satu
sisi Indonesia membuat kebijakan yang untuk dengan tujuan melakukan
swasembada
pangan khususnya beras yang berarti harus meningkatkan
produksi dalam negeri tanpa mengharapakan bantuan pangan dari luar negeri
sedangkan disisi lain
dimana sesuai dengan penjelasan yang telah
dipaparkana pada bab empat halaman 97 hingga 108 menyatakan bahwa
Indonesia sangat menginginkan adanya liberalisasi perdagangan, telah
dijelaskan juga bahwa Indonesia telah menjalin kerjasama dengan negaranegara produsen pangan lainnya, dan Indonesia telah menerima bantuan89
Ade Petranto. Jurnal Diplomasi.”Peran Diplomasi Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan
Nasional”. Vol 3. No.3 September 2011
108
bantuan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Sehingga dapat di
simpulkan bahwa Indonesia tidak konsisten dalam menerapkan kebijakan
mengenai ketahanan pangan, di satu sisi ingin berswasembada dan di sisi lain
Indonesia juga menerima dan mengharapkan bantuan serta impor pangan
khususnya beras dari luar negeri untuk mencapai ketahanan pangan nasional.
C. Peluang Dan Tantangan Diplomasi Pangan Indonesia
Perubahan lingkungan strategis yang mencakup perubahan kondisi
global maupun domestik yang dapat membawa dampak terhadap kondisi
Indonesia secara menyeluruh. Sebagai bagian dari upaya mencapai tujuan
nasional, pemberdayaan petani dalam sistem distribusi pangan guna mencapai
ketahanan
pangan juga harus memperhitungkan
pengaruh dinamika
perkembangan lingkungan strategis. Perubahan lingkungan strategis global
terlihat dari globalisasi yang melanda hampir seluruh dunia. Dengan
terjadinya globalisasi, seluruh dunia menjadi saling terhubung satu sama lain
(interconnected) dalam aspek kehidupan, seperti budaya, ekonomi, politik,
teknologi dan lingkungan.
Terkait dengan liberalisasi/pasar bebas, dengan diberlakukannya
perdagangan bebas dunia secara bertahap di beberapa kawasan dunia.
Pemberdayaan petani dalam sistem distribusi pangan menghadapi tantangan,
karena dengan perdagangan bebas produk pertanian akan menghadapi
persaingan dari negara lain, tidak hanya dari daerah lain. Adapun pengaruh
pada lingkungan strategis regional, dimana terjadinya perdagangan bebas di
kawasan Asia Tenggara dalam bentuk AFTA, yang pada esensinya
109
menghilangkan hambatan tarif bagi produk barang dan jasa suatu negara untuk
memasuki pasar negara lain.
Pada pertemuan tingkat pejabat senior dalam Asean Ministerial
Meeting on Agriculture and Forestry (AMAF) dibahas 5 hal penting, yaitu
soal cadangan beras, ketahanan pangan, peternakan, kerja sama ASEAN
dengan FAO, dan kerja sama ASEAN dengan Organisasi Kesehatan Hewan
Dunia (OIE). ASEAN mengupayakan tercapainya Ketahanan Pangan seluruh
negara anggotanya melalui pembinaan kerja sama yang melibatkan
pemerintahan maupun swasta.90 Dengan demikian, pemberdayaan petani
dalam sistem distribusi pangan guna mencapai ketahanan pangan yang efektif,
komprehensif dan efisien akan meningkatkan daya saing petani, hal ini akan
sangat berperan dan menentukan daya saing Indonesia pada era perdagangan
bebas di kawasan ASEAN ini.
Pengaruh perkembangan lingkungan nasional merupakan lingkungan
yang paling berpengaruh terhadap pemberdayaan petani dalam sistem
distribusi pangan guna mencapai ketahanan pangan dalam rangka kemandirian
bangsa. Sehingga, dari ketiga pengaruh lingkungan strategis tersebut dapat
dipaparkan peluang dan tantangannya yakni:91
Hermawan Eriadi.Kerisauan Adalah Tunas Perubahan.”Pemberdayaan Petani dan Nelayan
Dalam Distribusi Pangan”. Jakarta. September 2012. Diunduh melalui
http://hermawaneriadi.com/pemberdayaan-petani-nelayan-dalam-distribusi-pangan/ diakses
pada tanggal 12 November 2012
91
Suswono Laporan Kementerian Pertanian. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun
2010-2014. “Potensi, Permasalahan, dan Tantangan Pertanian Indonesia”. 3 November
2010.hlm.23
90
110
1. Peluang
Pertama, dengan pelaksanaan AFTA maka arus investasi, barang, jasa,
dan export dari suatu negara anggota Asean ke negara anggota Asean lainnya
praktis akan hampir dapat bergerak bebas. Indonesia memiliki peluang untuk
meningkatkan daya saing produk dengan produk pertanian yang berkualitas,
efektif dan efisien. Kedua, Indonesia dengan SKA yang berlimpah tetapi
belum terkelola dengan baik sehingga belum optimal mensejahterakan
masyarakat. Untuk itu, peluang kayanya SKA dapat dimanfaatkan khususnya
bagi peningkatan kesejahteraan petani dengan cara memberdayakan para
kaum petani.
Ketiga, akar sosial budaya yang luhur dan tradisi sebagai negara
agraris menjadi peluang bagi Indonesia untuk mencapai ketahanan pangan.
Hal ini dapat dilakukan dengan salah satunya memberdayakan petani dalam
sistem distribusi pangan. Keempat, situasi politik nasional yang cukup
kondusif, khususnya dalam proses legislasi revisi Undang-Undang Pangan dan
penyusunan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani menjadi
peluang bagi peningkatan pemberdayaan petani dalam sistem distribusi
pangan.
2. Tantangan
Pertama, Dengan pelaksanaan Asean Economic Community (AFTA)
menyatakan bahwa ketika Indonesia tidak memiliki keunggulan dalam sektor
pertanian dibandingkan dengan negara lain, maka Indonesia akan kalah dalam
perdagangan bebas. Kedua, Indonesia dengan SKA yang berlimpah tetapi jika
111
tidak dikelola dengan baik dengan memberdayakan petani, maka SKA
Indonesia akan terabaikan, bahkan sangat mungkin akan terjadinya “pencurian
“ secara illegal oleh pihak-pihak asing.
Ketiga, meskipun Indonesia memiliki akar sosial budaya yang luhur,
namun pengaruh luar dan situasi kesenjangan ekonomi masyarakat dapat
mempengaruhi dan menyebabkan konflik sosial dan kericuhan yang dapat
menimbulkan kerawanan sosial. Beberapa persoalan agraria yang berujung
pada konflik dan perampasan tanah pertanian. Dan permasalahan seperti itu
merupakan salah satu permasalahan yang cukup sulit untuk diselesaikan.
