Pengembangan Sistem Manajemen Sumberdaya

advertisement
Jejaring Administrasi Publik. Th VI. Nomor 1, Januari-Juni 2014
Pengembangan Sistem Manajemen Sumberdaya Aparatur dalam
Pemerintahan Negara Republik Indonesia
Deri Febriana
Pengembangan Sumberdaya Manusia, Pascasarjana, Universitas Airlangga, Surabaya
Abstract
Human Resources is a particle or an important part of an organization. Even so, there are still many weaknesses and problems in
the field of personnel resources government areas, among others in the field of quality. Local governments are still confronted
with apparatus still many issues that have not met adequate competence and professionalism to the field of each task, such as
inadequate education levels, do not have sufficient expertise and skills. Most of the existing local government officials in Indonesia
only a high school education. Although officials are educated graduate (S1) is quite large, but the composition according to the
areas of expertise not by the numbers, so many positions are occupied by the lack of proper apparatus competence. While officers
were educated graduate (S2 and S3) are still very limited in areas of human local resources. Overcome such conditions it is
necessary that systematic efforts in order to improve the quality of personnel resources in local government to be more able to
work optimally in implementing task. It may only be achieved through the development of human resources in the various aspects
of local government, such as intellectual, managerial aspects, technical aspects, and also behavioral aspects.
Keywords: Human Resource Management regional governance, professionalism, and the development of an effective system
Pendahuluan
Berjalan
atau
tidaknya
suatu
pemerintahan sangat tergantung pada baikburuknya birokrasi sebagai penyelenggara
pemerintahan.
Sementara
itu,
birokrasi
pemerintah sangat bergantung pada SDM
aparaturnya jika di Indonesia akan disebut
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
berperan di dalamnya sebagai aparatur
penyelenggara pemerintah. Aparatur negara
merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan
Good Governance bersama dengan dua pilar
lainnya,
yaitu
dunia
usaha
(corporate
governance) dan juga masyarakat (civil society).
Ketiga unsur tersebut harus berjalan selaras
dan serasi sesuai dengan peran dan tanggung
jawab masing-masing.
Setiap Organisasi Pemerintahan, baik
tingkat propinsi maupun daerah, memerlukan
penataan organisasi sumber daya manusia agar
organisasinya dapat berjalan secara sistematis
dan efisien. Kenyataannya, masih banyak
pemerintah
daerah
yang
belum
mengembangkan sistem manajemen sumber
daya manusia yang komprehensif, padahal
manajemen sumber daya manusia merupakan
sesuatu yang penting dalam organisasi untuk
menanggapi dengan baik dan tepat perubahanperubahan yang terjadi pada lingkungan
eksternal
organisasi.
Daya
adaptabilitas
organisasi
pada
perubahan
lingkungan
eksternal
dapat
dikembangkan
melalui
peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber
daya manusia. Pengembangan sumber daya
manusia bermakna perwujudan tanggung
jawab sosial suatu organisasi, termasuk
organisasi pemerintahan.
Aparatur sebagai penyelenggara negara
dan pemerintahan wajib bertanggung jawab
untuk merumuskan sekaligus melaksanakan
langkah strategis dan upaya kreatif guna
mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara
adil, demokratis dan bermartabat. Untuk itu,
akuntabilitas kinerja setiap penyelenggara
negara dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya harus selalu ditingkatkan dan
menjadi
fokus
perhatian
bagi
pemerintah.Untuk
mencapai
itu
semua
dibutuhkan sosok SDM aparatur (PNS) yang
profesional, yang mempunyai sikap dan
perilaku yang penuh kesetiaan, ketaatan,
disiplin, bermoral, bermental baik, akuntabel
dan memiliki kesadaran yang tinggi terhadap
tanggung jawab sebagai pelayan publik yang
baik.
Dalam
kenyataannya,
implementasi
kebijakan untuk mengembangan SDM aparatur
428
Jejaring Administrasi Publik. Th VI. Nomor 1, Januari-Juni 2014
tersebut
ternyata
belum
seperti
yang
diharapkan. Kondisi SDM aparatur saat ini
masih jauh dari kata profesional. Hal ini
terlihat dari rendahnya kinerja pegawai yang
ada, kurang baiknya pelayanan yang diberikan,
rendahnya gaji yang diterima, maraknya
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di
kalangan PNS, tidak efektifnya pelaksanaan
diklat pegawai, tidak jelasnya jenjang karier
PNS dan masih banyak gambaran lainnya yang
menunjukkan
masih
kurang
bagusnya
gambaran PNS di Indonesia. Gambaran
tersebut merupakan cerminan yang dapat
memberikan indikasi adanya sesuatu yang
salah dalam pengelolaan kepegawaian (PNS) di
Indonesia yang berdampak kurang pada
pengembangan SDM Aparatur atau PNS yang
ada Indonesia.
Menurut survei Political and Economic
Risk Consultancy (PERC) pada pertengahan
tahun 2010, Indonesia menempati peringkat
terburuk kedua dalam hal birokrasi di Asia
setelah India. Kemudian menempati peringkat
terburuk pertama di ASEAN. Memang hal
tersebut
sedikit
ironis
karena
setelah
runtuhnya rezim Orde Baru, sebagai negara
berkembang Indonesia secara bertahap mulai
melakukan reformasi birokrasi yang ada,
namun itu semua mungkin hanya seperti jalan
ditempat saja karena birokrasi yang ada
sekarang tidak jauh tidak jauh berbeda pada
saat birokrasi Orba. Sedikit menerangkan
kembali birokrasi pada saat Orba, birokrasi
yang diterapkan pada saat Orba lebih bersifat
sentralistik
dan
bercirikan
birokrasi
patrimonial (birokrasi dimana jabatan dan
perilaku dalam keseluruhan hirarki birokrasi
lebih didasarkan pada hubungan familier &
hubungan pribadi), sehingga kombinasi kedua
sifat birokrasi tersebut yang kurang lebih telah
berjalan 30 tahun, kini seperti sudah mendarah
daging di birokrasi Indonesia walaupun saat ini
upaya
reformasi
birokrasi
telah
lama
dijalankan.
