4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur dan

advertisement
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur dan Morfologi Lumut Hati
Secara morfologi lumut hati memiliki ukuran yang kecil, pada umumnya
berwarna hijau, dan strukturnya tidak kompleks, tidak menghasilkan bunga atau
benih dan sebagian besar tidak memiliki mekanisme internal untuk mengangkut
air atau nutrisi hanya memiliki struktur akar untuk penahan dan penyerapan air.
Tinggi lumut pada umumnya milimeter hingga sentimeter, dapat tumbuh tegak,
lateral, serta bercabang banyak. Morfologi daun sangat bervariasi karena daun
dari lumut hati tumbuh dari dua hingga tiga sel daun (Asakawa, 2007;
Vandepoorten & Goffinet, 2009).
Gametofit lumut hati mempunyai struktur morfologi yang bervariasi
(Hasan & Ariyanti, 2004). Berdasarkan struktur gametofitnya, lumut hati
dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu lumut hati bertalus yang termasuk
ke dalam subkelas Metzgeriidae dan lumut hati berdaun yang termasuk ke dalam
subkelas Jungermanidae. Lumut hati berdaun yang termasuk ke dalam subkelas
Jungermanidae terbagi menjadi dua ordo yaitu ordo Jungermaniales dan ordo
Porellales. Terdapat tiga bagian tubuh lumut hati, yakni bagian yang menghadap
ke media tumbuh disebut bagian ventral, bagian yang berlawanan disebut bagian
dorsal, dan bagian yang berada disamping disebut bagian lateral (Damayanti,
2006; Gradstein, 2011).
2.1.1. Lumut Hati Bertalus
Lumut hati bertalus memiliki gametofit yang disebut dengan talus, karena tidak
dapat dibedakan antara batang dan daun. Struktur talus tumbuh merayap,
bentuknya pipih, menggarpu atau bercabang menyirip (Hasan & Ariyanti, 2004).
Struktur talus sangat sederhana yaitu memiliki tulang daun (midrib) yang terlihat
di permukaan dorsal talus atau terbenam di dalam talus. Pada beberapa spesies,
bagian ventral talus ditutupi oleh sisik yang transparan atau bewarna ungu hingga
kehitaman (Damayanti, 2006).
Universitas Sumatera Utara
5
Lumut hati bertalus memiliki gametofit berupa talus, struktur talus
bercabang (menyirip pada Ricardia). Lumut hati bertalus tidak memiliki batang
dan daun, permukaan talus yang kontak dengan substrat disebut permukaan
ventral sementara yang lain disebut bagian punggung. Memiliki rhizoids dan
kadang-kadang ditemukan sisik ventral di bagian permukaan ventral. Jaringan
dalam talus cukup berbeda atau memiliki sedikit diferensiasi. Pada kebanyakan
lumut hati bertalus selain rhizoids juga dijumpai sisik-sisik. Sporofit pada lumut
hati bertalus hidupnya hanya sebentar, lunak, dan tidak berklorofil. Spora yang
telah masak dikeluarkan dari kapsul dengan cara kapsul pecah menjadi 4 bagian
memanjang atau lebih (Gradstein et al., 2001; Gradstein, 2003).
Ada dua jenis lumut hati bertalus yaitu yang memiliki talus sederhana dan
kompleks. Lumut hati bertalus sederhana memiliki talus yang terdiri dari satu atau
dua lapisan sel, semua sel berwarna hijau dan penuh dengan klorofil dan oilbody.
Contoh
lumut
hati
bertalus
sederhana
adalah
Metzgeria,
Pallavicinia
danRiccardia (Metzgeriales). Untuk lumut hati bertalus dengan struktur
kompleks, talus dibagi menjadi sisi ventral dan dorsal. Sisi ventral memiliki
jaringan untuk menyimpan metabolit dan sering mengandung sel-sel minyak
khusus. Sisi dorsal memiliki jaringan hijau yang berisi ruang udara yang terbuka
dengan pori-pori kepermukaan atas talus. Contoh lumut hati bertalus kompleks
adalah Marchantia dan Dumortiera (Marchantiales) (Gradstein et al., 2001;
Gradstein, 2011).
2.1.2. Lumut Hati Berdaun
Lumut hati berdaun memiliki gametofit berupa batang dan daun. Lumut hati
berdaun dapat tumbuh tegak, merayap atau menggantung. Sporofit lumut hati
berdaun hidupnya hanya sebentar, lunak dan tidak berklorofil. Spora yang telah
masak dikeluarkan dari kapsul dengan cara kapsul pecah menjadi 4 bagian
memanjang atau lebih (Hasan & Ariyanti, 2004).
