efek vitamin c terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi

advertisement
EFEK VITAMIN C TERHADAP JUMLAH
SPERMATOZOA MENCIT YANG DIINDUKSI
GENTAMISIN
Laporan Penelitian
ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Herlina Rahmah
NIM : 1111103000062
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
i
LEMBAR PERNYA'I'AAN KEASLIAN KARYA
:
Saya yang bertanda tangan di bawah
l.
Laporan penelitian
ini menyatakan bahwa
ini rneiupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan nremperoleh gelar strata
I di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang sa)/a gunakan dalam penulisan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
3.
ini telah saya cantumkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dan karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di
UiN Syarif Hidayanrllah
Jakarra.
Ciputat, 5 September2}l4
Herlina Rahmah
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam tidak lupa peneliti sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Adapun judul penelitian ini adalah “Efek Vitamin C Terhadap Jumlah
Spermatozoa Mencit Yang Diinduksi Gentamisin”.
Peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
1.
Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2.
dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK. selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
dr. Nouval Shahab, SpU, Ph.D, FICS, FACS. dan dr. Nurmila Sari, M.Kes.
selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan
memberikan motivasi kepada peneliti mulai dari awal hingga akhir
penelitian.
4.
Nurlaely Mida R., M. Biomed, DMS. dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D.
selaku penguji sidang laporan penelitian ini.
5.
dr. Flori Ratna Sari, Ph.D. selaku penanggung jawab riset Program Studi
Pendidikan Dokter angkatan 2011 yang telah memberikan motivasi untuk
dapat menyelesaikan penelitian tepat pada waktunya.
6.
Kedua orang tua tercinta, ayahanda Drs. H. Rahmatullah, MM. dan ibunda
Hj.Junaenah, SP.dI yang selalu memberikan dukungan kepada peneliti
baik moral maupun materil.
7.
Kedua kakak tercinta yaitu Purnama Timur Maulana Syarif, ST. dan Saiful
Imam yang mendukung peneliti untuk dapat menyelesaikan penelitian ini.
8.
Suryani, S.Si, laboran pada laboratorium biologi, yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membantu peneliti hingga penelitian ini berakhir
v
9.
Seluruh staf administrasi, satpam, dan OB yang membantu peneliti dalam
menyelesaikan penelitian tepat pada waktunya
10.
Nadisha Refira dan Hania Asmarani Rahmanita, teman yang selalu
berjuang bersama untuk menyelesaikan penelitian ini
11.
Pak Endang, petugas di Institut Pertanian Bogor (IPB), yang telah
membantu peneliti dalam hal pengadaan hewan coba
12.
Teman-teman VLDL, Cut Neubi Getha, Tiara Putri Methas, Yofara
Maulidiah Muslihah, Leily Badrya, Madinatul Munawwarah, Raeiza
Olyvia, dan Muflikha Mayazi yang memberikan dukungan kepada
peneliti.
13.
Teman-teman PSPD 2011 yang telah banyak memberikan ilmu di masa
preklinik.
14.
Teman-teman PSPD 2010 dan 2012 yang selalu memberi dukungan
kepada peneliti dan kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih terdapat
ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang
membangun bagi penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat dan para pembaca.
Ciputat, 5 September 2014
Peneliti
vi
ABSTRAK
Herlina Rahmah. Program Studi Pendidikan Dokter. Efek Vitamin C Terhadap Jumlah
Spermatozoa Mencit Yang Diinduksi Gentamisin. 2014.
Gentamisin merupakan antibiotik aminoglikosida yang dapat menyebabkan stres oksidatif
sehingga terjadi keabnormalan jumlah spermatozoa. Vitamin C sebagai antioksidan
berperan dalam menurunkan radikal bebas sehingga dapat meningkatkan jumlah
spermatozoa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek vitamin C terhadap jumlah
spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin. Penelitian eksperimental ini
menggunakan 15 tikus mencit jantan strain DDY yang dibagi menjadi 3 kelompok
dengan setiap kelompok terdapat 5 mencit. K1 merupakan kelompok tanpa perlakuan. K2
merupakan kelompok yang diberi gentamisin 5 mg/kgbb/hari selama 10 hari. K3
merupakan kelompok yang diberi gentamisin 5 mg/kgbb/hari selama 10 hari dan vitamin
C 100 mg/kgbb/hari selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
vitamin C 100 mg/kgbb/hari pada mencit yang diinduksi gentamisin 5 mg/kgbb/hari
meningkatkan jumlah spermatozoa secara signifikan (p<0.05). Simpulan penelitian
adalah terjadi kenaikan persentase jumlah spermatozoa sebesar 60,3 % pada mencit yang
diberikan vitamin C setelah diinduksi gentamisin secara bermakna.
Kata kunci : Spermatozoa, Gentamisin, Vitamin C
ABSTRACT
Herlina Rahmah. Medical Education Programme. The Effect of Vitamin C on the
Spermatozoa Count in Gentamicin-Induced Mice. 2014.
Gentamicin is an aminoglycocide antibiotic that causes oxidative stress which eventually
causes abnormality in spermatozoa count. Antioxidant roles of vitamin C in free radicals
reduction yield to an increase in spermatozoa count. The aim of this study is to
investigate the effect of vitamin C on the spermatozoa count in gentamicin induced mice.
The samples of this experimental research were 15 DDY male mice which were divided
into three groups with five mice each. No treatment given to K1 group. Whereas
gentamicin 5 mg/kgbw/day was given to the mice in K2 group. K3 group was given
gentamicin 5 mg/kgbw/day for 10 days and vitamin C 100 mg/kgbw/day for 14 days. The
result shows that animal treated vitamin C 100 mg/kgbw/day has significant (p<0.05)
increased on the spermatozoa count compared with that of K2 group. The conclusion of
this study is that vitamin C significantly increases the percentage spermatozoa count to
60.3 % in gentamicin-induced mice.
Keywords : Spermatozoa, Gentamicin, Vitamin C
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
ABSTRAK ....................................................................................................
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
DAFTAR SINGKATAN ..............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................
2
1.3. Hipotesis .................................................................................................
2
1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................................
2
1.4.1. Tujuan Umum .............................................................................
2
1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................................
2
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................................
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
4
2.1. Anatomi Sistem Reproduksi Pria ............................................................
4
2.1.1. Alat genitalia interna ....................................................................
4
2.1.2. Alat genitalia eksterna .................................................................
7
2.2. Fisiologi Sistem Reproduksi Pria ............................................................
9
2.2.1. Spermatogenesis ..........................................................................
9
2.2.2. Pengaruh Hormon ........................................................................
10
2.2.3. Spermatozoa .................................................................................
11
2.2.4. Semen ...........................................................................................
12
2.3. Infertilitas Pria ........................................................................................
12
viii
2.3.1. Etiologi .........................................................................................
12
2.3.3. Diagnosis .....................................................................................
13
2.4. Gentamisin ..............................................................................................
15
2.5. Efek Gentamisin Terhadap Sistem Reproduksi Pria ...............................
16
2.6. Vitamin C ................................................................................................
17
2.7. Efek Vitamin C Terhadap Infertilitas .....................................................
18
2.8. Model Hewan Coba Infertilitas ..............................................................
18
2.8. Kerangka Teori .......................................................................................
20
2.10. Kerangka Konsep ..................................................................................
20
2.11. Definisi Operasional .............................................................................
21
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................
22
3.1. Desain Penelitian ....................................................................................
22
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................
22
3.3. Populasi dan Sampel ...............................................................................
22
3.3.1. Populasi ........................................................................................
22
3.3.2. Sampel .........................................................................................
22
3.3.2.1. Kriteria Inklusi ...............................................................
22
3.3.2.2. Kriteria Eksklusi ............................................................
22
3.3.2.3. Besar Sampel ..................................................................