Sehingga ini merupakan tantangan bagi Indonesia dalam pencapaian
ketahanan pangan. Keempat, kuatnya kepentingan asing dan kelompokkelompok kepentingan yang ingin mempertahankan hegemoni dalam sistem
pertanian dapat menjadi kendala penyusunan revisi Undang-Undang Pangan
dan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Karena akan
dapat mengintervensi proses penyusunan sehingga dapat merugikan petani.
1. Peluang Diplomasi Pangan Indonesia
a. Internasional
1) Liberalisasi Pasar Global dan Ketidakadilan Perdagangan Internasional.
Dimana, Kesadaran akan manfaat peranan perdagangan internasional
bagi kesejahteraan penduduknya mendorong sejumlah negara bertetangga
membentuk organisasi kerja sama ekonomi regional yang memiliki
kepentingan untuk membangun kekuatan ekonomi bersama. Beberapa
kerjasama ekonomi negara yang menonjol yaitu North American Free Trade
112
Area (NAFTA), European Union (EU), ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan
yang lebih luas lagi adalah Asia Pasific Economic Cooperation (APEC).
Melalui integrasi ekonomi, diharapkan hambatan-hambatan perdagangan
(trade barriers), berupa tariff maupun non-tariff barrier, yang mungkin ada di
antara sesama negara anggota dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan,
sehingga lalu lintas atau mobilitas perdagangan barang dan jasa serta investasi
antar negara di dalam suatu kawasan menjadi lebih baik.
Kondisi ini akan semakin menyulitkan ekspor produk pertanian
Indonesia dan negara-negara lain di luar Eropa, karena sudah pasti akan
mendapat perlakuan yang berbeda (peraturan ekspor-impor yang sangat ketat)
dengan negara-negara yang berada di kawasan yang sama. Untuk menghadapi
masalah ini, Indonesia harus mulai mengembangkan produk pertanian olahan
dan mengutamakan pangsa pasar dalam negeri yang potensinya juga sangat
besar. Sebagai konsekuwensi dari negara yang turut meratifikasi perjanjian
General on Tariff and Trade dan World Trade Organization (GATT/WTO),
Indonesia harus mengikuti aturan yang telah disepakatinya.
Kebijakan proteksi yang dapat dilakukan antara lain penetapan tarif
impor dan pengaturan impor, subsidi sarana produksi, pengaturan harga output
maupun subsidi bunga kredit untuk modal usahatani. Untuk kebijakan promosi
pemerintah memfasilitasi upaya-upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi
usaha, perbaikan kualitas dan standarisasi produk pertanian, peningkatan akses
pasar melalui kegiatan promosi baik di dalam maupun di luar negeri.
113
2) Perubahan Sistem dan Manajemen Produksi
Sejalan dengan semakin ketatnya persaingan untuk memperoleh
pangsa pasar, para pelaku usaha mengembangkan strategi pengelolaan rantai
pasokan (Supply Chain Management, SCM) yang mengintegrasikan para
pelaku dari semua segmen rantai pasokan secara vertikal ke dalam usaha
bersama berlandaskan kesepakatan dan standarisasi proses dan produk yang
bersifat spesifik untuk setiap rantai pasokan. Kunci daya saing produk antar
rantai pasokan itu adalah efisiensi pada setiap segmen rantai pasokan dan
keterkaitan fungsional antar segmen dalam memelihara konsistensi setiap
pelaku dalam memenuhi kesepakatan dan standar yang digunakan.
Mekanisme ini juga merupakan salah satu wahana baru bagi
perusahaan multinasional untuk menguasai atau mengendalikan sektor
agribisnis Indonesia. Di samping mengandung aspek negatif, franchising dan
sewa merek dagang dapat bermanfaat dalam meningkatkan daya saing dan
perluasan pangsa pasar produk-produk pertanian, yang berarti berdampak
positif bagi perkembangan agribisnis di dalam negeri.
3) Perwujudan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan (Millenium
Development Goals)
Pada tahun 1996, melalui pertemuan World Food Summit (WFS),
dunia telah bersepakat untuk mewujudkan ketahanan pangan bagi setiap orang
dan menghapuskan penduduk yang kelaparan di seluruh negara. Sasarannya
adalah mengurangi jumlah penduduk rawan pangan menjadi setengahnya
paling lambat tahun 2015. Dunia menyadari bahwa pembangunan pertanian
dan pedesaan mempunyai peran penting dalam pemantapan ketahanan pangan,
114
karena 70 persen penduduk miskin dunia hidup di pedesaan dan
mengandalkan sumber penghidupannya dari sektor pertanian. Oleh karena itu,
pengentasan kemiskinan dan penghapusan kelaparan hanya dapat dilakukan
melalui pembangunan pertanian dan pedesaan yang berkelanjutan, yang dapat
meningkatkan produktivitas pertanian, produksi pangan dan daya beli
masyarakat.
4) Kemajuan Pesat dalam Penemuan dan Pemanfaatan Teknologi
Kemajuan pesat terjadi di bidang bioteknologi tanaman dan hewan
yang didukung dengan kemajuan ilmu biologi molekuler dan berbagai ilmu
pendukungnya. Pemetaan berbagai organisme, keberhasilan transformasi dan
regenerasi
organisme
hasil
rekayasa
genetik
(genetically
modified
organism/GMO) membuka peluang bagi pengembangan industri berbasis
sumberdaya hayati. Penggunaan GMO dalam kaitan dengan keamanan pangan
dan keamanan hayati masih kontroversial. Tidak adanya pengetahuan
konseptual dan empiris yang kuat dan meyakinkan menghasilkan sikap raguragu dari penentu kebijakan terhadap GMO. Maka negara-negara di dunia
menempuh kebijakan permissive policy atau precautionary policy terhadap
penggunaan GMO. Situasi yang kontroversial tersebut menyulitkan posisi
negara-negara berkembang.
Secara umum posisi status teknologi Indonesia pada beberapa
komoditas pertanian masih relatif tertinggal dibandingkan dengan negara di
kawasan ASEAN. Untuk padi dan unggas Indonesia lebih unggul dibanding
dengan negara-negara di Asia Tenggara maupun Asia Tengah. Namun
115
demikian untuk komoditas perkebunan relatif tertinggal dari Malaysia dan
hortikultural tertinggal dari Thailand. Untuk produk olahan pangan, produk
Indonesia relatif tertinggal dibanding dengan Thailand dan Vietnam. Hal
tersebut sangat dipengaruhi oleh perhatian pemerintah yang lebih konsisten
dalam membangun rantai agrobisnis komoditas dengan kemudahan dalam
pemasaran produk maupun olahannya.
b. Nasional
1. Dinamika Permintaan Pangan dan Bahan Baku Industri
Dinamika penduduk Indonesia ditinjau dari kualitas, pasar tenaga
kerja, tingkat pendidikan, mobilitas, dan aspek gender akan sangat
berpengaruh terhadap keragaman pembangunan pertanian di masa mendatang.
