Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepe

advertisement
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
SIARAN PERS
1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK:
Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepercayaan Pasar
Jakarta, 21 Oktober 2015
Sebagai kementerian non teknis yang bertugas membantu Presiden dalam menyelaraskan
dan mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan, dan pengendalian urusan kementerian
dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, Kemenko Perekonomian
menghadapi tantangan yang tidak ringan sejak Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden
Jusuf Kalla dilantik pada 20 Oktober 2014. Tantangan itu terutama datang sebagai dampak
dari lesunya perekonomian global.
Ini bisa dilihat dari perkembangan ekonomi global hingga semester I 2015 yang masih
memperlihatkan kecenderungan pertumbuhan yang bias ke bawah dari perkiraan semula
dan pasar keuangan global yang masih diliputi ketidakpastian. Kecenderungan bias ke
bawah tersebut terutama disebabkan oleh perkiraan ekonomi AS yang tidak setinggi
perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang masih melambat. Di pasar keuangan global,
ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS, gejolak di Uni Eropa, serta
anjloknya harga saham di Tiongkok menunjukkan risiko di pasar keuangan global masih
tinggi.
Kondisi Makro
Sebagai dampak perkembangan ekonomi global tersebut pertumbuhan ekonomi Indonesia
hingga triwulan II 2015 masih melambat, yakni sebesar 4,67% (yoy), menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,72% (yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II
2015 yang masih melambat ini terutama akibat melemahnya pertumbuhan investasi,
konsumsi pemerintah, dan konsumsi rumah tangga.
Dari sisi eksternal, ekspor tumbuh terbatas seiring dengan pemulihan ekonomi global yang
belum kuat dan harga komoditas yang masih menurun. Di sisi lain, pertumbuhan impor
terkontraksi lebih dalam sejalan dengan lemahnya permintaan domestik.
Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia pada semester I 2015 mencatat surplus,
terutama ditopang oleh surplus neraca nonmigas. Surplus neraca perdagangan tersebut
mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2015 yang lebih baik dari
prakiraan sebelumnya yaitu 2,5% dari PDB, dan lebih baik dari periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 3,9% dari PDB.
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi faktor eksternal. Pada Juli
2015, rupiah melemah ke level Rp 13.311 per dolar AS dari sebelumnya di kisaran Rp 12.025
pada hari pertama pemerintahan Jokowi-JK. Angka ini bahkan terus merosot hingga hampir
mencapai Rp 14.800 pada bulan September 2015. Beruntung, kondisi ekonomi global dan
kerja keras pemerintahan Jokowi-Jk berhasil memperkokoh nilai rupiah kembali ke kisaran
Rp 13.500 pada pertengahan bulan Oktober 2015.
Sejalan dengan pergerakan rupiah, perkembangan harga saham juga mengalami tekanan.
Pada awal November 2014 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat sebesar Rp
5.085,51 merosot menjadi Rp 4.120,5 di akhir September 2015 akibat derasnya arus modal
asing yang keluar dari Bursa Efek Indonesia. Tapi rangkaian Paket Kebijakan Ekonomi
pemerintah yang diterbitkan sejak 9 September 2015 telah membawa persepsi positif
kepada investor pasar modal, sehingga IHSG naik kembali menjadi Rp 4.591,91 pada 19
Oktober 2015.
Sebagai akibat kebijakan penyesuaian harga BBM pada bulan November 2014, inflasi
melonjak menjadi 8,36 % (yoy) pada akhir tahun 2014. Melalui kebijakan pengendalian
harga pangan dan harga barang yang diatur oleh pemerintah, tingkat inflasi secara bertahap
menurun. Pada bulan September 2015 inflasi menjadi 6,83% (yoy) atau 2,24% (ytd). Dengan
pengendalian inflasi yang ketat hingga di tingkat Pemerintah Daerah, maka
inflasi
diperkirakan di kisaran 4% pada akhir tahun 2015. Penurunan inflasi sebagian disebabkan
melemahnya daya beli masyarakat akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi khususnya di
wilayah pertambangan dan perkebunan.
Perekonomian diperkirakan mulai meningkat pada triwulan III dan berlanjut pada triwulan
IV 2015. Peningkatan tersebut didukung oleh akselerasi belanja pemerintah dengan realisasi
proyek-proyek infrastruktur yang semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan berbagai upaya
khusus yang dilakukan pemerintah untuk mendorong percepatan realisasi belanja modal,
termasuk dengan menyiapkan perangkat aturan yang diperlukan. Sementara itu, konsumsi
juga diperkirakan membaik, seiring dengan ekspektasi pendapatan yang meningkat dan
penyelenggaraan Pilkada serentak pada triwulan IV 2015.
