bab 3 pengembangan pk melalui integrasi mata pelajaran

advertisement
BAB 3
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI INTEGRASI MATA PELAJARAN
A. Model Implementasi pendidikan karater pada di Sekolah
1. Pendidikan Karakter Secara Terpadu melalui Manajemen Sekolah
H. Koontz & O’Donnel (Aldag, 1987) menyatakan manajemen itu berhubungan dengan
pencapaian suatu tujuan yang dilakukan secara bersama-sama. Senada dengan pendapat tadi,
Siregar (1987) menyatakan manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan pelaksanaan, dan pengendalian dengan memanfaatkan ilmu dan seni, agar tujuan
yang telah ditetapkan dapat tercapai. Manajemen didefinisikan juga sebagai sekumpulan orang
yang memiliki tujuan dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang telah diinginkan.
Selain itu, manajemen mengandung pengertian pemanfaatan sumber daya untuk
tercapainya tujuan. Sumber daya adalah unsur-unsur dalam manajemen yang meliputi:
manusia, bahan, mesin/peralatan, metode/cara kerja, modal uang, dan informasi. Sumber daya
bersifat terbatas, sehingga tugas manajer adalah mengelola keterbatasan sumber daya secara
efisien dan efektif agar tujuan dapat tercapai.
Proses manajemen adalah proses yang berlangsung secara terus-menerus, dimulai dari
membuat perencanaan dan pembuatan keputusan; mengorganisasikan sumber daya yang
dimiliki; menerapkan kepemimpinan untuk menggerakkan sumber daya; dan melaksanakan
pengendalian. Proses ini oleh sebagian kalangan di Barat disebut konsep POAC (Planning-
Organizing-Actuating-Controlling), sementara itu pendekatan ini di Jepang dikenal dengan
istilah pendekatan PDCA (Plan-Do-Check-Action). Dalam konteks dunia pendidikan, manajemen
pendidikan maupun manejemen sekolah adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan
1
evaluasi pendidikan dalam upaya untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan visi, misi dan
tujuan lembaga pendidikan itu sendiri.
Berdasarkan pada uraian sebelumnya, keterkaitan antara nilai-nilai perilaku dalam
komponen-komponen moral karakter terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, kebangsaan dan keinternasionalan membentuk suatu karakter manusia
yang unggul. Penyelenggaraan pendidikan karakter memerlukan pengelolaan yang memadai.
Pengelolaan yang dimaksudkan adalah bagaimana pembentukan karakter dalam pendidikan
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan secara memadai.
Sebagai suatu sistem pendidikan, maka dalam pendidikan karakter juga terdiri dari unsurunsur pendidikan yang selanjutnya akan dikelola melalui bidang-bidang perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian. Unsur-unsur pendidikan karakter yang akan direncanakan,
dilaksanakan, dan dikendalikan tersebut antara lain meliputi: (a) nilai-nilai karakter kompetensi
lulusan, (b) muatan kurikulum nilai-nilai karakter, (c) nilai-nilai karakter dalam pembelajaran,
(d) nilai-nilai karakter pendidik dan tenaga kependidikan, dan (e) nilai-nilai karakter pembinaan
kepesertadidikan.
2. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Dalam mengimplementasikan pendidikan karakter, sebagai sebuah institusi, sekolah dituntut
untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, keberhasilan pendidikan karakter terkait dengan kondisi peserta didik.
Fungsi
pendidikan karakter adalah untuk menunjukkan kesadaran normatif peserta didik, seperti
berbuat baik dan melaksanakan tanggung jawabnya agar terinternalisasi pada pembentukan
pribadi para peserta didik.
Organ manusia yang berfungsi melaksanakan kesadaran normatif ialah hati nurani atau kata
hati. Sementara organ penunjangnya ialah pikiran atau logika. Pendidikan karakter diprogram
2
untuk upaya kesadaran normatif yang ada pada hati nurani supaya diteruskan kepada pikiran
untuk dicari rumusan bentuk perilaku, kemudian ditransferkan ke anggota badan pelaksana
perbuatan. Contoh, mulut pelaksana perbuatan bicara atau bahasa melalui kata-kata, maka
sistem mulut memfungsikan kata-kata bersifat logis atau masuk akal, bahkan dengan landasan
kesadaran norma dan tanggung jawab akan terjadi komunikasi dengan perkataan santun akan
jauh dari celaan yang menyakitkan orang lain.
Karena itu, pendekatan proses pembelajaran di sekolah perlu disesuaikan, yakni dengan
menciptakan iklim yang merangsang pikiran peserta didik untuk dijadikan sebagai alat observasi
dalam mengeksplorasi dunia. Interaksi antara pikiran dan dunia harus memunculkan proses
adaptasi, penguasaan dunia dan pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya.