22
3.4. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................
23
3.4.1. Alat Penelitian .............................................................................
23
3.4.2. Bahan Penelitian .........................................................................
23
3.5. Identifikasi Variabel ...............................................................................
24
3.5.1. Variabel Bebas ..........................................................................
24
3.5.2. Variabel Terikat ...........................................................................
24
3.6. Alur Penelitian ........................................................................................
23
3.7. Cara Kerja Penelitian ..............................................................................
26
3.7.1. Persiapan Vitamin C ...................................................................
26
3.7.2. Pemeliharaan Mencit Jantan .......................................................
26
3.7.3. Tahap Intervensi ..........................................................................
26
3.7.4. Pengamatan Spermatozoa ...........................................................
26
ix
3.7.4.1. Analisis Jumlah Spermatozoa ........................................
27
3.8. Analisis Data ...........................................................................................
27
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
28
4.1. Hasil ........................................................................................................
28
4.2. Pembahasan ............................................................................................
30
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
34
5.1. Simpulan .................................................................................................
34
5.2. Saran .......................................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
35
LAMPIRAN ..................................................................................................
39
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Potongan sagital sistem reproduksi pria ....................................
4
Gambar 2.2. Skrotum .....................................................................................
5
Gambar 2.3. Potongan frontal penis ..............................................................
6
Gambar 2.4. Potongan transvers penis ...........................................................
6
Gambar 2.5. Potongan sagital testis ...............................................................
7
Gambar 2.6. Spermatogenesis ........................................................................
9
Gambar 2.7. Peran hormon dalam spermatogenesis ......................................
10
Gambar 2.8. Struktur spermatozoa ................................................................
11
Gambar 2.9. Jumlah spermatozoa ..................................................................
14
Gambar 2.10. Bentuk morfologi spermatozoa ...............................................
14
Gambar 2.11. Motilitas spermatozoa .............................................................
14
Gambar 2.12. Struktur gentamisin .................................................................
15
Gambar 2.13. Reaksi reduksi oksidasi vitamin C ..........................................
18
Gambar 4.1. Rerata jumlah spermatozoa (juta/ml) ........................................
29
Gambar 4.2. Spermatozoa ..............................................................................
29
Gambar 4.3. Persentase kenaikan jumlah spermatozoa pada hewan coba
31
yang diberikan antioksidan dan telah dilakukan induksi
gentamisin .................................................................................
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Etiologi infertilitas pria .................................................................
13
Tabel 2.2. Studi penelitian infertilitas pada hewan coba ...............................
19
Tabel 4.1. Rerata jumlah spermatozoa (juta/ml) ............................................
28
Tabel 4.2. Hasil analisis Post Hoc .................................................................
29
xii
DAFTAR SINGKATAN
AA
: Asam askorbat
ABP
: Androgen binding protein
ATP
: Adenosine triphosphate
DNA
: Deoxyribonucleic acid
FSH
: Follicle stimulating hormone
GnRH
: Gonadotropin releasing hormone
H2O2
: Hidrogen peroksida
i.p
: Intraperitoneal
i.v
: Intravena
LH
: Leutinizing hormone
MDA
: Malondialdehid
O2-
: Superoksida
-
OH
: Radikal hidroksil
PSA
: Prostate specific antigen
PUFA
: Polyunsaturated fatty acid
ROS
: Reactive oxygen spesies
SOD
: Superoksida dismutase
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Sehat Mencit ..................................................
39
Lampiran 2 Gambar Proses Penelitian ...........................................................
40
Lampiran 3 Riwayat Penulis ..........................................................................
42
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Infertilitas merupakan masalah reproduksi akibat gagal mendapatkan
keturunan pada pasangan suami istri yang telah melakukan hubungan seksual
secara teratur tanpa kontrasepsi selama 12 bulan atau lebih.1 Infertilitas dapat
berdampak pada segi emosional pasangan suami istri seperti kegelisahan,
perasaan bersalah, atau depresi, bahkan dapat berujung pada perpisahan atau
perceraian.2 Infertilitas dialami oleh 50 hingga 80 juta pasangan di dunia. Angka
kejadian infertilitas di Indonesia menyumbang sebesar 4,2 %.3 Faktor pria
menyebabkan 50 % kasus infertilitas.4,5
Peningkatan radikal bebas merupakan salah satu etiologi infertilitas pria.
Radikal bebas menyebabkan stres oksidatif yang dapat menyebabkan disfungsi
spermatozoa serta merusak DNA sehingga terjadi apoptosis sel spermatozoa.5
Kondisi yang dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas diantaranya
merokok maupun konsumsi obat, salah satunya adalah gentamisin.6
Gentamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang diproduksi
dari fermentasi Micromonospora purpurea. Gentamisin digunakan untuk
pengobatan infeksi berat seperti sepsis atau pneumonia akibat bakteri gram
negatif.7 Walaupun gentamisin merupakan antibiotik yang efektif, gentamisin
dapat meningkatkan pembentukan radikal bebas yang berpengaruh terhadap
perubahan struktur testis. Selain itu, gentamisin dapat berpengaruh terhadap
spermatozoa sehingga menyebabkan keabnormalan jumlah, morfologi maupun
motilitas, serta menurunkan kadar antioksidan.6,8,9 Spermatozoa yang mengalami
kelainan baik jumlah, morfologi, dan motilitas akan mempengaruhi kemampuan
spermatozoa untuk menembus zona pelusida ovum sehingga mengganggu proses
pembuahan.10
Secara fisiologis cairan semen memiliki mekanisme kimiawi untuk
mencegah kerusakan spermatozoa dari stres oksidatif yaitu antioksidan.
Antioksidan enzimatik terdiri dari superoksida dismutase (SOD), katalase, dan
1
2
glutation peroksidase. Sedangkan, antioksidan non enzimatik diantaranya vitamin
C, vitamin E, dan karotenoid.11-13
Vitamin C telah dikenal sebagai antioksidan non enzimatik yang berperan
dalam menurunkan radikal bebas. Pemberian vitamin C yang adekuat dapat
meningkatkan kualitas dan menurunkan kerusakan DNA spermatozoa.13
Pemberian vitamin C sebesar 100 mg/kgbb oral pada tikus wistar yang
dipaparkan
artesunat
menunjukkan
peningkatan
jumlah
dan
motilitas
14
spermatozoa. Selain itu, pemberian vitamin C (10 mg/kgbb) dan vitamin E (100
mg/kgbb) yang diinjeksi secara intraperitoneal (i.p) pada mencit yang dipaparkan
kadmium menunjukkan peningkatan aktivitas antioksidan enzimatik serta jumlah
spermatozoa dan terjadi penurunan keabnormalan morfologi spermatozoa serta
peroksidasi lipid.15
Meskipun efek vitamin C telah banyak diketahui, namun penelitian
mengenai efek vitamin C terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi
gentamisin belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melihat
efek vitamin C terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin.
1.2.
Rumusan Masalah
Apakah vitamin C dapat memberikan efek terhadap jumlah spermatozoa
mencit yang diinduksi gentamisin ?
1.3.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah vitamin C dapat meningkatkan jumlah
spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin.
1.4.
Tujuan
1.4.1. Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek vitamin C terhadap jumlah
spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin.
1.4.2. Khusus
Mengetahui persentase kenaikan jumlah spermatozoa pada mencit yang
diberi pengobatan vitamin C setelah diinduksi gentamisin.
3
1.5.
Manfaat
1.5.1. Bagi peneliti
1.5.1.1.
Menambah
pengetahuan
dan
pengalaman
dalam
penelitian
eksperimental dengan menggunakan hewan coba.
1.5.1.2.
Sebagai syarat lulus dari pendidikan pre-klinik Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.2. Bagi institusi
1.5.2.1.
Menambah literatur kesehatan dalam bidang infertilitas.
1.5.2.2.
Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta dapat dijadikan bahan
penelitian selanjutnya.
1.5.3. Bagi sosial
Menjadi sumber informasi bahwa vitamin C dapat
memberikan efek
dalam meningkatkan jumlah spermatozoa sehingga dapat dijadikan sebagai salah
satu cara pengobatan alternatif infertilitas pria.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Sistem Reproduksi Pria