Jika ingin melihat perbedaan birokrasi
negara kita dengan negara lain, tidak perlu
melihat sampai benua lain cukup dengan
melihat sistem birokrasi negara tetangga kita
yaitu negara Singapura yang merupakan
negara bekas jajahan Inggris yang sekarang ini
menduduki peringkat 1 asia dalam hal
pertumbuhan ekonomi yang pesat, hal ini tidak
lepas dari sistem birokrasi negara Singapura
yang berjalan dengan baik, effektif, dan juga
Effisien.
Mengenai birokrasi di Singapura yang
merupakan negara tetangga yang dekat dengan
Indonesia jika dibandingkan dalam hal
birokrasi Indonesia bisa dikatakan birokrasi
negara kita tertinggal dalam banyak hal, ada
beberapa contoh yang bisa membedakan
pemerintahan kita dengan pemerintahan
Singapura. Salah satunya yaitu pemerintah di
Singapura berperan aktif di masyarakat dalam
mengelola dan mengembangkan ekonomi,
kemudian pegawai negeri memiliki prestise
yang tinggi di Singapura, lalu pelayanan publik
di Singapura hampir seluruhnya bebas dari
korupsi. Lain halnya jika birokrasi di Indonesia,
dari awal sistem perekrutan pegawaipun bisa
terdeteksi adanya indikasi bahwa birokrasi
dalam instansi tertentu melakukan korupsi,
kolusi, dan juga nepotisme.
Hal ini dipengaruhi oleh nilai-nilai
(integritas, pelayanan, dan keunggulan) yang
kuat yang menekankan pada kejujuran dan
dedikasi kepada nilai-nilai nasional dan tujuan
pembangunan bersama. Kejujuran pekerjaan
tersebut juga dipicu oleh gaji yang relatif tinggi.
Kemudian keunggulan lainnya yaitu dalam pola
rekruitmen pegawai negeri sipil, Singapura
menganut system Tradisi Konfusian Cina dan
Administrasi Pelayanan Sipil dari Inggris, jadi
pegawai-pegawai
negeri
yang
direkrut
merupakan lulusan dari universitas elite
seperti sekolah pelayanan publik Singapura.
Kondisi diatas sangat erat kaitannya
dengan sistem pengelolaan pegawai dan
berawal dari sistem yang saat ini fungsi
utamanya adalah pengelolaan kepegawaian
yang bertujuan untuk mengelola atau mengatur
sehingga kemampuan pegawai dapat lebih
ditingkatkan supaya lebih berdaya guna dan
berhasil untuk mengemban misi melayani
masyarakat yang pada akhirnya pelaksanaan
tugas pemerintahan dan pembangunan yang
menjadi
tanggung
jawabnya
dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien. Dalam
kerangka mewujudkan tujuan tersebut sistem
pengelolaan kepegawaian perlu disusun secara
baik dan benar agar dapat memenuhi harapan
tersebut.
Secara
umum,
pengelolaan
kepegawaian mencakup semua proses dalam
manajemen kepegawaian, yang meliputi proses
rekrutmen, pengembangan dan pembinaan,
renumerasi, reward dan juga punishment
429
Jejaring Administrasi Publik. Th VI. Nomor 1, Januari-Juni 2014
sampai pada pemberhentian pegawai. Semua
proses tersebut harus dapat disusun sistemnya
secara baik sehingga dapat menghasilkan
output yang baik pula.
Dari semua proses tersebut, ada tiga
unsur
yang
secara
signifikan
sangat
berpengaruh dalam proses pengembangan
aparatur, yaitu rekruitmen, pola karir dan
pengukuran beban kerja pegawai. Gambaran
saat ini menunjukkan bahwa dalam setiap
pelaksanaan rekruitmen PNS selalu ada
ketidak-puasan masyarakat karena prosesnya
yang tidak transparan dan sarat dengan isu
KKN. Dampaknya adalah PNS yang dihasilkan
tidak memenuhi kualifikasi sebagaimana yang
diharapkan.
Hakikat pola karier PNS adalah lintasan
perkembangan dan kemajuan pegawai dengan
pola gerakan posisi pegawai, baik secara
horizontal maupun vertikal (baik dalam satu
instansi maupun lintas instansi) yang selalu
mengarah pada tingkat atau jenjang yang lebih
tinggi. Pada masing-masing tingkat melekat
segala tanggung jawab, tugas dan wewenang
serta hak yang bersangkutan. Dampak
selanjutnya adalah setelah menjadi PNS,
banyak yang menyorot bahwa kinerja PNS
kurang profesional. Sistem pengelolaan setelah
menjadi PNS pun tidak jelas, yang mencakup
sistem penghargaan serta hukuman yang
terkait dengan akuntabilitas dan disiplin
pegawai. Pola karier yang tidak jelas juga
menjadi penyebab kurang bergairah dan
rendahnya kinerja PNS. Adanya kepastian
tentang jenjang karier dan mekanisme
penentuan pejabat yang mengacu kepada
prestasi kerja dan profesionalisme tentunya
dapat meningkatkan motivasi dan semangat
kerja pegawai.
Kerangka Konseptual
Indonesia merupakan salah satu negara
terbesar di dunia dengan jumlah penduduk
lebih dari 200 juta jiwa. Jumlah SDM (Sumber
Daya Manusia) yang melimpah ini merupakan
salah satu kekuatan yang dapat dikembangkan
dan dimanfaatkan untuk membangun bangsa.
Indonesia juga merupakan negara yang
dikaruniai oleh SDA (Sumber Daya Alam) yang
melimpah, sehingga dapat digunakan untuk
menopang pembangunan bangsa. Namun
demikian, keberadaan SDM yang ada tersebut
sampai saat ini belum mampu mengoptimalkan
potensi SDA yang melimpah, sehingga tidak
dapat
membawa
kemakmuran
dan
kesejahteraan masyarakat.
Dengan demikian manajemen SDM pada
saat sekarang ini telah mengalami perubahan
dibandingkan pada masa sebelumnya, seperti
yang diungkapkan oleh Dessler (2000) yang
mendefinisikan manajemen sumber daya
manusia pada era informasi ini, yaitu:
“Strategic Human Resource Management is the
linking of Human Resource Management with
strategic role and objectives in order to improve
business
performance
and
develop
organizational cultures and foster innovation
and flexibility”. Terlihat bahwa para pimpinan
organisasi harus mengaitkan pelaksanaan
manajemen sumber daya manusia dengan
strategi
organisasi
untuk
meningkatkan
kinerja,
serta
mengembangkan
budaya
organisasi yang akan mendukung penerapan
inovasi dan fleksibilitas.
