PRESENTASI KASUS TERAPI CAIRAN PADA SYOK

advertisement
PRESENTASI KASUS
TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK
Disusun oleh:
Dwi Wicaksono
0906487764
Hanifah Rahmani Nursanti 0906487814
Herliani Dwi Putri Halim
0906487820
Narasumber:
Dr. Pryambodho, SpAn (K)
MODUL PRAKTIK KLINIK ILMUANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
FEBRUARI 2013
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1.Identitas
Nama
: Tn. T
Usia
: 39 tahun
No RM
: 285-98-42
Tanggal masuk IGD : 8 Februari 2013
1.2.Keluhan Utama
Muntah darah delapan jam sebelum masuk rumah sakit.
1.3.Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat muntah darah 8 jam SMRS. Kemudian, pasien dibawa ke IGD RSCM dan muntah darah
berwarna kehitaman sebanyak 4x, masing-masing sebanyak ± 200 cc. Keluhan disertai dengan
nyeri ulu hati dan badan lemas. Buang air besar campur darah sebanyak dua kali, jumlah tidak
tahu. Riwayat buang air kecil berwarna seperti teh dan mata kuning disangkal. Riwayat minum
jamu dan alkohol disangkal.
1.4.Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi, DM, alergi, penyakit kuning disangkal.
Riwayat operasi perlengketan usus tahun 2005.
1.5.Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, DM, asma, dan alergi di dalam keluarga disangkal.
1.6.Pemeriksaan Fisik
Berat badan: 71 kg
Tinggi badan: 168 cm
Keadaan Umum
: kompos mentis, tampak sakit sedang
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 100x/menit
Frekuensi pernapasan
: 18x/menit
Kulit
: sawo matang
Kepala
: normosefal
Rambut
: hitam, persebaran merata, tidak mudah tercabut
Mata
: konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-
Telinga, hidung, tenggorokan : dalam batas normal
Gigi dan mulut
: oral hygiene cukup
Leher
: JVP 5-2 cmH2O
Paru
: vesikuler +/+, ronkhi -, wheezing –
Perut
: buncit, lemas, hati dan limpa tidak teraba, bising usus normal
Alat kelamin
: tidak diperiksa
Anus
: feses hitam
Ekstremitas
: akral hangat, edema -/-
KGB
: tidak teraba
1.7.Pemeriksaan Penunjang
Radiologi: tidak tampak kelainan radiologis pada cor dan pulmo saat ini.
8 Feb 2013 (pertama)
8 Feb 2013 (kedua)
pukul 16.18 WIB
pukul 22.29 WIB
Hemoglobin
11,2
6,93
13,0-16,0
Hematokrit
32,4
19,6
40-48
Leukosit
11100
12600
5000-10000
Hematologi rutin
Nilai rujukan
Trombosit
94000
112000
150000-400000
MCV/ VER
80,6
79,5
82-92
MCH/ HER
28,0
28,0
27-31
MCHC/ KHER
28,0
35,3
32-36
PT
13,1
14,9
11-14
APTT
31,6
44,7
27,3-41
Hemostasis
Elektrolit
Natrium
143
135-145
Kalium
4
3,5-5,5
Klorida
111
Kimia darah
Ureum
21,7
Kreatinin
0,88
SGOT
30
SGPT
19
GDS
120
Protein total 5,12 ↓; Albumin 2,70 ↓; Globulin 2,42 ; Bilirubin total 0,90; Bilirubin direk 0,32 ↑;
Bilirubin indirek 0,54
1.8.Diagnosis Kerja
Hematemesis melena suspek PVO dd/ stress ulcer
1.9.Rencana Terapi
1.O2 2 lpm
2.IVFD NS/ 8 jam, omeprazole 8 mg/jam (2 ampul/10 jam), somatostatin 1 ampul/12 jam