Keberhasilan
anak
menjalani
interaksi
dengan
dunia
akan
membentuk
kemampuan
merumuskan cita-citanya, bahkan cita-cita itu dijadikan pedoman hidup. Dengan pedoman
hidup itu ia menentukan arah sekaligus membentuk norma hidupnya.
Kedua, kondisi sekolah dapat menciptakan iklim rasa aman bagi peserta didiknya. Jika
peserta didik tidak merasa aman, seperti merasa jiwa tergonjang, cemas, atau frustrasi akibat
mendapatkan pengalaman kurang baik dari sekolah, maka ia tak akan dapat menanggapi upaya
pendidikan dari sekolahnya, bahkan ia sering kali merespons upaya pendidikan dengan bentuk
protes atau agresi terhadap lingkungannya. Perasaan nyaman dan tidak diliputi kecemasan di
sekolah hanya mungkin bila suasana sekolah mencintai anak dengan menciptakan iklim
keterbukaan, mesra, bahagia, gembira dan ceria.
Ketiga, kebijakan sekolah dalam merumuskan bahan belajar pendidikan berbasis karakter
diorientasikan ke masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggambarkan indikasi bentuk
baru peradaban masyarakat. Ada dua hal yang menjadi dasar pertimbangannya, yakni (1)
proses pembangunan berkonsekuensi terhadap perubahan bentuk baru kebiasaan hidup
3
masyarakat dan (2) pendidikan berbasis karakter harus berperan sebagai penyeimbang proses
pembangunan.
3. Implemantasi Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran
Dalam pembelajaran dikenal tiga istilah, yaitu: pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran. Pendekatan pembelajaran bersifat lebih umum, berkaitan dengan seperangkat
asumsi berkenaan dengan hakikat pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan rencana
menyeluruh tentang penyajian materi ajar secara sistematis dan berdasarkan pendekatan yang
ditentukan. Teknik pembelajaran adalah kegiatan spesifik yang diimplementasikan dalam kelas
sesuai dengan pendekatan dan metode yang dipilih. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa,
pendekatan lebih bersifat aksiomatis, metode bersifat prosedural dan teknik bersifat operasional
(Abdul Majid, 2005). Beberapa ahli dan praktisi seringkali tidak membedakan ketiga istilah
tersebut secara tegas. Seringkali, mereka menggunakan ketiga istilah tersebut dengan
pengertian yang sama.
Setidaknya terdapat dua pertanyaan mendasar yang perlu diperhatikan terkait dengan
proses pembelajaran, yaitu: (1) Bagaimanakah efektivitas guru dalam melaksanakan
pengajaran, dan (2) Bagaimanakah siswa dapat belajar dan menguasi materi pelajaran seperti
yang diharapkan. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila guru dapat menyampaikan
keseluruhan materi pelajaran dengan baik dan siswa dapat menguasai substansi tersebut sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai;
fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai dan penginternalisasian nilai-nilai ke
dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang
berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya
4
kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi)
yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari,
mempedulikan dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai
perilaku kehidupan sehari-hari para peserta didik.
Dalam struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan, pada dasarnya setiap mata
pelajaran memuat materi-materi yang berkaitan dengan karakter. Secara subtantif, setidaknya
terdapat dua mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembangan budi pekerti dan
akhlak mulia, yaitu pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Kedua mata
pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan
nilai-nilai, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilainilai tersebut. Integrasi pendidikan karakter pada mata-mata pelajaran di SMP mengarah pada
internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari
tahapan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.
4. Implemtasi Pendidikan Karakter melalui Ekstrakurikuler
Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan
pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh
pendidik maupun tenaga kependidikan lain yang berkemampuan dan berkewenangan di
sekolah.
Visi kegiatan ekstrakurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara
optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri
sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi ekstrakurikuler adalah (1) menyediakan sejumlah
kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan
5
minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik
mengeskpresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri maupun kelompok.
Sementara itu, fungsi kegiatan ekstrakurikuler meliputi:
a. Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler sebagai sarana untuk
mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan
potensi, bakat dan minat mereka.
b. Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan
dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik terhadap sesama dalam lingkungan
sekitarnya.
c. Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan suasana
rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang
proses perkembangan pribadinya.
d. Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan
kesiapan karir peserta didik di masa depan.
Prinsip kegiatan ekstrakurikuler, meliputi:
a. Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi,
bakat dan minat masing-masing peserta didik.
b. Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginan dan
diikuti secara sukarela oleh peserta didik.
c. Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang menuntut
keikutsertaan peserta didik secara penuh.
d. Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler dalam suasana yang
disukai dan mengembirakan bagi peserta didik.