Kecenderungan yang berlangsung pada
saat sekarang ini adalah pegawai (sumber daya
manusia) dituntut memiliki pengetahuan baru
yang sesuai dengan perubahan yang tengah
berlangsung. Peran strategis dalam mengelola
sumber
daya
manusia
adalah
dapat
mengelaborasi segala sumber daya yang
dimiliki oleh setiap pegawainya, kemampuan
SDM merupakan competitive advantage bagi
organisasi. Begitu juga dari segi sumber daya,
strategi bisnis adalah mendapatkan added
value
yang
maksimum
yang
dapat
mengoptimalkan competitive advantage.
Masalah utama dalam menghadapi era
global ini adalah keterbatasan SDM yang
berkualitas
untuk
berpartisipasi
dalam
penyelenggaraan pembangunan, baik dalam
lingkup
nasional
maupun
internasional.
Mengenai SDM birokrasi di Indonesia, dunia
internasional hingga kini masih menganggap
buruk jika dibandingkan dengan negara-negara
tetangga. Dari 3.6 juta orang Pegawai Negeri
Sipil (PNS), yang betul-betul menjalankan
tugas secara profesional dan menunjukkan
produkstivitas tinggi hanya sekitar 60-65%.
Sedangkan sisanya belum mengalami banyak
perubahan
sejak
Menteri
Pemberdayaan
Aparatur Negara mendorong profesionalisme
dan produktivitas selama dua setengah tahun
terakhir Implikasinya, daya saing tenaga kerja
430
Jejaring Administrasi Publik. Th VI. Nomor 1, Januari-Juni 2014
Indonesia masih menempati posisi yang
terendah
di
Asia
Tenggara.
Hal
ini
diindikasikan
oleh
rendahnya
kualitas
pendidikan di Indonesia yang dapat dilihat dari
Education Development Index (EDI) di dunia.
Berdasarkan laporan tahun 2007, peringkat
pendidikan Indonesia mengalami penurunan,
dari yang sebelumnya peringkat 58 menjadi
peringkat 62 dari 130 negara yang disurvei.
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia
juga tercermin dari daya saing di tingkat
internasional. Daya saing Indonesia menurut
World Economic Forum, 2007-2008, berada di
level 54 dari 131 negara. Jauh di bawah
peringkat daya saing sesama negara ASEAN
(Association of South East Asian Nations)
seperti Malaysia yang berada di urutan ke-21
dan Singapura pada urutan ke-7. Hal tersebut
mempengaruhi aspek Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) bangsa Indonesia sebagaimana
ditunjukkan dengan rendahnya peringkat
Human Development Index (HDI) untuk tahun
2007 dan 2008, yang menempatkan Indonesia
pada urutan ke-108 dan ke-109 dari 179 negara.
Rendahnya kualitas SDM di lembaga
pemerintah juga dapat diindikasikan dari
kinerja PNS. bahwa dalam kenyataannya
kompetensi dan produktivitas PNS masih
rendah, dan perilaku yang sangat rule driven,
paternalistik, dan kurang professional. Untuk
saat ini, PNS yang kompeten sangat
dibutuhkan dalam mengatasi lima persoalan
aparatur
negara,
sebagaimana
yang
dikemukakan oleh Kantor MenPAN (Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara).
Pertama, meluasnya praktek KKN
(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di lingkungan
administrasi negara. Kedua, meluasnya praktek
in-efisiensi yang ditandai dengan terjadinya
tindakan pemborosan dan tidak hemat dalam
kegiatan
manajemen
dan
administrasi
pemerintahan di pusat atau daerah. Ketiga,
lemahnya profesionalisme dan kesejahteraan
aparatur. Keempat, lemahnya moral/etika dan
etos kerja aparat negara. Dirasakan betul
dalam perkembangan kehidupan pemerintahan
tercermin lemahnya disiplin, tanggung jawab,
konsistensi dalam bekerja, dan kurang
mengindahkan nilai-nilai serta norma/etika
kerja.
Dan
kelima,
lemahnya
mutu
penyelenggaraan
pelayanan
publik
yang
terlihat dari banyaknya praktek pungutan liar,
tidak ada kepastian, dan prosedur yang
berbelit-belit. Dampaknya pada bidang ekonomi
adalah ekonomi biaya tinggi, menghambat
investasi, memperlambat arus barang eksporimpor, serta kesan bagi masyarakat kurang
memuaskan dan citra buruk, Mengingat kondisi
tersebut maka pemerintah melakukan berbagai
upaya bagi peningkatan kompetensi SDM
aparatur.
Pengembangan terhadap sumber daya
manusia akan berakibat adanya tuntutan
bahwa setiap sumber daya manusia sangat
dituntut untuk memiliki pengetahuan baru
yang sesuai dengan dinamika perubahan yang
tengah berlangsung. Perubahan-perubahan
yang
mendasar
menyebabkan
terjadinya
pergeseran urutan pentingnya manajemen
sumber daya manusia dan fungsi sumber daya
manusia. Manajemen sumber daya manusia
diberi kesempatan mengambil peran penting
dalam tim manajemen, demikian juga fungsi
sumber daya manusia sedang berubah menjadi
fungsi manajemen yang penting. Aset sumber
daya manusia yang handal dapat menjadi
sumber
keunggulan
kompetetitf
yang
berkelanjutan karena asset-asset manusia
tersebut
mempunyai
pengetahuan
dan
kompleksitas sosial yang sulit untuk ditiru oleh
pesaing.
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan faktor
yang sangat sentral dalam organisasi. Apapun
bentuk dan tujuannya, organisasi dibuat
berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan
manusia. Begitu pula dalam pelaksanaan
misinya maka dikelola dan diurus oleh
manusia.