3.Nat  alirkan
4.Vit. K 3x10 mg IV
5.Transamin 3x1 ampul
6.Sucralfat 4 CI
7.Cefotaxim 3x1 mg
8.Transfusi darah PRC Hb<8 g/dL, target Hb 9 g/dL
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Fisiologi Keseimbangan Cairan Tubuh
Sebagai komponen terbesar dari tubuh manusia, air dapat diperoleh dari makanan dan
minuman. Kandungan air pada saat bayi baru lahir adalah sekitar 75% berat badan, sedangkan
pria dewasa 60% dan wanita dewasa 50%. Sisanya adalah protein, lemak, karbohidrat, dan lainlain. Dengan demikian persentase cairan di dalam tubuh selalu berubah sesuai dengan usia dan
komposisi tubuh.1,2
Tabel 1.Persentase Cairan di Dalam Tubuh Sesuai dengan Usia1
Usia
Kilogram berat (%)
Bayi prematur
80
3 bulan
70
6 bulan
60
1-2 tahun
59
11-16 tahun
58
Dewasa
58-60
Dewasa dengan obesitas
40-50
Dewasa kurus
70-75
Cairan tubuh berada dalam dua kompartemen besar yaitu intraseluler dan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah sekitar 2/3 total cairan tubuh atau 40% berat badan, sedangkan cairan
ekstraseluler adalah sekitar 1/3 total cairan tubuh atau 20 % berat badan. Untuk selanjutnya,
cairan ekstraseluler dibagi lagi menjadi plasma dan cairan interstisial. Elektrolit utama
kompartemen intraseluler adalah kalium (K+), sedangkan ekstraseluler adalah (Na+), klorida
(Cl-), dan bikarbonat (HCO3-). Kompartemen cairan ini bersifat dinamis yang dipisahkan oleh
membran sel yang sangat selektif.2,3,4
Pergerakan cairan berlangsung mengikuti gradien difusi yang difasilitasi pula oleh
transporter atau pompa seluler.3,4 Perbedaan gradien ini membentuk tekanan osmotik yaitu
tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perpindahan cairan melalui membran semipermeabel
ke cairan dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Adapun tekanan osmotik plasma adalah 285 ± 5
mOsm/L.2
Pergerakan antara cairan intraseluler dan ekstraseluler ini memenuhi hukum Starling
yaitu:
Pergerakan cairan
= Kx [(Pc-Pi) –(II c-II i)]
Dimana K= koofisien filtrasi kapiler, Pc=tekanan hidrostatik kapiler, Pi=tekanan hidrostatik
interstisial, IIc =tekanan onkotik kapiler, dan II i =tekanan onkotik interstisial.3
Saat cairan keluar dari kapiler, tekanan hidrostatik dalam kapiler akan menurun,
sedangkan tekanan onkotik akan meningkat. Peningkatan tekanan onkotik ini akan menyebabkan
reabsorpsi cairan ke dalam lumen kapiler. Oleh karena itu, 90% cairan yang semulanya masuk ke
interstisial akan kembali ke intravaskular, sisanya akan kembali melalui sistem limfatik.3
Volume sirkulasi cairan yang efektif dipengaruhi oleh:

saraf simpatis melalui baroreseptor,

katekolamin,

sistem renin-angiostensin-aldosteron,

ADH (anti diuretic hormone)4
Kebutuhan harian air adalah 50 ml/kgBB, natrium 2 mEq/kgBB, kalium 1 mEq/ kgBB.
Ekskresi air hampir selalu disertai dengan ekskresi natrium baik melalui urin, tinja, atau keringat.
