TERNAK, Mengenal Radang Usus Nekrotik

advertisement
TERNAK,
Mengenal Radang Usus Nekrotik pada Ayam
Oleh : Drh. Tarmudji, MS
Radang usus nekrotik (Necrotic Enteritis/NE) disebabkan oleh Clostridium perfringens
tipe A dan C. Manifestasi penyakit ini pada dinding usus berupa luka berdarah (lesi
hemorrhangis)sampai kematian jaringan (nekrose) mukosa usus.
NE banyak ditemukan pada ternak unggas, khususnya pada ayam pedaging dan ayam
petelur. Akan tetapi kejadian penyakit ini sering kurang dikenali atau kurang diperhatikan
oleh peternak. Pasalnya, kejadian penyakit yang banyak ditemukan di lapangan seringkali
dalam bentuk subklinis, dengan tanda-tanda klinis diare, feed conversion ratio (FCR)-nya
jelek, dan pertumbuhannya juga kurang bagus. Pada NE subklinis tidak menimbulkan
kerugian yang nyata, seperti kematian dalam jumlah besar, sehingga masalah tersebut
kurang diperhitungkan oleh peternak.
Secara normal, kuman Cl. Perfringens memang sudah ada di dalam saluran pencernaan
ayam sehat, namun dalam keadaan tertentu, misalnya terjadi gangguan keseimbangan
sistem pencernaannya, kuman tersebut akan dapat berproliferasi (memperbanyak diri)
dan memproduksi toksin sehingga dapat menimbulkan penyakit.
Menimbulkan Kerugian
CL. Perfringens Tipe A dan C dan toksin alfa dan beta sebagai penyebab NE pada ayam.
Bakteri ini termasuk Gram positif, berbentuk batang dan bersifat anaerob. Toksin alfa
dihasilkan oleh Cl. Perfringens tipe A dan toksin alfa dan beta dihasilkan oleh Cl.
Perifringens Tipe C. Toksin inilah yang dapat menyebabkan nekrose pada mukosa
(selaput lendir) usus. Peningkatan populasi Cl. Perfringens pada usus akan disertai
dengan pembentukan enterotoksin yang menyebabkan kematian dan banyak
menimbulkan kerugian ekonomi.
Umumnya NE terjadi karena beberapa kondisi akibat komplikasi akhir yang akut dari
penyakit usus utama, misalnya akibat koksiodiosis, migrasi cacing ascarida, dsb. Juga
dapat terjadi, apabila keseimbangan mikroflora dalam usus terganggu, karena
penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau faktor fisik yang merusak pertahanan usus.
Jadi perlukaan mukosa usus (akibat koksidia atau cacing askaris) merupakan faktor
predisposisi terjadinya NE. Selain itu, tingginya protein hewani (tepung ikan, tepung
tulang, dsb), agen penyakit yang bersifat imunosupresif (chiken anemia virus/CAV,
Gumboro dan Marek) juga berpengaruh bagi timbulnya NE.
Di dalam usus ayam terdapat ratusan mikrobia (bakteri, protozoa, virus dan berbagai
mikroorganisme lainnya). Cl. Perfringens merupakan salah satu komunitas yang secara
normal ada dalam jumlah yang rendah. Namun apabila lingkungan berubah, kuman
tersebut akan merubah metabolismenya dan mulai menimbulkan kerusakan.
Selain di dalam fases, Cl. Perfringens juga dapat ditemukan di dalam tanah, debu, pakan
yang terkontaminasi dan liter atau isi usus. Pada ayam sehat, kuman ini dapat dijumpai
dalam jumlah di bawah 100 colony forming unit/CFU per gram isi usus. Namun pada
kasus NE atau NE subklinis, jumlah Cl. Perfringens dapat meningkat menjadi 106 sampai
108CFU/gram isi usus. NE biasanya terjadi pada ayam pedaging umur 2-5 minggu
dengan sistem kandang berlantai. Tetapi ledakan penyakit NE pada ayam petelur
komersial yang berumur 3-6 bulan dapat terjadi pada kandang sistem lantai atau kandang
baterai.