Dengan
demikian
manusia
merupakan faktor yang sangat strategis dalam
semua kegiatan organisasi. Agar dapat
mengatur dan mengurus sumber daya manusia
berdasarkan visi organisasi sehingga tujuan
organisasi tercapai maka dibutuhkan ilmu,
metoda dan pendekatan pengelolaan sumber
daya manusia atau yang sering disebut dengan
manajemen sumber daya manusia.
Ini berarti bahwa manajemen sumber
daya manusia juga menjadi bagian dari ilmu
manajemen yang mengacu kepada fungsi
manajemen yang dalam pelaksanaannya
meliputi
proses-proses
perencanaan,
pengorganisasian,
memimpin
dan
juga
mengendalikan. Peran sumber daya manusia
431
Jejaring Administrasi Publik. Th VI. Nomor 1, Januari-Juni 2014
dari waktu ke waktu akan semakin strategis
terhadap
perkembangan
dan
dinamika
organisasi, Pada era ini istilah pekerja berubah
menjadi pengetahuan dalam pekerja. Pada
masa inilah peran sumber daya manusia yang
handal merupakan aset bagi perusahaan atau
yang sekarang lebih dikenal dengan istilah
human capital Mulai dikembangkan untuk
memenuhi visi dan misi organisasi untuk
menjadi lbih baik lagi. Peran sumber daya
manusia pada masa sekarang ini sangat vital
karena menggantikan peran mesin-mesin
sebagai basis keberhasilan bagi organisasi.
Keputusan
mengembangkan
Sumber
Daya Manusia adalah salah satu keputusan
yang paling sulit namun penting yang manajer
atau pimpinan harus membuat. Keputusankeputusan ini tidak dibuat secara terpisah,
karena politik, budaya, dan kekuatan ekonomi
dalam masyarakat yang terjalin dengan
keputusan ini. Pelatihan karyawan dan
pembangunan adalah wilayah kunci di bidang
Manajemen Sumber Daya Manusia. G.T.
Milkovich dalam artikel “Human Resource
Development” (USA:The McGraw-Hill, 1997)
mendefinisikan pelatihan sebagai suatu proses
yang sistematis untuk mendorong perolehan
keterampilan, aturan, konsep atau sikap yang
mengakibatkan level persaingan ditingkatkan
antara karakteristik dan pekerjaan karyawan
yang ada persyaratannya. Para penulis
mendefinisikan pembangunan sebagai proses
jangka
panjang
untuk
meningkatkan
kemampuan karyawan dan motivasi untuk
membuat mereka calon anggota yang berharga
dari organisasi. Ini meliputi staf internal, yang
melibatkan
memindahkan
orang
antara
pekerjaan dan peran kerja dalam organisasi.
Perkembangan manajemen SDM sebelum
1990-an, seringkali lebih bersifat administratif,
seperti pencatatan prestasi, mangkir, kenaikan
pangkat atau golongan dan pencatatan
penggajian. Namun, sejak 1990-an muncul
pandangan yang melihat SDM lebih dari
sekadar bersifat administratif. Hal ini karena
SDM merupakan salah satu bagian strategis
dari organisasi. Keunggulan SDM tidak hanya
dilihat dari sisi tingkat IQ, melainkan juga
memperhatikan aspek EQ dan SQ. Potensi
manusia tidak hanya berdasarkan Iqnya
belaka, tetapi juga melalui konsep intelegensi
jamak
(multiple
intellegence).
Dengan
demikian, apa yang dilihat manusia bukan
hanya hal-hal yang kasat mata, seperti dalam
mengukur kinerja berdasarkan produktivitas.
Akan tetapi, juga hal-hal yang tak kasat mata,
seperti nilai hidup yang dianutnya, kompetensi
untuk bekerja dalam tim dan seterusnya.
Dalam kompetensi terkandung tentang
pengetahuan
dan
keterampilan.
Konsep
manajemen strategis SDM mutakhir mengakui
pentingnya nilai sebagai pedoman dalam
melaksanakan pekerjaan yang dapat menjadi
dasar terbentuknya etos kerja, seperti etos
untuk mengabdi kepada sesama dengan
memandang pekerjaan lebih dari sekadar
mencari penghasilan, tetapi merupakan wujud
ibadah sosial. Maka dari itu unsur memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya dapat dijadikan
nilai hidup yang memandang memberikan
kemudahan dan kebaikan kepada orang lain
sebagai bagian nilai kerja. SDM yang efektif
dalam
menjalankan
tugas-tugas
sangat
dipengaruhi kepemimpinan di dalam organisasi
tersebut. Kepemimpinan menjadi kunci untuk
menggerakkan SDM yang memiliki kompetensi
dalam mewujudkan pencapaian visi, misi dan
tujuan strategis organisasi.
Pusat Pengkajian dan Pelatihan SDM
Tuntutan peningkatan produktivitas
sektor publik merupakan keinginan masyarakat
agar pemerintahan dapat memberikan layanan
yang cepat, tepat dan mudah. Apabila kita
mengevaluasi kinerja suatu sistem informasi,
maka, dengan sendirinya organisasi itu harus
dipandang sebagai sistem informasi. Oleh
karena itu, hubungan antara manajemen
strategis SDM dengan evaluasi kinerja;
manajemen pengetahuan dan konsep-konsep
kompetensi; dan kapabilitas, harus dirumuskan
pada derajat yang berbeda dari organisasi.
Evaluasi kinerja dipandang sebagai salah satu
fungsi dasar menajemen strategis SDM untuk
menetapkan
pilihan-pilihan
dan
tujuan
strategis serta bentuk-bentuk tindakan dalam
manajemen SDM, yang didasari oleh informasi
evaluasi.
