Terlalu Banyak Kapal Me n

advertisement
22 ok
4/7/07
TECHIE
techie
2:52 PM
Page 58
Terlalu Banyak Kapal Me n
I
D.G.R. Wiadnya
Tri Soekirman
Bekerja untuk The
Nature
Conservancy-Coral
Triangle Center,
masing-masing
sebagai manajer
pelatihan dan
manajer
komunikasi.
58
kan, kepiting, kerang, dan udang adalah
beberapa satwa laut yang kerap dijadikan
hidangan makan di Indonesia. Makanan
tersebut disajikan sebagai pilihan menu di
berbagai pertemuan bisnis atau pesta
perhelatan yang diselenggarakan di hotel
berbintang sampai warung pinggir jalan. Sayang,
kebutuhan yang tinggi terhadap ikan ini turut
menyumbang pada pengurasan sumber daya
kelautan. Termasuk menyumbang penurunan
kualitas ekosistem laut.
Indonesia memang diberi kelimpahan ikan dan
terumbu karang yang lebih baik ketimbang negara
lain. Karenanya, sebagian besar orang percaya bahwa
ikan selalu tersedia. Laut Indonesia juga dianggap
tidak akan pernah kehabisan sumber daya. Sesungguhnya persepsi itu hanyalah mitos. Sesungguhnya
bukti-bukti menunjukkan bahwa stok ikan di
perairan Indonesia telah mencapai tingkat tangkaplebih (over-exploited) atau tangkap-penuh (fullyexploited) dan data eksploitasi ini terus bertambah.
Untuk mencegah terjadinya penangkapan secara berlebih, pemerintah mesti bertindak: menghentikan perizinan armada perikanan dan menata kembali armada yang ada disesuaikan dengan daya dukung ekosistem laut. Ini berarti, pemerintah harus
memastikan bahwa laju penangkapan ikan tidak melebihi laju pemulihan sumber daya ikan secara alami.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy
Numberi, dalam sebuah wawancara di media menegaskan bahwa kebijakan perikanan berorientasi pada
pro-poor, pro-job, dan pro-growth. Yakni suatu kebijakan yang memprioritaskan sasaran pada tiga pilar
utama: kesejahteraan petani ikan dan nelayan kecil,
meningkatnya peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat nelayan skala kecil, dan memberikan dampak yang nyata dalam pertumbuhan ekonomi
masyarakat.
Pada status stok ikan yang sudah mengalami
tangkap-lebih, tindakan operasional yang bisa
mendukung kebijakan itu justru adalah dengan
mengurangi jumlah armada penangkapan. Ini akan
mengurangi tekanan penangkapan. Dengan
demikian, kemampuan pemulihan stok ikan akan
meningkat, sehingga pada akhirnya meningkatkan
hasil tangkapan nelayan.
Kebijakan pro-poor, pro-job dan pro-growth
dalam bidang perikanan pun tidak selalu bisa diartikan menambah armada perikanan. Menteri Numberi juga menyebutkan, budi daya adalah sub-sektor
andalan untuk meningkatkan produksi perikanan. Ini
sejalan dengan temuan laporan FAO 2007, yang
menunjukkan bahwa produksi perikanan tangkap
dunia sudah stagnan dan peningkatan suplai ikan
disebabkan oleh peningkatan produksi dari budi daya.
Numberi menyatakan perlunya meningkatkan
produksi perikanan guna meningkatkan konsumsi
protein hewani. Sebagai negara bahari dan kepulauan,
Numberi menduga, tingkat konsumsi ikan penduduk
Indonesia masih rendah. Laporan FAO 2007
menyebutkan, rata-rata konsumsi ikan penduduk dunia
saat ini adalah 16,6 kg/kapita/tahun, sedangkan tingkat
konsumsi ikan penduduk Indonesia 2005 rata-rata 26
kg/kapita/tahun. Dengan demikian, sebenarnya kita
mengonsumsi ikan hampir dua kali lipat rata-rata
penduduk dunia.
