BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel
yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan
lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan
(invasi) maupun dengan migrasi sel ke tempat yang lebih jauh melalui darah atau
sistem limfa (metastasis) (National Cancer Institut, 2005).
Kanker leher dan kepala termasuk sepuluh kanker yang sering terjadi di
seluruh dunia, sedangkan di Indonesia menempati lima besar tumor ganas dengan
frekuensi tertinggi (Yeole dkk., 2000). Secara umum, kanker leher dan kepala
meliputi seluruh lesi pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan
nasofaring sampai trakhea dan esophagus (Davies dan Welch, 2006). Perawatan
kanker area leher dan kepala dapat dilakukan dengan cara bedah, radioterapi,
kemoterapi ataupun kombinasi (Rubira dkk., 2007).
Salah satu jenis terapi kanker yang digunakan adalah radioterapi yaitu
dengan menggunakan radiasi tingkat tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker.
Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker bisa dipengaruhi oleh radiasi ini.
Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun
pembelahan sel-sel kanker akan terhambat (Kreshnamurti dkk., 2004). Rerata
dosis yang diterima pasien dengan karsinoma leher kepala berkisar antara 50 – 70
1
2
Gy. Dosis sebesar ini umumnya diberikan dalam periode 5-7 minggu, lima kali
dalam seminggu, 2 Gy per fraksi. Sementara untuk pasien dengan maligna
limfoma, dosis yang diterima sedikit lebih rendah dibandingkan dengan dosis
tersebut (Dobbs dkk., 1999).
Radiasi ionisasi menghasilkan efek anti tumor, namun juga dapat merusak
jaringan normal. Efek jaringan normal ini bisa dibagi menjadi: (1) efek yang
segera timbul, yaitu terjadi di mukosa, indra pengecap lidah, kelenjar saliva; (2)
efek intermediet terjadi di indra pengecap dan kelenjar saliva; (3) efek yang
lambat terjadi pada kelenjar saliva, gigi-geligi, jaringan periodontal, tulang, otot
dan sendi (Vissink dkk., 2003). Menurut Susworo (2007), efek akut pada rongga
mulut akan mulai terjadi setelah pemberian radiasi eksterna dosis 20-35 Gy, dan
akan semakin berat dengan meningkatnya dosis. Oleh karena itu, pada penelitian
ini digunakan radioterapi dosis akumulasi 20 Gy.
Efek samping radioterapi terhadap jaringan normal, antara lain berupa
kerusakan pembuluh darah (Milliat dkk, 2006). Radioterapi dapat menyebabkan
kerusakan pada struktur vaskuler, meningkatkan permeabilitas kapiler, edema
interstisial, dan infiltrasi inflamasi (Vissink dkk, 2003). Efek radioterapi pada
rongga mulut yaitu terjadinya perubahan vaskular jaringan, seperti terganggunya
pasokan darah ke jaringan periodontal. Leukosit ditemukan dalam cairan sulkus
gingiva yang berasal dari pembuluh darah jaringan ikat pada dasar sulkus (Yalda
dkk., 1994; Pabst dkk., 1995). Leukosit PMN dalam cairan sulkus gingiva
merupakan sel yang mencegah perluasan plak subgingiva ke apikal (Delima dan
Van Dyke, 2003). Dengan menurunnya jumlah leukosit di aliran darah maka
3
tubuh kehilangan kemampuan alami untuk melawan infeksi dan menjadi rentan
terhadap virus dan bakteri (Edward dkk., 1990).
Ohrn dkk. (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pasien kanker
leher dan kepala melaporkan 10 kondisi rongga mulut yang memburuk secara
signifikan yaitu pasien merasakan nyeri, mulut kering, saliva yang mengental,
kemampuan untuk berbicara menurun, bibir kering, disfagia, kemampuan untuk
melakukan kebersihan mulut menurun, perubahan rasa pada pengecapan,
penurunan kondisi gingiva dan merasa mulutnya kurang bersih. Hal tersebut
dirasakan pada akhir perawatan. Penelitian Ohrn dkk. tersebut didukung oleh
penelitian Taheri dkk. (2008) yang menyebutkan terdapat perubahan pada
jaringan periodontal.
Jaringan periodontal terdiri dari gingiva, epitel penghubung, ligamen
periodontal, sementum dan tulang alveolar. Gingiva merupakan bagian mukosa
rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi lingir (ridge) alveolar. Gingiva
tersusun oleh epitel berkeratin dan jaringan ikat yang berfungsi melindungi
jaringan di bawah perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut
(Susanto, 2009).
Bentuk penyakit gingiva yang umum terjadi adalah gingivitis ditandai
dengan pembengkakan gingiva. Gingivitis merupakan peradangan gingiva yang
paling sering terjadi dan merupakan respon inflamasi tanpa merusak jaringan
pendukung (Carranza dan Newman, 1996; Jenkins dkk., 1999). Gingivitis
mengalami perubahan warna gingiva mulai dari kemerahan sampai merah
kebiruan, sesuai dengan bertambahnya proses peradangan yang terus-menerus.
4
Umumnya setiap individu mengalami peradangan gingiva dengan keparahan dan
keberadaannya yang sangat bervariasi sesuai dengan umur, jenis kelamin, status
sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya (Forrester dkk., 1981).
Gingivitis kronis merupakan suatu penyakit gingiva yang timbul secara
perlahan-lahan dalam waktu yang lama. Apabila hal ini terus dibiarkan tanpa
perawatan yang baik dan benar, maka dapat menimbulkan periodontitis (Riyanti,
2011).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
permasalahan: apakah terdapat perbedaan indeks gingiva sebelum dan sesudah
radioterapi dosis akumulasi 20 Gy pada pasien kanker leher dan kepala?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya Vissink dkk. (2003), meneliti tentang komplikasi
radioterapi kanker leher dan kepala terhadap mukosa rongga mulut, glandula
saliva, tulang rahang, ligamen periodontal, otot dan sendi. Penelitian mengenai
perbedaan indeks gingiva sebelum dan sesudah radioterapi dosis akumulasi 20 Gy
pada pasien kanker leher dan kepala.
5
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan indeks
gingiva sebelum dan sesudah radioterapi dosis akumulasi 20 Gy pada pasien
kanker leher dan kepala.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan di bidang
kedokteran gigi dalam hal manajemen pasien sebelum, selama dan setelah
menjalani radioterapi.
2. Memberikan pengetahuan kepada pasien yang menjalani radioterapi untuk
senantiasa menjaga kesehatan gigi dan mulut guna mengurangi efek
radioterapi terhadap rongga mulut.
3. Memberikan informasi mengenai pengaruh radioterapi terhadap indeks
gingiva, sehingga dapat diupayakan perawatan yang terbaik bagi pasien.
Download