Dalam kaitan ini ada 3 (tiga) aspek yang perlu mendapat perhatian lebih yaitu:
pertama, meningkatnya permintaan terhadap produk-produk pertanian, baik
dalam
jumlah,
kualitas,
dan
keragamannya.
Kedua,
meningkatnya
ketersediaan tenaga kerja. ketiga meningkatnya tekanan permintaan terhadap
lahan untuk
penggunaan non-pertanian (pemukiman, tapak industri,
infrastruktur ekonomi).
Meningkatnya permintaan terhadap produk-produk pertanian dapat
dipandang sebagai peluang sekaligus sebagai tantangan pembangunan
pertanian. Peningkatan permintaan mengandung arti tersedianya pasar bagi
produk-produk pertanian. Di sisi lain, peningkatan permintaan produk
pertanian akan menimbulkan tekanan yang lebih besar untuk memacu
peningkatan produksi. Walau melimpahnya ketersediaan tenaga kerja di
116
pedesaan kondusif bagi pertumbuhan sektor pertanian, namun di sisi lain
merupakan beban bagi sektor pertanian karena pendapatan buruh tani dan
produktivitas tenaga kerja sektor pertanian semakin sulit ditingkatkan. Selain
itu, melimpahnya tenaga kerja di sektor pertanian justru menciptakan
persoalan baru yaitu terjadinya penurunan luas penguasaan lahan per rumah
tangga yang akan melahirkan lebih banyak kemiskinan di sektor pertanian
untuk masa yang akan datang. Sebagai akibatnya, penduduk miskin di sektor
pertanian akan melimpah pula. Kesenjangan perekonomian pedesaan dan
perkotaan masih tetap tinggi, sehingga penduduk miskin di pedesaan tetap
lebih banyak dibanding perkotaan.
2. Kelangkaan dan Degradasi Kualitas SDA
Meningkatnya permintaan lahan akibat pertumbuhan penduduk selain
menyebabkan penurunan luas lahan pertanian juga meningkatkan intensitas
usahatani di daerah aliran sungai (DAS) hulu. Penurunan luas lahan pertanian,
khususnya lahan sawah, yang telah berlangsung sejak lama, saat ini cenderung
semakin besar seiring dengan peningkatan konversi ke non-pertanian,
khususnya di pulau Jawa. Dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan pangan
juga meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan pangan telah dilakukan
intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian pangan.
3. Manajemen Pembangunan: Otonomi Daerah dan Partisipasi
Seiring dengan pelaksanaan era otonomi daerah yang telah dimulai
sejak tahun 2001, telah terjadi beberapa perubahan penting yang berkaitan
dengan peran pemerintah pusat dan daerah. Peran pemerintah yang
117
sebelumnya sangat dominan, saat ini berubah menjadi fasilitator, stimulator
atau promotor pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian pada era
otonomi daerah akan lebih mengandalkan kreativitas rakyat di setiap daerah.
Oleh karena itu, berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, masalah
ketahanan pangan nasional mestinya tetap menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat. Pemantapan sistem ketahanan pangan merupakan salah satu
tantangan serius di masa mendatang.
2. Tantangan Diplomasi Pangan Indonesia
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, tampak
jelas bahwa pemecahan masalah ketahanan pangan global merupakan suatu
persoalan yang cukup kompleks yang erat kaitannya dengan aspek
ketersediaan, misalnya produksi dan distribusi serta akses terhadap produk
pangan. Upaya menciptakan ketahanan pangan global menghadapi berbagai
tantangan, terutama karena belum terbentuknya tata-perdagangan global yang
adil, yang kemudian justru dijadikan sebagai pra-syarat terpenuhinya
ketahanan pangan global maupun nasional. ‘kebutuhan’ Perundingan Putaran
Doha
WTO
tahun
ini
akan
menyebabkan
negara-negara
kembali
memberlakukan kebijakan proteksionisme melalui penerapan subsidi domestik
dan subsidi ekspor. Akibatnya, sektor pertanian tetap menjadi bagian dari
perdagangan dunia yang paling mengalami distorsi perdagangan. Dampaknya,
sebagian besar masyarakat dunia, terutama di negara-negara berkembang
khususnya Indonesia, semakin sulit memperoleh akses pasar produk pertanian.
118
Kondisi ini diperburuk oleh volatilitas harga pangan dan komoditi di
pasaran akibat dari tindakan beberapa negara yang melakukan kebijakan
export prohibition or restriction. Tantangan untuk menciptakan sistem
perdagangan bebas yang terbuka juga disebabkan oleh permasalahan sanitary
dan phytosanitary (SPS) serta berbagai ketentuan teknis lainnya termasuk
persyaratan terkait food labeling; aturan-aturan yang masih terlalu “ketat” bagi
negara berkembang seperti Indonesia. Indonesia dalam menghadapi berbagai
tantangan tersebut terus menerapkan upaya-upaya dalam pencapaian
ketahanan pangan nasional, salah satunya adalah tetap disosialisasikannya
upaya diplomasi untuk mendorong dilanjutkannya perundingan yang telah
dilakukan selama ini. Dalam WTO Ministerial Conference 2011 lalu,
Pemerintah Indonesia bersama negara berkembang lainnya perlu mendorong
dilakukannya genuine reform sektor pertanian sesuai dengan mandat Doha
Development Agenda. Melalui upaya diplomasi diharapkan negara-negara
maju dapat menghentikan kebijakan proteksionisme. Indonesia bersama
negara berkembang lainnya akan mendorong agar penerapan Technical
Barrier to Trade (TBT) dikurangi. Perlu ditekankan pentingnya hak setiap
negara dan masyarakatnya untuk mewujudkan kecukupan kebutuhan
pangannya.92
Diplomasi Indonesia untuk memperjuangkan ketahanan pangan global
dan ketahanan pangan nasional dapat lebih dioptimalkan melalui dukungan
para stakeholder yang memilki peranan penting dalam menjalankan
92
Ade Petranto.”Peran Diplomasi dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan”. Jurnal Diplomasi.