Gambar 2.1. Potongan sagital sistem reproduksi pria. Terlihat sistem
reproduksi pria terdiri atas alat genitalia eksterna dan
interna.16
Sumber : Frederic H. Martini, 2012
Anatomi sistem reproduksi pria seperti terlihat pada gambar 2.1 terdiri atas
beberapa struktur yang menunjang dalam pembentukan, pengangkutan, maupun
pengeluaran spermatozoa. Sistem reproduksi pria terdiri atas alat genitalia
eksterna yaitu skrotum dan penis serta alat genitalia interna termasuk testis, sistem
duktus, dan kelenjar aksesorius.17,18
2.1.1. Alat genitalia interna
2.1.1.1.
Skrotum
Skrotum merupakan kantung yang melindungi testis terletak di
posteroinferior penis dan inferior simfisis pubis. Skrotum terdiri dari
dua kantung, kanan dan kiri, dipisahkan oleh septum mediana
4
5
interna/septum skrotum. Skrotum di bagian eksternal ditandai dengan
adanya scrotal raphe, yang berlanjut ke arah ventral disebut penile
raphe dan ke arah posterior disebut perineal raphe.19
Gambar 2.2. Skrotum. Terlihat skrotum yang terdiri dari dua
kantung dipisahkan oleh septum mediana.18
Sumber : Ken Saladin, 2010
Skrotum memiliki peran dalam mengatur suhu yang dibutuhkan
testis untuk memproduksi spermatozoa yaitu sekitar 34-35oC yang
diatur oleh musculus cremaster, musculus dartos, serta pleksus
pampiniformis. Dalam kondisi dingin, musculus cremaster dan
musculus dartos akan berkontraksi yang menyebabkan testis mendekat
ke arah tubuh untuk absorbsi panas dan skrotum berkerut untuk
menurunkan pengeluaran panas. Sedangkan pleksus pampiniformis
merupakan kumpulan vena testikular yang mengelilingi arteri testikular
di korda spermatikus berperan sebagai penukar panas sehingga darah
yang ke testis menjadi lebih dingin sekitar 1.5-2.5oC di bawah suhu
inti tubuh.17,18
6
2.1.1.2.
Penis
Gambar 2.3. Potongan frontal penis. Penis yang
terdiri dari korpus kavernosa dan korpus
spongiosa.17
Sumber : Gerrard Tortora, 2009
Gambar 2.4. Potongan transvers penis. Terlihat jaringan
erektil yang dikelilingi jaringan ikat dan otot
polos.16
Sumber : Frederic H. Martini, 2012
Penis berperan sebagai organ ekskretori urin dan kopulasi.
Struktur penting di penis yang terlihat pada gambar 2.3 terdiri dari 2
7
korpus kavernosa terletak di dorsolateral dan 1 korpus spongiosa di
bagian midventral yang dikelilingi oleh tunica albuginea. Glans penis
merupakan pelebaran dari ujung distal korpus spongiosa. Jaringan
erektil terdiri dari rongga vaskular yang dilapisi sel endotel dan
dikelilingi oleh jaringan ikat dan otot polos seperti terlihat pada gambar
2.4.17
2.1.2. Alat genitalia eksterna
2.1.2.1.
Testis
Selama perkembangan fetus, testis yang berperan dalam proses
pembentukan spermatozoa serta testosteron mengalami penurunan
melalui kanalis inguinalis ke skrotum. Testis yang ditunjukkan pada
gambar 2.5 dibungkus oleh tunica vaginalis dan tunica albuginea.
Tunica albuginea mengalami perluasan membentuk septa yang
membagi menjadi 200-300 lobulus dimana setiap lobulus terdiri dari
satu atau lebih tubulus seminiferus.17
Gambar 2.5. Potongan sagital testis. Terlihat testis dibungkus
tunica vaginalis dan tunica albuginea. Di dalam
lobulus terdiri atas tubulus seminiferus.17
Sumber : Gerrard Tortora, 2009
Tubulus
seminiferus
merupakan
tempat
terjadinya
spermatogenesis terdiri dari sel spermatogenik dan sel sertoli. Sel
8
sertoli merupakan sel penunjang yang berfungsi memberikan nutrisi
terhadap sel spermatogenik yang berdiferensiasi, sekresi androgen
binding protein (ABP), membentuk sawar darah testis, sekresi hormon
inhibin B yang menginhibisi produksi follicle-stimulating hormone
(FSH) oleh hipofisis agar produksi spermatozoa tidak berlebihan, dan
melepas spermatozoa ke lumen tubulus seminiferus. Diantara tubulus
seminiferus terdapat sel interstisial atau sel leydig yang berfungsi
menghasilkan testosteron.17,20
2.1.2.2.
Sistem Duktus
Sistem duktus berfungsi untuk menyimpan, menyalurkan, dan
membantu maturasi spermatozoa. Saluran reproduksi pria terdiri dari
saluran
intratestikular
dan
saluran
ekstratestikular.
Saluran
intratestikular meliputi tubulus rektus, rete testis, dan duktus eferen.
Setelah itu, spermatozoa akan disalurkan ke saluran ekstratestikular
meliputi
duktus
epididimis,
duktus
deferen,
dan
duktus
ejakulatorius.17,20 Duktus ejakulatorius berakhir pada uretra prostatika
yang kemudian semen dikeluarkan melalui uretra.17
2.1.2.3.
Kelenjar Aksesorius
Kelenjar aksesorius merupakan struktur untuk sekresi cairan
semen. Selain itu, kelenjar aksesorius memiliki fungsi yang penting
diantaranya aktivasi spermatozoa, memberikan nutrisi spermatozoa
untuk motilitas, dan menetralkan pH asam pada uretra serta vagina.16
Struktur yang termasuk kelenjar aksesorius adalah :
 Vesikula seminalis
Vesikula seminalis menghasilkan cairan kurang lebih 60 % dari
volume semen. Cairan yang dihasilkan mengandung kaya fruktosa,
prostaglandin yang dapat merangsang kontraksi otot polos saluran
reproduksi pria dan wanita serta fibrinogen.16
 Kelenjar prostat
9
Kelenjar prostat sekresi cairan 20-30 % dari volume semen. Cairan
prostat ini mengandung seminal plasmin yang merupakan suatu
protein yang dapat membantu mencegah pria terkena infeksi saluran
kencing.16
 Kelenjar bulbouretral
Kelenjar bulbouretral mensekresi cairan alkalin dan mukus yang
membantu netralisasi kondisi asam akibat urin di uretra dan lubrikasi
glans.17
2.2.
Fisiologi Sistem Reproduksi Pria
2.2.1. Spermatogenesis
Gambar 2.6. Spermatogenesis. Terlihat spermatogenesis terjadi
di tubulus seminiferus. Spermatogonia mengalami
pembelahan mitotik dan meiotik.17
Sumber : Gerrard Tortora, 2009
Spermatogenesis terlihat pada gambar 2.6 merupakan proses pembentukan
spermatozoa yang terjadi di tubulus seminiferus. Proses spermatogenesis diawali
dengan spermatogonia sebagai stem sel (2n) mengalami pembelahan mitotik
menghasilkan spermatogonia yang tetap berada di lamina basal tubulus
10
seminiferus untuk mempertahankan sel germinativum dan spermatogonia lain
yang berdiferensiasi menjadi spermatosit primer.17
Spermatosit primer (2n) akan mengalami pembelahan meiotik I yang
menghasilkan spermatosit sekunder (n). Dan spermatosit sekunder mengalami
pembelahan meiotik II menghasilkan spermatid (n). Selanjutnya, perkembangan
spermatid menjadi spermatozoa (n) yang disebut spermiogenesis.17
2.2.2. Pengaruh hormon
Gambar 2.7. Peran hormon dalam spermatogenesis.
Terlihat hormon yang berperan dalam
spermatogenesis adalah FSH dan LH.21
Sumber : Lauralee Sherwood, 2010
Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh beberapa faktor hormon
diantaranya adalah follicle-stimulating hormone (FSH) dan leutinizing hormone
(LH) seperti terlihat pada gambar 2.7. Gonadotropin releasing hormone (GnRH)
merupakan hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus berperan mempengaruhi
hipofisis anterior untuk mensekresi FSH dan LH. Selanjutnya, FSH akan
mempengaruhi sel sertoli untuk proses spermatogenesis. Selain itu, LH bekerja
pada sel leydig untuk menghasilkan testosteron dan juga merangsang sel sertoli.21
11
Kadar FSH dan LH dipengaruhi oleh inhibin yang dihasilkan oleh sel
sertoli dan testosteron. Inhibin berfungsi sebagai umpan balik negatif ke hipofisis
anterior untuk inhibit sekresi FSH. Testosteron memiliki dua mekanisme umpan
balik negatif yaitu ke hipotalamus untuk mengurangi produksi GnRH dan
hipofisis anterior yang menghambat sekresi LH.21
2.2.3. Spermatozoa
Gambar 2.8. Struktur spermatozoa.
Terdiri dari kepala, leher, bagian tengah,
dan ekor.13
Sumber : Frederic H. Martini, 2012
Spermatozoa seperti pada gambar 2.8 terdiri dari kepala, leher, bagian
tengah, dan ekor. Kepala spermatozoa terdiri dari nukleus yang merupakan bagian
terpenting karena terdapat materi genetik. Bagian ujung kepala terdapat akrosom
yang memiliki enzim diantaranya hialuronidase dan protease untuk membantu
penetrasi spermatozoa ke dalam ovum. Bagian tengah spermatozoa mengandung
mitokondria yang dapat menghasilkan ATP sebagai energi untuk pergerakan
spermatozoa. Ekor spermatozoa berperan sebagai flagel yang membantu
spermatozoa berpindah dari satu tempat ke tempat lain.16,17
12
2.2.4. Semen
Semen merupakan cairan seminal yang disekresi oleh kelenjar aksesori
yang bercampur dengan sperma. Sewaktu ejakulasi, volume semen sekitar 2-5 mL
dan mengandung 50-150 juta spermatozoa. Semen memiliki pH yang basa yaitu
7.2-7.7 dan terlihat putih susu dengan konsistensi yang lengket. Setelah
diejakulasi, semen akan mengalami pembekuan sekitar 10-20 menit. Setelah itu,
akibat adanya enzim proteolitik dan prostate-specific antigen (PSA) semen akan
mengalami likuifaksi.17
2.3.
Infertilitas Pria
2.3.1. Etiologi
Terjadinya infertilitas pada pria dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti terlihat pada tabel 2.1 diantaranya kelainan spermatozoa, masalah dalam
transpor spermatozoa, masalah hormonal, serta masalah ejakulasi maupun
ereksi.22
Kondisi-kondisi yang telah disebutkan pada tabel dapat menurunkan
jumlah dan motilitas spermatozoa maupun keabnormalan morfologi spermatozoa
sehingga kuantitas dan kualitas spermatozoa rendah.23 Kelainan spermatozoa
dapat meliputi sebagai berikut :
 Oligospermia
Adalah kelainan spermatozoa yang terjadi akibat jumlah spermatozoa yang
rendah, kurang dari 20 juta/ml.
 Azoospermia
Kondisi dimana tidak adanya sel spermatozoa yang diejakulasikan.
 Astenospermia
Keadaan dimana terjadi kelainan pada motilitas spermatozoa.
 Teratospermia
Adalah kelainan spermatozoa akibat adanya keabnormalan pada morfologi
spermatozoa.23
13
Tabel 2.1. Etiologi infertilitas pria.22,24
Masalah produksi