Salah satu alternatif penilaian dan
pengembangan
SDM
adalah
dengan
menggunakan
assessment
center
and
development center. Assessment Center mengacu
pada nama insitusi atau dimaknai sebagai
salah satu metode dalam menilai kompetensi
432
Jejaring Administrasi Publik. Th VI. Nomor 1, Januari-Juni 2014
pegawai. Penjelasan tentang assessment center
menurut Thornton dan Byham (dalam Speigel,
1992:2) merupakan, “prosedur komprehensif
dan terstandar dengan menggunakan berbagai
teknik assessment seperti uji situasional dan
simulasi pekerjaan (seperti games bisnis,
diskusi kelompok, laporan dan presentasi) yang
dipergunakan untuk mengevaluasi individu
pegawai untuk berbagai tujuan. Sejumlah
evaluator manajemen terlatih, yang melakukan
supervisi
langsung
terhadap
peserta
assessment,
melakukan
assessment
dan
memberikan rekomendasi tentng potensi
manajemen
dan
pengembangan
yang
diperlukan dari peserta assessment. Hasil
assessment selanjutnya disampaikan kepada
manajemen yang lebih tinggi dan dapat
dipergunakan untuk keputusan personalia
termasuk promosi, mutasi dan perencanaan
karir. Hasil assessment pun disampaikan pada
peserta sehingga mereka bisa memiliki dasar
untuk merencanakan pengembangan dirinya
berdasarkan
pandangannya
sendiri.”
Sementara assessment center sebagai metode
didefinisikan
sebagai
proses
assessment
berganda (multiple) yang melibatkan sejumlah
individu
untuk
menjalankan
berbagai
pengujian, diamati tim asesor terlatih yang
mengevaluasi kinerja berdasarkan perilaku
kerja yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Sejalan dengan itu, development center
merupakan
proses
assessment
berganda
tersebut. Perbedaan antara assessment center
dan
development
center
terletak
pada
penekanannya.
Development
center
menekankan pada indentifikasi kebutuhan
pelatihan atau pengembangan dan menyusun
rencana pengembangan, sedangkan pada
assessment center ada individu yang dinyatakan
berhasil dan gagal. Dengan demikian, kedua
pusat ini hanya berbeda tujuannya, tetapi
proses dan prosedurnya sama. Oleh sebab itu,
kedua istilah ini sering digandengkan sebagai
bagian dari manajemen SDM suatu organisasi.
Assessment atau development center diakui
sebagai cara yang sistematis dan ketat dalam
mengidentifikasikan
perilaku
untuk
kepentingan rekruitmen, seleksi, promosi dan
pengembangan. Assessment center yang baik
memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Informasi yang relevan dan sangat
teramati.
b. Pengambilan keputusan yang efektif
dan
effisien,
termasuk
untuk
perencanaan SDM.
c. Keadilan yang utuh karena ada
penilaian jamak dan bukan penilaian
tunggal.
d. Memperkaya citra baik organisasi di
kalangan peserta assessment.
e. Sarana peninjauan yang efektif untuk
jenjang kepangkatan.
f. Hasil yang terus berkembang bagi
kandidat, akibat dari penyerapan ilmu
diri yang terus bertumbuh.
g. Hasil yang terus berkembang karena
adanya pengamat dan akibat dari
keterlibatannya dalam proses pasca
berjalannya pelatihan.
h. Sistem seleksi yang bisa dipertahankan
secara hukum.
Alasan
memberi
perhatian
pada
pertumbuhan dan perkembangan pegawai
suatu organisasi terkait dengan tujuan-tujuan
berikut: a). Menjamin SDM yang tepat untuk
melakukan ekspansi pada program - program
baru; b). Meningkatkan produktivitas; c).
Menurunkan
tingkat
perpindahan
atau
pergantian pegawai; d). Meningkatkan efisiensi
dalam memperoleh pendapatan organisasi; e).
Membuat pengelompokan dan pergantian
personalia
yang
akan
pensiun
atau
dipromosikan pada suatu organisasi., f).
Memperkaya kemampuan organisasi untuk
mengambil dan memanfaatkan kemajuan
teknologi karena stafnya memiliki pengetahuan
yang memadai; g). Membangun tim yang lebih
efisien, efektif dan memiliki motivasi yang akan
meningkatkan posisi kompetetitf organisasi,
sehingga akan memperbaiki moril pegawai. Di
samping itu, manfaat yang dapat digunakan
dari hasil Assessment Center antara lain:
a. Memperoleh kriteria yang jelas untuk
suatu jabatan tertentu.
b. Mengidentifikasi kader-kader pemimpin
yang berkompeten melalui suatu metode
yang memiliki akurasi dan obyektifitas
yang dapat diandalkan
c. Menghasilkan strategi dan tindakan
pengembangan
yang
spesifik
dan
terencanan bagi pegawai
d. Mengidentifikasi
kebutuhan
pengembangan manajemen pegawai.
433
Jejaring Administrasi Publik. Th VI. Nomor 1, Januari-Juni 2014
Manfaat ini dapat dipergunakan oleh
pimpinan organisasi sebagai salah satu sarana
atau alat pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan SDM,perti rekruitmen,
promosi, mutasi dan pengembangan karir
pegawai. Hasil dari assessment center tersebut
adalah diselenggarakannya pengembangan
pegawai di development center. Hasil dari
assessment ini dapat dipergunakan untuk
menentukan berapa banyak SDM yang siap
menduduki jabatan tertentu, yang masih
memerlukan pengembangan potensi dan yang
harus direkrut dan mengikuti kegiatan
pengembangan di development center. Bagi para
pegawai,
apa
yang
dikembangkan
di
development center itu pada dasarnya adalah
pengembangan kompetensi jabatan, sosial dan
personalnya.
Eksplorasi dan Analisis
Manajemen pembinaan dan pelatihan
SDM aparatur (PNS) pada asalnya mengikuti
UU No. 43 Tahun 1999 beserta peraturan
pelaksanaannya. Juga, UU No 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah juga dijadikan
rujukan
oleh
daerah-daerah
dalam
menjalankan manajemen pegawai aparatur
daerah. Namun, implementasi undang-undang
tersebut di lapangan mengindikasikan berbagai
permasalahan yang kompleks. Temuan-temuan
yang berhasil direkam di lapangan disarikan
menurut
permasalahan-permasalahan
berdasarkan klasifikasi sistem, kelembagaan
dan sumber daya manusianya. Sebagian sistem,
kebijakan dan peraturan perundang-undangan
yang mengatur manajemen birokrasi selama ini
sudah cukup baik. Yang menjadi pokok
permasalahan penyebab kurang profesionalnya
para
pegawai
aparatur
adalah
pada
implementasi
peraturan
perundangundangannya. Meskipun demikian, dibeberapa
daerah di Indonesia berbagai persoalan muncul
disebabkan oleh kelemahan sistem dan
peraturan perundang-undangan itu sendiri,
disamping itu lemahnya penegakan aturanaturan tersebut tidak akan mampu untuk
mengukur kinerja para aparatur negara
Promosi dan mutasi pegawai dilakukan
secara sembunyi-sembunyi dimana muatan
politis. Juga manajemen PNS melalui Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 dinilai
bernuansa sentralisasi. Di antara pemerintah
pusat sendiri (Kementerian PAN dan BKN)
tidak ada koordinasi mengenai penetapan
formasi PNS. Juga, peraturan tentang
penggajian juga dinilai memiliki kelemahan
karena gaji yang diberikan kepada PNS
sekarang ini kurang mampu memenuhi
kebutuhan hidup layak. Pejabat Pembina
Kepegawaian yang selama ini dijabat oleh
kepala daerah yang merupakan pejabat politis,
sewaktu-waktu
dapat
menimbulkan
permasalahan bagi PNS karena secara tidak
langsung sering terkait dengan isu-isu politik.
