IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar eritrosit, haemoglobin

advertisement
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar eritrosit, haemoglobin, hematokrit, dan MCV ayam peterlur yang
diberi dan tanpa kitosan dalam pakan, berdasarkan hasil penelitian disajikan pada
Tabel 1.
Tabel.1 Kadar Eritrosit, Haemoglobin, Hematokrit, dan MCV Ayam Ras
Petelur
Parameter
Perlakuan
Tanpa Kitosan (P1)
Kitosan (P2)
Uji Hasil*
Eritrosit (x106/mm3)
2,75
2,42
P< 0,05
Haemoblogin (g%)
14,27
12,85
P< 0,05
Hematokrit (%)
35,13
34,03
P< 0,05
MCV (fL)
127,79
140,82
P< 0,05
Keterangan:
*) P< 0,05 Menunjukan perbedaan yang nyata pada masing-masing parameter
MCV=mean corpular volume
4.1
Erirosit dan Haemoglobin
Rata-rata kadar eritrosit ayam ras petelur berdasarkan hasil penelitian, baik
tanpa pemberian kitosan maupun dengan pemberian kitosan, masing-masing
2,75x106 dan 2,42x106 cell mm3. Kadar eritrosit ini masih berada dalam range
normal, meskipun kadar eritrosit ayam ras petelur tanpa pemberian kitosan berbeda
nyata lebih tinggi (P<0,05) dibanding kadar eritrosit ayam petelur yang diberi
kitosan. Menurut Talebi dkk. (2005) jumlah eritrosit normal pada ayam ras umur
berkisar antara 2,17-2,86 (106/mm3). Kisaran yang relatif sama juga dilaporkan oleh
32
Mangkoewidjojo dan Smith (1988), jumlah eritosit normal pada ayam adalah 2,03,2 juta/mm3.
Jumlah eritrosit yang lebih tinggi pada kelompok ayam tanpa pemberian
kitosan menunjukkan sebuah adaptasi terhadap keadaan lingkungan kandang yang
memiliki temperatur lebih tinggi dibandingkan kebutuhan temperatur ideal
performa ayam petelur. Kondisi temperatur yang lebih tinggi dari termoneutralnya
menyebabkan pengeluaran uap air dan karbon dioksida (CO2) melalui proses
panting menjadi lebih tinggi. Kondisi ini disertai dengan meningkatnya kebutuhan
oksigen.
Diketahui bawah proses oksidasi reduksi ditingkat sel memerlukan oksigen
dan melepaskan karbon dioksida (CO2). Molekul yang berperan dalam mengangkut
senyawa tersebut (O2 dan CO2) adalah haemoblobin (Hb). Temperatur lingkungan
kandang yang tinggi, menyebabkan kontraksi otot yang berperan dalam sistem
pernafasan menjadi meningkat (Dawson dan Whittow, 2000). Selain itu, kebutuhan
energi untuk proses pengeluaran panas memerlukan energi lebih banyak. Terkait
dengan masalah ini maka kebutuhan oksigen untuk proses oksidasi reduksi dalam
sintesis ATP menjadi meningkat. Begitu pula pengeluaran air melalui panting untuk
mempertahankan panas tubuh, disertai pengeluaran karbon dioksida juga menjadi
meningkat.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka peran haemoglobin semakin penting.
Oleh karena itu, dalam kondisi seperti ini maka sintesis eritrosit (eritropoesis)
meningkat. Salah satu stuktur di dalam eritrosit terdapatnya molekul haemoglobin.
33
Inilah yang menjadi alasan utama terjadinya peningkatan kadar eritrosit dan
haemoglobin (P<0,05) ayam petelur pada kondisi pemeliharaan di atas zona
termoneutral (upper termonutral zone) tanpa kitosan.
Kadar eritrosit dan haemoglobin yang lebih rendah (P<0,05) pada ayam ras
petelur yang diberi kitosan merupakan dampak fisiologik atas kemampuan kitosan
menurunkan stres panas ayam petelur tersebut. Hasil-hasil penelitian terdahulu
menunjukkan pemberian kitosan mampu meningkatan pertumbuhan villi.
Pertumbuhan villi illium yang lebih baik dapat dipastikan bahwa absorbsi nutrient
menjadi lebih tinggi. Hasil penelitian dilaporkan oleh (Huang dkk., 2005)
menunjukkan absorbsi Asam-asam amino esensial maupun non esensial lebih tinggi
pada ayam yang diberi kitosan dibanding ayam tanpa pemberian kitosan. Lebih
lanjut dilaporkan bahwa asam amino metionin tampak diabsorbsi lebih banyak
dengan perlakuan pemberian kitosan dan ransum ayam tersebut.
Kadar eritrosit dan haemoglobin pada kelompok ayam yang mendapatkan
kitosan menunjukkan kelompok ayam-ayam tersebut tidak mengalami stres panas
sebagaimana yang dialami kelompok ayam tanpa pemberian kitosan. Hasil
penelitian ini menunjukkan peran asam amino metionin yang diabsorbsi lebih tinggi
ke dalam darah maupun sel pada kelompok ayam yang diberi kitosan. Terkait fungsi
metionin, Hancock (2005) dan Campbell dkk. (2004) menyatakan bahwa asam
amino metionin dapat berperan sebagai zat neurotransmitter. Metionin sebagai
neurotransmitter berperan dalam menghambat dan transmisi dari central nervous
system atau system syaraf pusat ke kereseptor-reseptor syaraf tepi/ujung-ujung
34
syaraf atau sebaliknya (Hausser dkk., 2007; Nelson dkk., 2008). Kemampuan
metionin tersebut menyebabkan ekspos panas pada kelompok ayam yang diberi
kitosan, diterima sistem syaraf dan direspon sangat lambat oleh sistem syaraf pusat
sehingga respon fisilogik sel terhadap panas menjadi lambat.