Infeksi
spermatozoa

Torsio

Panas

Varikokel

Testis tidak turun

Obat obatan seperti antibiotik
gentamisin, neomisin, dan
tetrasiklin

Radiasi dan bahan kimia
Masalah transpor

Infeksi
spermatozoa

Masalah yang berhubungan
dengan prostat
Masalah ereksi dan ejakulasi
Masalah hormonal

Vasektomi

Ejakulasi retrograd

Cedera tulang belakang

Kerusakan syaraf

Operasi prostat

Tumor pituitari

Kekurangan FSH/LH kongenital
Sumber : Andrology Australia, 2011 & Konsensus Penanganan Infertilitas, 2013 “telah diolah
kembali”
2.3.2. Diagnosis
Diagnosis infertilitas pada pria dapat dilakukan dengan metode analisa
semen.23 Dalam analisa semen dilakukan penilaian terhadap kualitas spermatozoa
diantaranya :
 Jumlah spermatozoa
Jumlah spermatozoa atau konsentrasi spermatozoa merupakan jumlah
spermatozo dalam unit per volume semen. Nilai normal jumlah spermatozoa
adalah 20 juta/ml. 24
14
(a)
(b)
Gambar 2.9. Jumlah spermatozoa (a) normal; (b) menurun.23
Sumber : Kumar K, Raju AB, 2011
 Morfologi spermatozoa
Morfologi spermatozoa dapat dinilai dengan melihat struktur spermatozoa
yaitu kepala, bagian tengah, dan ekor.23
Gambar 2.10. Bentuk morfologi spermatozoa.23
Sumber : Kumar K, Raju AB, 2011
 Motilitas spermatozoa
Motilitas spermatozoa dinilai dengan melihat progresivitas pergerakan
spermatozoa yang terbagi atas 4 klasifikasi, yaitu :
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.11. Motilitas spermatozoa (a) Kelas 1; (b) Kelas 2;
(c) Kelas 3; (d) Kelas 4.23
Sumber : Kumar K, Raju AB, 2011
Kelas 1
: immotil spermatozoa.
Kelas 2
: spermatozoa tidak dapat bergerak maju.
15
Kelas 3
: spermatozoa dapat bergerak maju namun bergerak membelok.
Kelas 4
: spermatozoa bergerak cepat dan maju pada garis yang lurus.23
2.4.
Gentamisin
Gentamisin merupakan antibiotik spektrum luas golongan aminoglikosida
yang berasal dari Micromonospora. Antibiotik ini efektif dalam mengobati
penyakit akibat bakteri gram negatif aerob serta lebih banyak digunakan karena
harganya yang relatif murah dan efek yang lama.25
Gentamisin terdiri dari tiga komponen kompleks yaitu C1, C2, dan C1a.
Gentamisin memiliki 2 gugus amino yang berikatan glikosidik dengan inti
heksosanya yaitu aminosiklitol 2-deoksistreptamin sehingga bersifat mudah larut
dalam air.25,26
Gambar 2.12. Struktur gentamisin. Gentamisin terdiri 3
komponen kompleks yaitu C1, C2, dan C1a.26
Sumber : MacNeil JD & Cuerpo L
Gentamisin seperti obat golongan aminoglikosida lain bekerja dalam
menghambat sintesis protein dan bersifat bakterisidal. Gentamisin biasanya
dikombinasikan dengan penisilin atau sefalosporin dalam melawan infeksi gram
negatif khususnya Klebsiella, Pseudomonas aeruginosa, atau Enterobacter.27
Gentamisin dapat diberikan pada pasien dengan infeksi saluran kemih,
pneumonia, atau sepsis. Adapun pemberian gentamisin ini dapat diberikan secara
16
(a) intravena atau intramuskular (b) topikal terdapat salep atau krim dengan kadar
dari 0,1-0,3 % gentamisin.7
Dosis gentamisin 5-6 mg/kg/bb/hari diberikan secara intravena (IV) dapat
dibagi menjadi 3 dosis pemberian atau dosis tunggal per hari. Batas konsentrasi
gentamisin dalam plasma adalah ≤ 2 µg/ml agar tidak timbul efek toksik.27
Gentamisin dapat menimbulkan efek ototoksik pada N. VIII terutama
komponen vestibular. Selain itu, nefrotoksik terjadi pada 5-25 % pasien yang
konsumsi gentamisin lebih dari 5 hari.7,27
2.5.
Efek Gentamisin Terhadap Sistem Reproduksi Pria
Gentamisin yang berguna untuk pengobatan infeksi memiliki efek
terhadap spermatozoa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa
gentamisin dapat menyebabkan stres oksidatif sehingga dapat menurunkan kadar
asam askorbat, jumlah, dan motilitas spermatozoa.28
Penelitian yang dilakukan pada tikus wistar jantan yang diberikan
gentamisin dengan dosis 5 mg/kgbb i.p menunjukkan adanya penurunan jumlah
spermatozoa yang drastis serta motilitas dan viabilitas spermatozoa terganggu.
Selain itu, gentamisin menyebabkan perubahan struktur testis yaitu atrofi tubulus
seminiferus.9,29 Selanjutnya penelitian lain yang dilakukan pada tikus wistar jantan
(200 ± 10 g) dengan dosis gentamisin 50 mg/kgbb i.p menyebabkan peningkatan
yang signifikan apoptosis sel testis.8
Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa gentamisin menginduksi stres
oksidatif. Stres oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan antara produksi spesies
oksigen reaktif (ROS) dan mekanisme pertahanan antioksidan tubuh. ROS
merupakan radikal bebas yang terbentuk akibat adanya reduksi satu elektron
oksigen sehingga menghasilkan superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2),
dan radikal hidroksil (OH.).30,31
Radikal bebas merupakan molekul yang tidak memiliki satu atau lebih
pasangan elektron sehingga menjadi reaktif dan tidak stabil. Sifat ketidakstabilan
dari radikal bebas menyebabkan molekul tersebut dapat bereaksi terhadap lipid,
karbohidrat, protein, dan DNA.32
17
ROS dapat meningkatkan peroksidasi lemak di membran sel spermatozoa
yang memang kaya akan lipid dalam bentuk polyunsaturated fatty acid (PUFA).
Kondisi tersebut menyebabkan kerusakan matriks lipid membran spermatozoa
sehingga meningkatkan kerusakan struktur spermatozoa baik pada bagian tengah,
struktur akrosom, serta mengganggu proses kapasitasi dan reaksi akrosom
sehingga terjadi infertilitas.9,30,33
Stres oksidatif dapat merusak DNA mitokondria sehingga dapat terjadi
mutasi yang berakibat pada rusaknya rantai transpor elektron. Hal ini dapat
berakibat pada penurunan produksi ATP dan mengganggu spermatogenesis
sehingga spermatozoa mengalami morfologi yang abnormal maupun penurunan
jumlah.32
2.6.
Vitamin C
Antioksidan adalah senyawa yang mendonorkan satu elektron ke radikal
bebas sehingga dapat melindungi sel dari kerusakan akibat radikal bebas.
Antioksidan dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
 Antioksidan enzimatik terdiri dari enzim SOD, katalase, dan glutation
peroksidase.
 Antioksidan non enzimatik terdiri dari vitamin C, vitamin E, serta
karotenoid.13,30
Vitamin C yang merupakan antioksidan non enzimatik yang larut dalam
air berperan dalam sintesis kolagen dan karnitin, meningkatkan resistensi terhadap
infeksi, serta tentunya sebagai pertahanan dalam melawan radikal bebas.33
Vitamin C yang memiliki jumlah molekul 6 karbon ini disintesis dari
glukosa dan galaktosa di dalam hati terjadi pada tumbuhan dan sebagian besar
mamalia. Namun tidak pada manusia, guinea pig, dan primata karena tidak
memiliki enzim gulonolakton oksidase.12,30
Vitamin C atau asam askorbat (AA) berperan sebagai pemutus rantai
oksidasi radikal bebas yang terkandung sekitar 65 % pada plasma seminal.4
Vitamin C sebagai agen pereduksi dapat bereaksi dengan radikal bebas dengan
mendonorkan elektron sehingga membentuk radikal askorbil yang merupakan
18
radikal tidak reaktif. Selanjutnya, radikal askorbil berubah menjadi asam
dehidroaskorbat.12,30
Gambar 2.13. Reaksi reduksi oksidasi vitamin C.30
Sumber : Colleen M. Smith, Allan D. Marks, and Michael A. Lieberman, 2005
2.7.
Efek Vitamin C Terhadap Infertilitas
Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan non enzimatik pada
cairan seminal yang melindungi spermatozoa dari kerusakan oksidatif.13,33,34
Defisiensi vitamin C akan mempengaruhi kualitas spermatozoa baik jumlah,
morfologi, ataupun motilitasnya.34 Pada penelitian dilaporkan bahwa pemberian