Paket Kebijakan Ekonomi
Terhadap dinamika ekonomi (politik) global yang sedang terjadi, kapasitas kita memang
terbatas. Karena itu yang bisa dilakukan adalah melakukan pembenahan dari dalam.
Membenahi berbagai regulasi sebagai bagian dari wilayah otoritas dan tanggung jawab
pemerintah untuk mendorong mesin ekonomi bergerak kembali.
Ibarat mesin mobil, sudah waktunya kita melakukan overhaul: mengganti dan membuang
spare parts lama yang aus, rusak, atau yang performanaya tak bagus lagi. Dan menggantinya
dengan komponen baru yang segar dan sesuai kebutuhan serta pelumas yang berkualitas
agar mesin bisa bergerak lebih cepat dan lincah, bahkan ketika berada pada medan yang
sulit.
Maka kalau kita perhatikan, Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan sejak 9 September
2015, berupaya untuk menyentuh berbagai aspek. Tujuannya untuk menangkal
perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh kondisi ekonomi global dan domestik dengan
cara memperbaiki struktur ekonomi yang lebih kondusif bagi berkembangnya industri,
kepastian berusaha di bidang perburuhan, kemudahan investasi, memangkas berbagai
perizinan serta memperluas akses masyarakat untuk mendapatkan kredit perbankan.
Berbagai upaya deregulasi yang tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi ini membuat
kepercayaan pasar mulai membaik. Ini terlihat dari pergerakan nilai tukar yang semakin
stabil, meminimalisasi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan iklim ekonomi (kegiatan
berusaha) yang lebih kondusif.
Pemerintah juga berupaya agar penyerapan anggaran bisa ditingkatkan. Kalau pada
semester I tahun 2015, penyerapan anggaran baru mencapai Rp 436,1 triliun atau 33,1
persen dari pagu Rp 1.319,5 triliun, maka pada bulan September 2015, penyerapan
anggaran sudah di atas 60 persen. Menurut Menteri keuangan, hingga akhir tahun
pemerintah optimistik penyerapan anggaran bisa mencapai 94-95 persen.
Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk mendorong perbaikan
ekonomi antara lain:
Di bidang perdagangan, pemerintah telah meluncurkan Indonesia National Single Window
(INSW) yang diperbarui, sehingga siapa pun dapat memantau keluar-masuk barang eksporimpor melalui satu sistem. Dengan demikian akurasi data dan informasi kepabeanan dapat
dipertanggung-jawabkan dengan transparan atau dapat diakses oleh semua pihak yang
berkepentingan.
Semua perizinan, dokumen, data, dan informasi lain yang diperlukan dalam pelayanan dan
pengawasan kegiatan ekspor impor dan distribusi kini sudah harus dilakukan melalui
Indonesia Nasional Single Window (INSW). Melalui INSW, tidak akan ada lagi
proses
birokrasi yang dilakukan secara manual dan tatap muka yang selama ini menjadi hambatan
kelancaran arus barang, bahkan membuat distorsi yang membebani daya saing industri dan
melemahkan daya beli konsumen.
Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, INSW adalah wujud nyata pelayanan
birokrasi modern yang dalam waktu singkat dapat melaksanakan kebijakan deregulasi dan
debirokratisasi yang diumumkan Presiden pada tanggal 9 September 2015. Portal ini
mengintegrasikan semua pelayanan perizinan ekspor/impor secara elektronik pada 15
Kementerian/Lembaga yang meliputi 18 Unit Perizinan.
“INSW merupakan salah satu bentuk fasilitasi perdagangan yang saat ini memegang peran
kunci, tidak saja dalam mendukung kelancaran perdagangan intra ASEAN dan cross border
trade Indonesia dengan negara lain, tetapi juga sebagai bentuk reformasi birokrasi dalam
pelayanan publik untuk kegiatan ekspor/impor, kepabeanan, dan kepelabuhanan,” ujar
Darmin.
Dengan pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik, INSW diharapkan
dapat meningkatkan kepastian usaha dan efisiensi dalam kegiatan ekspor, kebutuhan
industri dan investasi, serta mengoptimalkan penerimaan negara dari kegiatan perdagangan
internasional.