Dari data tersebut, pemerintah sebaiknya
mengkaji kembali kebijakan peningkatan produksi
melalui penambahan armada perikanan. Namun
Numberi menyatakan, produksi perikanan tangkap
masih di bawah potensi MSY (maximum sustainable
yield). Ini pula yang dijadikan alasan untuk
menargetkan peningkatan produksi. MSY didefinisikan
sebagai kondisi jumlah usaha (perahu perikanan)
tertentu, akan menghasilkan tangkapan ikan yang
maksimum dan mempertahankan stok ikan pada
kondisi keseimbangan dalam jangka panjang.
Pernyataan itu didasarkan atas kurva produksi
Schaefer, yang menyatakan hubungan antara besarnya
usaha untuk menangkap ikan dan hasil tangkap
berbentuk parabola, seperti disajikan pada gambar.
Informasi tingkat produksi saja tidak bisa dijadikan
dasar untuk menentukan status stok perikanan, kecuali
tingkat produksi hasil tangkap itu dihubungkan dengan
besarnya usaha untuk menangkap ikan. Grafik pada
gambar tersebut membuktikan bahwa tingkat produksi
di bawah MSY tidak selalu berarti bahwa stok sumber
daya perikanan dalam posisi tangkap-kurang, bahkan
bisa terjadi sebaliknya, mengalami tangkap-lebih.
Sejak pertengahan 1980-an, berbagai kajian studi
terhadap MSY menghasilkan setidaknya enam nilai
penduga terhadap MSY yang satu sama lain sangat
bervariasi antara 3,6-7,7 juta ton per tahun. Saat ini,
pemerintah mengambil angka MSY 6,4 juta ton sebagai
patokan. Karena produksi terakhir dari sub-sektor
perikanan laut hanya 4,9 juta ton, pemerintah
memandang masih ada ruang untuk peningkatan
produksi —tingginya variasi terhadap penduga MSY
membuat kita ragu menggunakan angka 6,4 juta ton
sebagai patokan.
Pendekatan MSY juga telah dibuktikan kurang
sesuai diterapkan untuk kondisi di Indonesia dengan
karakteristik perikanan multi-alat tangkap dan multispesies. Sementara itu, penelitian-penelitian yang
dilakukan institusi riset di bawah Departemen Kelautan
dan Perikanan (DKP) menunjukkan, sebagian besar
perairan Indonesia seudah mengalami tangkap-lebih.
Jangan-jangan produksi 4,9 juta ton yang terjadi saat ini
GATRA 18 APRIL 2007
techie
22 ok
4/7/07
2:52 PM
Page 59
merupakan gambaran produksi yang terjadi pada
jumlah alat di sebelah kanan MSY? Jika hal ini benar,
maka strategi yang paling tepat justru mengurangi
jumlah armada penangkapan ikan.
Belum lama ini, dua komite nasional yang
bertugas memberikan masukan teknis dan
rekomendasi kebijakan kepada Menteri Kelautan dan
Perikanan mengadakan pertemuan untuk membahas
usulan kebijakan. Komite Nasional Konservasi Laut
(Komnas KoLaut) dan Komite Nasional Pengkajian
Stok Ikan (Komnas Kajiskan) membahas draf
rekomendasi kebijakan untuk disampaikan kepada
pemerintah.
Pertemuan ini sangat penting artinya dalam
menunjukkan bahwa konservasi laut sudah sejalan atau
bahkan mendukung prinsip pengelolaan perikanan
tangkap secara berkelanjutan. Rekomendasi yang
diusulkan terutama penghentian pemberian izin baru
terhadap usaha perikanan tangkap dan menguatkan
peran kawasan perlindungan laut (KPL) sebagai alat
untuk memperbaiki perikanan tangkap Indonesia.