Volume 3 No.3 September 2011. Hlm 34
119
kepentingan nasional suatu negara atau pemegang kepentingan nasional. Hal
ini tentunya mencakup kementerian-kementerian teknis terkait sektor
pertanian
dan
ketahanan
pangan,
lingkungan
hidup,
perdagangan,
perindustrian, energi, keuangan maupun kelompok masyarakat pelaku
pertanian dan perkebunan, asosiasi eksportir produk pertanian dan komoditi,
importir bahan pangan, serta akademisi.
Dukungan
ini
juga
harus
disertai
ketersediaan
infrastruktur,
ketersediaan data mengenai peta kerawanan pangan, statistik dan data
produksi pertanian terkini, kapasitas riset bidang bio-teknologi dan upaya
peningkatan produksi serta kapasitas sumber daya manusia yang memadai.
Kiranya melalui concerted effort dengan para pemegang kepentingan nasional,
upaya kemitraan yang dilakukan masing-masing sektor dapat lebih
terkoordinir dan terintegrasi sehingga melalui optimalisasi peran diplomasi
untuk mencapai sasaran yakni ketahanan pangan nasional.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Indonesia jika melihat
kondisi pangan nasional dan regional saat ini. Pertama, penduduk Indonesia
sangat mengandalkan beras dalam struktur pangan nasional. Dengan
demikian, tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia, yang mencapai 113 kg
per tahun, dan termasuk tingkat konsumsi tertinggi di dunia. Ketergantungan
yang tinggi pada beras menyebabkan harga komoditas tersebut sangat
fluktuatif. Selain itu juga, masyarakat pun menjadi tidak terbiasa dengan
bahan pangan alternatif. Kondisi seperti ini tentu akan dirasakan sangat berat
bagi masyarakat yang memilki penghasilan cukup rendah.
120
Kedua adalah dengan memperhatikan pertimbangan laju pertumbuhan
penduduk Indonesia yang mencapai 1,4% per tahun. Dimana, pertumbuhan
penduduk ini akan menuntut pembukaan lahan baru untuk perumahan,
pendidikan, dan kegiatan usaha. Tingginya alih fungsi lahan pertanian tentu
akan semakin menyulitkan dalam upaya menjaga ketahanan pangan
nasional.93
Indonesia juga mengalami masalah besar dalam sektor pertanian dan
pangan, terutama karena: pertama kurangnya kedaulatan atas sumber daya,
modal, faktor produksi utama, dan teknologi serta pengetahuan mengenai
pangan. Kedua, buruknya penanganan pascapanen dan pengolahan hasil.
Ketiga, ketegantungan impor pada beberapa komoditas strategi utamanya
beras. Keempat, kurangnya peranan petani dalam menentukan kebijakan
pertanian walaupun jumlahnya masih signifikan di Indonesia.94 Pengakuan
dan perlindungan lebih lanjut terhadap hak-hak asasi petani dan rakyat yang
bekerja di daerah pedesaan akan menjadi lompatan besar dalam memerangi
kelaparan dan kemiskinan serta mewujudkan hak atas pangan untuk semua
petani.
Rahmat Pramono. “Ketahanan Pangan dan Energi: Peluang Diplomasi Indonesia dalam
Kerangka ASEAN”. Jurnal Diplomasi. Volume 3. No.3 September 2011.hlm 72
94
Muhammad Ikhwan. “ Kondisi Pangan Global dan Agenda Pangan Untuk Indonesia”. Jurnal
Diplomasi. Volume 3. No.3.hlm 116
93
121
Proyeksi Ketahanan Pangan Indonesia
1. Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan
a. Swasembada
1. Kedelai: Produksi 2,7 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 20,05
% per tahun)
2. Gula: Produksi 5,7 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 17,63 %
per tahun)
3. Daging sapi: Produksi 0,55 juta di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 7,30
% tahun)
b. Swasembada Berkelanjutan
1. Padi: Produksi 75,70 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 3,22 %
per tahun)
2. Jagung: Produksi 29 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 10,02 %
per tahun)
Dukungan Utama:
a) Penyediaan pupuk:
Kebutuhan pupuk (subsidi dan non-subsidi): urea 35,15 juta ton, SP-36
22,23 juta ton, ZA 6,29 juta ton, KCL 13,18 juta ton, NPK 45,99 juta ton,
dan organik 53,09 juta ton.
b) Subsidi: pupuk, benih/bibit dan kredit/bunga
c) Perluasan lahan baru 2 juta ha untuk tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, hijauan makanan ternak dan padang penggembalaan.
d) Investasi pemerintah dan swasta di bidang pertanian (target investasi untuk
mendukung pencapaian target 1,2 dan 3 selama 2010-2014 adalah: Rp.
1.021.907 milyar untuk PMDN dan Rp.337.071 milyar untuk PMA).
e) Dukungan kementerian atau lembaga lain
122
Pencapaian target utama Kementerian Pertanian 2010-2014 dibarengi
dengan upaya antisipasi, mitigasi, dan adptasi terhadap fenomena variabilitas
dan perubahan iklim (seperti perakitan teknologi adaptif dan pemetaan daerah
rentan perubahan iklim) dan menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 84,9
juta ton CO2 selama 2010-2014.
2. Peningkatan Diversifikasi Pangan
a) Konsumsi beras menurun sekurang-kurangnya 1,5 % per tahun, dibarengi
peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-buahan dan
sayur-sayuran.
b) Skor pola pangan harapan naik dari 86,4 (2010) menjadi 93,3 (2014)
c) Peningkatan keamanan pangan
Dukungan utama:
a) Investasi pemerintah dan swasta di bidang pertanian (target investasi untuk
mendukung pencapaian target 1,2 dan 3 selama 2010-2014 adalah: Rp.
1.021.907 milyar untuk PMDN dan Rp.337.071 milyar untuk PMA).
b) Dukungan kementerian atau lembaga lain.
3. Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor
a) Tersertifikasinya semua produk pertanian organic, kakao fermentasi, dan
bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikat wajib).
b) Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan dari 20 % menjadi 50
% tahun 2014
c) Pengembangan tepung-tepungan untuk mensubstitusi 20 % gandum/terigu
impor pada tahun 2014
123
d) Memenuhi semua sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk
industri coklat dalam negeri tahun 2014
e) Meningkatnya surplus neraca perdagangan US$ 24,3 milyar menjadi US$
54,5 milyar tahun 2014
Dukungan utama:
a) Investasi pemerintah dan swasta di bidang pertanian (target investasi untuk
mendukung pencapaian target 1,2 dan 3 selama 2010-2014 adalah: Rp.
1.021.907 milyar untuk PMDN dan Rp.337.071 milyar untuk PMA).
b) Dukungan kementerian atau lembaga lain.