Oleh karena itu, terapi kekurangan air (dehidrasi) selalu diberikan cairan infuse yang
mengandung natrium. Selanjutnya, kadar kalium dalam plasma hanya 2% dari total kalium di
dalam tubuh.2
2.2. Jenis Cairan Intravena
Cairan intravena terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1. Cairan kristaloid
Cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah (<8000 Dalton) dengan atau tanpa
glukosa. Contoh kristaloid adalah ringer laktat, normal saline. Cairan ini memiliki sifat
tekanan onkotik rendah sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler.6
2. Cairan koloid
Cairan yang mengandung zat dengan berat molekul tinggi (>8000 Dalton) misalnya albumin,
HES, dekstran. Cairan ini memiliki sifat tekanan onkotik tinggi sehingga sebagian besar akan
tetap tinggal di ruang intravaskular.6
3. Cairan khusus
Dapat digunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, misalnya NaCl 3% untuk kasus
hiponatremia simtomatik berat, Biknat untuk asidosis, manitol untuk edema otak.6
Kristaloid
1. Ringer laktat
Ringer laktat merupakan cairan yang umum digunakan dalam replacement therapy untuk
syok hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar. Ringer laktat merupakan cairan paling
fisiologis jika dibutuhkan volume yang besar. Laktat dalam RL dimetabolisme oleh hati
menjadi bikarbonat untuk memperbaiki asidosis metabolik. RL tidak cukup untuk rumatan
pada hipokalemia. Jika digunakan sebagai rumatan, RL harus ditambah glukosa untuk
mencegah ketosis.1,7
2. Ringer
Komposisi Ringer mendekati RL, namun kadar ion kloridanya teralu tinggi sehingga dalam
jumlah besar menimbulkan asidosis dilusional dan asidosis hiperkloremia. Ringer tidak
mengandung laktat sehingga tidak diindikasikan untuk memperbaiki asidosis.1,7
3. Normal saline
Normal saline (NaCl 0,9%) digunakan sebagai cairan resusitasi pada kasus kadar ion
natrium rendah, alkalosis, retensi kalium, pilihan untuk kasus trauma kepala, dan
mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi. Cairan NS tidak mengandung ion
bikarbonat dan kalium. Kadar ion natrium dan klorida relatif tinggi sehingga dapat terjadi
asidosis hiperkloremia, asidosis dilusional, dan hipernatremia.1,7
4. Dekstrosa
Sediaan dekstrosa ada yang 5% dan 10%. Dekstrosa 5% dalam air (D5W) digunakan untuk
mengganti kekurangan air dan cairan rumatan untuk pasien dengan restriksi natrium.
Dekstrosa 5% tidak boleh diberikan pada pasien trauma kapitis, karena dekstrosa dan air
dapat berpindah secara bebas ke dalam sel otak. Sekali berada dalam sel otak, dekstrosa
dinetabolisme dengan sisa air, menyebabkan edema otak.1
Tabel 2.Komposisi Cairan Kristaloid1
Koloid
1. Albumin
Albumin 5% digunakan ketika kristaloid gagal mempertahankan volume plasma untuk
beberapa saat. Albumin digunakan ketika terdapat kebocoran atau kekurangan protein dari
celah vaskular, misalnya peritonitis atau luka bakar ekstensif.7
2. Produk darah
Terutama digunakan jika ada perdarahan.1
3. Fraksi protein plasma7
4. Koloid sintetik (dextran)
Dextran meningkatkan aliran darah melalui mikrosirkulasi, dengan menurukan viskositas
darah. Dextran juga memiliki efek antiplatelet.7
Tabel 3. Perbandingan Koloid dan Kristaloid:1,6,7
Koloid
Kristaloid
1.
Molekul besar
1. Molekul kecil
2.
Tidak larut sempurna
2. Larut sempurna
3.
Mikroemboli
3. Membuat sumbatan
4.
Tahan 4-6 jam dalam IV
4. Tahan 2-3 jam dalam IV
5.
Cepat meningkat dalam sirkulasi
5. Lambat
6.
Protein mahal
6. Elektrolit/ karbohidrat
7.
Jumlah koloid sebanding dengan volume 7. Murah
darah yang hilang
8. Jumlah kristaloid 3-4 kali vol darah yang
8.
Dapat menimbulkan anafilaksis
9.
Koagulopati
10. Albumin
bisa
hilang
9. Menimbulkan
memperberat
depresi
miokard pada pasien syok
edema
sehingga
ekspansibilitas dinding dada menurun
10. Jarak kapiler-sel bertambah sehingga
oksigenasi jaringan terganggu
2.3. Indikasi Terapi Cairan
Apabila homeostasis cairan terganggu, maka akan terjadi pergerakan cairan dari
interstisial menuju intravaskular seperti dalam dehidrasi dan penyebab turunnya tekanan darah
lainnya. Sebaliknya, kelebihan cairan atau hipoalbuminemia akan menyebabkan pergerakan
cairan dari intravaskular menuju interstisial.3
Untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, maka diperlukan terapi rumatan
cairan. Rumatan cairan dan elektrolit mempertimbangkan cairan yang hilang dari rerata
insensible losses, rerata metabolisme dan pengeluaran energi, rerata hilangnya cairan dari urin
dan lainnya, dan anggapan bahwa fungsi ginjal normal. 4
Tabel 4. Indikasi terapi penggantian cairan1
Terapi Penggantian Cairan
Perdarahan
Tiap 1 mL darah yang hilang digantikan dengan 3
mL cairan kristaloid isotonis seimbang atau 1 mL
cairan koloid/darah
Third space losses
Digantikan dengan cairan kristaloid isotonis
seimbang (contoh: Ringer Laktat)
Keringat berlebihan
Digantikan dengan D5W ¼ NS dengan 5 mEq
KCl/L
Gastric and colonic losses
Digantikan dengan D5W ½ NS dengan 30 mEq
KCl/L
Bile, pancreas, and small Digantikan dengan cairan kristaloid isotonis
bowel losses
seimbang (contoh: Ringer Laktat)
Dalam menentukan banyaknya cairan yang hilang dapat melalui:
1. berat badan merupakan informasi penting dalam terapi penggantian cairan. Perubahan
berat badan yang cepat menunjukkan perubahan total cairan tubuh.