4.2
Hematokrit dan Mean Corpucular Volume (MCV)
Pengukuran jumlah sel darah merah hematokrit untuk mengetahui
perbandingan terhadap volume darah sel darah merah. Biasanya dalam penilaian,
hematokrit memiliki satuan menggunakan persen. Nilai hematokrit dapat
menunjukkan kehadiran faktor toksik yang memberikan efek atau penurunan status
fisilogis pada pembentukan sel darah merah, buruk pada pembentukan sel darah
merah, juga dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi sel darah merah yang
tidak sebanding dengan komponen cairan darah. Nilai hematokrit mengalami
perubahan akibat peningkatan air plasma atau penurunan air plasma tanpa
mempengaruhi jumlah MCV sel sepenuhnya (Rosmalawati, 2008). Sedangkan
jumlah mean corpuscular volume (MCV) merupakan salah satu pemeriksaan darah
yang menunjukan volume rata-rata satu sel darah merah dibandingkan dengan
volume sel darah merah keseluruhan dalam darah (Soeharsono dkk., 2010).
Rata-rata kadar hematokrit ayam ras petelur berdasarkan hasil penelitian
(Tabel 1), tampak lebih tinggi (P< 0,05) pada kelompok ayam ras petelur tanpa
pemberian kitosan (35,13%), dibandingkan dengan kelompok ayam yang diberikan
kitosan (34,03%). Kedua kelompok ayam ini masih berada dalam range normal.
35
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), nilai hematokrit normal pada ayam
berkisar antara 24-43%.
Nilai hematokrit pada kelompok ayam tanpa pemberian kitosan
mempertegas bahwa tanpa pemberian kitosan maka gejala stres panas tidak dapat
ditanggulangi. Dalam keadaan lingkungan panas (upper thermoneutral zone), maka
panas yang diradiasikan ke dalam tubuh ayam menjadi meningkat. Salah satu usaha
ayam tersebut mempertahankan panas tubuhnya adalah melalui panting. Kondisi
ini juga memaksa ternak tersebut meningkatkan metabolisme basal untuk
menghasilkan energi. Baik painting maupun peningkatan metabolisme basal
menyebabkan meningkatnya pengeluaran air menuju lingkungan kandang.
Konsekuensi penyesuaian kondisi fisiologik menyebabkan penurunan
cairan tubuh ektraselular, antara lain cairan plasma darah. Dampak ini menjadi
salah satu faktor utama peningkatan kadar hematokrit atau proporsi sel-sel darah
terhadap plasmanya, sebagaimana terjadi pada kelompok ayam tanpa pemberian
kitosan.
Rata-rata kadar MCV ayam ras petelur berdasarkan hasil penelitian, baik
tanpa pemberian kitosan maupun dengan pemberian kitosan, masing-masing
127,79% fL dan 140,02% fL. Kadar MCV ini masih berada dalam range diatas
normal, meskipun kadar MCV ayam ras petelur tanpa pemberian kitosan berbeda
nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding kadar MCV ayam petelur yang diberi
kitosan. Rata-rata kadar MCV kedua kelompok ayam tersebut secara keseluruhan
36
lebih tingggi dibandingkan kadar MCV menurut Talebi dkk. (2005). MCV normal
berkisar antara 115,8-125,44 fL.
Rata-rata ukuran sel darah merah lebih tinggi pada kelompok ayam yang
diberi kitosan. Hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pemberian kitosan
berdampak positif antara lain pertumbuhan villi lebih baik (Huang dkk., 2005).
Pertumbuhan villi yang lebih baik menyebabkan absorbsi asam amino lebih tinggi.
Dampak lain dilaporkan Zhou dkk. (2009), pemberian kitosan menyebabkan
peningkatan ukuran organ pencernaan dan ukuran liver.
Absorbsi asam amino lebih tinggi dengan pemberian kitosan, berdapak baik
terhadap eritrospoisis atau pembentukan sel-sel darah merah diketahui bahwa
prekursor pembentukan sel-sel darah merah adalah asam amino selain karbohidrat
dan lemak. Prekursor sel-sel darah merah yang tercukupi sangat memungkin
terbentuknya sel-sel darah merah dengan ukuran yang lebih besar (Aengwanich
dkk., 2003). Hasil penelitian ini juga ditunjang dengan perningkatan ukuran liver
sebagai dampak pemberian kitosan, sebagaimana yang dilaporkan oleh peneliti
sebelumnya. Ukuran liver yang lebih besar meningkatkan volume sintesis zat
eritropoeitin. Eritropoeitin merupakan senyawa kimia (hormon) yang menstimulasi
dan mengatur pembentukan eritrosit (sel-sel darah merah).
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa lingkungan kandang diatas zona
termoneutral menyebabkan stres. Penurunan imunitas (IgA, IgG, dan IgM) tanpa
kitosan lebih rendah (Huang dkk,. 2005) menyebabkan konsumsi protein diarahkan
37
meningkatkan imunitas, terutama beta lymphosit, sehingga ukuran eritrosit lebih
kecil (Blecha, 2000).
Download