4. Peningkatan KesejahteraanPetani
a) Pendapatan per kapita pertanian Rp.7,93 juta di tahun 2014
b) Rata-rata laju peningkatan pendapatan per kapita 11,10 persen per tahun
Dukungan utama:
a) Investasi pemerintah dan swasta di bidang pertanian (target investasi untuk
mendukung pencapaian target 1,2 dan 3 selama 2010-2014 adalah: Rp.
1.021.907 milyar untuk PMDN dan Rp.337.071 milyar untuk PMA).
b) Dukungan kementerian atau lembaga lain yang berpihak kepada petani.
124
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Strategi Diplomasi Pangan Indonesia Ada Tiga Yakni Strategi Jangka
Pendek, Strategi Jangka Menengah, dan Strategi Jangka Panjang.
Strategi jangka pendek; dalam strategi jangka pendek salah satu aspek
yang bisa dipertimbangkan adalah pemerintah diharapkan agar bisa
mensosialisasikan integrated farming system atau consolidated farming
system. Karena kedua farming sistem tersebut dapat menguntungkan
kelompok petani Indonesia dalam dua waktu yang bersamaan. Dimana petani
dapat memproduksi pangan lain dan meningkatkan produksinya melalui
inovasi-inovasi yang cukup bagus.
Strategi jangka menengah; dalam
menerapkan strategi jangka
menengah ini tujuan utamanya adalah membangun sumber daya manusia yang
profesional dengan cara melibatkan petani dalam kelembagaan. Sehingga
dalam lembaga tersebut kelompok petani dapat membuat kegiatan-kegiatan
yang dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta
mengembangkan usaha tani yang dapat memacu aktivitas pertanian.
Strategi jangka panjang; dalam strategi ini dikatakan bahwa setelah
periode strategi jangka menengah. Maka tahap ke-2 yakni startegi jangka
panjang yang memegang peranan penting dalam pembangunan pertanian
khususnya strategi dalam perekonomian nasional. Dimana, diharapkannya
Indonesia serta petani bersama-sama dalam mengusahakan pencapaian
125
swasembada khususnya beras dengan cara memperhatikan sarana dan
prasarana dalam pertanian. Selain itu juga pemerintah juga diharapkan
mengarahkan petani agar dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing
serta dapat menciptakan diversifikasi pangan, bahwa bukan hanya beras yang
bagus untuk dikonsumsi melainkan banyak komoditas lainnya.
2. Bentuk-Bentuk Diplomasi Pangan Indonesia Di Fora Internasional
Bentuk-bentuk diplomasi pangan yang telah dilakukan oleh Negara
Indonesia dalam mencapai ketahanan pangan nasional sangatlah beragam
dalam setiap forum. Dimana pada tingkat internasional, Pemerintah Indonesia
telah menjalin kerja sama dengan negara-negara penghasil padi seperti
Thailand, Vietnam, India, dan Brasil dengan tujuan agar negara-negara
tersebut dapat membantu Indonesia dalam pembangunan pertanian khususnya
mengenai ketersediaan beras dalam negeri. Di fora multilateral Pemerintah
Indonesia bersama PBB menginstruksikan kepada masyarakat internasional
bahwa pentingnya mencapai ketahanan pangan (food security) serta
menyerukan kepada dunia agar berupaya keluar dari krisis pangan. Dengan
cara menata ulang kebijakan dalam sektor pertanian, baik di tingkat nasional,
regional, maupun internasional.
Indonesia juga kerja sama dengan FAO, WFP, IFAD, dimana
Indonesia sebagai penggagas dalam mendorong terciptanya ketahanan pangan
sehingga dalam hal ini Indonesia bersama ke-3 forum tersebut menyerukan
agar setiap organisasi internasional dalam menangani rawan pangan dunia
harus dilakukan dengan baik dan efisien. Guna untuk mencapai ketersediaan
126
pangan di setiap negara serta wilayah yang kekurangan pangan khususnya
beras.
Kerja sama Indonesia dalam forum WTO, dimana Indonesia sebagai
inisiator dalam memperjuangkan perdagangan produk pertanian di pasar
terbuka atau pasar global serta memperjuangkan reformasi kebijakan pertanian
melalui penghapusan subsidi ekspor, pengurangan subsidi domestik dan
peningkatan akses pasar. Indonesia percaya bahwa tatanan perdagangan dunia
mempunyai peran yang besar dalam menciptakan ketahanan pangan dunia.
Selain itu, Indonesia melalui forum G-20 memilki peranan penting dalam
mendorong tercapainya ketahanan pangan global dengan menyuarakan kepada
negara-negara G-20 agar berhenti memberlakukan kebijakan mengenai
hambatan ekspor untuk keperluan kemanusiaan ataupun pangan darurat.
Dengan tujuan peningkatan food and nutrion security; pertanian yang
berkesinambungan
dan
pengentasan
kemiskinan
melalui
peningkatan
pendapatan petani, khususnya smallholders farmers.
Sementara di forum APEC, dengan melihat terjadinya peningkatan laju
pertambahan penududuk dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi di
kawasan Asia Pasifik sehingga melalui forum tersebut Indonesia berperan
aktif dalam memperkokoh ketahanan pangan yang telah dicapai. Dimana,
negara anggota APEC memandang perlu pembangunan sektor pertanian
dilakukan secara berkelanjutan dengan dukungan investasi, perdagangan dan
pasar. Sedangkan dalam kerangka ASEAN, Indonesia menyepakati ASEAN
Integrated Food Security (AIFS) Framework dan Strategic Plan of Action on
127
Food Security in the ASEAN Region (SPA-FS) mengenai upaya kerja sama di
bidang ketahanan pangan. Dengan tujuan untuk mendorong pelaksanaan
berbagai kerja sama yang selama ini belum direalisasikan dengan baik untuk
mencegah terjadinya krisis pangan di kawasan ASEAN.
Adapun kerja sama Indonesia di fora bilateral dalam bidang pertanian
yakni kerja sama Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat dengan
menyepakati kerjasama mengenai pengembangan bio-teknologi, investasi di
bidang penanganan pascapanen dan peningkatan kapasitas sumber daya
manusia melalui kerjasama antar-universitas. Selain itu juga, Indonesia
melakukan kerjasama dengan negara di Benua Afrika dengan metode
Pemerintah Indonesia memberikan pelatihan teknis bagi para petani Afrika.
Indonesia juga memberikan bantuan dana dan alat-alat pertanian kepada para
petani di Afrika.