vitamin C dapat meningkatkan jumlah, motilitas, maupun morfologi spermatozoa
serta mencegah aglutinasi spermatozoa.6,35
Vitamin C berfungsi sebagai donor elektron pada reaksi reduksi oksidasi
sehingga dapat menetralisasi spesies oksidatif reaktif.6,36 Pada penelitian, mencit
yang diberikan vitamin C 50 mg/kgbb dan 100 mg/kgbb menunjukkan hasil yang
signifikan dengan penurunan produksi malondialdehid (MDA) setelah pemberian
kadmium yang menginduksi stress oksidatif.37
Pemberian dosis vitamin C sebesar 200 mg dan 1000 mg pada suatu
penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kualitas spermatozoa
dibandingkan dengan grup yang diberikan plasebo.5
2.8.
Model Hewan Coba Infertilitas
Dalam studi infertilitas, hewan coba yang digunakan merupakan spesies
mamalia. Adapun penelitan mengenai infertilitas banyak menggunakan hewan
coba tikus, hal ini dapat disebabkan hewan pengerat ini mudah pemeliharaannya,
penelitian eksperimental dengan menggunakan tikus telah banyak dilakukan, dan
hasil penelitiannya pun dapat dibandingkan dengan studi lain.38 Selain itu, mencit
juga
umum
digunakan
untuk
melihat
fungsi
reproduksinya.
Dalam
19
pemeliharannya pun lebih murah dan mudah serta studi penelitian dengan hewan
coba mencit juga telah banyak diteliti.39
Kelinci yang bukan hewan pengerat juga baik digunakan sebagai model
fertilitas, namun kelinci rentan terhadap beberapa antibiotik. Spesies lain seperti
hamster, anjing, maupun primata tidak disarankan dalam deteksi toksisitas pada
sistem reproduksi, kecuali bila melakukan pemeriksaan spesifik saja.38
Tabel 2.2. Studi penelitian infertilitas pada hewan coba
Tikus
Hewan coba
Model infertilitas
Obesitas
Referensi
Fernandez C et al.
(2011)40
Tikus
Varikokel
Saalu LC et al. (2013)41
Mencit
Kerusakan gen (ADPRibosylation Factor-Like 4
(Arl4)
Schurmann A et al.
(2002)42
Mencit albino swiss
jantan
Asetat timbal
Sharma (2012)43
Guinea pig
Induksi gentamisin
Fetouh FA, Saied AE
(2014)44
Kelinci
Diabetes
Naglaa ZH et al.
(2010)45
20
2.9.
Kerangka Teori
Gentamisin
Spesies oksigen reaktif
Antioksidan
Vitamin C
Stres oksidatif
Peroksida lipid
membran
sel
spermatozoa
Kerusakan DNA
spermatozoa
Penurunan kuantitas
kualitas spermatozoa
Apoptosis
sel
spermatozoa
dan
2.10. Kerangka Konsep
Induksi gentamisin
5 mg/kgbb/hari i.p
Kuantitas
spermatozoa
mencit jantan
Vitamin
C
100
mg/kgbb/hari i.p
Meningkat
Jumlah
spermatozoa
Menetap
Menurun
21
2.10. Definisi Operasional
No
Variabel
1.
Kelompok
hewan
2.
Spermatozoa
mencit
Definisi
operasional
Kelompok 1
(K1)
merupakan
kelompok
hewan tanpa
perlakuan.
Kelompok
(K2)
merupakan
kelompok
hewan yang
diberi
gentamisin 5
mg/kgbb/hari
intraperitoneal.
Sedangkan
Kelompok 3
(K3)
merupakan
kelompok
hewan yang
diberi
gentamisin 5
mg/kgbb/hari
intraperitoneal
dan vitamin C
100
mg/kgbb/hari
intraperitoneal
Spermatozoa
mencit adalah
kepala seperti
kait pancing
dan ekor lurus
Alat ukur
Hasil ukur
Skala ukur
-
K1 = Kelompok
tanpa perlakuan
K2 = Kelompok
gentamisin 5
mg/kgbb/hari
K3 = kelompok
gentamisin 5
mg/kgbb/hari
dan vitamin C
100
mg/kgbb/hari
Kategorik
Hemositometer
Neubauer
improved,
mikroskop
cahaya, counter
Jumlah
spermatozoa
Numerik
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.
3.2.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Agustus 2014 di Animal
House dan Laboratorium Biologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3.
Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah mencit jantan strain Deutchland
Denken Yonken (DDY) yang didapat dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
3.3.2. Sampel
3.3.2.1.
Kriteria Inklusi
 Mencit jantan strain DDY
 Berat badan 20-40 gr
 Umur 8-12 minggu
 Sehat terutama ditandai dengan bergerak lincah
3.3.2.2.
Kriteria Eksklusi
 Tampak sakit terutama ditandai dengan gerakan lemas dan malas
 Mencit jantan strain DDY yang mati selama masa percobaan
3.3.2.3.
Besar Sampel
Dalam penelitian ini terdapat 3 kelompok, antara lain :
 Kelompok 1
 mencit jantan strain DDY tanpa perlakuan.
 Kelompok 2
 mencit jantan strain DDY yang diinduksi
gentamisin 5 mg/kgbb/hari, i.p selama 10 hari .
 Kelompok 3
 mencit jantan strain DDY yang diinduksi
gentamisin 5 mg/kgbb/hari, i.p, selama 10 hari dan selanjutnya
diberikan vitamin C 100 mg/kgbb/hari, i.p, selama 14 hari.
22
23
Besar sampel ditentukan dengan rumus Mead’s Resource
Equation Formula, sebagai berikut :
E=N–B–T
E : Error Component (10-20)
N : Jumlah individu percobaan (sampel) dalam semua kelompok
(dikurang 1)
B : Blocking Component (dikurang 1)
T : Jumlah kelompok terapi (dikurang 1)
E=N–0–T
E=N–0–T
≥ 10 = (N – 1) – (T – 1)
≤ 20 = (N – 1) – (T – 1)
≥ 10 = (N – 1) – (3 – 1)
≤ 20 = (N – 1) – (3 – 1)
≥ 10 = (N – 1) – 2
≤ 20 = (N – 1) – 2
≥ 10 = N – 3
≤ 20 = N – 3
N ≥ 13
N ≤ 23
Jumlah sampel secara keseluruhan adalah 15 mencit yang masih
dalam rentang 13-23, yang dibagi menjadi 3 kelompok. Setiap
kelompok terdiri dari 5 mencit jantan strain DDY.
3.4.
Alat dan Bahan Penelitian
3.4.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kandang mencit,
tempat minum mencit, tempat makan mencit, timbangan, spuit 1 cc, alat bedah
minor, papan bedah, jarum pentul, kaca arloji, mikroskop, cover glass, pipet,
hemositometer Neubauer improved, counter, mikropipet, tip dan tube.
3.4.2. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin C,
gentamisin, pakan dan minum standar mencit, larutan NaCl 0.9 %, dan larutan
george.
24
3.5.
Identifikasi Variabel
3.5.1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kelompok mencit tanpa
perlakuan (kontrol), perlakuan gentamisin, dan perlakuan gentamisin dan vitamin
C.
3.5.2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah jumlah spermatozoa.
25
3.6.
Alur Penelitian
Perizinan kode etik
Persiapan alat dan bahan
Adaptasi mencit diberi pakan dan minum standar (7 hari)
Pemberian perlakuan kelompok
Pakan
dan
minum standar
Kelompok III
Kelompok II
Kelompok I
Pakan
standar
+
Pakan standar + induksi
induksi gentamisin 5
gentamisin
mg/kgbb/hari, i.p (10
mg/kgbb/hari,
hari)
hari)
5
i.p
(10
Pakan standar + vitamin
C 100 mg/kgbb/hari, i.p
(14 hari)
Terminasi dan pembuatan preparat spermatozoa mencit
(hari ke-32)
Pengamatan jumlah spermatozoa mencit
Pengolahan data
26
3.7.
Cara Kerja Penelitian
3.7.1. Persiapan vitamin C
Bahan yang diuji pada penelitian adalah vitamin C dengan dosis
100mg/kgbb/hari diinjeksikan secara intraperitoneal (i.p).
3.7.2. Pemeliharaan mencit jantan
Penelitian ini menggunakan mencit jantan strain DDY berjumlah 15 ekor
dengan berat 20-40 gr. Mencit diadaptasikan selama 7 hari (Hari ke 0-7) disertai
pemberian pakan dan minum standar.
3.7.3. Tahap Intervensi
Mencit jantan berjumlah lima belas dibagi menjadi 3 kelompok yang
setiap kelompok terdapat 5 mencit, diantaranya :
 Kelompok 1 (K1) merupakan kelompok kontrol yang diberikan pakan dan
minum standar tanpa perlakuan.
 Kelompok 2 (K2) merupakan kelompok yang diberikan gentamisin
5 mg/kgbb/hari, i.p, selama 10 hari (Hari ke 7-17).
 Kelompok 3 (K3) merupakan kelompok yang diberi gentamisin 5mg/kgbb/hari,
i.p, selama 10 hari (hari ke 7-17), selanjutnya dilakukan pemberian vitamin C
100 mg/kgbb/hari, i.p, selama 14 hari (hari ke 17-31).
Pada hari ke-32, semua kelompok mencit diterminasi lalu diambil bagian
vesikula seminalis untuk dilakukan analisis sperma.
3.7.4. Pengamatan spermatozoa
Pada hari ke-32, mencit diterminasi dengan cara dislokasi leher.46 Setelah
diterminasi, mencit dilakukan :