2. riwayat kehilangan cairan melalui muntah, diare, urin yang harus dipertajam mengenai
frekuensi dan volumenya.
3. pemeriksaan fisik berupa status mental, tekanan darah, frekuensi nadi, membran mukosa,
turgor kulit, dan warna kulit.
4. pemeriksaan laboratorium dilihat dari kimia serum, hematokrit, dan analisis urin.4
Sebagai contoh, terapi penggantian cairan diberikan pula pada pasien syok yang ditandai
dengan hipoperfusi multi organ dan hipoksia jaringan. Adapun tanda-tanda syok adalah mean
arterial pressure yang menurun, takikardia, takipneu, perubahan status mental, akral dingin,
oliguri, dan asidosis laktat. Penyebab syok adalah penurunan curah jantung (cardiac output),
penurunan resistensi vaskular sistemik, atau keduanya. Untuk selanjutnya, syok dikategorikan
menjadi hipovolemik, kardiogenik, dan curah jantung yang tinggi/ resistensi vaskular sistemik
yang menurun seperti pada syok septik. Syok hipovolemik sendiri ditandai dengan akral dingin
dan capillary refill yang lambat.5
2.4. Terapi Cairan Perioperatif
Terapi cairan intraoperatif meliputi penggantian:1,8
-
defisit cairan sebelumnya yaitu akibat puasa sebelum pembedahan,
-
kebutuhan rutin cairan selama pembedahan
-
hilangnya cairan akibat perdarahan maupun perpindahan cairan ke ruang ketiga
Kebutuhan rutin cairan
Untuk memperkirakan besar kebutuhan rutin cairan digunakan perhitungan dengan aturan
4-2-1 sebagai berikut:
Berat Tubuh
Kebutuhan Cairan
Untuk 10 kg pertama (0-10 kg)
4 ml/kg/jam
Untuk 10 kg berikutnya (11-20 kg)
tambah 2 ml/kg/jam
Setiap 1 kg berikutnya (>20 kg)
tambah 1 ml/kg/jam
Contoh : Pada laki-laki dengan berat badan 60 kg, maka besar kebutuhan rutin cairannya
adalah: (10 kg x 4 ml/kg/jam) + (10 kg x 2 ml/kg/jam) + (40 kg x 1 ml/kg/jam) = 100 ml/jam
Defisit cairan
Perkiraan jumlah kekurangan cairan sebelum operasi didasari oleh besar kebutuhan
cairan rutin dan lamanya puasa sebelum operasi. Sehingga pada laki-laki dengan berat badan 60
kg yang berpuasa selama 6 jam sebelum operasi, besar kekurangan cairannya adalah 6 jam x 100
ml/jam yaitu 600 ml.1
Kehilangan Cairan saat Pembedahan
Saat pembedahan, kehilangan cairan dapat terjadi akibat perdarahan, penguapan, dan
redistribusi cairan tubuh ke ruang ketiga. Perdarahan selama pembedahan sering diperkirakan
dengan perhitungan jumlah kasa yang menyerap darah. Diperkirakan kassa berukuran 4x4 dapat
menyerap 10 ml darah, sedangkan kassa yang besar dapat menyerap 100-150 ml darah.