3. Peluang dan Tantangan Diplomasi Pangan Indonesia di Fora Internasional
Peluang Diplomasi Pangan Indonesia; Dimana dengan terjadinya
perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara dalam bentuk AFTA, yang pada
esensinya menghilangkan hambatan tarif bagi produk barang dan jasa suatu
negara untuk memasuki pasar negara lain. Sehingga dapat meningkatkan daya
saing produk. Hal tersebut juga harus di dukung dengan memanfaatkan
sumber kekayaan alam yang akan dikelola oleh para petani selain itu dengan
adanya undang-undang pangan perlindungan dan pemberdayaan petani yang
akan memberikan peluang bagi peningkatan pemberdayaan petani dalam
sistem distribusi pangan.
128
Tantangan Diplomasi Pangan Indonesia; dimana dipaparkan bahwa
AFTA menyatakan Indonesia harus dapat menciptakan hal-hal baru yang
dapat menunjang sektor pertanian. Sehingga dapat bersaing dengan negara
lain dalam perdagangan bebas. Hal yang dapat menunjang peningkatan sektor
pertanian agar menjadi lebih baik yakni dengan mengelola sumber kekayaan
alam dengan memberdayakan petani. Tantangan lainnya adalah kuatnya
kepentingan asing yang dapat mempertahanakan hegemoni dalam sistem
pertanian menjadi kendala penyusunan revisi undang-undang pangan dan
undang-undang perlindungan dan pemberdayaan petani.
B. Saran
Strategi
diplomasi
pangan
Indonesia;
melaksanakan dengan baik startegi-strategi
Indonesia
hendaknya
yang telah direncanakan
khususnya strategi jangka panjang yang telah berlangsung hingga saat ini.
Agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya sebagaimana mestinya serta
dapat meningkatkan pencapaian swasembada pangan yang selama ini masih
belum bisa dicapai dengan optimal khususnya komoditas beras sebagai
kebutuhan sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu, dengan
melaksanakan strategi tersebut Indonesia akan bisa terhindar dari kemiskinan
dan kelaparan walaupun tidak sepenuhnya.
Bentuk-bentuk diplomasi pangan Indonesia; Indonesia diharapkan
akan terus berusaha melakukan kerjasama-kerjasama dengan negara-negara
penghasil padi lainnya, agar dapat mencukupi stok cadangan pangan, selain itu
dengan adanya kerjasama dengan negara lain melalui tujuan pencapaian
129
ketahanan pangan maka akan memudahkan Indonesia dalam perdagangan
bebas. Serta diharapkan untuk tatap menjalin kerjasama dan tetap menjadi
inisiator dalam organisasi-organisasi internasional dalam menyuarakan
pentingnya mencapai ketahanan pangan global dan nasional.
Peluang dan tantangan diplomasi pangan Indonesia; mengenai peluang
Indonesia dalam diplomasi pangan yakni Indonesia sangat berpeluang dalam
kepemilikan komoditas pangan, serta sumber daya manusia. Sehingga
indonesia harus memilki kesadaran akan manfaat peranan perdagangan
internasional bagi kesejahteraan penduduknya dengan membentuk kerjasama
ekonomi regional yang memiliki kepentingan untuk membangun kekuatan
ekonomi bersama. Sementara tantangan dalam diplomasi ini adalah kondisi
saat ini diperburuk oleh volatilitas harga pangan dan komoditi di pasaran
akibat dari tindakan beberapa negara yang melakukan kebijakan ekspor.
Sehingga menciptakan tantangan untuk memasuki perdagangan bebas.
130
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Alatas, Ali, Diplomasi Dalam Aksi “Sebelas Diplomat Indonesia”, Bandung:
Angkasa, 2008.
Djelantik, Sukawarsini, Diplomasi Antara Teori Dan Praktik, Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2008.
Diamond, Louise, McDonald, Multi-Track Diplomacy, A System Approach to
Peace, 3rd Edition
Gany, Radi A. “Gagasan, Pikiran, dan Harapan Terhadap Pembangunan
Pertanian Indonesia”. Kampus Unhas Tamalanrea Makassar. Identitas
Universitas Hasanuddin. 2012.
Herdiawan, Didit .Ketahanan Pangan & Radikalisme, Jakarta: Republika, 2012
Jhamtani, Hira. Lumbung Pangan: Menata
INSISTpress: Yogyakarta. 2008.
Ulang Kebijakan Pangan.
Jackson, Robert. dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Khudori. Lapar: Negeri Salah Urus!. Resist Book: Yogyakarta. 2005.
Morghenthau, Hans.J. Politik Antar Bangsa, Edisi Revisi, Buku Ketiga, Jakarta:
Yayasan Obor. 1991
Nurmala, Tati .dkk. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012.
Roy, S.L., Diplomasi, Jakarta : Rajawali Press. 1991.hlm.4-5
Suryokusumo, Sumaryo, Praktik Diplomasi, Jakarta : STIH Iblam, 2004.
Suswono. Laporan Kementerian Pertanian. “Rencana Strategi Kementerian
Pertanian Tahun 2010-2014”.Jakarta. 2010
Wellesley, Victor. Diplomacy in fetters, 1944
Winarno, Budi. Melawan Gurita Neoliberalisme. Dikutip dari Nur
Utaminingsih:Global Agriculture And Food Security Program Sebagai
Solusi Penanganan Krisis Pangan Negara Berkembang. Makassar.2011.
131
Jurnal:
Ageng S. Herianto.”Ketahanan Pangan dan Energi: Ketahanan Pangan Global dan
Indonesia”. Dalam Jurnal Diplomasi. Volume 3 No. 3.September 2011
Drajat, Ben Perkasa. “Integrasi Ekonomi ASEAN Jelang dan Selepas
2015:Diplomasi Multilateral Indonesia di Tengah Perubahan Dunia“.
Dalam Jurnal Diplomasi Vol.2. No.3. September 2010.
Fathonah, R.A. “Mengoptimalkan Foreign Direct Investment: Pelajaran dari
Krisis Ekonomi Global 2008-2009.Membangun Ekonomi dengan
Diplomasi”. Dalam Jurnal Diplomasi Vol.2, No.2. Juni 2010.
Maxwell S. Food Security: A Post-Modern Perspective. Food Policy. Vol. 21.
No.2. 1996
Muhammad Ikhwan. “ Ketahanan Pangan Dan Energi:Kondisi Pangan Global dan
Agenda Pangan Untuk Indonesia”. Dalam Jurnal Diplomasi. Volume 3.
No.3. September 2011
Maxwell S. dan Frankenberger T. Household Food Security Concept. Indicators,
and measurements. UNICEF and IFAD: New York,USA. 1992
Natalegawa, R.M.Marty. “Mesin Diplomasi Cukup Tangguh Memperjuangkan
Kepentingan Bangsa, Diterbitkan Jakarta oleh: Direktorat Diplomasi
Publik Departemen Luar Negeri R.I Bekerjasama dengan Pilar Indo
Meditama”. Dalam Tabloid Diplomasi, No.25 Tahun II 15 November –
14 Desember 2009
National Geographic Indonesia, “7 Milliar Manusia, Tantangan Mengintai Bumi
Yang kian Sesak”, Edisi januari 2011
Petranto, Ade. “Ketahanan Pangan Dan Energi:Peran Diplomasi dalam
Mewujudkan
Ketahanan
Pangan
Nasional”.