 Pembedahan dengan melakukan insisi longitudinal pada abdomen bawah untuk
diambil bagian vesikula seminalisnya dengan menggunakan gunting bedah
minor.
 Vesikula seminalis diletakkan di atas kaca arloji yang berisi 1 ml NaCl 0,9 %.
 Vesikula seminlais diurut dengan menggunkan gunting bedah minor agar
cairan vesikula seminalis dapat tersuspensi dalam NaCl 0,9%.
 Suspensi sperma tersebut selanjutnya dihomogenkan dengan mengambil 20 µl
dicampurkan ke dalam 980 µl larutan george.
27
3.7.4.1.
Analisis Jumlah Spermatozoa
Pengamatan jumlah spermatozoa dilakukan dengan meneteskan
larutan sperma ke bilik hitung hemositometer Neubauer improved.
Penghitungan jumlah spermatozoa dilakukan berdasarakan WHO
(2010) dengan menghitung 5 lapangan pandang di bawah mikroskop
cahaya dengan lensa objektif 40X.47 Hasil penghitungan jumlah
spermatoza dimasukkan ke dalam rumus :
Jumlah spermatozoa/ml = N x P x 0,05 x 106
N = jumlah spermatozoa pada 5 lapangan pandang
P = faktor pengenceran
Dalam proses penghitungan jumlah spermatozoa dilakukan
sebanyak dua kali pengamatan, dimana hasil tersebut dijumlah
kemudian diambil jumlah rata-ratanya.
3.8.
Analisis Data
Data penelitian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.00 for Windows.
Data ini berupa variabel kategorik-numerik yang terdiri lebih dari dua kelompok
tidak berpasangan sehingga dilakukan uji parametrik yaitu One Way Anova.
Analisis data dimulai dengan menilai pendistribusian data melalui uji Shapiro
Wilk. Setelah itu dilakukan uji varians data dengan uji Levene. Bila distribusi tidak
normal dan varians tidak sama setelah dilakukan transformasi data maka
dilakukan uji non parametrik yaitu Kruskal-Wallis. Bila data menunjukkan
bermakna baik dengan One Way Anova ataupun Kruskal-Wallis maka dilakukan
analisis Post Hoc.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Hasil penelitian mengenai efek vitamin C terhadap jumlah spermatozoa
mencit yang diinduksi gentamisin disajikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rerata jumlah spermatozoa*
Kelompok uji
N
Rerata jumlah spermatozoa (juta/ml)
X ± SE
K1
5
178 ± 32,56
K2
5
44 ± 5,9
K3
5
111 ± 13,03
*Keterangan :
K1 = Normal ; K2 = Gentamisin ; K3 = Gentamisin dan Vitamin C
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh bahwa kelompok tanpa perlakuan yang
hanya diberi pakan dan minum standar (K1) memiliki rerata jumlah spermatozoa
lebih tinggi yaitu 178 ± 32,56 juta/ml dibandingkan kelompok 2 (K2) maupun
kelompok 3 (K3). Kelompok yang diinduksi gentamisin 5 mg/kgbb/hari i.p (K2)
didapatkan rerata jumlah spermatozoa 44 ± 5,9 juta/ml yang lebih rendah
dibandingkan K3 dan K1. K3 merupakan kelompok yang diinduksi gentamisin 5
mg/kgbb/hari i.p dan vitamin C 100 mg/kgbb/hari i.p didapatkan rerata jumlah
spermatozoa 111 ± 13,3 juta/ml.
Selanjutnya, dilakukan analisis data menggunakan SPSS 16.00 for
Windows. Uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal (p<0.05). Namun uji varians data tidak sama selanjutnya
dilakukan transformasi data. Setelah dilakukan transformasi data didapatkan p =
0.140 menunjukkan varians data sama karena p>0.05.
Pada uji One Way Anova, didapatkan bahwa p = 0.000 artinya adanya
perbedaan jumlah spermatozoa yang bermakna pada dua kelompok. Dengan
analisis Post Hoc dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang memiliki
perbedaan jumlah spermatozoa adalah antara K1 dan K2 serta K2 dan K3, seperti
tampak pada grafik 4.1 dan tabel 4.2.
28
250
b
200
(juta/ml)
Rerata jumlah spermatozoa
29
150
b
100
a,c
50
0
Kelompok Uji
K1 (Tanpa perlakuan)
K2 (Gentamisin)
K3 (Gentamisin + Vitamin C)
Gambar 4.1. Rerata jumlah spermatozoa (juta/ml) X ± SE. Kelompok
normal (K1), Kelompok gentamisin (K2), Kelompok
gentamisin dan vitamin C (K3)
*a
Signifikan dengan K1
Signifikan dengan K2
c
Signifikan dengan K3
Signifikan p<0.05
b
Tabel 4.2. Hasil analisis Post Hoc
Kelompok Uji
K1
K2
K3
K1
0.00
0.94
K2
0.00
0.01
K3
0.94
0.01
-
p<0.05 = bermakna
(a)
(b)
Gambar 4.2 SpermatozoaK1, K2, dan K3.
(a) K1; (b) K2; (c) K3
Sumber : Dokumentasi pribadi
(c)
30
4.2.
Pembahasan
Penelitian yang dilakukan oleh Narayana (2008) pada tikus wistar yang
diinduksi gentamisin 5 mg/kgbb, i.p, selama 10 hari menunjukkan bahwa
gentamisin dapat menyebabkan keabnormalan morfologi spermatozoa serta
menurunkan jumlah dan motilitas spermatozoa.9 Selanjutnya, studi penelitian
yang dilakukan Khaki et al. (2009) pada tikus wistar yang diinduksi gentamisin 5
mg/kgbb selama 14 hari, i.p, menunjukkan adanya penurunan kadar testosteron
dan sel germinal khususnya spermatogonia. Kondisi ini berdampak pada
penurunan kuantitas dan kualitas spermatozoa.28
Studi-studi penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan
peneliti bahwa dengan pemberian gentamisin 5 mg/kgbb/hari, i.p, selama 10 hari
dapat menurunkan jumlah spermatozoa secara signifikan (p<0.05) pada K2
dibandingkan K1.
Terjadinya penurunan jumlah spermatozoa akibat gentamisin karena
gentamisin dapat meningkatkan konsentrasi superoksida dan menurunkan
konsentrasi superoksida dismutase, katalase, gluthation peroksidase, dan asam
askorbat. Akibat ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan
menyebabkan stres oksidatif yang mengganggu fungsi normal spermatozoa.8,28
Stres oksidatif memicu terjadinya peningkatan peroksidasi lipid sehingga terjadi
kerusakan selular dan apoptosis sel spermatozoa yang mempengaruhi jumlah
spermatozoa.9,29
Terjadinya penurunan kuantitas spermatozoa akibat peningkatan radikal
bebas oleh gentamisin dapat diobati dengan antioksidan. Antioksidan berperan
dalam
melindungi
sel
spermatozoa
dari
kerusakan
oksidatif
sehingga
meningkatkan fertilitas. Studi penelitian yang dilakukan oleh Akondi et al. (2011)
pada tikus wistar albino yang diinduksi gentamisin 5 mg/kgbb/hari selama 10 hari
yang diberikan bersamaan dengan rutin 10 mg/kgbb/hari dan naringin 10
mg/kgbb/hari selama 35 hari menunjukkan adanya peningkatan jumlah dan
motilitas spermatozoa secara signifikan (p<0.001) dibanding kelompok kontrol
yang hanya diberikan gentamisin. Hal tersebut disebabkan rutin dan naringin
mengandung bioflavonoid yang merupakan antioksidan berperan dalam
31
menurunkan radikal bebas dan menghambat enzim xantin oksidase sehingga
menurunkan kerusakan oksidatif.29
Selain itu, studi penelitian yang dilakukan oleh Zahedi et al. (2010) pada
tikus wistar yang diberi ginger rhizome 100 mg/kgbb/hari yang diinduksi
gentamisin 5 mg/kgbb/hari 30 hari menunjukkan jumlah spermatozoa pada
epididimis meningkat secara signifikan (p<0.05) dibandingkan kelompok yang
hanya diberi gentamisin 5 mg/kgbb/hari. Ginger rhizome berperan sebagai
antioksidan sehingga dapat mengimbangi efek negatif dari gentamisin yang
menyebabkan ROS pada spermatozoa.48
Studi – studi penelitian tersebut sejalan dengan peneliti bahwa pemberian
antioksidan yaitu vitamin C 100 mg/kgbb/hari pada mencit yang sebelumnya
diinduksi gentamisin 5 mg/kgbb/hari dapat meningkatkan jumlah spermatozoa
secara signifikan (p<0.05) dibandingkan kelompok yang hanya diinduksi
gentamisin 5 mg/kgbb/hari. Adanya peningkatan jumlah spermatozoa disebabkan
vitamin C yang merupakan antioksidan non enzimatik berperan dalam
mendonorkan elektronnya sehingga menurunkan radikal bebas dan efektif dalam
melindungi spermatozoa dari kerusakan akibat stres oksidatif.13
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Akondi et al. dan Zahedi et al.