Aparatur negara (PNS) yang akan
mengikuti suatu pelatihan, seminar, ataupun
diklat tidak didasarkan pada training needs
assessment
(TNA)
untuk
mengetahui
competency gapnya. Disain kurikulum dan
program pendidikan dan pelatihan yang diikuti
oleh PNS harus mampu memperkecil adanya
competency gap tersebut. Dalam hal ini,
pendekatan
pendidikan
dan
pelatihan
merupakan pelatihan awal yang diperlukan.
Namun dalam kenyataannya, tidak semua
lembaga pendidikan dan pelatihan PNS yang
mengikuti pendekatan atau metode ini. Bahkan
pengiriman pegawai aparatur ke pendidikan
dan pelatihan dalam rangka menduduki
jabatan sering terjadi tidak terkait dengan
pengembangan kariernya. Hal ini tentu sangat
memboroskan atau membuang-buang dana
yang telah dianggarkan dengan percuma
sebagai akibat dari diabaikannya training needs
assessment. Terkait dengan hal tersebut, maka
permasalahan-permasalahan
dalam
Pengelolaan
SDM
Aparatur
dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :
a). Perencanaan Kebutuhan
Pada sejumlah kabupaten maupun kota
di Indonesia, telah ditemukan indikasi bahwa
saat ini belum terdapat perencanaan kebutuhan
aparat aparatur (PNS) yang jelas dan rinci.
Umumnya pemerintah pemerintah daerah
belum memiliki peta kebutuhan PNS paling
tidak
sampai
lima
tahun
ke
depan.
Perencanaan kebutuhan PNS hanya didasarkan
pada usulan yang diajukan oleh masing-masing
daerah kepada Kementerian PAN untuk
mendapatkan penetapan formasi.
434
Jejaring Administrasi Publik. Th VI. Nomor 1, Januari-Juni 2014
Perencanaan yang seperti ini hanya
bersifat jangka pendek dari tahun ke tahun,
sehingga tidak dapat memetakan kebutuhan
secara menyeluruh terhadap kebutuhan PNS
baik kualifikasi pendidikan, keahlian, jumlah,
distribusi menurut instansi dan kriteriakriteria
lain sesuai kebutuhan pembangunan dan
visi/misi daerah. Ketiadaan perencanaan
kebutuhan inilah antara lain menyebabkan
terjadinya kelebihan jumlah PNS pada hampir
semua
daerah
yang
diteliti.
Ironisnya,
sekalipun disadari bahwa jumlah PNS yang ada
dinilai telah berlebih tetapi penambahan
jumlah PNS tetap terjadi. Ke depan jumlah
PNS ini akan masih bertambah dengan adanya
penerimaan PNS untuk tenaga honorer daerah.
b). Rekrutmen
Proses rekrutmen selama ini yaitu
pemerintah
daerah
mengajukan
usulan
kebutuhan pegawai ke pemerintah pusat.
Hanya saja, pemerintah daerah belum
menghitung secara sangat cermat mengenai
jumlah dan kualifikasi PNS yang dibutuhkan,
ketersediaan anggaran untuk gaji dan
tunjangan, serta mempertimbangkan kelebihan
PNS dan/atau tenaga honorer.selama ini, hasil
rekrutmen tidak sesuai dengan kebutuhan
profesionalisme yang diharapkan dikarenakan
sebagian besar kompetensi tidak sesuai dengan
pekerjaan yang diembannya para aparatur
tersebut. Kepentingan diri sendiri lebih
diutamakan dibandingkan kepentingan negara.
Permasalahan
lain,
apabila
penerimaan
dilakukan oleh pemerintah daerah adalah
adanya tekanan dari sejumlah pihak yang
mempunyai kepentingan pribadi sehingga
pelaksanaannya tidak akan bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
Disamping itu, sistem penerimaan PNS
bersifat kedaerahan sehingga hanya orangorang yang berasal dari daerah yang
bersangkutan yang diajukan untuk dijadikan
pegawai. Sistem ini terbentuk karena setiap
daerah mengajukan usulan penambahan PNS
ke Pemerintah Pusat yang hanya diisi dari
daerah tersebut.
c). Pola Karier
Sampai saat ini, PNS di Indonesia belum
memiliki peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pola karier PNS. Pola karier
PNS ini sangat penting dan mendesak sebagai
dasar pengembangan karier dan potensi PNS
sehingga pengangkatan PNS dalam suatu
jabatan struktural dapat dilakukan secara adil
dan transparan. Jika pola karier ini telah
terwujud, maka seorang PNS dapat mengetahui
arah perjalanan dan bahkan merencanakan
kariernya serta jabatan yang akan diembannya
sesuai kompetensi yang dimiliki selama jangka
waktu tertentu, misalnya sepuluh tahun ke
depan.
Sistem
kenaikan
pangkatyang
diberlakukan selama ini masih bersifat
administrasi dan masih belum dikaitkan
dengan prestasi kerja yang dihasilkan PNS.
Penyebab lainnya adalah kelemahan sistem
pengukuran kinerja sehingga PNS yang
berprestasi kurang mendapat perhatian dan
penghargaan yang adil. PNS yang prestasi
kerjanya tidak bagus masih memungkinkan
untuk naik pangkat/golongan. Kendala yang
terjadi
adalah
ketidaksesuaian
antara
kompetensi dengan pekerjaan yang diemban.