Dalam
Jurnal
Diplomasi.Vol.3, No.3, September 2011.
Rahmat Pramono. “Ketahanan Pangan dan Energi: Peluang Diplomasi Indonesia
dalam Kerangka ASEAN”. Dalam Jurnal Diplomasi. Volume 3. No.3
September 2011.
132
Artikel :
Agus M Tauchid. Laporan Departemen Pertanian. “Peningkatan Kualitas SDM
Dalam Pemberdayaan Ketahanan Pangan Masyarakat”. Diunduh melalui
http://www.deptan.go.id/daerah_new/banten/dispertanak_pandeglang/artik
el_14.htm diakses pada tanggal 04 Desember 2012
Agil asshofie “Krisis Pangan Dunia” di minggu april 15, 2012 di unduh dari
http://agil-asshofie.blogspot.com/2012/04/krisis-pangan-dunia.html
diakses pada tanggal 21 januari 2013
Andreas Maryoto “ Akar Krisis Pangan Dunia “dalam Kompas.com di unduh
January
5,
2012
dari
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/16/03335110/AkarKrisis-Pangan-Dunia diakses pada tanggal 24 januari 2013
Aep Saefullah “Indonesia Butuh Strategi Revolusioner Untuk Ketahanan
Pangan”.Kompasiana.
27
oktoeber
2011.
Diunduh
melalui
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/10/27/indonesia-butuhstrategi-revolusioner-untuk-ketahanan-pangan-407190.html diakses pada
tanggal 23 November 2012
Baginda Pakpahan. “Diplomasi Pangan dan Pertanian”. Citation. Saturday 14 june
2008. Diunduh melalui http://c-tinemu.blogspot.com/2008/06/diplomasipangan-dan-pertanian.html diakses pada tangga 17 Oktober 2012
Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk Tahun 2010, di unduh dari
http://www.bps.indeks/, pada tanggal 25 januari 2013
Darwin Khadarisma. Laporan Departemen Perdagangan dan Bulog. “ Ketahanan
Pangan Indonesia: Beberapa Isu Strategis”. Ilmu dan Teknologi pangan.
25
Mei
2012.
Diunduh
melalui
http://ilmudanteknologipangan.com/2012/05/25/ketahanan-panganindonesia-beberapa-isu-strategis/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2012
Eddi Santoso. Laporan dari Roma.” Swasembada Pangan Indonesia Naikkan
Stabilitas dan Posisi Diplomasi. Minggu 01/03/2009 diunduh melalui
http://finance.detik.com/read/2009/03/01/121057/1092286/4/swasembadapangan-indonesia-naikkan-stabilitas-dan-posisi-diplomasi diakses pada
tanggal 12 November 2012
Esven L F Girsang. “Ketahanan Pangan Indonesia” diunduh melalui
http://esvenlf.blogspot.com/2012/11/ketahanan-pangan-di-indonesia.html
diakses pada tanggal 28 November 2012
133
Feryanto w.k. Diversifikasi Pangan. “Kelaparan dan Diversifikasi Pangan (suatu
Tinjaun Kritis Terhadap Revitalisasi Pertanian dalam Konteks Ketahanan
Pangan)”.
January
12th,
2011.
Diunduh
melalui
http://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/tag/diversifikasi-pangan/ diakses pada
tanggal 23 Desember 2012
Hermawan Eriadi.Kerisauan Adalah Tunas Perubahan.”Pemberdayaan Petani dan
Nelayan Dalam Distribusi Pangan”. Jakarta. September 2012. Diunduh
melalui http://hermawaneriadi.com/pemberdayaan-petani-nelayan-dalamdistribusi-pangan/ diakses pada tanggal 12 November 2012
Hananni,
AR,
Nuhfil.
Ketahanan
Pangan,
di
unduh
dari
http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/2-pengertian-ketahanan-pangan2.pd, pada tanggal 25 januari 2013
Jimmy Hitipeuw, “Tahun 2012, Jumlah Penduduk Dunia Tembus 7 Milliar”,
kompas,21
juni
2008,
di
unduh
melalui
http://nasional.kompas.com/read/2008/06/21/09053884/tahun.2012.jumlah
. penduduk.dunia.tembus.7.miliar. diakses pada tanggal 02 November
2012
Laporan Bank Dunia “Advancing Food Security in a Changing Climate”, 15
Maret
2011,
di
unduh
dari
melalui
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/NEWS/O,,contentMDK:
22858132~pagePK:64257043~piPK:437376~theSitePK:4607,00.html
diakses pada tanggal 23 september 2012
Laporan dari BBC Indonseia berjudul “PBB Bahas Krisis Pangan Dunia”, 24
September
2010,
diunduh
melalui
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/09/100924_unfood.shtml
diakses pada tanggal 20 november 2012
Lihat Zainal Abidin, “Ancaman Kemiskinan Global Baru Akibat Krisis Pangan”,
laporan
Berita
Antara,
20
April
2008,
http://www.antaranews.com/view/?i=1208673076&c=EKB&s=html
diakses pada tanggal 21 November 2012
Laporan Kementerian Pertanian. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun
2010-2014. “Potensi, Permasalahan, dan Tantangan Pertanian Indonesia”.
3 November 2010.hlm.23
Laporan Badan Statistik. “boks 2 penguatan ketahanan pangan daerah di sulawesi
tengah” diunduh melalui http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/9A9375DB7B76-41E7-A97C1ECA12531564/26831/Boks2PenguatanKetahananPanganProvSulteng.pdf
diakses pada tanggal 23 November 2012
134
Laporan Tempo.co.bisnis “Konsumsi Beras di Indonesia Tertinggi di Dunia”
diunduh
melalui
http://www.tempo.co/read/news/2011/12/13/090371426/Konsumsi-Berasdi-Indonesia-Tertinggi-di-Dunia diakses pada tanggal 21 Oktober 2012
Laporan World Food Programme. “Akses Terhadap Pangan dan Penghidupan”.
Fsva
2009.