peneliti membandingkan persentase kenaikan jumlah spermatozoa dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti disajikan pada gambar 4.3.
Kenaikan jumlah
spermatozoa (%)
80
60
40
20
0
Peneliti
Akondi et al. Akondi et al. Zahedi et al.
(2010)
(2010)
(2010)
"Rutin" "Naringin"
Gambar 4.3. Histogram persentase kenaikan jumlah spermatozoa
pada hewan coba yang diberikan antioksidan dan telah
dilakukan induksi gentamisin
32
Pada gambar 4.3 didapatkan bahwa persentase kenaikan jumlah
spermatozoa pada peneliti, Akondi et al. (2010) yang menggunakan rutin dan
naringin, serta Zahedi et al. (2010) secara berturut turut adalah 60,3 %, 34,5 %
dan 32,1 %, serta 53,3 %. Adanya perbedaan persentase kenaikan jumlah
spermatozoa ini dapat dipengaruhi dari faktor terapi yang berbeda baik dosis, cara
pemberian, maupun lama pemberian.
Dari studi – studi penelitian yang telah dijelaskan menunjukkan bahwa
pemberian antioksidan dapat menurunkan kerusakan DNA spermatozoa sehingga
dapat meningkatkan fungsi spermatozoa.5 Dan pada penelitian ini, vitamin C
sebagai antioksidan efektif dalam meningkatkan kuantitas spermatozoa. Efek
vitamin C dalam meningkatkan kuantitas maupun kualitas spermatozoa telah
banyak dibuktikan oleh studi-studi penelitian pada hewan coba setelah diinduksi
oleh bahan yang dapat menurunkan kuantitas dan kualitas spermatozoa.
Studi penelitian yang dilakukan oleh Shittu et al. (2013) pada tikus wistar
yang diinduksi artesunat dan diberikan vitamin C 100 mg/kgbb oral selama 5 hari
dapat meningkatkan jumlah dan motilitas spermatozoa secara signifikan (p<0.05).
Selain itu, studi penelitian yang dilakukan oleh Sharma (2013) pada mencit albino
swiss yang diinduksi lead acetate dan diberikan pengobatan vitamin C sebesar 2
mg/kgbb secara oral selama 45 hari menunjukkan peningkatan jumlah
spermatozoa secara signifikan (p<0.01). Studi penelitian yang dilakukan Shittu et
al (2013) dan Sharma (2013) sejalan dengan penelitian yang dilakukan peneliti
bahwa vitamin C dapat meningkatkan kuantitas spermatozoa.
Selain itu, studi penelitian yang dilakukan oleh Emadi et al. (2012) pada
tikus wistar yang dibuat unilateral cryptochirdism pada testis kiri dan diberikan
vitamin C sebesar 50 mg/kgbb, i.p, selama 60 hari menunjukkan hasil yang tidak
signifikan (p>0.05) pada jumlah maupun motilitas spermatozoa dibandingkan
kelompok cryptochirdism. Hal ini tidak sejalan dengan peneliti yang
menunjukkan adanya peningkatan jumlah spermatozoa yang signifikan (p<0.05)
pada mencit K3 dibanding K2. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh faktor etiologi
yang menyebabkan terjadinya penurunan jumlah spermatozoa. Kita ketahui
bahwa cryptochirdism merupakan kondisi dimana testis tidak turun ke skrotum
sehingga menyebabkan kerusakan sel germinal dan mengganggu proses
33
spermatogenesis karena suhu yang tidak sesuai untuk fungsi testis. Selain itu
peningkatan suhu pada testis memperparah penurunan kuantitas dan kualitas
spermatozoa akibat terjadinya stres oksidatif yang merusak DNA spermatozoa
dan juga terjadi apoptosis sel spermatozoa.49 Dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan peneliti, etiologi yang menyebabkan penurunan jumlah
spermatozoa hanya disebabkan stres oksidatif akibat induksi gentamisin.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Emadi et al. (2012) yang
membuat unilateral cryptochirdism pada testis kiri tikus menyebabkan kuantitas
spermatozoa pada testis kanan juga mengalami penurunan yang signifikan.
Setelah pemberian vitamin C selama 60 hari, pada testis kanan menunjukkan
adanya
peningkatan
kuantitas
spermatozoa
secara
signifikan
(p<0.05)
dibandingkan kelompok cryptochirdism. Hal ini sejalan dengan peneliti, bahwa
vitamin C memberikan efek yang baik dalam membantu meningkatkan jumlah
spermatozoa dengan menurunkan jumlah radikal bebas, peroksidasi lipid
membran spermatozoa, dan kerusakan DNA spermatozoa.34 Vitamin C memiliki
efek proteksi dalam menjaga integritas membran serta mencegah kerusakan sel
germinal pada proses spermatogenesis.5
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan hewan coba mencit jantan
dewasa (Mus musculus L.). Mencit (Mus musculus L.) merupakan hewan pengerat
yang banyak digunakan sebagai model hewan dalam penelitian eksperimental
disebabkan pemeliharaan yang mudah dan tidak mahal, secara genetik memiliki
kesamaan dengan manusia, serta tingkat kesuburan yang tinggi. Mencit strain
DDY merupakan inbred strain dari strain ddY (Deutschland, Denken, Yonken).
Mencit ini menunjukkan pertumbuhan dan sistem reproduksi yang baik.50,51
Dalam melakukan penilaian fungsi spermatozoa dapat dinilai kuantitas
maupun kualitas spermatozoa. Namun, dalam penelitian ini peneliti menilai
kuantitas spermatozoa saja. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan faktor
instrumen dan keterbatasan waktu peneliti dalam melakukan penelitian.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan persentase
jumlah spermatozoa sebesar 60,3 % pada mencit yang diberikan vitamin C setelah
diinduksi gentamisin secara bermakna.
5.2.
Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi parameter kualitas
spermatozoa yaitu motilitas dan morfologi spermatozoa.
2.
Perlu dilakukan penelitian untuk mengkonfirmasi hasil penelitian yang
telah dilakukan secara in vivo.
3.
Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai dosis vitamin C yang
paling optimal yang memberikan efek terhadap peningkatan jumlah
spermatozoa.
34
35
DAFTAR PUSTAKA
1.
Zegers-Hochschild F, Adamson GD, de Mouzon J, Ishihara O, Mansour R,
Nygren K, et al. International Committee for Monitoring Assisted
Reproductive Technology (ICMART) and the World Health Organization
(WHO) revised glossary of ART terminology. Fertil Steril 2009;92:1520-4
2.
Hassani, Fariba. Psychology of infertility and the comparison between two
couple therapies, in infertile pairs. Int J Innov Manag Technol 2010; 1(1):
25-28
3.
Asr YA, Madaen K, Ebrahimi SH, Nejad AH, Koushavar H. Sexual
dysfunction and infertility in Tabriz in 2004. Urol J 2006; 3(2): 87-91
4.
Hamada A, Esteves SC, Agarwal A. Unexplained male infertility :
potential causes and management. Hum Androl 2011; 1: 2-16
5.
Agarwal A, Prabakaran SA. Oxidative stress and antioxidants in male
infertility: a difficult balance. Iran J Reprod Med 2005; 3(1): 1-8
6.
Angulo C, Maldonado R, Pulgar E, Mancilla H, Cordova A, Villarroel F,
et al. Vitamin C and oxidative stress in the seminiferous epithelium. Biol
Ress 2011; 44(2): 169-180
7.
Katzung BG. Basic and clinical pharmacology. 10th ed. New York: The
McGraw-Hill; 2006
8.
Zahedi A, Fathiazad FF, Khaki A, Ahmadnejad B. Protective effect of
ginger on gentamicin-induced apoptosis in testis of rats. Adv Pharm Bull
2012; 2(2): 197-200
9.
Narayana, Kilarkaje. An aminoglycoside antibiotic gentamycin induces
oxidative stress, reduces antioxidant reserve, and impairs spermatogenesis
in rats. J Toxicol Sci 2008; 33(1): 85-96
10.
Akram H, Firouz G, Abbas A, Samad Z. Beneficial effects of american
ginseng on epididymal sperm analyses in cyclophosphamide treated rats.
Cell J 2012; 14(2): 116-121
11.
Zini A, Gabriel MS, Baazeem, A. Antioxidant and sperm DNA damage: a
clinical perspective. J Assist Reprod Genet 2009; 26(8): 427-432
36
12.
Padayatty SJ, Katz A, Wang Y, Eck P, Kwon O, Chen S, et al. Vitamin C
as an antioxidant: evaluation of its role in disease prevention. J Am Coll