Permasalahan
ini
muncul
antara
lain
disebabkan pada saat rekruitmen, kebutuhan
yang diinginkan oleh pemerintah daerah tidak
sesuai dengan lowongan pekerjaaan yang ada.
d). Beban Kerja
Secara umum, beban kerja mayoritas
PNS di daerah belum optimal karena porsi
pekerjaan yang diselesaikan oleh PNS masih
berada di bawah kapasitas optimal yang
seharusnya. Terdapat pengangguran tidak
terlihat / kentara di lingkungan PNS baik di
propinsi / kabupaten / atapun kota karena
beban kerja PNS yang tidak sepadan dengan
jumlah pegawai yang ada. Akibatnya, pekerjaan
yang seharusnya dapat dilakukan oleh dua atau
tiga orang, kenyataannya dilakukan secara
gotong royong oleh empat orang atau lebih. PNS
yang berkinerja baik ini biasanya dapat
dipercaya oleh pimpinan. Namun, bagi mereka
yang berkinerja buruk cenderung kurang
dipercaya untuk menyelesaikan pekerjaanpekerjaan yang berat dan serius. Akibatnya,
kelompok PNS ini akan mengalami Job Less di
unit kerjanya dan merasa kebingungan karena
tidak ada tugas yang akan diembannya. Beban
kerja PNS yang tidak seimbang ini pada
dasarnya disebabkan oleh tidak tersedianya
435
Jejaring Administrasi Publik. Th VI. Nomor 1, Januari-Juni 2014
uraian tugas (job description) yang pada saat
mereka diterima menjadi CPNS sehingga
membuat pegawai yang telah diterima
kebingungan untuk memulai dari mana
pekerjaannya akan dimulai.
e). Promosi
Promosi pegawai aparatur negara ke
dalam jabatan struktural belum didasarkan
pada kinerja (PNS) yang bersangkutan. Promosi
pejabat struktural masih dilakukan dengan
cara saling dukung mendukung antara satu –
sama lain jadi ketika orang tersebut tidak aktif
mencari rekanan yang sevisi dan misi yang
sama maka individu aparatur tersebut akan
tertinggal dari kolega – koleganya yang lain.
Fenomena ini muncul karena besarnya otoritas
kepala daerah dalam pengelolaan kepegawaian
di daerah. Fungsi Badan Pertimbangan jabatan
dan Kepangkatan (Baperjakat) sendiri juga
kurang efektif karena Ketua Baperjakat dijabat
langsung oleh bupati. Dengan demikian,
kepentingan politis juga sering mendominasi
proses promosi pejabat struktural di daerah.
Akibatnya, sangat sulit memperoleh pejabat
struktural yang kompeten dan profesional di
bidangnya karena pengkatan dan keberadaan
pejabat yang diangkat hanya untuk melayani
penguasa (pejabat negara pada daerah yang
bersangkutan). Hal ini juga banyak terjadi pada
daerah-daerah lain di Indonesia yang sulit
dihindari dan dikontrol.
f). Permutasian
prinsip ‘the right man in the right place
on the right time’ masih sebatas slogan saja
dikarenakan adanya muatan kepentingan dari
pejabat tertentu yang mempunyai kewenangan
di bidang kepegawaian ataupun ada interest
pribadi yang sangat kuat terhadap jabatan atau
orang
yang
dipromosikan.Proses
mutasi
khususnya dalam pengertian perpindahan PNS
antar unit kerja di lingkungan pemerintah
daerah yang sama, juga memperlihatkan
kondisi yang belum terpola dengan mekanisme
yang jelas, adil dan transparan, dan kurang
terencana.
Hampir
seluruh
daerah
propinsi/kabupaten/kota belum memiliki pola
mutasi yang sistematis sesuai dengan kapasitas
individual PNS dan karakteristik, beban dan
volume pekerjaan. Hasilnya, dapat dikatakan
bahwa pola mutasi atau aturan main dalam
mutasi tidak dapat terwujud di banyak daerah.
g). Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja merupakan
salah satu aspek yang banyak disoroti pada
saat ini. Sistem dan implementasi pengukuran
kinerja para aparatur negara yang masih
berlangsung saat ini dalam menempati posisi
yang sangat strategis karena pada dasarnya
hasil pengukuran kinerja yang dilakukan
secara objektif, valid dan terukur memberikan
banyak manfaat bagi proses pengambilan
keputusan di bidang kepegawaian. Hanya saja,
hal ini yang tampaknya kurang disadari oleh
para
pengambil
kebijakan
di
bidang
pengelolaan kepegawaian baik dalam jajaran
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
karena
kelemahan-kelemahan
aspek,
mekanisme dan sifat pengukurannya. Hasil
penilaian DP-3 tidak dapat membedakan
seorang PNS yang mempunyai kinerja yang
bagus dengan yang tidak bagus. dan anehnya,
tidak ada satupun dari atasan yang
berkeinginan untuk memberikan penilaian
yang jelek terhadap anak buahnya sekalipun
faktanya memang kinerja bawahannya tidak
memuaskan.
h). Remunerasi
Remunerasi atau penggajian kepada
SDM aparatur yang berkerja pada semua
tingkatan di pemerintah memang dinilai masih
belum mampu membuat pegawai sejahtera.
Persoalan minimnya gaji/tunjangan yang
diterima PNS selama ini menjadi alasan tidak
mampunya
pekerja
aparatur
untuk
menunjukkan kinerja yang tinggi. minimnya
gaji pegawai aparatur negara merupakan
masalah klasik yang sampai saat ini tetap tidak
mampu menopang kehidupan yang layak dan
sejahtera. sebagian besar PNS melaksanakan
pekerjaan sampingan di luar jam kantor untuk
mendapatkan
tambahan
penghasilan.