6
e. Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang membangun semangat
peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.
f.
Manfaat sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan untuk
kepentingan masyarakat.
B. Pendekatan dan Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa
1. Prinsip Pengembangan
Dalam pembelajaran di kelas pengembangan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai
pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan
budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah
ada.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan
yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian
dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini,
peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan
sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter
bangsa.
7
a.
Berkelanjutan; yaitu proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
yang dilakukan melalui proses panjang; dimulai dari awal peserta didik masuk
sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari
kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau
kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan
dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
b.
Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah;
mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan
ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan nilai-nilai
melalui jalur-jalur itu:
MATA PELAJARAN
PENGEMBANGAN DIRI
NILAI
BUDAYA SEKOLAH
Gambar 1. Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Bangsa (sumber Puskur 2011)
Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata
pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan sebagai berikut ini.
8
MP 1
MP 2
MP 3
MP 4
NILAI
MP 5
MP6
MP .n
Gambar 2. Pengembangan Nilai Karakter Bangsa melalui Setiap Mata Pelajaran (sumber
Puskur)
c. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa
materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya,
nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya
ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam
mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika,
pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan keterampilan.
Materi
pelajaran
biasa
digunakan
sebagai
bahan
atau
media
untuk
mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru
tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan
materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa. Selain itu, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus
untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu
aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam
ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris.
9
Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak
ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik
perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan
pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak
paham makna nilai itu.
d. Proses
pendidikan
dilakukan
peserta
didik
secara
aktif
dan
menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya
dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru
menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan
peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan
dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan, maka
guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa guru
mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru
merencanakan
kegiatan
belajar
yang
menyebabkan
peserta
didik
aktif
merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan
informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi
data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan
nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui
berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar
sekolah.
10
2. Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh
kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu
komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini.
a. Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya
dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah
melalui hal-hal berikut.
1) Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terusmenerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari
besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut dan lainlain) setiap hari Senin, beribadah bersama atau shalat bersama setiap dhuhur (bagi
yang beragama Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam
bila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.
2) Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga.
Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain
mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus
dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap
yang kurang baik, maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga
peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan
itu:
membuang
sampah
tidak
pada
11
tempatnya,
berteriak-teriak
sehingga
mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri atau
berpakaian tidak senonoh.
Kegiatan spontan tidak hanya berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang
tidak baik, tetapi juga berlaku bagi perilaku baik peserta didik. Untuk merealisasikan
wujud ini, guru bisa melakukan hal yang sederhana, misalnya melalui pujian kepada
peserta didik. Hal ini dilakukan, misalnya pada saat peserta didik memperoleh nilai
tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian,
berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.
3) Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku atau sikap dari guru maupun tenaga kependidikan lain
dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga
diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik. Jika guru maupun tenaga
kependidikan lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, maka guru maupun tenaga
kependidikan lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh
berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi,
datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang,
perhatian terhadap peserta didik, jujur, dan menjaga kebersihan.
4) Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka
sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus
mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan.
Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu
dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.
12
b. Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan dalam
setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam
silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara
berikut ini:
1) Mengkaji Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI)
untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu
sudah tercakup di dalamnya.
2) Menggunakan tabel 1, yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan
nilai dan indikator, untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan.
3) Mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam
silabus.
4) Mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;
5) Mengembangkan
proses
pembelajaran
peserta
didik
secara
aktif
yang
memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan
menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai.
6) Memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk
menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.
c. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan,
hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil
keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya
sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan
13
semua elemen di sekolah. Interaksi internal kelompok dan antar kelompok terikat oleh
berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah.
Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian
sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan dan tanggung jawab merupakan nilainilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya
sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor,
tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan
fasilitas sekolah.
3. Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses
belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak; dilakukan melalui berbagai
kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
a. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang
sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah
kognitif, afektif, dan psikomotoris. Karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar
khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter
bangsa. Meski begitu, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras,
jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air dan gemar
membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk
pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin
tahu dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki
kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.
14
b. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik, guru,
kepala sekolah, dan tenaga administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun
pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai
bagian dari budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam
program sekolah adalah lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta
tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya dan karakter bangsa,
pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba
kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter
bangsa, pameran foto hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa,
lomba membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh
yang berkaitan dengan budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai
narasumber untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang berhubungan
dengan budaya dan karakter bangsa.
c. Luar sekolah (masyarakat), melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang
diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun
pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke
tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan
semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan
kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah
banjir,
memperbaiki
atau
membersihkan
membersihkan atau mengatur barang di tempat.
15
tempat-tempat
umum,
membantu
Download