Diunduh
melalui
http://www.foodsecurityatlas.org/idn/country/fsva-2009-peta-ketahanandan-kerentanan-pangan-indonesia/bab-3-akses-terhadap-pangan-danpenghidupan diakses pada tanggal 21 Oktober 2012
Laporan Dewan Ketahanan Pangan. “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 20102014”
Draf ke-3 Oktober 2009. Diunduh melalui
http://bkp.bangka.go.id/donlot/kebijakanumumketahananpangan20092014.pdf diakses pada tanggal 19 September 2012
Lihat Laporan Internasional Food Policy Research Institute,”2009 Global Hunger
Index”, diunduh melalui http://www.ifpri.org/publication/2009-globalhunger-index diakses pada tanggal 20 November 2012
Mahela dan Adi Sutanto. Jurnal Protein. “Kajian Konsep Ketahanan Pangan” .
Vol
13.
No.2
2006.
Diunduh
melalui
http://www.google.com/url?q=http://ejournal.umm.ac.id/index.php/protein
/article/viewFile/66/66_umm_scientific_journal.doc&sa=U&ei=eZoXUZ
mhBMeJrAeJr4G4DQ&ved=0CB8QFjAC&usg=AFQjCNEXEh4dOApb
Q_WbxrK-5Eci58kUZw diakses pada tanggal 23 November 2012
PBB Peringatan Krisis Pangan”, artikel 12 Januari 2011,di unduh melalui
http://www.epochtimes.co.id/internasional.php?id=986
diakses
pada
tanggal 12 oktober 2012
Prawira. Laporan WordPress.com. “Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan”.
Diunduh melalui http://yprawira.wordpress.com/manajemen-mutu-dankeamanan-pangan/ diakses pada tanggal 19 November 2012
Pdf. “kebijakan pemerintah dalam pencapaian swasembada beras pada program
peningkatan ketahanan pangan” diunduh melalui http://jdih.bpk.go.id/wpcontent/uploads/2012/03/tulisan-hukum-ketahanan-pangan.pdf
diakses
pada tanggal 25 November 2012
Ratu Atut Chosiyah. Artikel. “Laporan Hasil Pertemuan Pengelolaan Cadangan
dan Lumbung Pangan di Provinsi Bali”.. Diunduh melalui
http://bkpd.banten.go.id/view_artikel.php?id=155%20&%20idcat=43 04
November 2009.diakses pada tanggal 21 Desember 2012
135
Sawit, Husein. Artikel Majalah Pangan.” Respon Negara Berkembang dan
Indonesia Dalam Menghadapi Krisis Pangan Global 2007 - 2008” diunduh
melalui http://www.majalahpangan.com/artikel.php?id=139 , di akses pada
sabtu 28 september 2012
Suryo Kusumo. Adikarsa's Blog. “Kedaulatan Pangan atau Ketahanan Pangan
yang sesuai untuk Indonesia dalam mengatasi rawan pangan”. dunduh
melalui
http://adikarsa.wordpress.com/2009/05/17/berbicara-tentangpembangunan-pasti-tidak-akan-terlepas-dari-pembangunan-ekonomimasyarakat-dalam-masa-orde-baru-kita-telahmenikmati-hasilpembangunan-ekonomi-dengan-dibangunnya-infrastruktur-dan-sa/ Mei 17,
2009 .diakses pada tanggal 18 Desember 2012
Surjono Hadi Sudjahjo.”perubahan Iklim dan Ancaman Krisis Pangan Dunia”,
Laporan
Metro
TV
News,
diunduh
melalui
http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2011/02/05/134/PerubahanIklim-dan-Ancaman-Krisis-Pangan-Dunia diakses pada tanggal 15
November 2012
Internet:
Abdullah. Wordpress. “ Model Ketahanan Pangan”. Diunduh melalui
http://a270787.wordpress.com/model-ketahanan-pangan/ diakses pada
tanggal 13 November 2012.
Achmad,Suparman.”Globalisasi”.diunduh
melalui
http://www.scribd.com/doc/62991246/globalisasi di akses pada tanggal 21
januari 2013
Anonymous.2012.http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=faktor+yang+mem
pengaruhi+globalisasi+pangan&sourcew.Diakses Tanggal 09 November
2012.
Bratadharma, Angga. Laporan Infobank.News.com. “Pemerintah Jangan Anggap
Remeh
Isu
Krisis
Pangan
Dunia”.
diunduh
melalui
http://www.infobanknews.com/2012/08/pemerintah-jangan-anggapremeh-isu-krisis-pangan-dunia/ . Thu, 23 Aug 2012.Jakarta diakses pada
tanggal 09 november 2012
Ezer Siadari, Eben. Jaring.News.com.”Dunia Diambang Krisis Pangan, Ini
Strategi
Indonesia.”
Diunduh
melalui
http://jaringnews.com/ekonomi/umum/21266/dunia-diambang-krisispangan-ini-strategi-indonesia. diakses pada tangal 09 november 2012
Endri,Barcelonastisia.
Gizi
dan
Pangan.
“Pengertian
ketahan
pangan,Penganekaragaman pangan, Pola Pangan Harapan (PPH)”.
136
Diunduh melalui http://endrymesuji.blogspot.com/2012/05/pengertianketahan-panganpenganekaragam.html 28 Mei 2012. diakses pada tanggal
25 September 2012
Ketut Budastra. Inspirasi (Membawa Pencerahan Bangsa). “Ketahanan Pangan”.
30
April
2012.
Diunduh
melalui
http://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/04/30/ketahananpangan%E2%80%9D/ diakses pada tanggal 12 Oktober 2012
Moony Munawaroh. Be A Geograph. “Konsep Ketahanan Pangan”. Diunduh
melalui
http://earthy-moony.blogspot.com/2011/05/konsep-ketahananpangan.html Tuesday, May 17, 2011. diakses pada tanggal 21 oktober
2012
Petikdua. kata.cerita.kita.” Analisis Teori dan Konsep Ketahanan Pangan dan
Keterkaitannya terhadap Krisis Pangan Global dalam Ilmu
Hubungan Internasional”. 23 Agustus 2011. Diunduh melaui
http://petikdua.wordpress.com/2011/08/23/analisis-teori-dan-konsepketahanan-pangan-dan-keterkaitannya-terhadap-krisis-pangan-globaldalam-ilmu-hubungan-internasional/ di akses pada tanggal 10 november
2012
Scholte di unduh dari http://www.scribd.com/doc/62991246/globalisasi di akses
pada tanggal 21 januari 2013
Soetrisno Dalam Mulyana. Pakpahan dan Pasandaran. Diunduh melalui
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44569/A06aaa.pdf?
sequence=1. 1998.diakses pada tanggal 12 november 2012
Usep Sobar Sudrajat. Usepdotcom. “ Membangun Ketahanan Pangan”. Diunduh
melalui.http://usepsobars.wordpress.com/2010/02/21/membangunketahanan-pangan/ 21 Februari 2010. diakses pada tanggal 20 Oktober
2012
Download