Di bidang energi, pemerintah telah menurunkan harga solar sebesar Rp 200 pada Oktober
2015 ini. Selain itu, pemerintah juga mendorong nelayan untuk beralih dari penggunaan
bahan bakar solar menjadi bahan bakar gas. Pemerintah juga memberi diskon tarif listrik
bagi industri antara jam 23.00-08.00 WIB.
Di bidang perbankan, pemerintah memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat,
terutama golongan kelas menengah-bawah untuk mendapatkan akses ke sistem perbankan
melalui fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah, yakni 12 persen. Tak cuma
itu, melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk mendukung UKM yang
berorientasi ekspor atau yang terlibat dalam produksi untuk produk ekspor, pemerintah
juga memberikan fasilitas pinjaman atau kredit modal kerja dengan tingkat bunga yang lebih
rendah dari tingkat bunga komersial. Fasilitas ini terutama diberikan kepada perusahaan
padat karya dan rawan PHK.
Untuk menarik investor, terobosan kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah
memberikan layanan cepat dalam bentuk pemberian izin investasi dalam waktu 3 jam di
Kawasan Industri. Dengan mengantongi izin tersebut, investor sudah bisa langsung
melakukan kegiatan investasi. Kriteria untuk mendapatkan layanan cepat investasi ini adalah
mereka yang memiliki rencana investasi minimal Rp 100 miliar dan atau rencana
penyerapan tenaga kerja Indonesia di atas 1,000 (seribu) orang.
Di bidang fiskal, pemerintah menyediakan fasilitas pengurangan pajak penghasilan (PPh)
badan mulai dari 10 hingga 100 persen untuk jangka waktu 5-10 tahun (tax holiday).
Persyaratan penerima tax holiday adalah wajib pajak baru yang berstatus badan hukum,
membangun industri pionir dengan rencana investasi minimal Rp 1 triliun, rasio utang
terhadap ekuitas (debt equity ratio) 1:4, serta mengendapkan dana di perbankan nasional
minimal 10 persen dari total rencana investasi hingga realisasi proyek.
Yang disebut industri pionir meliputi industri logam hulu, pengilangan minyak bumi, kimia
dasar organik, industri permesinan, industri pengolahan berbasis pertanian, kehutanan dan
perikanan, industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi, transportasi kelautan,
industri pengolahan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan infrastruktur.
Insentif fiskal lainnya yang ditawarkan pemerintah adalah pengurangan penghasilan netto
sebesar 5 persen setahun selama enam tahun sebagai dasar pengenaan PPh badan (tax
allowance). Fasilitas ini berbeda dengan tax holiday karena tidak mengurangi tarif PPh
badan sebesar 25 persen, tetapi mengurangi penghasilan kena pajak maksimal 30 persen
selama enam tahun. Tax allowance juga memperhitungkan penyusutan dan amortisasi yang
dipercepat, pemberian tambahan jangka waktu kompensasi kerugian, serta mengurangi 10
persen tarif PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak di luar negeri.
Pada sektor perburuhan, kebijakan untuk menerapkan formula pada penghitungan Upah
Minimum juga disambut baik karena memberikan kepastian, baik kepada pengusaha
maupun buruh, tentang kenaikan upah yang bakal diterima buruh setiap tahun dengan
besaran yang terukur.
Beberapa contoh deregulasi yang telah dilakukan itu menunjukkan konsistensi pemerintah
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai upaya penyederhanaan
peraturan dan perizinan, kemudahan berinvestasi, serta mendorong daya saing industri.
Pada saat yang sama, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan kegiatan produktif dan
daya beli masyarakat melalui berbagai kebijakan yang pro rakyat. Bersama-sama BI dan
Otoritas jasa Keuangan, pemerintah bekerja dan hadir untuk memulihkan kepercayaan
pasar.
Kementerian Koordinator Perekonomian sendiri sudah mengalami pergantian pimpinan
selama masa satu tahun pemerintahan Jokowi-JK. Darmin Nasution baru menjabat sebagai
Menko Bidang Perekonomian pada 12 Agustus 2015 menggantikan Sofyan Djalil yang
bergeser
posisi
menjadi
Menteri
Menteri
Perencanaan
Pembangunan
(PPN)/Kepala Bappenas. (Humas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian)
Nasional
Download