Pada kondisi stok sumber daya ikan yang
mengalami tangkap-lebih, penambahan armada alat
tangkap akan menurunkan total hasil tangkap dan
menyebabkan kerugian nelayan yang lebih parah.
Penerapan aturan kawasan perlindungan laut akan
meningkatkan stok sumber daya melalui mekanisme
luapan keluar, spill-over, dan ekspor larva yang keduanya
akan meningkatkan hasil tangkapan di sekitar KPL.
Banyak temuan ilmiah membuktikan bahwa KPL
memberikan manfaat positif bagi perikanan tangkap.
Dengan demikian, dua rekomendasi kebijakan ini
dipandang tidak akan merugikan nelayan (tidak ada
pengurangan jumlah armada), sehingga sangat
memungkinkan untuk diterapkan, dan pada akhirnya
bisa meningkatkan kembali hasil tangkapan mereka.
Untuk itu, Direktur Konservasi dan Taman
Nasional Laut, Ditjen KP3K DKP, yang juga menjadi
Ketua Tim Teknis Komnas Kolaut, Yaya Mulyana,
punya jalan keluar. Yaya merekomendasikan
pendekatan yang lebih terintegrasi dalam menyusun
rencana pengelolaan perikanan dari masing-masing
wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia. Pengelola
perikanan harus memperhatikan secara cermat dampak
kegiatan penangkapan ikan terhadap keutuhan habitat
dan populasi ikan. Mereka juga harus memperhatikan
pemanfaatan wilayah laut untuk kepentingan lainnya,
yakni budi daya ikan, pariwisata, dan sebagainya.
Ketua Komnas Kajiskan, Dr. Purwito
Martosubroto, menyebutkan bahwa pengelolaan
konservasi kawasan secara khusus dapat memberikan
kontribusi penting bagi komitmen Indonesia dalam
penerapan aturan-aturan kode etik perikanan yang
bertanggung jawab. Lebih jauh, Martosubroto
GATRA 18 APRIL 2007
mengatakan bahwa Indonesia masih menggunakan
pola-pola konvensional dalam pengelolaan perikanan.
Oleh sebab itu, akan membutuhkan waktu sebelum
masyarakat dapat menerima konsep KPL.
Dia menambahkan bahwa perikanan di Indonesia
masih bersifat open access, di mana semua orang dapat
mendaftar untuk mendapatkan izin penangkapan ikan,
bahkan di saat perikanan sudah mengalami tangkaplebih. Direktur Sumber Daya Ikan, Ditjen Perikanan
Tangkap DKP, Parlin Tambunan, menambahkan bahwa
direktoratnya membuat beberapa kemajuan guna
mengatasi masalah ini.
Dia mendukung keputusan yang diambil
Pemerintah Provinsi Bali dan Jawa Timur untuk
mengurangi tekanan penangkapan ikan lemuru di
perairan Selat Bali dengan menggunakan armada
jaring-lingkar (purse-seine), dari 273 menjadi 145
armada. Tambunan juga menyetujui pembatasan
perluasan armada perikanan khusus untuk Laut Jawa.
Indonesia perlu mengatur perikanannya secara
lebih baik, seperti negara-negara lain di dunia, untuk
mengatasi masalah tangkap-lebih. Kita berharap, kedua
komite secara bersama dapat memadukan kekuatan
untuk menyampaikan rekomendasi kebijakan tersebut
agar mendapat perhatian dari penentu kebijakan di
Indonesia, dan kebijakan itu dapat mewujudkan
tindakan nyata dalam melindungi sumber daya
perikanan kita. Akhirnya kita semua masih ingin
menikmati ikan bakar, kepiting dimasak dengan cabe,
dan sekeranjang kerang di tahun-tahun mendatang,
dan tidak hanya bisa bercerita dengan gambar kepada
anak-cucu kita.
FRITZ PELENKAHU
e ngejar Sedikit Ikan
59
Download