Nutr 2003; 22(1): 22-35
13.
Kefer JC, Agarwal A, Sabanegh E. Role of antioxidant in the treatment of
male infertility. Int J Urol 2009; 16: 449-457
14.
Shittu ST, Oyeyemi WA, Okewumi TA, Salman TM. Role of oxidative
stress in therapeutic administration of artesunate on sperm quality and
testosteron level in male albino rats. Afr J Biotechnol 2013; 12(1): 70-73
15.
Acharya UR, Mishra M, Patro J, Panda MK. Effect of vitamin c and e on
spermatogenesis in mice exposed to cadmium. Reprod Toxicol 2008;
25(1): 84-8
16.
Martini, Frederic. Fundamentals of anatomy & physiology. 9th ed. San
Fransisco: Pearson; 2012
17.
Tortora, Gerrard. Principles of anatomy and physiology. 12th ed. United
States of America: John Wiley & Sons; 2009
18.
Saladin, Ken. Anatomy & physiology. 5th ed. New York: The McGrawHill; 2010
19.
Moore KL, Dalley AF, Agur AM. Clinically oriented anatomy. 6th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010
20.
Junqueira CL and Carneiro. Basic histology: text & atlas. 11th ed. New
York: The McGraw-Hill; 2005
21.
Sherwood, Lauralee. Human physiology from cells to systems. 7th ed.
United States of America: Brooks/Cole; 2010
22.
Andrology Australia. Male Infertility a child of my own. Australia:
Andrology Australia; 2011
23.
Kumar K, Raju AB. A review on male fertility. Hygeia J Drugs Med 2011;
3(1): 20-28
24.
Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI)
dan Perhimpunan Fertilitas In Vitro Indonesia (PERFITRI). Konsensus
penanganan infertilitas. Jakarta: HIFERI & PERFITRI; 2013
25.
Goodman LS and Gilman A. Goodman & gilman’s the pharmacological
basis of therapeutics. 11th ed. New York: The McGraw-Hill; 2006
37
26.
MacNeil JD, Cuerpo L. Gentamicin [internet]. [cited 2014 September 4th]
Available from: ftp://ftp.fao.org/ag/agn/jecfa/vetdrug/41-7-gentamicin.pdf
27.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi.
Edisi 5. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2011
28.
Khaki A, Afshin A, Iraj S, Baji P, Mahdi SA, Kachabi H. Comparative
Study
of
aminoglycoside
(gentamicin
&
streptomycin)
and
fluoroquinolone (ofloxcacin) antibiotics on testis tissue in rats: light and
transmission electron microscopic study. Pak J Med Sci 2009; 25(4): 624629
29.
Akondi RB, Akula A, Challa SR. Protective effect of rutin and naringin on
gentamycin induced testicular oxidative stress. Eur J Gen Med 2011; 8(1):
57-64
30.
Smith
CM, Marks AD, Lieberman MA. Marks’s basic medical
biochemistry: a clinical approach. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2005
31.
Makker K, Agarwal K, Sharma, R. Oxidative stress & male infertility.
Indian J Med Res 2009; 129(4): 357-67
32.
Venkatesh S, Deecaraman M, Kumar R, Shamsi MB, Dada R. Role of
reactive oxygen species in the pathogenesis of mitochondrial DNA
(mtDNA) mutations in male fertility. Indian J Med Res 2009; 129: 127137
33.
Mahan LK, Escott S. Krause’s food & nutrition therapy. 12th ed. United
States of America: Saunders Elsevier; 2008
34.
Colagar AH, Marzony ET. Ascorbic acid in human seminal plasma :
determination and its relationship to sperm quality. J Clin Biochem Nutr
2009; 45(2): 144-9
35.
Ogli SA, Enyikwola O, Odeh SO. Evaluation of the efficacy of separate
oral supplements compared with the combined oral supplements of
vitamin c and e on sperm motility in wistar rats. Niger J Physiol Sci 2009;
24(2): 129-135
36.
Agarwal A, Prabakaran SA, Said TM. Prevention of oxidative stress injury
to sperm. J Androl 2005; 26(6): 654-660
38
37.
Donpunha W, Sompamit K, Pakdeechote P, Kukongviriyapan U,
Pannangpetch P, Kukongviriyapan V. Effect of vitamin c on cadmiuminduced oxidative stress in mice. Srinagarind Med J 2009; 24 (Suppl)
38.
International conference on harmonisation of technical requirement for
registration of pharmaceuticals for human use. Detection of toxicity to
reproduction for medicinal products and toxicity to male fertility S5 (R2)
[internet]. [cited 2014 September 3rd]. Available from :
http://www.ich.org/fileadmin/Public_Web_Site/ICH_Products/Guidelines/
Safety/S5_R2/Step4/S5_R2__Guideline.pdf
39.
Jamsai D, O’Bryan MK. Mouse models in male fertility research. Asian J
Androl 2011; 13: 139-151
40.
Fernandez C, Bellentani FF, FernandesG, Perobelli JE, Paula A,
Nascimento A, et al. Diet-induced obesity in rats leads to decrease in
sperm motility. Rep Biol Endocrinol 2011; 9: 32
41.
Saalu LC, Akuna GG, Ogunmodede OS. Evidences for deleterious role of
free radicals in experimental varicocele using animal model. Br J Med
Med Res 2013; 3(4): 1125-1143
42.
Schurmann A, Koling S, Jacobs S, Saftig P, Kraub S, Wennemuth G et al.
Reduced sperm count and normal fertility in male mice with targeted
disruption of the ADP-Ribosylation Factor-Like 4 (Arl4) Gene. Mol Cell
Biol 2002; 22(8): 2761-2768
43.
Sharma DN. Ascorbic protects testicular oxidative stress and spermatozoa
deformationsin male swiss mice exposed to lead acetate. Univers J
Environ Res Technol 2013; 3: 86-92
44.
Fetouh FA, Saied AE. Ameliorating effects of curcumin and propolis
against the reproductive toxicity of gentamicin in adult male guinea pig:
quantitative analysis and morphological study. Am J Life Sci 2014; 2(3):
138-149
45.
Naglaa ZH, Hesham AM, Fadil HA, Motal A. Impact of metformin on
immunity and male fertility in rabbits with alloxan-induced diabetes. J Am
Sci 2010; 6(11): 417-426
39
46.
Ayinde OC, Ogunnowo S, Ogedegbe RA. Influence of vitamin c and
vitamin e on testicular zinc content and testicular toxicity in leads exposed
albino rats. BMC Pharmacol Toxicol 2012;13:17
47.
World Health Organization. WHO laboratory manual for the examination
and processing of human semen. 5th Ed. Switzerland: WHO Press; 2010
48.
Zahedi A, Khaki A, Ahmadi-Ashtiani HR, Rastegar H, Rezazadeh S.
Zingiber officinale protective effects on gentamicin’s toxicity on sperm in
rats. J Med Plants 2010; 9(35): 93-98
49.
Emadi L, Azari O, Gholipour H, Saeedi M. Effect of vitamin c on
epididymal sperm quality in the rat experimentally induced unilateral
cryptorchidism. Iran J Vet Surg 2012; 7: 63-74
50.
JoVe Science Education Database. Model organisms II: Mouse, zebrafish,
and chick. An intorduction to the laboratory mouse: mus musculus. JoVE,
Cambridge, MA, doi: 10.3791/5129; 2014
51.
Laboratory Animal Resource Bank [internet]. Japan: National Institute of
Biomedical Innovation; 2013 [cited 2014 September 3rd]. Available from:
http://animal.nibio.go.jp/e_ddys.html
40
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Sehat Mencit
41
Lampiran 2
Gambar Proses Penelitian
Sampel penelitian
Pengukuran BB sampel
Vitamin C
Injeksi intraperitoneal
Terminasi mencit
dengan dislokasi
leher
Proses sacrificed 
diambil bagian vesikula
seminalis
42
(Lanjutan)
Pembuatan suspensi
spermatozoa
Hemositometer Neubauer improved
Larutan george +
suspensi spermatozoa
43
Lampiran 3
Riwayat Penulis
Identitas
Nama
: Herlina Rahmah
Jenis kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Bekasi, 21 Juli 1993
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Narogong Elok Raya D 15 No. 1 RT/RW
001/010, Bekasi Timur
Email
: [email protected]
Riwayat Pendidikan

1999 - 2005
: Sekolah Dasar Negeri Pengasinan VIII

2005 - 2008
: Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Jakarta

2008 – 2011
: Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Jakarta

2011 – sekarang
: Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Download