Perhitungan yang lebih akurat adalah dengan mengurangi berat kassa setelah menyerap darah
dengan kassa saat masih kering. Pada durasi pembedahan yang panjang dilakukan pemeriksaan
hematokrit atau hemoglobin serial untuk memperkirakan besar kehilangan darah.8
Sedangkan penguapan selama pembedahan berkaitan dengan luasnya luka yang terpajan
selama prosedur pembedahan dan lamanya pembedahan berlangsung. Kemudian, perpindahan
cairan ke ruang ketiga yaitu antara lain ke rongga peritoneum atau pun ke luar tubuh.1,8
Besar kehilangan cairan selama pembedahan akibat redistribusi dan penguapan
diperkirakan sebagai berikut:1,8
Derajat Trauma
Tambaan Kebutuhan Cairan
Ringan (cth. Herniorafi)
0-2 ml/kg/jam
Sedang (cth. Apendektomi)
2-4 ml/kg/jam
Berat (cth. reseksi usus)
4-6 ml/kg/jam
Sehingga diperkirakan besar kehilangan cairan akibat redistribusi dan evaporasi selama
pembedahan pada laki-laki dengan berat badan 60 kg yang menjalani operasi apendektomi
adalah 3 ml/kg/jam x 60 kg = 180 ml/jam.
Transfusi darah untuk menggantikan sejumlah darah yang hilang selama pembedahan
dilakukan bila risiko anemia melebihi risiko transfusi. Yaitu pada pasien normal tanpa penyakit
penyerta, pemberian kristaloid atau koloid perlu ditambahkan dengan transfusi darah bila
konsentrasi Hb kurang dari 7-8 g/dl atau Ht kurang dari 21-24%, atau terjadi kehilangan darah
sebanyak 10-20% dari total volum darah. Keadaan klinis pasien dan prosedur pembedahan tetap
harus diperhatikan untuk mengambil keputusan. Jumlah kehilangan darah (average blood loss)
yang dapat menjatuhkan nilai hematokrit hingga 30% dapat diperkirakan dengan menghitung
estimated blood volum (EBV), dan red blood cell volume (RBCV).1
Contoh: Laki-laki dewasa dengan berat badan 60 kg menjalani operasi apendektomi.
Nilai hematokrit sebelum operasi 35%. Maka besar kehilangan darah yang dapat menyebabkan
hematokrit pasien turun menjadi 30% adalah
EBV
= 75 ml/kg x 60 kg
= 4500 ml
RBCV35%
= 4500 * 35% = 1575 ml
RBCV 30%
= 4500 * 30% = 1350 ml
ABL 30%
= 1575-1350
Allowable blood lost = 3 x 225 ml
= 225 ml
= 675 ml
Sehingga bila kehilangan darah sudah mencapai kisaran 675 ml maka transfusi darah
dilakukan. Satu unit darah dapat meningkatkan Ht sebesar 2-3% dan setiap 10 ml/kg transfusi sel
darah merah dapar meningkatkan konsentrasi Hb 3g/dl dan Ht sebesar 10%.
2.5. Terapi Cairan Pada Syok Hipovolemik
Tujuan dari resusitasi cairan adalah mempertahankan distribusi oksigen ke jaringan.
Besar volum cairan yang hilang serta jenis cairan yang digunakan mempengaruhi jumlah cairan
yang diberikan. Perbandingan cairan kristaloid dengan volum cairan yang hilang adalah 3:1.