Bisa Mati Mendadak
Gejala klinis NE yang terlihat berupa: depresi, penurunan nafsu makan, malas bergerak,
diare dan bulu kusam. Gejala klinis ini berlangsung singkat, karena seringkali ayam mati
mendadak. Dalam pemeriksaan bedah bangkai (secara Patologi Anatomi) dijumpai
kerusakan usus kecil, terutama di daerah jejenum dan ileum, tetapi kelainan pada sekum
dapat pula terjadi. Usus menjadi rapuh dan berisi gas. Lapisan usus dilapisi oleh lapisan
pseudomembran berwarna kuning kecoklatan atau hijau. Bercak-bercak pendarahan dapat
juga ditemui. Secara eksperimental, penebalan mukosa duodenum dan jejenum dapat
ditemui setelah 3 jam inokulasi. Setelah 5 jam terjadi nekrosis mukosa usus, kemudian
berkembang menjadi fibrinonekrotik yang lebih parah dengan pembentukan membrane
diptheric. Secara mikroskopis, terlihat kolonisasi Cl. Perfringens pada epitel vili usus
yang disertai nekrosa koagulatif dari mukosa.
Diagnosa NE didasarkan pada sejarah terjadinya penyakit, kematian hewan yang
mencolok, gejala klinis, kelainan patologik berupa kerusakan mukosa usus, hepatitis dan
isolasi agen penyebabnya. Sedangkan pada kasus NE subklinis, biasanya tidak terjadi
kematian ayam dalam jumlah yang mencolok, tetapi ditandai adanya diare pada sejumlah
ayam yang terserang, pertumbuhan yang tidak normal dan FCR yang jelek. Dalam NE
sub klinis terjadi peningkatan Cl. Perfringens pada usus ayam.
Gejala klinis NE pada ayam yang mungkin muncul pada minggu pertama sampai pada
minggu ke tujuh dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengendalian Penyakit
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengendalikan masalah NE pada ayam
antara lain: pertama, menjaga kebersihan kandang sangat penting. Kelembagaan litter
atau alas kandang harus diperhatikan. Sebelum penempatan hewan harus dilakukan
desinfeksi dengan kombinasi desinfektan yang dapat membunuh oocyst koksida.
Penggunaan desinfektan bersektrum luas (virusidal, baktersidal) diharapkan dapat efektif
terhadap virus, bakteri dan fungal.
Kedua, penggunaan antibiotik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit harus dengan
dosis yang tepat. Pemakaian antibiotik yang berlebihan dapat menimbulkan resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Penggunaan antibiotik dalam pakan (bacitrasin, lincomycin,
dsb) dapat menimbulkan resistensi Cl. Perfringens. Oleh karena itu, beberapa Negara di
Eropa telah melarang penggunaan antibiotik dalam pakan untuk memacu pertumbuhan
(Growth promoter) untuk pencegahan penyakit.
Ketiga, pemberian kultur hidup mikroorganisme yang diperoleh dari ayam dewasa yang
sehat pada anak ayam dapat mengatasi kolonisasi bakteri pathogen (competitive
exclusion). Diharapkan bakteri non pathogen akan berkompetensi dengan bakteri
pathogen. Cara ini dilakukan untuk mengatasi NE, ternyata dapat memberikan hasil baik
dan dapat memperbaiki penampilan ayam serta efektif mengatasi pengaruh NE pada
ayam.
Keempat, vaksinasi pada induk ayam dapat melindungi ayam terhadap toksin. Di
lapangan, penggunaan vaksin pada induk ayam untuk melindungi anak turunannya,
secara ekonomis sangat menguntungkan.
Drh. Tarmudji, MS
Peneliti pada Balai Besar Penelitian Veteriter, Bogor.
Download