Batang lumut hati lebih tipis, sederhana dan bercabang. Secara umum,
lumut hati berdaun memiliki dua atau tiga baris daun, dua baris lateral (daun
lateral) dan satu baris ventral (underleaves). Posisi daun lateral yang melintang,
incubous, atau succubous. Daunnya hanya satu sel tebal, tidak memiliki costa.
Universitas Sumatera Utara
6
Sel-sel daun memiliki bentuk yang bervariasi dan memiliki penebalan pada
dinding sel kolenkim yang disebut trigon. Sel tersebut biasanya memiliki
kloroplas dan oilbody jika dalam keadaan segar. Underleaves biasanya memiliki
ukuran yang lebih kecil dari daun lateral (Gradstein et al., 2001; Gradstein,
2011).
2.2. Ekologi Lumut
Lumut umumnya berkembang pada daerah pegunungan yang memiliki
kelembaban tinggi, suhu rendah, dan sinar matahari yang cukup. Kehadiran lumut
di dataran rendah umumnya terbatas pada tempat-tempat lembab seperti pinggiran
sungai, dan daerah sumber air. Oleh karena itu, perubahan terhadap lingkungan
mikro dari suatu tempat akan berdampak terhadap keberadaan lumut di
lingkungan sekitarnya (Windadri, 2010). Keberadaan lumut disuatu tempat selalu
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi faktor
biotik dan abiotik. Kelangsungan hidup lumut sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan khususnya lingkungan mikro meliputi suhu, kelembaban dan
pencahayaan. Faktor abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan lumut adalah
cahaya, temperatur, air, angin, dan edafik (Holttum, 1966; Hallingback & Nick,
2000; Damayanti, 2006).
2.3. Manfaat Lumut
Penelitian lumut penting untuk dilakukan, karena hingga saat ini telah banyak
hasil penelitian yang menunjukkan manfaat dari tumbuhan lumut tersebut.
Manfaat yang saat ini telah diketahui antara lain peran lumut secara ekologi
menjaga keseimbangan siklus air dan unsur hara hutan, memperlambat aliran
permukaan air hujan dan menahan partikel-partikel tanah (Tjitrosomo, 1983;
Hölscher et al., 2004). Lumut merupakan bioindikator terhadap perubahan iklim
dan lingkungan (Crites & Dale, 1998), seperti perubahan kelembaban lingkungan
yang dapat menyebabkan perubahan struktur komunitas lumut (Acebey et al.,
2003; Frego, 2007). Lumut memiliki peranan lainnya diantaranya untuk menjaga
kualitas udara melalui pertukaran gas karbondioksida dalam fotosintesis, serta
kaitannya dengan perubahan iklim (Delucia et al., 2003) dan untuk menentukan
Universitas Sumatera Utara
7
filogeni tumbuhan (Nishiyama et al., 2007). Gradstein (2003) menambahkan,
keberadaan lumut di hutan hujan tropis sangat memegang peranan penting sebagai
tempat hidup organisme seperti serangga, selain itu lumut juga berperan sebagai
indikator lingkungan. Lumut sering digunakan untuk pertamanan dan rumah kaca.
Selain itu lumut juga dimanfaatkan dalam bidang medis. Diplophyllum
albicans dan Diplophyllum taxifolium dilaporkan memiliki bahan aktif sebagai
antikanker pada manusia (Ohta et al., 1977). Berdasarkan hasil penelitian di Cina,
lebih dari 40 jenis lumut telah digunakan oleh masyarakat Cina sebagai bahan
obat-obatan terutama untuk mengobati gatal-gatal dan penyakit lain yang
disebabkan oleh bakteri dan jamur (Tan, 2003).
Menurut Gradstein dan Tan (2009), tumbuhan lumut sudah dikenal
manfaatnya sebagai obat-obatan dan tanaman hias. Beberapa lumut hati yang
berfungsi sebagai obat-obatan dan tanaman hias adalah:
a. Marchantia polymorpha, jenis ini digunakan sebagai obat hepatitis dan
penawar racun akibat bisa gigitan ular
b. Conocephalum conicum, berfungsi sebagai antibakteri, antifungi, serta
mengobati luka bakar dan luka luar
c. Frullania tamarisci, sebagai antiseptik
d. Monoselium reverum, sebagai dekorasi dan tanaman akuarium
Menurut Glime (2007), Frullania memiliki beberapa manfaat diantaranya
sebagai berikut:
a. Frullania muscicola digunakan sebagai bioindikator polusi udara akibat
gas SO2
b. Frullania monocera sebagai anti-tumor
c. Frullania tamarisci sebagai anti-tumor
d. Frullania sp. menimbulkan beberapa reaksi akibat alergi, contohnya alergi
yang menyebabkan infeksi pada kulit
e. Frullania brasiliensis dan Sphagnum sp. dapat menghambat pertumbuhan
dari infeksi jamur dan bakteri pada tanaman kentang dan tomat.
Universitas Sumatera Utara
Download