Sedangkan perbandingan cairan koloid dengan volum cairan yang hilang adalah 1:1. Lebih
dianjurkan cairan yang diberikan ialah garam seimbang seperti Ringer’s laktat (RL) 2-4 L dalam
20-30 menit. Penggunaan resusitasi dengan garam isotonus (NaCL 0,9%) harus diwaspadai efek
samping asidosis hiperkloremik.5
Pada syok hipovolemik akibat perdarahan secara langsung dilakukan pemasangan akses
intravena dengan kateter berukuran besar untuk memasukkan cairan/darah secara cepat. Secara
bersamaan dicari sumber perdarahan dan ditatalaksana. Dilakukan pengukuran hemoglobin, bila
> 9 g/dl maka dilanjutkan pemberian cairan kristaloid seimbang (Nacl 0.9% atau RL), namun
bila < 9 g/dl maka dilakukan transfusi hingga Hb mencapai 9 g/dl. Kemudian dilakukan evaluasi
terhadap tekanan vena sentral. TVS > 8 mmHg dan MAP > 60 mmHg menandakan kecukupan
cairan. Sedangkan, bila TVS <8 mmHg, maka pembrian bolus cairan sedikitnya 20 ml/kg NaCl
atau RL diulang. Bila TVS > 8 mmHg namun MAP masih < 60 mmHg maka diberikan
vasopressor norepinefrin atau dopamin.9
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien dengan riwayat muntah darah 8 jam sebelum masuk rumah sakit, berwarna
kehitaman sebanyak empat kali (masing-masing sebanyak 200 cc), disertai buang air besar
berdarah dua kali. Riwayat hipertensi, DM, alergi, atau hepatitis disangkal. Kemudian dari
pemeriksaan fisik yang bermakna, ditemukan konjungtiva anemis dan feses berwarna hitam pada
pemeriksaan anus. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, terdapat penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit, dan trombosit serta peningkatan kadar leukosit. Adanya riwayat
hematemesis melena menandakan bahwa pasien ini mengalami kehilangan cairan dari
perdarahan yang kemudian menyebabkan syok hipovolemik yang ditandai oleh takikardi,
takipneu, dan hipotensi.
Untuk menjaga distribusi oksigen ke jaringan maka perlu dilakukan terapi cairan. Setiap
1 mL darah yang hilang digantikan dengan 3 mL cairan kristaloid isotonis seimbang atau 1 mL
cairan koloid/darah. Sebelumnya, untuk mengetahui persentase kehilangan darah pada pasien
dapat dihitung perkiraan volum darah (EBV) yaitu 75 ml/kg x 71 kg = 5325 ml. Perkiraan besar
volum darah yang telah hilang adalah + 1000 ml atau sebanyak 18%. Sedangkan allowable blood
loss selanjutnya adalah 3 x 5325 x (32,4%-30%) = 383,4 ml.
Pada keadaan awal yaitu ketika Hb 11,2 g.dl dan Ht 32,4% pasien dapat diberikan terapi
cairan awal yaitu Normal Saline 2-4 L selama 30 menit untuk mengembalikan keadaan
hemodinamik. Sementara dilakukan uji crossmartched terhadap darah donor yang akan diberikan
bila memenuhi indikasi transfusi. Pada pemeriksaan darah kedua Hb turun menjadi 6,93 dan Ht
19,6 sehingga perlu dilakukan transfusi PRC.
Dalam hal ini, terapi cairan yang akan diberikan adalah normal saline (kristaloid).
Pemilihan koloid dan kristaloid didasari atas indikasinya. Pada pasien dibutuhkan cairan dengan
tekanan onkotik rendah sehingga terdistribusi ke seluruh ruang ekstraselular. Efek samping dari
koloid antara lain anafilaksis yang membahayakan jika pasien memiliki riwayat alergi yang tidak
diketahui sebelumnya. Pada pasien dapat diberikan normal saline, RL, maupun dekstrosa 5%.
Pilihan normal saline sudah tepat karena pasien tidak berada dalam kondisi yang merugikan
penggunaan normal saline. Pada pasien ini cocok diberikan RL atau D5W juga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fluid management & transfusion. In: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. ed. Morgan's
clinical anesthesiology. 4th Edition. Philadelphia: Mc-Graw Hill; 2005.
2. Terapi cairan pada pembedahan. Dalam: Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk
praktis anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi FKUI; 2001.
3. Ruth JL, Wassner SJ. Body composition: salt and water. Pediatrics in Review. Pediatr.
Rev. 2006;27;181-188.
4. Symons. Clinical fluid and electrolyte management. Rev. 4/05.
5. Fauci et al. Harrison’s manual of medicine. 18th ed. USA: Mc.Graw-Hill; 2013, p.36-7.
6. Leksana E. Terapi Cairan dan Elektrolit. Semarang: SMF Anestesi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2004;4-10.
7. Intravascular Fluid & Electrolyte Physiology. In: Miller (e-book).
8. Vacanti CA, Sikka PK, Urman RD, Dershwitx M, Segal SB. Clinical anesthesia. New
York : Cambridge University Press. 2011; p 383-7
9. Kollef M, Isakow W. The Washington Manual of Critical Care. 2nd ed. Philadelphia:
Lippincot Wiliams & Wilkins. 2012; p. 4-7
Download