Adakalanya, pekerjaan sampingan tersebut
juga dilakukan pada jam kantor sehingga
mengganggu
kinerja
yang
seharusnya
ditunjukan sebagai aparat pemerintah.
i). Pendidikan dan Pelatihan
436
Jejaring Administrasi Publik. Th VI. Nomor 1, Januari-Juni 2014
Terdapat
sejumlah
permasalahan
pendidikan dan pelatihan pegawai yang
dilakukan selama ini. pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan selama ini sangat monoton,
terutama dari segi substansi materi diklat,
keterbatasan anggaran juga merupakan salah
satu kendala utama dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan bagi para aparatur
negara.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat
disimpulkan
bahwa
permasalahan
yang
terdapat dalam sistem manajemen pegawai
negeri sipil selama ini sungguh sangat
kompleks dan terdapat pada semua mata rantai
pembinaan
SDM
aparatur,
baik
pada
sistem/peraturan
perundang-undangan,
kelembagaan
maupun
sumber
daya
manusianya. Peraturan perundang-undangan
yang ada saat ini banyak yang sudah tidak
relevan lagi dengan tuntutan kondisi sekarang,
kurang berhubungan antara UU dengan
peraturan pelaksanaan di bawahnya, kurang
sinkron
antara
sub-sub
sistem
dalam
manajemen SDM secara keseluruhan seperti
antara pola karier dengan pengukuran kinerja.
Kewenangan antara instansi-instansi yang
bertanggungjawab
dalam
penanganan
kebijakan, manajemen dan urusan kepegawaian
tumpang tindih sehingga cenderung terjadi
rebutan lahan disamping kurang efektifnya
koordinasi antar instansi dimaksud.
Dari sisi kualitas sumber daya manusia,
profil SDM Aparatur memperlihatkan masih
rendahnya kualitas, kapasitas dan mentalitas
para Aparatur sebagai akibat dari rendahnya
rasionalitas dan keterkaitan antara sub-sub
sistem dalam manajemen SDM Aparatur itu
sendiri, mulai dari perencanaan kebutuhan
sampai pada pemberhentian. Permasalahan permasalahan tersebut hampir tidak pernah
terurai secara tuntas sehingga akibatnya,
kinerja dan profesionalisme dalam hal ini
pegawai negeri sipil selalu menjadi sorotan
banyak pihak. Oleh karena itu, untuk
memperbaiki kinerja, profesionalisme dan
kesejahteraan pegawai aparatur sudah saatnya
dilakukan pembaharuan sistem manajemen
pegawai negeri sipil secara menyeluruh dan
terintegrasi. Pendekatan pembaharuan yang
diusulkan bukan lagi parsial seperti sekarang
ini, melainkan komprehensif. Mendasarkan
hasil keseimpulan di atas, maka ada beberapa
yang disarankan, antara lain:
a. Sistem rekruitmen yang paling tepat
adalah Sistem Rekruitmen Berbasis
Karakteristik Daerah karena dengan
sistem ini maka rekruitmen SDM
aparatur (PNS) dapat disusun dan
disesuaikan dengan kebutuhan masingmasing pemerintah daerah selaku
pengguna.
Dengan
sistem
ini
diharapkan kinerja pemerintah daerah
dapat berjalan dengan efektif, efisien,
dan juga produktif
b. Dalam
pengukuran
beban
kerja,
sebaiknya dapat dilakukan pada saat
penyusunan job design dan job
description serta dilakukan pengukuran
ulang secara reguler. Hal ini penting
untuk menghindari penumpukan beban
kerja di satu tempat sedangkan tempat
lain masih kurang. Pengukuran beban
kerja sekiranya bisa dilaksanakan pada
setiap level jabatan dan unit kerja yang
ada, dikarenakan perbedaan level
jabatan dan unit kerja juga memberikan
dampak pada besar kecilnya tanggung
jawab yang harus dilaksanakan oleh
setiap SDM Aparatur yang bekerja
untuk pemerintahan Indonesia
c. Untuk
sistem
penyusunan
dan
pengembangan pola karir, mengingat
bahwa profesionalime aparatur berupa
prestasi kerja dan kompetensi terhadap
pengembangan organisasi adalah alat
ukur yang ideal dalam penyusunan pola
karir menjadi kebutuhan yang sangat
mendesak,
maka
ketiga
desain
alternatif
dirasa
perlu
dilakukan
sebagai desain yang tepat untuk
perbaikan sistem penyusunan pola karir
di
Indonesia.
Dengan
demikian
pemberian penghargaan tidak lagi
didasarkan pada lama masa bekerja,
tetapi
berdasarkan
prestasi
dan
kompetensi yang ditunjukkan dalam hal
ini PNS dalam melaksankan tugasnya
yaitu
melayani
sebaik-baiknya
masyarakat
yang
membutuhkan
bantuan, baik melalui jalur struktural
maupun fungsional/profesional
d. Berkaitan dengan kesatuan sistem
pendayagunaan
aparatur,
dapat
437
Jejaring Administrasi Publik. Th VI. Nomor 1, Januari-Juni 2014
disusun peraturan perundangan dari
level tertinggi sampai terendah yang
sinergis
dan
selaras
mengenai
manajemen SDM aparatur di Indonesia.
Daftar Pustaka
Adobkiye Okujagu, 2003, Human Resources
Development (HRD) and the Universal
Basic Education (UBE) in Nigeria july
2013.
Anonimous, 2000, Akuntabilitas dan Good
Governance LAN-RI, Jakarta.
Danim, S., 2000, Pengantar Studi Penelitian
Kebijakan, Bumi Aksara, Jakarta.
Dessler,
G,
1990,
Human
Resource
Management, (terjemahan), Prenhallindo,
Jakarta.
Thoha,
Miftah.,
2005.
“Manajemen
Kepegawaian Sipil di Indonesia”, Penerbit
Prenada Media, Jakarta.
Lovetta Kerr, 2005, “Human Resources Training
and Development at the New York City
Deoartement of Environmental Protection.
Khalid Abdul Aziz Alsahlawi, 2004,”Human
Resources and Economic development: The
Case of Saudi Arabia, Spring 2004;
ProQuest pg. 175
Mark Christopher Kelly, 2008, “Comparison of
Human Resources Management Practice
and
Perceptions
of
Agri-Business
Employees
Across
Three
Indonesian
Subcultures, Texas, A and M University.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999,
tentang
“Pokok-Pokok
Kepegawaian”,
Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2000.
438
Download